Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Musa) berkata
هُمۡ
mereka
أُوْلَآءِ
itulah
عَلَىٰٓ
atas
أَثَرِي
jejakku/dibelakangku
وَعَجِلۡتُ
dan aku lebih cepat/bersegera
إِلَيۡكَ
kepada-Mu
رَبِّ
ya Tuhanku
لِتَرۡضَىٰ
agar Engkau rida
قَالَ
(Musa) berkata
هُمۡ
mereka
أُوْلَآءِ
itulah
عَلَىٰٓ
atas
أَثَرِي
jejakku/dibelakangku
وَعَجِلۡتُ
dan aku lebih cepat/bersegera
إِلَيۡكَ
kepada-Mu
رَبِّ
ya Tuhanku
لِتَرۡضَىٰ
agar Engkau rida
Terjemahan
(Musa) berkata, “Itu mereka sedang menyusulku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau rida.”
Tafsir
(Berkata Musa, "Itulah mereka) dekat denganku berdatangan (sedang menyusul aku dan aku bersegera kepada-Mu, Ya Rabbku, supaya Engkau rida") kepadaku, lebih daripada keridaan-Mu kepadaku sebelumnya. Sebelum menjawab pertanyaan Allah, Nabi Musa terlebih dahulu memohon maaf kepada-Nya, hal ini dia lakukan menurut dugaannya. Akan tetapi ternyata kenyataannya berbeda dengan apa yang diduga sebelumnya, yaitu ketika Allah berfirman pada ayat selanjutnya.
Tafsir Surat Taha: 83-89
Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa, "Itulah mereka sedang menyusuli aku dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku). Allah berfirman, Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. Berkata Musa, "Hai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada kalian suatu janji yang baik? Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagi kalian atau kalian menghendaki agar kemurkaan dari Tuhan kalian menimpa kalian, dan kalian melanggar perjanjian kalian dengan aku? Mereka berkata, "Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kemauan kami sendiri, tetapi kami disuruh membawa beban-beban dari perhiasan kaum itu, maka kami telah melemparkannya, dan demikian pula Samiri melemparkannya, kemudian Samiri melemparkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara, maka mereka berkata, "Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa.Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan? Setelah Musa berjalan membawa Bani Israil seusai binasanya Fir'aun, disebutkan oleh firman-Nya: maka setelah mereka sampai kepada suatu kaum yang tetap menyembah berhala mereka.
Bani Israil berkata, "Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai tuhan (berhala).Musa menjawab, "Sesungguhnya kalian ini adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Tuhan). Sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batallah apa yang selalu mereka kerjakan. (Al-A'raf: 138-139) Lalu Allah menjanjikan kepada Musa selama tiga puluh hari, kemudian ditambah dengan sepuluh hari lagi sehingga genap menjadi empat puluh hari; selama itu Musa melakukan puasa siang dan malam harinya.
Keterangan mengenai hal ini telah disebutkan dalam hadis fitnah yang dikemukakan oleh Ibnu Abbas. Setelah menjalani masa itu Musa bersegera menuju ke Bukit Tur, dan sebelumnya terlebih dahulu ia mengangkat saudaranya sebagai ganti darinya untuk mengatur kaum Bani Israil. Karena itu, disebutkan oleh firman-Nya: Mengapa kamu datang lebih cepat daripada kaummu, hai Musa? Berkata Musa, "Itulah mereka sedang menyusuli aku. (Thaha: 83-84) Yakni mereka telah datang dan sedang beristirahat di dekat Bukit Tur.
