Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱقۡتَرَبَ
telah dekat
لِلنَّاسِ
bagi/kepada manusia
حِسَابُهُمۡ
perhitungan mereka
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
فِي
dalam
غَفۡلَةٖ
kelalaian
مُّعۡرِضُونَ
orang-orang yang berpaling
ٱقۡتَرَبَ
telah dekat
لِلنَّاسِ
bagi/kepada manusia
حِسَابُهُمۡ
perhitungan mereka
وَهُمۡ
dan/sedang mereka
فِي
dalam
غَفۡلَةٖ
kelalaian
مُّعۡرِضُونَ
orang-orang yang berpaling
Terjemahan
Telah makin dekat kepada manusia perhitungan (amal) mereka, sedangkan mereka dalam keadaan lengah lagi berpaling (darinya).
Tafsir
Al-Anbiyaa' (Para Nabi)
(Telah dekat kepada manusia) kepada penduduk Mekah yang ingkar terhadap adanya hari berbangkit (hari penghisaban mereka) yaitu hari kiamat (sedang mereka berada dalam kelalaian) daripadanya (lagi berpaling) tidak bersiap-siap untuk menghadapinya, yaitu dengan bekal iman.
Tafsir Surat Al-Anbiya': 1-6
Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al-Qur'an pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedangkan mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka, "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (juga) seperti kalian, maka apakah kalian menerima sihir itu, padahal kalian menyaksikannya? Berkatalah Muhammad (kepada mereka), "Tuhanku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Bahkan mereka berkata (pula), "(Al-Qur'an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan ia sendiri seorang penyair, maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu diutus. Tidak ada (penduduk) suatu kota pun yang beriman yang Kami telah membinasakannya sebelum mereka; maka apakah mereka akan beriman? Hal ini merupakan suatu peringatan dari Allah ﷻ yang menyatakan dekatnya hari kiamat dan bahwa manusia dalam keadaan lalai terhadap keberadaannya, yakni mereka tidak mau beramal dan tidak mau membuat bekal untuk menyambutnya.
Imam Nasai mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Nasr, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Abdul Malik Abul Walid At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Sa'id, dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Bahwa mereka di dunia lalai terhadap hari kiamat. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebut di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Telah pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kalian meminta agar disegerakan (datang). (An-Nahl: 1) Telah dekat (datangnya) saat itu dan telah terbelah bulan Dan jika mereka (orang-orang musyrik) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling. (Al-Qamar: 1-2), hingga akhir ayat.
Al-Hafiz ibnu Asakir meriwayatkan di dalam biografi Al-Hasan Ibnu Hani' alias Abu Nuwas si penyair, bahwa penyair yang paling hebat ialah Syekh Tahir Abul Atahiyah, karena ia mengatakan dalam bait syairnya: ..... Manusia tenggelam dalam kelalaiannya, padahal penggilingan maut terus berputar. Ketika ditanyakan kepadanya, "Dari manakah engkau menyimpulkan kalimat ini?" Abul Atahiyah menjawab bahwa ia menyimpulkannya dan firman Allah ﷻ yang mengatakan: Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Ibnu Asakir meriwayatkan pula di dalam biografi Amir ibnu Rabi'ah melalui jalur Musa ibnu Ubaid Al-Amadi, dari Abdur Rahman ibnu Zad bin Aslam, dari ayahnya, dari Amir ibnu Rabi'ah, bahwa ia kedatangan seorang tamu dari kalangan orang Badui.
Amir memuliakan kedatangannya dan menghormatinya. Sebelumnya Rasulullah ﷺ telah berbincang-bincang di rumah Amir, tidak lama kemudian lelaki Badui, itu datang. Ia berkata, "Sesungguhnya aku telah memperoleh sebuah lembah di daerah pedalaman dari Rasulullah ﷺ Aku bermaksud memberikan sebagian darinya kepadamu. Kelak lahan itu buat kamu dan keturunanmu sesudah kamu tiada." Maka Amir menjawab, "Saya tidak memerlukan bagian tanahmu itu, karena pada hari ini telah diturunkan sebuah surat yang membuat kami merasa ngeri terhadap duniawi," yaitu firman-Nya: Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedangkan mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (darinya). (Al-Anbiya: 1) Kemudian Allah ﷻ menyebutkan bahwa mereka tidak mau mendengarkan wahyu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya.
