Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَا
keduanya berkata
رَبَّنَآ
Ya Tuhan kami
إِنَّنَا
sesungguhnya kami
نَخَافُ
kami khawatir
أَن
bahwa
يَفۡرُطَ
dia bersegera menyiksa
عَلَيۡنَآ
atas kami
أَوۡ
atau
أَن
bahwa
يَطۡغَىٰ
lebih melewati batas
قَالَا
keduanya berkata
رَبَّنَآ
Ya Tuhan kami
إِنَّنَا
sesungguhnya kami
نَخَافُ
kami khawatir
أَن
bahwa
يَفۡرُطَ
dia bersegera menyiksa
عَلَيۡنَآ
atas kami
أَوۡ
atau
أَن
bahwa
يَطۡغَىٰ
lebih melewati batas
Terjemahan
Keduanya berkata, “Wahai Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir dia akan segera menyiksa kami atau akan makin melampaui batas.”
Tafsir
(Berkatalah mereka berdua, "Ya Rabb kami! Sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami) mengambil keputusan yang cepat untuk menyiksa kami (atau akan bertambah melampaui batas") terhadap kami, yakni bertambah takabbur.
Tafsir Surat Taha: 45-48
dan katakanlah, "Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling. Allah ﷻ menceritakan perihal Musa dan Harun, bahwa keduanya mengadu kepada Allah ﷻ dan memohon perlindungan kepada-Nya: sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melewati batas. (Thaha: 45) Keduanya bermaksud bahwa keduanya merasa takut jika Fir'aun begitu melihat keduanya langsung menyiksanya atau menangkap keduanya, lalu menghukumnya.
Sedangkan keduanya tidak berhak untuk mendapat sambutan seperti itu. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa makna farat ialah segera. Sedangkan menurut Mujahid, Musa dan Harun merasa khawatir bila Fir'aun menangkap keduanya. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna Yatga dalam ayat ini ialah menyerang. Allah berfirman, "Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. (Thaha: 46) Maksudnya, janganlah kamu berdua takut kepada Fir'aun sesungguhnya Aku selalu bersamamu, Aku mendengar pembicaraanmu dan pembicaraannya, dan Aku melihat tempatmu dan tempatnya, tiada sesuatu pun dari perkara kalian yang samar bagi-Ku.
Dan ketahuilah olehmu berdua bahwa ubun-ubun (roh) Fir'aun berada di dalam genggaman kekuasaan-Ku. Maka tidaklah ia berbicara, dan tidak bernafas, tidak pula memukul kecuali dengan seizin-Ku dan sesudah ada perintah dari-Ku. Aku selalu bersamamu melalui pemeliharaan-Ku, pertolongan dan dukungan-Ku. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Muhammad At-Tanafisi, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Amr ibnu Murrah, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah yang mengatakan bahwa ketika Allah mengutus Musa kepada Fir'aun, Musa bertanya, "Wahai Tuhanku, apakah yang harus aku katakan?" Allah berfirman, "Katakanlah, 'Hayya syarahiya'." Al-A'masy menafsirkan kalimat tersebut dengan terjemahan berikut, "Akulah Yang Hidup sebelum adanya segala sesuatu, dan Akulah yang hidup sesudah segala sesuatu tiada." Sanad riwayat ini jayyid, tetapi mengandung sesuatu yang garib.
Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dan katakanlah, "Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu. (Thaha: 47) Dalam hadis yang menceritakan tentang fitnah-fitnah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas telah disebutkan bahwa Musa dan Harun tinggal beberapa lama di depan pintu istana Fir'aun tanpa diberi izin untuk masuk, sesudah itu keduanya diperbolehkan masuk setelah melewati berbagai macam rintangan yang keras. Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar mengatakan bahwa Musa dan saudaranya Harun berangkat menemui Fir'aun, lalu keduanya berhenti di depan pintu istana Fir'aun untuk meminta izin agar keduanya diperbolehkan masuk menemuinya.
Keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kami adalah utusan Tuhan semesta alam, maka izinkanlah kami masuk untuk menemui Fir'aun." Menurut berita yang sampai kepadaku, keduanya tinggal selama dua tahun pulang dan pergi ke pintu istana tanpa diberi izin untuk masuk. Tiada seorang pun dari kalangan penjaga pintu istananya yang berani melapor kepada Fir'aun tentang kedatangan keduanya. Sehingga akhirnya masuklah menemui Fir'aun seorang pelawak yang selalu menghiburnya dan membuatnya tertawa, lalu pelawak itu berkata kepadanya, "Wahai Raja, sesungguhnya di depan pintu istanamu terdapat seorang lelaki yang mengatakan kalimat-kalimat yang menakjubkan.
Dia menduga bahwa dirinya mempunyai Tuhan selain engkau yang menyuruhnya untuk menghadap kepadamu." Fir'aun berkata, meminta ketegasan, "Apakah benar ia telah berada di depan pintu istanaku?" Si pelawak menjawab, "Ya (tadi saya melihatnya ketika masuk)." Maka Fir'aun berkata memberikan perintah, "Izinkanlah dia masuk." Maka masuklah Musa bersama Harun ke dalam istana. Musa saat itu memegang tongkatnya. Setelah keduanya berdiri di hadapan Fir'aun, Musa berkata membuka pembicaraan, "Sesungguhnya aku adalah utusan Tuhan semesta alam," maka Fir'aun mengenalinya.
As-Saddi menceritakan bahwa ketika Musa tiba di negeri Mesir, terlebih dahulu ia bertamu ke rumah ibunya dan saudaranya, sedangkan keduanya tidak mengenalinya. Hidangan makan keduanya pada malam itu adalah makanan tafi, kemudian keduanya mengenalinya, lalu menyalaminya. Musa berkata kepada saudaranya, "Hai Harun, sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku agar mendatangi Fir'aun ini, lalu menyerunya untuk menyembah Allah, dan Allah memerintahkan kepadaku agar kamu membantuku." Harun menjawab, "Kerjakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Tuhanmu." Maka keduanya berangkat, saat itu hari telah malam, lalu Musa mengetuk pintu istana Fir'aun dengan tongkatnya, dan Fir'aun mendengarnya (karena suaranya sangat keras).
Fir'aun sangat marah, lalu berkata, "Siapakah orang yang berani melakukan perbuatan yang kurang ajar ini terhadap diriku?" Maka para penjaga pintu istana melaporkan bahwa di depan pintu terdapat seorang lelaki yang gila, mengatakan bahwa dirinya adalah utusan Allah. Maka Fir'aun memerintahkan agar Musa dibawa menghadap kepadanya. Setelah Musa berada di hadapan Fir'aun, maka Musa dan saudaranya (Harun) mengatakan kepada Fir'aun hal-hal yang telah disebutkan oleh Allah di dalam Kitab-Nya.
Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. (Thaha 47) Yakni bukti dan mukjizat dari Tuhanmu yang membenarkan kerasulan kami. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. (Thaha: 47) Maksudnya, keselamatan semoga dilimpahkan kepadamu jika kamu mengikuti petunjuk. Karena itulah ketika Rasulullah ﷺ berkirim surat kepada Heraklius (Kaisar Romawi), di permulaan suratnya beliau menyebutkan: ". Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad, utusan Allah, ditujukan kepada Heraklius (pembesar Romawi) "Kesejahteraan semoga terlimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du, sesungguhnya aku mengajakmu kepada seruan Islam, masuk Islamlah, niscaya engkau selamat.
Allah pasti memberimu pahala dua kali lipat. Begitu pula ketika Musailamah berkirim surat kepada Rasulullah ﷺ yang teksnya berbunyi seperti berikut, "Dari Musailamah kepada Rasulullah, semoga keselamatan terlimpahkan kepadamu. Amma Ba'du, sesungguhnya aku menyaingimu dalam urusan ini. Maka bagimu adalah daerah perkotaan, sedangkan bagiku adalah daerah perkampungan (pedalaman), tetapi orang-orang Quraisy adalah kaum yang melampaui batas." Maka Rasulullah ﷺ menjawab suratnya yang isinya seperti berikut: Dari Muhammad, utusan Allah, ditujukan kepada Musailamah Al-Kazzab, semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada orang-orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du, sesungguhnya bumi itu adalah milik Allah, Dia mewariskannya (memberikannya) kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, dan akibat yang terpuji itu hanyalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Karena itulah Musa dan Harun berkata kepada Fir'aun, seperti yang dikisahkan oleh Firman-Nya: Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk. Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling. (Thaha: 47-48) Dengan kata lain, Musa bermaksud bahwa Allah telah menceritakan kepada kami di antara wahyu yang diturunkan-Nya kepada kami, bahwa azab itu akan ditimpakan khusus kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan berpaling dari ketaatan kepada-Nya.