dan aku bersegera kepada-Mu, ya Tuhanku, agar Engkau rida (kepadaku). (Thaha: 84) Maksudnya, supaya Engkau bertambah rida kepadaku. Allah berfirman, "Maka sesungguhnya Kami telah menguji kaummu sesudah kamu tinggalkan, dan mereka telah disesatkan oleh Samiri. (Thaha: 85) Allah ﷻ memberitakan kepada Musa tentang kejadian yang menimpa kaumnya (Bani Israil) sepeninggalnya, bahwa mereka menyembah anak lembu atas rekayasa yang dilakukan oleh Samiri buat mereka. Di dalam kitab-kitab dongeng Israiliyat disebutkan bahwa nama sebenarnya Samiri adalah Harun. Dalam masa itu Allah ﷻ telah menuliskan luh-luh yang di dalamnya tertera kitab Taurat untuk Musa. seperti yang disebutkan dalam firman-Nya: Dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu; maka (Kami berfirman), "Berpeganglah kepadanya dengan teguh dan suruhlah kaummu berpegang kepada (perintah-perintahnya) yang sebaik-baiknya, nanti Aku akan memperlihatkan kepadamu negeri orang-orang yang fasik.(Al-A'raf: 145) Yakni akibat yang akan dialami oleh orang-orang yang menyimpang dari jalan ketaatan kepada-Ku dan menentang perintah-Ku.
Firman Allah ﷻ: Kemudian Musa kembali kepada kaumnya dengan marah dan bersedih hati. (Thaha: 86) sesudah Allah mewartakan kepadanya kisah tersebut. Musa kembali kepada kaumnya dengan rasa marah dan murka terhadap mereka, padahal saat itu Musa sedang menjalankan apa yang menjadi kebaikan bagi mereka yang karenanya ia menerima kitab Taurat. Di dalam kitab Taurat terdapat syariat buat mereka, terkandung pula kemuliaan mereka.
Tetapi mereka adalah suatu kaum yang menyembah selain Allah, hal tersebut tidaklah dilakukan oleh orang yang berakal sehat. Sudah jelaslah kebatilan perbuatan mereka dan hal itu menunjukkan akan kedangkalan serta kekurangan akal dan hati mereka. Karena itulah maka disebutkan dalam ayat ini bahwa Musa kembali kepada mereka dalam keadaan marah dan murka. Yang dimaksud dengan murka ialah kemarahan yang sangat atau marah berat.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dalam keadaan marah dan bersedih hati. (Thaha: 86) Yaitu dengan kesal hati, Qatadah dan As-Saddi mengatakan bahwa al-asaf artinya bersedih hati atas perbuatan kaumnya sepeninggal dia. Berkata Musa, "Hai kaumku, bukankah Tuhan kalian telah menjanjikan kepada kalian suatu janji yang baik? (Thaha: 86) Yakni bukankah Dia telah menjanjikan kepada kalian melalui lisanku kebaikan dunia dan akhirat serta akibat yang terpuji, seperti yang telah kalian rasakan sendiri, yaitu Dia telah memberikan pertolongan-Nya kepada kalian dalam menghadapi musuh kalian sehingga kalian beroleh kemenangan atasnya, juga nikmat-nikmat lainnya yang telah diberikan oleh Dia kepada kalian.
Maka apakah terasa lama masa yang berlalu itu bagi kalian. (Thaha: 86) Yakni masa tunggu kalian terhadap apa yang dijanjikan oleh Allah untuk kalian dan kalian melupakan nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya, padahal masa itu masih hangat dan belum lama. Atau kalian menghendaki agar kemurkaan dari Tuhan kalian menimpa kalian? (Thaha: 86) Am dalam ayat ini bermakna bal yang menunjukkan arti idrab (mengenyampingkan) kalimat pertama, lalu mengalihkan pembicaraan kepada kalimat selanjutnya.
Seakan-akan dikatakan bahwa 'atau kalian menghendaki dengan perbuatan kalian ini agar Tuhan menimpakan murkaNya kepada kalian, yang hal itu berarti kalian ingkar janji kepadaku'. Kaum Bani Israil menjawab apa yang diperingatkan oleh Musa kepada mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Kami sekali-kali tidak melanggar perjanjianmu dengan kamauan kami sendiri. (Thaha: 87) Yakni dengan keinginan dan pilihan kami sendiri. Kemudian Bani Israil mengemukakan alasannya yang munafik itu yang lahiriahnya menggambarkan tentang kesucian mereka terhadap perhiasan orang Mesir yang ada di tangan niereka dari hasil pinjaman saat mereka keluar meninggalkan negeri Mesir, sedangkan perhiasan itu masih ada di tangan mereka.