Khitab atau pembicaraan ayat ini ditujukan kepada orang-orang Quraisy dan orang-orang yang kafirnya sama dengan mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Tidak datang kepada mereka suatu ayat Al-Qur'an pun yang baru (diturunkan) dari Tuhan mereka. (Al-Anbiya: 2) Yakni ayat Tuhan yang baru diturunkan. melainkan mereka mendengarnya, sedangkan mereka bermain-main. (Al-Anbiya: 2) Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, "Mengapa kalian menanyakan kepada Ahli Kitab tentang kitab yang dipegang oleh mereka, padahal mereka telah membakarnya dan menggantikannya serta melakukan penambahan dan pengurangan padanya? Inilah kitab kalian, Kitabullah yang baru diturunkan; kalian membacanya masih dalam keadaan hangat dan murni isinya, tidak ada campurannya." Imam Bukhari telah meriwayatkan hal yang semisal.
Firman Allah ﷻ: Dan mereka yang zalim itu merahasiakan pembicaraan mereka. (Al-Anbiya: 3) seraya membisikkan di antara sesama mereka dengan sembunyi-sembunyi. Orang ini tiada lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu. (Al-Anbiya: 3) Yang mereka maksudkan adalah Rasulullah ﷺ Mereka tidak percaya beliau menjadi seorang nabi, mengingat beliau adalah seorang manusia sama dengan mereka; mana mungkin ia mendapat keistimewaan beroleh wahyu, sedangkan mereka tidak. Karena itu, dalam perkataan mereka selanjutnya disebutkan dalam firman-Nya: maka apakah kalian menerima sihir, padahal kalian menyaksikannya? (Al-Anbiya: 3) Yakni apakah kalian mau mengikutinya, sehingga akibatnya kalian sama dengan orang yang melakukan sihir, sedangkan ia mengetahui bahwa apa yang dilakukannya itu adalah ilmu sihir.
Allah ﷻ menjawab mereka yang membuat-buat berita bohong dan kedustaan itu melalui firman-Nya: Berkatalah Muhammad (kepada mereka), "Tuhanku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi. (Al-Anbiya: 4) Yaitu Tuhan yang mengetahui hal tersebut, tiada sesuatu pun yang tersembunyi luput dari liputan pengetahuan-Nya. Dialah Yang menurunkan Al-Qur'an ini, yang di dalamnya terkandung kisah orang-orang terdahulu dan orang-orang kemudian. Al-Qur'an ini tiada seorang pun yang mampu mendatangkan hal yang semisal dengannya, kecuali hanya Tuhan yang mengetahui semua rahasia dan yang tersembunyi di langit dan di bumi.
Firman Allah ﷻ: dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al-Anbiya: 4) Artinya, Dia Maha Mendengar semua ucapan kalian, lagi Maha Mengetahui semua keadaan kalian. Di dalam kalimat ini terkandung peringatan dan ancaman terhadap mereka. Firman Allah ﷻ mengatakan: Bahkan mereka berkata (pula), "(Al-Qur'an itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya" (Al-Anbiya: 5) Ayat ini menceritakan tentang pembangkangan orang-orang kafir, keingkaran dan penentangan mereka terhadap materi yang dikandung oleh Al-Qur'an, juga tentang kebimbangan dan kesesatan mereka terhadapnya. Kadang kala mereka menganggap Al-Qur'an sebagai perbuatan sihir, adakalanya mereka mengatakannya sebagai syair gubahan, adakala menganggapnya sebagai mimpi-mimpi yang kalut, adakalanya pula menganggapnya sebagai buat-buatan.