Semakna dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). (An-Nazi'at: 37-39) Maka Kami memperingatkan kalian dengan neraka yang menyala-nyala. Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). (Al-Lail: 14-16) Dan firman Allah ﷻ: Dan ia tidak mau membenarkan (Rasul dan Al-Qur'an) dan tidak mau mengerjakan salat, tetapi ia mendustakan (Rasul) dan berpaling (dari kebenaran). (Al-Qiyamah: 31-32) Yaitu hatinya mendustakan (Rasul) dan perbuatannya berpaling (dari kebenaran)."
Nabi Musa dan Harun tahu benar kekejaman dan kesombongan Fir'aun. Karena itu, setelah mendengar perintah ini keduanya berkata, 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir dia akan segera menyiksa kami sebelum kami selesai mengajaknya beriman kepada-Mu, atau dia justru akan bertambah melampaui batas, melebihi kedurhakaannya selama ini. '46. Menenangkan Nabi Musa dan Harun, Dia berfirman, 'Janganlah kamu berdua khawatir menghadapi Fir'aun dan para pengikutnya. Sesungguhnya Aku selalu bersama kamu berdua. Aku akan melindungimu dan menolongmu. Aku mendengar ucapan dan ajakanmu serta mendengar pula apa pun yang dikatakan Fir'aun. Dan Aku juga melihat apa yang kamu lakukan untuk menjalankan perintah-Ku serta melihat apa yang diperbuat oleh Fir'aun.
Sebelum Musa dan Harun a.s. melaksanakan perintah Allah untuk mendatangi Firaun dan menyampaikan seruan kepadanya, mereka berdua berterus terang kepada Allah, bahwa mereka merasa takut dan cemas menghadapi Firaun, kalau-kalau mereka akan disiksa oleh Firaun, atau sebelum menyampaikan dakwah dan menjelaskan mukjizat-mukjizat yang menunjukkan kebenaran dakwahnya itu, Firaun sudah bertindak, me-ngeluarkan kata-kata yang tidak pantas terhadap Allah, karena dia adalah orang yang kejam, keras hati, tidak mempunyai perikemanusiaan sedikitpun.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERUTUSAN KEPADA FIR'AUN
Ayat 43
“Pergilah berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui."
Sesungguhnya Fir'aun itu sudah keterlaluan. Dia telah melampaui dari garis-garis dan batas-batas yang mesti disadarinya sebagai manusia. Bahkan dia telah hendak melonjak merasakan dirinya sebagai Tuhan. Mentang-mentang Allah menganugerahkan kekuasaan kepadanya memerintah negeri, dia lupa bahwa kekuasaan itu adalah anugerah dari Allah, disangkanya kepunyaannya sendiri. Lalu berbuatlah dia sesuka hatinya dengan kekuasaan itu.
Lupa dia bahwa tenaganya sebagai insan adalah terbatas. Lupa dia bahwa kekuasaan itu diterimanya sebagai waris dari nenek moyangnya dan kelak pasti akan datang waktunya, mau ataupun tidak mau kekuasaan itu akan diturunkannya lagi kepada penggantinya; baik karena mati atau karena tua. Sebab itu dia telah melampaui!
Kalimat Thagha yang kita artikan melampau, ialah melampaui batas yang tidak boleh dilaluinya. Kalimat ini adalah satu rumpun dengan beberapa kalimat lain yang biasa terpakai untuk menunjukkan kese-wenang-wenangan. Seorang raja atau kepala negara yang berlaku terhadap rakyatnya menurut kehendaknya sendiri saja dengan tidak memedulikan undang-undang dinamai Thaghiyah. Kemudian dari itu segala persembahan selain kepada Allah, misalnya memuja sesama manusia, menuhankan seorang yang amat dianggap suci, maka persembahan yang musyrik itu dinamai Thahgut. Lantaran itu maka kalimat thagha, thagiyah, dan thahgut adalah mengandung satu arti belaka, yaitu segala sikap melampaui batas yang ditentukan oleh Ilahi kepada hamba-Nya. Dan hamba tadi bertindak sendiri di luar hukum Allah. Begitulah Allah menunjukkan sifat Fir'aun kepada Musa dan Harun dalam ayat 43 ini.