Mereka mengatakan, "Kami melemparkan perhiasan itu semuanya (ke dalam api itu)." Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan berkenaan dengan hadis fitnah, bahwa Harun a.s. adalah orang yang memerintahkan kepada mereka untuk melemparkan semua perhiasan itu di lubang galian yang telah dinyalakan api di dalamnya. Kisah tersebut menurut riwayat As-Saddi, dari Abu Malik, dari Ibnu Abbas, sesungguhnya Harun bermaksud agar semua perhiasan itu dikumpulkan di dalam lubang galian itu menjadi satu dan dilebur menjadi satu sambil menunggu kedatangan Musa, maka Musalah kelak yang akan memutuskannya menurut apa yang dikehendakinya.
Kemudian datanglah Samiri, lalu ia melemparkan ke dalam galian itu segenggam tanah yang telah diambilnya dari bekas telapak (kuda) Malaikat Jibril. Samiri meminta pula kepada Harun agar mendoakan kepada Allah ﷻ semoga Allah memperkenankan suatu permintaannya. Harun berdoa kepada Allah, memohon perkenan bagi Samiri, sedangkan ia sendiri tidak mengetahui apa yang dimaksud oleh Samiri. Doa Harun diterima oleh Allah, lalu Samiri berkata saat itu juga, "Saya memohon kepada Allah agar apa yang saya lemparkan itu menjadi anak lembu." Dan jadilah anak lembu yang dimintanya itu sekaligus ada suaranya.
Hal ini terjadi sebagai istidraj, penangguhan azab, ujian, dan cobaan dari Allah kepadanya. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya: dan demikian pula Samiri melemparkannya, kemudian Samiri mengeluarkan untuk mereka (dari lubang itu) anak lembu yang bertubuh dan bersuara. (Thaha: 87-88) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ubadah ibnul Buhturi, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Hammad dari Sammak, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Harun bersua dengan Samiri yang saat itu Samiri sedang memahat membuat patung anak lembu.
Harun bertanya kepadanya, "Apakah yang sedang kamu buat?" Samiri menjawab, "Saya sedang membuat sesuatu yang mudarat dan tidak memberi manfaat." Harun berkata, "Ya Allah, berikanlah kepadanya apa yang dimintanya di dalam hatinya," lalu harun berlalu meninggalkannya. Samiri berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu agar patung ini bersuara," maka patung itu dapat bersuara. Apabila ia bersuara, mereka bersujud kepadanya; dan bila bersuara lagi, mereka mengangkat kepalanya dari sujudnya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Hammad yang menyebutkan bahwa Samiri menjawab, "Saya sedang membuat sesuatu yang bermanfaat dan tidak mudarat." As-Saddi mengatakan bahwa patung anak lembu itu dapat bersuara dan berjalan. Lalu orang-orang yang sesat dari kalangan mereka karena teperdaya oleh patung anak lembu itu sehingga mereka menyembahnyamengatakan: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa, tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Yaitu Musa lupa bahwa tuhannya ada di sini.
lalu dia pergi mencarinya. Hal yang sama telah disebutkan dalam hadis fitnah yang bersumber dari Ibnu Abbas. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid. Sammak telah meriwayatkan dari Ikrimah. dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Maksudnya, lupa mengingatkan kalian, bahwa ini adalah tuhan kalian. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Hakim ibnu Jubair, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa mereka mengatakan: Inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa. (Thaha: 88) Lalu mereka tetap menyembahnya dan menyukainya dengan kesukaan yang sangat.