Perihalnya sama dengan yang disebutkan oleh ayat lain, yaitu: Lihatlah, bagaimana mereka membuatperumpamaan-perumpamaan terhadapmu; karena itu mereka menjadi sesat dan tidak dapat lagi menemukan jalan (yang benar). (Al-Isra: 48) Adapun firman Allah ﷻ: maka hendaknya ia mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagaimana rasul-rasul yang telah lalu diutus. (Al-Anbiya: 5) Mereka bermaksud bahwa mukjizat itu seperti unta Nabi Saleh, mukjizatnya Musa dan Isa. Allah ﷻ telah berfirman sehubungan dengan hal ini: Dan sekali-kali tidak ada yang menghalangi Kami mengirimkan (kepadamu) tanda-tanda (kekuasaan Kami), melainkan karena tanda-tanda itu telah didustakan oleh orang-orang dahulu. (Al-Isra: 59), hingga akhir ayat. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: Tidak ada (penduduk) suatu negeri pun yang beriman yang Kami telah membinasakannya sebelum mereka; maka apakah mereka akan beriman? (Al-Anbiya: 6) Tiada suatu penduduk negeri pun yang diutus rasul-rasul kepada mereka dengan membawa mukjizat, lalu mereka beriman, melainkan mereka mendustakannya; maka Kami binasakan mereka.
Apakah mereka akan beriman sekiranya melihat mukjizat-mukjizat itu? Tidak, bahkan: Sesungguhnya orang-orang yang telah pasti terhadap mereka kalimat Tuhanmu, tidaklah akan beriman, meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih. Yunus: 96-97 Sesungguhnya mereka pun telah menyaksikan ayat-ayat yang jelas dan hujah-hujah yang pasti serta keterangan-keterangan yang jelas dari Rasulullah ﷺ Padahal apa yang ditampakkan oleh Rasulullah ﷺ adalah jauh lebih jelas, lebih terang, lebih menakjubkan, dan lebih mematahkan alasan mereka ketimbang apa yang ditampakkan oleh nabi-nabi lainnya. ". :" ". Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari Zaid ibnul Hubab, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Yazid Al-Hadrami, dari Ali ibnu Rabah Al-Lakhami, telah menceritakan kepadaku seseorang yang pernah menghadiri majelis Ubadah ibnus-Samit, Ubadah mengatakan, "Ketika kami (para sahabat) berada di dalam masjid, saat itu Abu Bakar ada bersama kami sedang membaca sebagian dari Al-Qur'an.
Kemudian datanglah Abdullah ibnu Ubay ibnu SaluI yang saat itu membawa bantal dan permadani, lalu meletakkan bawaannya dan duduk bersandar padanya." Abdullah ibnu Ubay ibnu Salul adalah seorang yang berwajah cerah, fasih tutur katanya, tetapi suka berdebat. Ia berkata, "Hai Abu Bakar, katakanlah kepada Muhammad agar dia mendatangkan suatu mukjizat kepada kami (orang-orang Yahudi) sebagaimana yang pernah didatangkan oleh para utusan terdahulu.
Musa datang dengan membawa luh-luh, Daud datang dengan membawa kitab Zabur, Saleh datang membawa mukjizat unta betina, Isa datang membawa kitab Injil dan hidangan dari langit." Abu Bakar r.a. menangis dan Rasulullah ﷺ keluar, lalu Abu Bakar berkata, "Marilah kita bangkit menemui Rasulullah ﷺ untuk meminta pertolongan dalam menghadapi si munafik ini." Rasulullah ﷺ bersabda, "Sesungguhnya tidaklah layak aku dihormati dengan sambutan berdiri, melainkan hanya Allah-lah yang pantas mendapat perlakuan seperti itu." Kami berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami mendapat tantangan dari orang munafik ini." Rasulullah ﷺ bersabda, bahwa sesungguhnya Malaikat Jibril berkata kepadanya, "Keluarlah kamu, dan ceritakanlah kepada(nya) tentang nikmat-nikmat yang telah dikaruniakan kepadamu oleh Allah dan keutamaan-keutamaan yang diberikan kepadamu." Rasulullah ﷺ melanjutkan sabdanya, "Jibril telah menyampaikan berita gembira kepadaku bahwa aku diutus untuk orang yang berkulit merah dan berkulit hitam (semua bangsa), dan Allah telah memerintahkan kepadaku agar menyampaikan peringatan kepada jin. Allah menurunkan Kitab-Nya kepadaku, sedangkan aku dalam keadaan ummi.
Dia telah mengampuni semua dosaku yang terdahulu dan yang terkemudian, dan namaku disebut di dalam azan. Dia telah memberikan bantuan para malaikat kepadaku, dan kemenangan datang kepadaku, rasa gentar yang mencekam hati musuh berada di hadapanku. Allah telah memberiku Telaga Kausar, dan menjadikan telagaku adalah telaga yang paling besar di hari kiamat. Allah menjanjikan kepadaku kedudukan yang terpuji, sedangkan manusia saat itu menundukkan kepalanya dalam keadaan terhina.