Untuk menghadapi sikap Fir'aun yang sombong melampaui batas itu, Allah memberikan tuntutan kepada kedua utusan-Nya Musa dan Harun.
Setelah Allah berfirman menyatakan kesombongan Fir'aun, bahwa dia itu dalam pemerintahannya terlalu berlaku melampaui batas kebenaran dan keadilan, maka Allah memberi ingat kepada kedua utusan-Nya ini.
Ayat 44
“Maka katakanlah olehmu berdua kepadanya kata-kata yang lemah lembut"
Di dalam pangkal ayat 44 ini Allah telah memberikan suatu petunjuk dan arahan yang penting dalam memulai dakwah kepada orang yang telah sangat melampaui batas itu. Dalam permulaan berhadap-hadapan, kepada orang yang seperti itu janganlah langsung dilakukan sikap yang keras, melainkan hendaklah mulai dengan mengatakan sikap yang lemah lembut, perkataan yang penuh dengan suasana kedamaian. Sebab kalau dan permulaan konfrontasi (berhadap muka dengan muka) si pendakwah telah melakukan amar ma'ruf nahyi munkar dengan secara keras, blak-blakan, tidaklah akan tercapai apa yang dimaksud.
Meskipun di dalam ilmu Allah sendiri pasti sudah diketahui bahwa Fir'aun itu sampai saat terakhir tidak akan mengaku tunduk, tetapi Allah telah memberikan tuntunan kepada Rasul-Nya, ataupun kepada siapa saja yang berjuang melanjutkan rencana nabi-nabi, bahwa pada langkah yang pertama janganlah mengambil sikap menantang. Mulailah dengan kata yang lemah lembut.
“Mudah-mudahan ingatlah dia, ataupun takut"
Sebabnya ialah bahwa di dalam sudut bawah dalam jiwa manusia, yang mana jua pun orangnya senantiasa masih tersimpan maksud yang baik dan pikiran yang sehat. Misalnya seorang raja atau pejabat tinggi sebuah negara akan merasa prestisenya, atau gengsinya, akan tersinggung, walaupun betapa besar salahnya, kalau dia ditegur dengan kasar atau dikritik di muka umum. Musa dan Harun disuruh terlebih dahulu mengambil langkah berlemah lembut guna menyadarkan dan menginsafkan. Fir'aun itu adalah manusia dan Fir'aun itu adalah seorang raja yang dijunjung tinggi, diangkat martabatnya oleh orang besar-besar yang mengelilinginya, jarang yang membantah katanya, walaupun secara lemah lembut, karena orang yang di sekitarnya itu merasa berutang budi kepada rajanya. Mereka merasa tidak ada arti apa-apa diri mereka itu, kalau tidak raja yang menaikkan pangkatnya dan memberinya gelar-gelar dan kehormatan. Maka kalau-raja itu, atau Fir'aun itu, telah duduk seorang diri, hati nuraninya akan berkata tentang dirinya yang sebenarnya. Hati nurani itulah yang akan diketuk dengan sikap yang lemah lembut.
Lagi pula telah diketahui dalam rangkaian Qishsah Fir'aun dengan Musa itu bahwa Musa pernah jadi anak angkat beliau. Harun pun pernah dianggap anak Bani Israil yang dekat ke istana.
Masih diharapkan, mudah-mudahan dengan kata-kata yang lemah lembut Fir'aun itu akan sadar lalu ingat bahwa selama hidup dia pasti akan mati. Selama muda dia pasti akan tua, selama sehat dia pasti satu waktu akan sakit. Betapapun kuat sehat badan manusia, kekuatannya itu terbatas. Inilah yang harus diingatnya. Ataupun dia takut akan adzab siksa Allah yang betapapun tidaklah dia akan kuasa mengelakkan.