Mereka belum pernah mencintai sesuatu seperti kecintaan mereka terhadap penyembahan anak lembu itu. Allah ﷻ berfirman: tetapi Musa telah lupa. (Thaha: 88) Bahwa damir yang ada dalam lafaz nasiya kembali kepada Samiri, yakni Samiri meninggalkan keislamannya. Lalu Allah berfirman, menjawab mereka dengan nada kecaman dan mengandung penjelasan tentang kepicikan akal mereka dan pendapat mereka yang memalukan: Maka apakah mereka tidak memperhatikan bahwa patung anak lembu itu tidak dapat memberi jawaban kepada mereka, dan tidak dapat memberi kemudaratan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan? (Thaha: 89) Yakni apakah mereka tidak melihat bahwa patung anak lembu itu tidak menjawab mereka bila mereka bertanya, tidak pula dapat berbicara dengan mereka bila mereka mengajaknya bicara.
Patung anak lembu itu sama sekali tidak dapat membahayakan mereka dan tidak dapat memberikan manfaat kepada mereka, baik di dunia maupun di akhirat. Ibnu Abbas mengatakan, "Demi Allah tiada lain suara patung anak lembu itu melainkan bila ada angin yang masuk ke duburnya, lalu keluar dari mulutnya, maka saat itulah terdengar suaranya." Dalam hadis futun (fitnah-fitnah yang melanda Bani Israil) yang diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri, disebutkan bahwa patung anak lembu itu bernama Bahmut.
Kesimpulan dari alasan yang dikemukakan oleh orang-orang yang bodoh itu (kaum Bani Israil penyembah anak lembu) ialah bahwa mereka pada mulanya enggan untuk memiliki perhiasan orang-orang Qibti (bangsa Egypt) yang masih ada di tangan mereka. Karena itu, maka mereka melemparkannya (ke dalam parit), lalu mereka menyembah patung anak lembu. Mereka melucuti dirinya dari perkara yang kecil, dan akhirnya terjerumus ke dalam perkara yang besar (dosanya, yaitu menyembah anak lembu). Di dalam sebuah hadis sahih dari Abdullah ibnu Umar disebutkan bahwa pernah ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Irak bertanya kepadanya tentang darah nyamuk bilamana darah nyamuk itu mengenai pakaian.
Pertanyaannya ialah, "Bolehkah baju itu dipakai untuk salat?" Maka Ibnu Umar r.a menjawab: Lihatlah oleh kalian penduduk Irak, mereka membunuh putra dari putri Rasulullah ﷺ (yakni Al-Husain), sedangkan mereka menanyakan tentang masalah darah nyamuk!"
Nabi Musa menduga Bani Israil mengikutinya di belakang. Dia berkata, 'Itu mereka sedang menyusul aku. Tidak lama lagi mereka akan tiba. Dan aku bersegera datang kepada-Mu, Ya Tuhanku, agar Engkau rida dan memberiku restu-Mu. '85. Dia berfirman, 'Begitu engkau pergi mendahului mereka, sungguh, Kami telah menguji kaummu setelah engkau tinggalkan mereka. Mereka gagal melalui ujian-Ku sehingga terjerumus dalam kesesatan dengan menyembah patung anak sapi. Dan mereka menjadi kafir karena telah disesatkan oleh Samiri. '.