Allah menjadikan diriku termasuk orang-orang yang mula-mula dibangkitkan, dan dimasukkan ke dalam syafaatku sejumlah tujuh puluh ribu orang dari kalangan umatku; semuanya masuk surga tanpa hisab. Allah telah menganugerahkan kepadaku kekuasaan dan kerajaan, dan aku ditempatkan di istana yang paling tinggi di dalam surga yang penuh dengan kenikmatan. Tiada seorang pun yang ada di atasnya kecuali hanya para malaikat penyangga' Arasy. Dihalalkan bagiku juga bagi umatku ganimah, yang sebelum itu tidak pernah dihalalkan bagi seorang pun." Hadist ini berpredikat garib sekali."
Telah semakin dekat kepada manusia, yang kafir dan yang menyekutukan Allah, perhitungan amal mereka, pada hari Kiamat tentang semua yang mereka kerjakan di dunia, sedang mereka dalam keadaan lalai tentang dahsyatnya hari Kiamat, karena kesibukan mereka tentang dunia, mereka berpaling dari iman terhadap akhirat. 2. Ingatlah wahai manusia, pada hari ketika kamu melihatnya, goncangan dahsyat pada hari Kiamat itu, semua perempuan yang menyusui anaknya akan lalai terhadap anak yang disusuinya, karena terkejut dan panik; dan setiap perempuan yang hamil akan keguguran kandungannya, karena goncangan dahsyat itu; dan kamu melihat manusia dalam keadaan mabuk, seperti orang yang tidak sadar, padahal sebenarnya mereka tidak mabuk tetapi azab Allah yang terjadi pada hari Kiamat itu sangat keras dirasakan oleh orang-orang kafir.
.
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa hari hisab atau perhitungan amal untuk manusia sudah dekat. Pada hari hisab itu kelak akan diperhitungkan semua perbuatan yang telah mereka lakukan selagi mereka hidup di dunia. Selain itu, semua nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepada mereka diminta pertanggungjawabannya, baik nikmat yang ada pada diri mereka sendiri, seperti akal pikiran, makanan dan minuman, serta anak keturunan dan harta benda. Mereka akan ditanya, apa yang telah mereka perbuat dengan semua nikmat itu? Apakah karunia Allah tersebut mereka gunakan untuk berbuat kebajikan dalam rangka ketaatan kepada-Nya, ataukah semuanya itu digunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang membuktikan keingkaran dan kedurhakaan mereka kepada-Nya?
Allah menegaskan bahwa manusia sesungguhnya lalai terhadap apa yang akan diperbuat Allah kelak terhadap mereka di hari Kiamat. Kelalaian itulah yang menyebabkan mereka tidak mau berpikir mengenai hari Kiamat, sehingga mereka tidak mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menjaga keselamatan diri mereka dari azab Allah.
Orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini adalah kaum musyrikin. Mereka adalah orang-orang yang tidak beriman tentang adanya hari Kiamat, dan mengingkari adanya hari kebangkitan dan hari hisab. Namun demikian, ayat ini memperingatkan kepada mereka bahwa hari hisab sudah dekat. Ini adalah untuk menekankan, bahwa hari Kiamat, termasuk hari kebangkitan dan hari hisab, pasti akan datang, walaupun mereka itu tidak mempercayainya; dan hari hisab itu akan diikuti pula oleh hari-hari pembalasan terhadap amal-amal yang baik atau pun yang buruk.
Kaum musyrikin itu lalai dan tidak mau berpikir tentang nasib jelek yang akan mereka temui kelak pada hari hisab dan hari pembalasan itu. Padahal, dengan akal sehat semata, orang dapat meyakini, bahwa perbuatan yang baik sepantasnya dibalas dengan kebaikan, dan perbuatan yang jahat sepatutnya dibalas dengan azab dan siksa. Akan tetapi karena mereka itu tidak mau memikirkan akibat buruk yang akan mereka terima di akhirat kelak, maka mereka senantiasa memalingkan muka dan menutup telinga, setiap kali mereka diperingatkan dengan ayat-ayat Al-Qur'an, yang berisi ancaman dan sebagainya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Surat
AL-ANBIYA'
(PARA NABI)
Surat 21 : 112 ayat
Diturunkan di MAKKAH
Dengan nama Allah Yang Maha Murah lagi Pengasih.