Itulah siasat atau taktik yang dianjurkan Allah kepada Musa dan Harun, sebagai langkah pertama dalam menghadapi Fir'aun, “Keduanya berkata:
Ayat 45
“Ya Tuhan kami! Sesungguhnya kami takut bahwa dia akan segera menyiksa kami sekehendak hatinya, atau berlaku melampaui batas."
Niscaya dapatlah kita memahamkan bahwa Musa dan Harun bukanlah merasa takut akan menghadapi siksaan, seperti orang pengecut yang takut menghadapi perjuangan. Kalau demikian tentu bukanlah Musa yang akan dipilih Allah akan jadi utusan-Nya, sebagai telah tersebut dalam ayat 12 di atas tadi. Dan bukanlah menjadi pengecut seorang yang telah di bentuk jiwanya oleh Allah sendiri, untuk kepentingan Allah, sebagai tersebut di ayat 41 dan dia sampai dewasa di hadapan mata Allah selalu (ujung ayat 39).
Yang mereka takutkan bukanlah bahaya untuk diri mereka. Tetapi yang mereka cemaskan ialah kalau-kalau pekerjaan ini terbengkalai jika Fir'aun langsung bertindak sesuka hati, sebelum dia berpikir panjang, karena Fir'aun itu sangat takut kekuasaannya akan runtuh. Maksud kalau-kalau Fir'aun bertindak menyiksa kami sesuka hatinya, ialah kalau-kalau kami ditangkap dan dipenjarakan. Dan yang dimaksud dengan berlaku melampaui batas, ialah kalau-kalau kami segera dibunuhnya, sehingga usaha yang mulia ini patah sebelum sampai berhasil.
Panjang juga menjadi perbincangan di antara ahli-ahli tafsir tentang kekuatan Nabi Musa yang dibayangkan pada ayat ini. Ataupun pada ayat lain, seperti rasa takutnya sampai dia melarikan diri dari Mesir karena telah dicari-cari, tersebut membunuh orang (surah al-Qashash ayat 18), atau rasa takut Musa melihat tongkat tukang-tukang sihir itu beserta tali-tali yang mereka lemparkan telah bertukar rupa, seakan-akan jadi ular (surah Thaahaa ayat 67), Maka al-Qurthubi telah menguraikan ketakutan seperti demikian di dalam tafsirnya yang terkenal. Semata-mata ketakutan saja tidaklah mengapa, karena rasa takut itu mesti ada pada diri tiap-tiap manusia, walaupun mereka nabi. Rasa takut saja tidaklah tercela, karena didorong oleh rasa takut itulah orang akan berusaha menyelamatkan diri dari yang ditakuti. Apatah lagi kalau rasa takut itu timbul bukan semata-mata takut untuk kepentingan diri sendiri.
A)-Qurthubi mengatakan bahwa Nabi ﷺ menggali parit yang dalam di sebuah tempat pertahanan, yang ditakuti kalau-kalau musuh akan menyerbu dari jurusan itu. Itu pertahanan Khandaq yang terkenal. Sebelum itu Rasulullah ﷺ pun memerintahkan beberapa orang sahabatnya bersama istri mereka hijrah sampai dua kali ke negeri Habsyi, kemudian itu hijrah yang besar ke negeri Madinah, lain tidak ialah karena takut agama Allah akan dibunuh oleh kejahatan kaum musyrikin sebelum berkembang. Kata al-Qurthubi, “Mereka lari dengan agama mereka, karena takut akan difitnah oleh kaum musyrikin dan mereka siksa."
Keterangan yang diberikan oleh al-Qurthubi itu dapatlah kita bawakan kepada naluri manusia di segala zaman. Rasa takut adalah bawaan manusia sejak lahir. Tetapi rasa takut itu pula yang menyebabkan manusia kian lama kian maju di dalam membina pertahanan diri.
Sungguhpun demikian, kecemasan Musa dan Harun itu diobat juga oleh Allah.
JAMINAN UNTUK MENGATASI KECEMASAN
Ayat 46
“Berfirman Allah: “Kalian berdua jangan takut. Sesungguhnya Aku ini adalah bersama kalian keduanya; Aku mendengar dan Aku melihat."