Musa menjawab teguran Tuhannya dengan mengatakan bahwa kaumnya itu ada di belakangnya dan jarak antara dia dan kaumnya tidak begitu jauh. Jika ia mendahului naik ke atas gunung ini beberapa langkah bukanlah dengan maksud meninggalkan mereka dan kalau mereka dipanggil pasti dalam waktu yang singkat akan dapat berkumpul bersamanya. Memang ia bergegas-gegas menaiki bukit ini, karena ingin melaksanakan perintah Allah dengan segera, tepat pada waktunya sebagaimana yang telah ditetapkan, yaitu sesudah ia dan kaumnya berada di sekitar bukit Tur ini selama 40 malam. Ia datang dengan tergesa-gesa karena ingin cepat-cepat memperoleh keridaan Allah. Karena keinginan yang kuat untuk mencapai keridaan itulah ia menjadi lalai dan alpa terhadap perintah Allah supaya datang bersama-sama mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERCOBAAN PERTAMA SETELAH MENYEBERANG
Meskipun telah bertahun-tahun sebelum berpindah atau menyeberang itu Nabi Musa memperingatkan ajaran tauhid, bahwa keturunan Ibrahim dan Ishaq dan Ya'qub bukan umat penyembah berhala, tetapi sisa pengaruh pergaulan dengan orang Qibthi atau golongan Fir'aun turun-temurun sampai empat ratus tahun itu belum jugalah hilang sama sekali. Masih banyak di antara Bani Israil itu yang belum juga mengerti. Di dalam surah al-A'raaf ayat 138 diterangkan bahwa belum berapa lama setelah mereka diselamatkan Allah dalam penyeberangan itu dan sampai di pantai yang sebelah lagi, mereka melihat suatu kaum penduduk daratan itu sedang berkumpul bersama sambil bermenung menyembah berhala yang mereka puja. Terus ada yang memasukkan usul kepada Nabi Musa supaya untuk mereka pun dibuatkan ‘Tuhan' atau “pujaan" sebagaimana orang-orang itu pun mempunyai tuhan-tuhan, atau dewa-dewa atau puja-pujaan. Dijawab oleh Nabi Musa bahwa permintaan itu adalah bodoh! Dijelaskan lagi oleh Nabi Musa bahwa kepercayaan seperti itu akan hancur tidak lama lagi. Diingatkan kembali oleh Nabi Musa bahwa Tuhan mereka adalah Allah, yang telah melepaskan mereka dengan selamat dari bahaya musuh-musuh mereka, bukanlah berhala buatan tangan manusia itu yang telah menolong mereka.
Waktu dijawab begitu mereka terdiam, tidak menjawab lagi. Tetapi itu bukan berarti bahwa kebodohan itu telah habis karena jawaban Musa. Maka sepeninggal Nabi Musa pergi menghadap Allah di Bukit Thur itu, terjadilah penipuan Samiri dengan mempertuhan anak lembu itu.
Maka pergilah Nabi Musa ke atas Bukit Thursina yang suci itu. Allah menjanjikan kepadanya bahwa dia akan diterima Allah menghadap di sana tiga puluh hari lamanya dan akan disempurnakan dengan menambah sepuluh hari lagi, sehingga cukuplah empat puluh hari. (Lihat al-A'raaf ayat 142, Juz 9).
Dalam surat yang tengah kita tafsirkan ini, (Thaahaa) diulangkanlah percakapan antara Allah dan hamba-Nya Musa itu demikian.
Ayat 83
“Mengapa engkau datang lebih cepat dari kaummu, hai Musa?"
Dalam pertanyaan Allah yang terkandung dalam ayat ini, dapatlah kiranya kita merasakan bagaimana hubungan kasih sayang Allah dengan seorang rasul-Nya. Tampaklah sesudah selesai perjanjian empat puluh hari, yang menurut keterangan setengah ahli tafsir ialah Nabi Musa melakukan puasa terlebih dahulu tiga puluh hari, kemudian ditambahnya sepuluh hari lagi, baru diberi kesempatan baginya hendak menemui Allah di lereng bukit
Thur yang benama Thuwa itu. Dan ini adalah pertemuan kedua kali, sebab pertemuan pertama ialah seketika selesai mas kawin istrinya sepuluh tahun dan dia akan pulang ke Mesir.
Diterangkan oleh ahli-ahli tafsir bahwa Nabi Musa membawa kaumnya ke dekat kaki bukit itu, lalu dipilihnya tujuh puluh orang buat mengiringkannya mendaki ke atas. Tetapi Nabi Musa sendiri mendaki bukit itu dengan tidak merasakan lelah, cepat langkahnya karena rindu sangat hendak bertemu.