Manusia Itu Lalai Tentang Umurnya
Sebagaimana telah diuraikan di pendahuluan tadi, surat ini diturunkan di Makkah. Rasulullah telah datang memberi peringatan agar manusia bersiap-siap menunggu waktunya.
Ayat 1
Dan waktu itu telah dekat, yaitu bahwa semua manusia pasti mati. Dan hidup tidaklah berhenti sehingga mati itu saja. Sesudah mati kelak akan ada lagi hidup. Pada hidup yang kedua kali itu segala amal perbuatan manusia selama di dunia ini akan diperhitungkan. Yang baik akan mendapat balasan baik, yang jahat dapat balasan jahat. Penganiayaan tidak akan ada. Sebab itu maka di permulaan ayat dikatakan: “Telah mendekat kepada manusia perhitungan mereka."
Kalau difikirkan dengan tenang niscaya insaflah manusia bahwa maut itu senantiasa telah mendekat dan mendekat. Perkataan yang terdapat di sini tepat benar: iqtaraba.
Dengan makna mendekat terus. Bukan qaruba makna dekat. Setiap hari maut itu mendekat. Sehari kita lahir ke dunia, sehari itu pula telah kurang umur kita sehari. Tambah sehari tambah jauh kita dari lahir kita dan tambah mendekat kepada hari mati kita: “Padahal mereka di dalam kelalaian, lagi pada berpaling."
Begitu umur itu berkurang setiap hari, sehingga hari perhitungan di akhirat itu, kian hari kian mendekat namun manusia lalai juga. Mereka tidak mengingat itu, sehingga mereka ada persiapan buat menghadapiNya. Malahan lebih jahat lagi, bukan saja mereka lalai, bahkan mereka itu berpaling jika ada yang memberi ingat.
Telah kita ketahui, surat ini diturunkan di Makkah. Semacam Inilah sikap kaum kafir Quraisy itu seketika Nabi s.a.w. menyampaikan seruanNya.
Ayat 2
“Tidaklah datang kepada mereka dari sesuatu peringatan yang baru dari Tuhan mereka, melainkan mereka dengarkan dia."
Artinya jika Rasul s.a.w. datang menyampaikan suatu peringatan tetap juga mereka dengarkan tetapi sebagai pepatah yang terkenal: “Masuk di telinga kanan keluar di telinga kiri." Tidaklah yang mereka dengarkan itu yang mereka masukkan ke dalam hati.
Malahan di ujung ayat ditegaskan: “Namun mereka bermain-main."
Segala peringatan itu tidak ada yang mereka perhatikan sungguh-sungguh. Mereka anggap tidak ada sangkut-pautnya dengan diri mereka.
Ayat 3
“Berlalai-lengah hati mereka."
Inilah kelanjutan dari sikap mereka terhadap peringatan yang disampaikan. Hati mereka berlalai-lalai atau main-main dan tidak ada kesungguhan, kadang-kadang mereka anggap semuanya itu hanya sandiwara saja. Sebab yang penting bagi mereka ialah kesenangan diri mereka jangan sampai terganggu. "Dan mereka merahasiakan percakapan." Atau mereka berbisik-bisik yang sama-sama sefaham, yang sama-sama tidak mau tunduk. Yang sama-sama tidak mau percaya. "Orang-orang yang aniaya itu." Itulah kerjanya, itulah perangai mereka, orang orang yang aniaya itu.
Apa yang jadi buah bisik-desus mereka? Mereka menilai siapa benarlah Muhammad yang membawa perintah itu? “Bukankah orang ini hanya manusia seperti kamu?" Apa benarlah kelebihannya dari kita? Bukankah dia hanya manusia seperti kita? Ingin makan, ingin minum? Ingin harta, ingin isteri? Ingin kaya, ingin terpuji? Mereka kemukakan pertanyaan demikian di dalam bisik-desus, yang penuh dengan cemuh dan ejekan. Lalu mereka tanya bertanya tagi di dalam bisik-desus: “Apakah kamu hendak menemui sihir?" Artinya, meskipun sudah dijelaskan bahwa Muhammad itu hanya manusia biasa seperti kita, mempunyai keinginan-keinginan seperti kita juga, tetapi ucapan-ucapan yang disampaikannya memang banyak yang menarik hati. Kalau diriengar dia ber-cakap, kita akan terpikat dan terpukau. Mana yang telah tertarik dengan dia tidak ada yang dapat melepaskan diri lagi. Maka ditangkislah penilaian itu oleh temannya: “Apa kamu hendak menemui sihir?" Artinya bahwa bercakapan temah mania Muhammad itu tidak lain dari sihir belaka, yang menggoyahkan pendirian kita. Kalau sekali kita tertarik hancurlah pertahanan pusaka yang kita terima dari nenek-moyang kita purbakala. "Padahal kamu melihat."
Padahal kamu bukan orang buta, bukan orang bodoh yang dapat dibujuk rayu dengan mulut mania atau diancam-ancam dengan siksaan yang belum tentu? Jangan mau!
Ayat 4
“Dia berkata: (yaitu Nabi Muhammad s.a.w.) “Tuhanku mengetahui semua perkataan di langit dan di bumi."
Artinya bahwa Nabi s.a.w. berkata kepada mereka bahwa apa pun bisik rahasia yang mereka perkatakan terhadap dirinya, walaupun dia dikatakan hanya manusia seperti kamu juga, atau pandai sihir yang dapat menipu orang dengan mulut mania, semuanya diketahui oleh Allah Yang Maha Mengetahui segala perkataan, baik di langit yang dibicarakan di kalangan malaikat, atau di bumi yang jadi buah pembicaraan di kalangan manusia. "Dia adalah Maha Mendengar." Mendengar adalah satu di antara sifat-sifatNya dan satu di antara namaNya: “Lagi Maha Mengetahui."
Bukan saja diriengarnya, bahkan juga diketahuiNya apa isi perkataan, apa maksud dan ke mana tujuan.
Dan oleh karena tidak ada yang rahasia, di sisi Tuhan, bisik pun akan tetap juga diriengar Tuhan, tidak akan berhasil maksud mereka, memperbisikkan Nabi Muhammad s.a.w. di balik belakangnya. Karena akan mudah saja Tuhan menyampaikan isi bisik-bisik itu kepada NabiNya dengan perantaraan malaikat, sehingga tahu juga. Beberapa kali hal ini telah terbukti, sebagaimana tersebut di dalam sejarah. Sampai kepada pesan paman beliau Abbas bin Abdul Muthatib waktu akan berangkat ke peperangan Badar kepada isterinya Ummu Fadhl, yang tidak seorang pun orang lain yang mendengar: Dia menyuruh menyimpan sebagian dari hartanya. Dalam perang Badar itu si paman dan beberapa di dalam tanggungjawabnya tertawan. Dia diwajibkan menebus diri dan diri beberapa orang dalam tanggungjawabnya, Tetapi ketika tebusan itu ditagih, dia mengatakan bahwa dia tidak mempunyai uang cukup untuk penebusan itu. Lalu Nabi berkata: “Bukankah harta paman sekian dan sekian yang paman suruh simpan kepada isteri paman Ummu Fadhi itu lebih dari cukup untuk penebus tersebut?"
“Kalau begitu memang engkau Rasul Allah," kata pamannya. "Demi Allah, hanya kami berdua saja waktu itu, tidak ada orang lain yang mendengar." Demikian juga seumpama Halhib bin Abi Batta'ah yang mengirim surat secara rahasia ke Makkah tatkala Makkah akan ditaklukkan oleh Nabi s.a.w. Hanya Halhib dan perempuan yang membuat surat itu saja yang tahu. Tetapi sebelum perempuan itu jauh dari kota Madinah, utusan Nabi telah dapat mengejar perempuan itu dan merampas surat yang nyaris saja membuat gagal penaklukan itu (tengok; Surat 60 al-Mumtahanah ayat 1).
Di sini bukan berarti bahwa Nabi s.a.w.lah yang mengetahui semua perkataan yang di langit dan di bumi melainkan Allahlah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui akan semua, dan kalau Allah menimbang perlu diberitahukannya hal-ihwal itu kepada RasulNya karena Allah telah berjanji:
“Dan Allah akan memelihara engkau dari manusia." (al-Maidah: 67)
Rasian dan Mimpi
Ayat 5
“Bahkan mereka berkata: Kekacau-balauan rasian."
atau kekacau-balauan rasian.