Pengiring-pengiring itu tidaklah berani menurutkan naik terus. Karena dahulu dari itu mereka telah mengalami, minta hendak melihat Allah “jahratan", dengan terang jelas dilihat mata, lalu mereka tiba-tiba ditembak petus. Dalam surat al-A'raaf pun diterangkan (ayat 143), bahwa karena rindu dan cintanya kepada Allah, sampai dia pun ingin agar Allah memperlihatkan diri kepadanya. Itu pun tidak dikabulkan, melainkan ditunjukkan saja bukti kebesaran Allah kepadanya, dengan diperintah melihat puncak gunung yang ada di sana. Setelah Nabi Musa melihat puncak gunung itu, tiba-tiba kelihatan olehnya puncak itu runtuh kena sinar cahaya “tajalli" Allah. Itu pun sudah cukup buat dia melihat Allah, yaitu melihat bekas Mahakuasa Allah, sampai Musa pingsan. Setelah dia siuman kembali dari pingsannya, mohon ampunlah kepada Allah, dan berjanji sewatas itu ke atas dia tidak akan memohon itu lagi, dan dia pun berjanji dan menyatakan diri sebagai seorang Mukmin yang pertama.
Waktu itulah Allah menanyakan kepadanya, mengapa secepat itu datang, apa yang mendorong sampai datang secepat itu. Di mana kaummu tadi engkau tinggalkan?
Ayat 84
“Berkata Musa, “Itulahmereka."
Nun, di sana! “Mereka itu sedang menyusuli jejakku," artinya mereka jauh tertinggal di belakang.
“Dan aku bersegera datang kepada Engkau, ya Tuhanku supaya Engkau ridha."
Alangkah indahnya jawaban ini, suara hati seorang rasul yang rindu berjumpa dengan Allah. Dia bergegas datang, dia berjalan melangkah mendaki bukit, tidak terturuti dan tidak terkejar oleh pengiring-pengiringnya yang tujuh puluh orang itu, karena memang tubuh jasmani Musa itu kuat dan tegap sekali, apatah lagi dia didorong oleh semangat ingin berjumpa dengan Allah, karena mengharapkan ridha-Nya.
Dalam ayat ini pun tersimpullah suatu teladan dari seorang nabi, bagaimana dia me-nyediakan diri, bergegas, terburu-buru, tiada peduli kesukaran yang akan merintang di tengah jalan, bagaimanapun tingginya bukit, akan senantiasa didakinya, karena ingin menemui wajah Allah, karena ingin akan beroleh ridha-Nya.
Lalu,
Ayat 85
“Dia berfirman, Sesungguhnya Kami tetak menguji kaum engkau, sesudah mereka engkau tinggalkan."
Artinya bahwa selama ini engkau telah berjuang hendak mengeluarkan kaum itu dari gelap gulita kebodohan karena terpengaruh melihat orang Mesir menyembah berhala, maka sudah ada dalam kalangan kaum engkau itu yang kena cobaan pula iman mereka. Mereka telah membuat pujaan selain dari Allah.
“Dan mereka telah disesatkan oleh Samini"
Ada berbagai berita yang dibawakan oleh ahli-ahli tafsir tentang siapa adanya Samiri itu. Tetapi yang terang ialah bahwa dia seorang pengambil kesempatan, seorang yang mengakui dirinya pengikut Nabi Musa pada lahir, tetapi mempunyai maksud lain pada batin. Kelemahan yang ada pada pengikut-pengikut Musa yang masih bodoh diambilnya jadi peluang buat melakukan tipu dayanya.
Kita pun telah mengetahui bahwa seketika mulai saja selamat menginjakkan kaki di seberang pikiran orang yang bodoh-bodoh itu sudah tertarik kepada berhala yang disembah oleh penduduk di situ. Mereka baru berdiri setelah ditegur oleh Nabi Musa. Berdiam diri bukan berarti telah tunduk, melainkan masih ada perasaan yang terpendam. Inikah yang dijadikan perhatian oleh Samiri.
Ayat 86
“Maka kembalilah Musa kepada kaumnya dalam keadaan murka dan bersedih."
Murka kepada Samiri yang telah menipu. Murka kepada kaumnya sendiri yang tidak juga mau mengerti. Murka juga kepada saudaranya Harun yang dianggapnya lemah. Dan sedih hatinya memikirkan pekerjaan dan perjuangan selama ini menegakkan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa menjadi runtuh karena tipu daya Samiri tersebut. Dia pun lekas-lekas pulang."Dia berkata, “Wahai kaumku! Bukankah Tuhan kamu telah memberikan janji kepada kamu dengan perjanjian yang baik" Allah telah berjanji akan menyelamatkan kamu, asal kamu percaya kepada Allah Yang Tunggal, tidak mempersekutukan-Nya dengan yang lain, dan nasibmu akan diperbaiki. Setelah diperbudak oleh manusia yang mengaku dirinya jadi Tuhan, kamu sekarang telah dimerdekakan."Apakah sudah amat lama atas kamu janji itu?" Bukankah kamu aku tinggalkan baru beberapa hari saja, belum sampai berbulan-bulan, usahkan bertahun-tahun. Mengapa kamu lupakan pengajaran yang aku berikan selama ini? “Atau inginkah kamu akan menimpa kepada kamu kemurkaan dari Tuhan kamu?" Tidak yakinkah kamu bahwa dosamu yang besar ini sangat dimurkai oleh Allah dan kamu bisa mendapat kutuk laknat Ilahi, ditimpa kesengsaraan baik di dunia ataupun di akhirat?
“Lalu kamu langgar perjanjianku?"
Kamu telah berjanji akan menunggu ke-pulanganku kembali, menjemput perintah dan wahyu dari Allah, sekarang janji itu kamu mungkiri, kamu injak-injak, tidak kamu pedulikan lagi.
Ayat 87
“Mereka menjawab, “Sekali-kali tidaklah kami melonggari janji dengan kemauan kami sendiri."
Mereka melanggar janji bukanlah atas kemauan mereka sendiri. Ini pun membuktikan bahwa mereka ini orang-orang yang belum mempunyai pendirian teguh. Mereka mengaku terus terang bahwa mereka memang memungkiri janji, tetapi bukan atas kehendak mereka: “Tetapi kami diajak memikul beban-beban dari perhiasan kaum itu." Seketika mereka berpindah dari Mesir itu mereka ada membawa perhiasan-perhiasan, terdiri datas gelang tangan, gelang kaki, kalung leher, dan beberapa perhiasan senjata, menurut tiruan kebudayaan orang Mesir selama beratus tahun mereka tinggal di sana. Perhiasan ini yang dianggap sebagai beban-beban, karena dipandang sebagai barang-barang yang memberati jika dibawa mengembara begitu jauh dan belum sampai ke tempat yang dituju. Maka datanglah bujukan dari Samiri supaya barang-barang perhiasan yang seumpama beban berat itu, yang boleh dikatakan memberatkan dibawa berjalan jauh, supaya dikumpulkan. Setelah barang-barang perhiasan itu dikumpulkan, Samiri membuat suatu lubang. Lalu dilemparkan seluruh perhiasan emas itu ke dalam lubang itu."Maka kami lemparkanlah barang-barang itu," ke dalam lubang yang telah disediakan itu.
“Maka demikian pulalah Samiri melemparkannya."
Artinya barang itu dikumpulkan semuanya ke dalam sebuah lubang yang telah digali oleh Samiri. Setelah semuanya terkumpul lalu di
bakarnya, sehingga semuanya itu berpadu menjadi satu, menjadi emas berbungkal. Lalu bekerja keraslah Samiri itu melakukan kepandaiannya membuat emas berbungkal itu menjadi sebuah berhala yang menyerupai anak lembu. Dan anak lembu adalah salah satu berhala yang disembah dan dipuja-puja oleh orang Mesir. Inilah yang dijelaskan pada ayat yang berikutnya.