Apabila kita tidur kita mengalami bermacam mimpi. Kebanyakan ialah mimpi bertele-tele, tidak berujung berpangkal. Kadang-kadang menakutkan, sebagai dikejar harimau, melihat orang beramuk-amukan dan lain-lain. Di dalam kita bermimpi itu sendiri kita rasakan ada perlawanan dari akal kita kalau yang kita saksikan itu tidak mungkin kejadian. Tetapi perlawanan akal itu tertekan ke dalam. Setelah kita tersentak dari tidur barulah rasa akal yang tertekan itu dengan serta-merta sadar dan berkata: “Ah cuma mimpi."
Tetapi di dalam itu kadang-kadang terselip mimpi yang menarik perhatian kita. Setelah kita bangun perhatian kita lekat kepada apa yang kita lihat di mimpi itu.
Macam yang pertama, yaitu mimpi yang tidak tentu ujung pangkal itu bermimpi dikejar harimau, bermimpi melihat orang beramuk, bermimpi disamun orang, dan sebagainya, itulah yang di dalam bahasa Arab disebut:. … adh-ghatsu ahlamin, yang kita artikan kekacau-balauan mimpi.
Dan kedua yang mengandung qiyas itu dalam bahasa Arab dinamai ru'ya: …
Dalam bahasa Melayu atau Indanesia, keduanya pun disebut mimpi saja. Tetapi di dalam bahasa Melayu langgam Minangkabau terdapat dua kalimat sebagai dalam bahasa Arab itu pula, untuk yang kacau itu mereka namai rasian, dan untuk mimpi yang ada ta'birnya itulah yang mereka namai mimpi. Dalam pepatah Minangkabau ada tersebut: “Rasian pamenan lalok, kacimpung pamenan mandi."
Rasian adalah permainan tidur, kacimpung adalah permainan mandi, Artinya tidak perlu dihebohkan, karena sudah semestinya begitu. Rasian itu tidak ada artinya, tidak ada ta'birnya.
Pepatah ini disebut orang di Minangkabau untuk seorang yang merasa cemas karena mimpinya semalam, lalu menceritakannya kepada temannya. Lalu temannya itu mengobat rasa cemasnya: “Tak usah difikirkan itu rasian permainan tidur, kacimpung permainan mandi."
Begitulah rendahnya mereka itu memandang peringatan yang dibawa Nabi s.a.w. sebab wahyu yang turun itu kadang.kadang berupa mimpi yang benar, ru'yatun shadiqah. Sebagai mimpi Nabi Ibrahim menyembelih anak (Surat 37, ash-Shaffat, ayat 102 sampai 107), mimpi Nabi Yusuf tentang matahari dan bulan dan sebelas buah bintang bersujud kepadanya (Surat 12 Yusuf ayat 4) atau mimpi Nabi Muhammad s.a.w. sendiri bahwa beliau akan masuk ke Makkah mengerjakan Umrah dengan aman (Surat 48 al-Fateh ayat 27); yang jiwanya hanya kontak dengan alam matidah, alam benda, tidak pernah berkontak dengan alam malakut memandang atau mencap wahyu-wahyu Ilahi melalui mimpi hanyalah adhghatsu ahlamin: kacau-balau rasian! Karena memang mimpi-mimpi mereka pun tidak pernah lain daripada kacau-balau rasian.
“Bahkan dikarang-karangnya saja." Mereka tolak kebenaran itu. Mereka tidak mau percaya bahwa yang disampaikan Nabi s.a.w. itu ialah wahyu. Mereka katakan bahwa itu hanya dikarang-karangnya, dibikin-bikinnya. Padahal kalau diminta kepada mereka keterangan pernahkah Muhammad sebelumnya mengarang-ngarang kabar bohong? Semuanya akan mengakui tidak pernah... Bahkan sampai kepada zaman kita sekarang ini pun orang-orang Barat yang disebut kaum Orientalia yang mengakui diri mereka ahli tentang Islam, sebagai alat yang amat penting dari kaum penjajah dan penyebar Kristen. Mereka menyelidiki Agama Islam bertahun-tahun. Tetapi terlebih dahulu telah ditetapkan suatu pendirian, yaitu menafsirkan Islam menurut garis yang telah ditentukan lebih. dahulu, bahwa Muhammad memang seorang besar, tetapi bukan Nabi. Al-Qur'an bukan wahyu, melainkan dikarang-karang saja oleh Muhammad. Islam bukan agama yang ash tetapi “dicuri" oleh. Muhammad dari ajaran Yahudi dan Nasrani, dan diubah-ubah di sana sini.