Ayat 88
“Maka Samiri pun mengeluarkan untuk mereka anak lembu, dalam keadaan bertubuh, baginya ada suara."
Samiri membuat berhala anak lembu, ...) itu bersuara, yaitu melenguh seperti lenguhan seekor sapi. Maka berkumpullah satu golongan dari Bani lsrail itu menjadi pengikut Samiri dan menyembah anak lembu itu, menganggapnya sebagai tuhan.
“Maka mereka pun berkata, Inilah tuhan kamu dan tuhan Musa, tetapi Musa telah melupakannya."
Mereka ajaklah orang lain yang belum tertarik supaya tertarik. Mereka katakan bahwa Allah yang dicari-cari oleh Musa itu, inilah dia. Mengapa jalan jauh-jauh, mengapa mesti mendaki gunung mencari Allah, padahal Allah ada di sini. Musa telah pergi mengembara meninggalkan kita jauh-jauh, sebab dia telah lupa kepada tuhan yang ada di hadapan kita sendiri.
Maka datanglah wahyu Ulahi berupa pertanyaan, untuk menjadi perbandingan dan renungan bagi kita yang datang kemudian ini, untuk mengetahui betapa bodohnya orang-orang yang tertarik dengan patung anak lembu, sampai menganggapnya tuhan itu.
Ayat 89
“Apakah tidak mereka perhatikan bahwa (anak lembu) itu tidak dapat mengembalikan kepada mereka satu kata pun."
Artinya, jika mereka bertanya, anak lembu itu tidak sanggup menjawab jika mereka me-minta, anak lembu itu tidak sanggup memberi. Sebab dia hanya barang, dia hanya benda. Meskipun lehernya bisa bersuara, melenguh seperti kebanyakan lembu, namun lenguhnya itu bukan karena dia hidup. Dia baru melenguh bersuara bila lehernya ditekan oleh Samiri.
"Dan tidak berkuasa atas mereka itu, memberikan mudbarat dan tidak pula memberikan manfaat."
Mereka puja dia, mereka sembah dia, padahal dia adalah barang beku, benda tak bernyawa yang tidak bergerak kalau tidak digerakkan. Bagaimana dia akan disembah, padahal tangan manusia sendiri yang membikinnya? Yaitu dari kepandaian Samiri membuatnya bentuk seperti anak lembu? Apa gunanya dipuja barang yang tidak kuasa memberi mudharat dan memberi manfaat? Bukankah perbuatan itu suatu hal yang bodoh dan sia-sia?
Tertariknya beberapa gelintir dari Bani Israil ini menyembah dan memuja (anaklembu) ini bolehlah dijadikan juga perbandingan di dalam mengkaji jiwa orang banyak (Massa-psychologi). Karena berburu-buru melihat suatu yang ganjil dapat saja tumbuh berbagai cerita yang tidak-tidak tentang yang dilihat itu, sampai pertimbangan orang banyak itu menjadi hilang dan mereka menerima berita-berita yang tidak masuk akal. Seumpama yang pernah kejadian di Bukittinggi, di Ngalau Kamang pada tahun 1934. Ada orang berberita bahwa di dinding ngalau (gua) di Kamang itu orang melihat gambaran dari almarhum Datuk Batuah Demang Tilatang yang terkenal itu dilihat orang terpampang dengan jelas sekali. Jelas songkok yang terbuat dari pakis-resam di kepala beliau, jelas pula baju jas tutupnya dan tangan beliau yang lemah sebelah. Gambar itu separuh badan!
Maka berduyunlah orang pergi melihatnya, sampai beribu-ribu, sampai berhari-hari
lamanya. Tidak ada orang yang sempat berpikir, dan kalau ada yang menyatakan per-timbangan pikiran sehat, orang banyak akan marah! Setelah berlalu berbulan-bulan, berangsur lenganglah orang berkerumun itu. Akhirnya baru orang insaf bahwa itu hanya khayat belaka!