Hasil penyelidikan yang mempunyai tujuan tertentu itu dibukukan dan dijadikan pegangan pokok (textbook) di universitas-universitas, yang di sana belajar mahasiswa yang beragama Islam. Pendapat orientalia-orientalia yang dengan maksud tertentu itulah yang dijadikan ukuran di dalam menentukan nilai kesarjanaan! Sehingga banyaklah timbul sarjana beragama Islam yang tidak percaya bahwa al-Qur'an adalah wahyu Ilahi, melainkan dikarang-karang atau dibuat-buat saja oleh Muhammad. Dan Muhammad itu memang orang besar yang. dapat menyatukan bangsa Arab, tetapi bukan Nabi. Dan lain-lain.
Maka sikap orang di zaman Jahiliyah itu terhadap Islam. dan Nabi Muhammad masih dilanjutkan orang sampai ke abad duapuluh ini.
Mereka lebih dahulu telah menetapkan suatu pendirian, yaitu tidak percaya. Sebab itu Allah pun mencap atau memberi materai hati mereka, sehingga tetaplah datam kekufurannya, sebagai termaktuli pada Surat.2 al-Baqarah ayat 7, sehingga betapa pun cukupnya tanda-tanda bahwa mustahil Nabi Muhammad s.a.w. yang mengarang-ngarang, membuat al-Qur'an sekehendak hatinya, namun mereka tetap mengatakan begitu juga.
“Bahkan dia itu adalah seorang penyair." Itulah semacam kata lagi boat menolak kerasulan beliau, yaitu bahwa dia bukan Nabi dan bukan Rasul, melainkan setinggi-tingginya hanyalah seorang penyair. Seorang yang mendapat ilham atau inspirasi, sehingga luarbiasa pandainya menyusun apa yang terasa di hatinya. Syair yaitu perasaan yang halus. Menurut kepercayaan orang Arab di waktu itu, yang memberi ilham syair kepada seorang penyair adalah jenia syaitan. Apabila syaitan itu datang, bagai orang gilalah si penyair. Mengalir sajalah syair itu dari mulutnya tidak tertahan-tahan. Mereka katakan Nabi s.a.w. menyampaikan, bahwa beliau itu penyair, dapat ilham dari syaitan bukan wahyu dari Allah. "Maka datanglah kepada kami dengan suatu tanda, sebagaimana telah diutus (Rasul-rasul) yang dahulu."
Mereka meminta tanda, minta bukti, mu'jizat. Kalau engkau memang diutus Allah coba pertunjukkan kepada kami hal yang ganjil-ganjil, sebagai Isa menyembuhkan orang sakit kusta. Musa membelah laut dengan tongkat, dan lain-lain.
Dari hal tantangan mereka supaya Nabi Muhammad s.a.w. mengatakan mu'jizat ini telah diberi peringatan oleh Tuhan ayat selanjutnya:
Ayat 6
“Tidaklah beriman sebelum mereka dari penduduk-penduduk suatu negeri yang telah Kami binasakan."
Artinya, bahwa sebelum mereka yang menuntut mu'jizat kepadamu sekarang ini, penduduk negeri-negeri yang dahulu itu pun telah menuntut mu'jizat kepada Nabi mereka. Permintaan itu dikabulkan, tetapi tidak juga mereka yang beriman, hanya sebagian jua yang mau terima. seperti kaum Tsamud yang meminta kepada Shalih mu'jizat unta. Unta itu pun diberi, namun unta itu mereka sembelih dan mereka makan dagingnya bersama-sama. Lantaran itu mereka dihancur-binasakan oleh Tuhan.
Maka di penutup ayat Tuhan mendatangkan pertanyaanNya: “Apakah mereka akan mau beriman?"