Inilah satu jaminan dari Allah sendiri untuk mengatasi kecemasan itu. Kalian keduanya janganlah cemas, karena Aku selalu ada beserta kalian. Menurut riwayat dari adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, tafsir firman Allah itu ialah “Kalian keduanya jangan merasa takut. Karena Aku selalu ada bersama kalian, atau di pihak kalian. Aku dengar percakapan kalian berdua dan Aku dengar pula percakapan Fir'aun itu. Aku lihat tempat tegak kalian berdua dan Aku lihat pula pendirian Fir'aun itu. Tak ada yang tersembunyi dari pendengaran dan penglihatan-Ku sesuatu jua pun. Ketahuilah oleh kalian keduanya bahwa ubun-ubun Fir'aun itu ada dalam genggaman tangan-Ku. Tak ada kata-katanya yang akan keluar, bahkan gerak turun naik napasnya pun, bahkan tiap gerak-geriknya tidak ada yang akan terjadi kalau Aku tidak mengizinkan. Aku ada bersama kalian berdua, untuk memelihara kalian, untuk menolong kalian, untuk membantu kalian."
Persambungkanlah peristiwa Nabi Musa dan saudaranya, Harun, yang merasa cemas mengenangkan kekejaman Fir'aun ini dengan peristiwa yang menimpa Nabi kita Muhammad ﷺ bersama sahabatnya, Abu Bakar ash-Shiddiq di dalam gua di puncak Gunung Tsaur. Ketika itu Abu Bakar pun telah menyatakan kecemasannya pula melihat musuh telah datang; kaki-kaki mereka telah kelihatan oleh mereka berdua di dalam gua, sehingga jika ada di antara mereka yang menekur sedikit saja, akan kelihatanlah oleh mereka Nabi dan sahabatnya yang sedang bersembunyi itu. Namun di waktu itu pulalah Nabi ﷺ berkata kepada teman senasibnya itu, “Janganlah engkau cemas sesungguhnya Allah adalah beserta kita." (surah at-Taubah ayat 40).
Duka cita yang menyerang perasaan Abu Bakar ketika itu adalah lanjutan dari rasa takut. Karena dia sudah sampai kepada perasaan bahwa mati tidak dapat dielakkan lagi. Musuh sudah mengepung sekeliling. Jika ada di antara mereka yang menekur, pastilah mereka akan mati keduanya ditombak oleh musuh yang banyak itu, lebih dari tiga puluh orang. Abu Bakar sedih kalau mereka mesti mati sebelum agama Islam ini berkembang.
Dengan firman Allah yang memberikan jaminan demikian rupa, rasa takut telah dapat diatasi dengan rasa tawakal. Allah akan selalu membela.
Maka firman Allah selanjutnya,
“Datanglah kamu bendua kepadanya dan katakanlah:
Ayat 47
“Sesungguhnya kami ini adalah dua utusan Tuhan engkau."
Menurut suatu riwayat dari Muhammad bin Ishaq bin Yasar, bahwa setelah menerima perintah Allah pergi menyampaikan kepada Fir'aun bahwa kedatangan mereka berdua adalah sebagai utusan dari Allah, Musa dan Harun pun pergilah menghadap Fir'aun. Lalu pergilah mereka berdua ke istana, ingin hendak menghadap dan menyampaikan titah Allah itu. Namun setelah mereka pergi berdiri ke hadapan istana, tidak seorang jua pun yang mau atau yang berani menyampaikan kepada Fir'aun yang sedang berada dalam istana dihadapi orang besar-besarnya. Sehingga sampailah Musa dan Harun dua tahun berturut-turut pulang dan pergi ke istana, namun tidak seorang jua pun pengawal istana, penjaga pintu, yang berani menyampaikan ke dalam. Sampai pada suatu hari masuk menghadap seorang pelawak, tukang jenaka yang disediakan untuk menggirang-girangkan atau membangkitkan tertawa Fir'aun ketika dia bermuram durja. Orang-orang yang biasa disebut badut raja! Setelah dilihatnya orang berdua ini hampir setiap ke muka istana, tetapi tidak ada yang menegur, lalu badut itu melapor kepada Fir'aun, “Wahai Baginda! Di pintu muka istana ada seorang laki-laki yang lucu sekali. Dia selalu berkata kepada orang yang mencoba mendekatinya bahwa ada lagi Tuhan selain dari Sri Baginda! Dan dikatakannya pula bahwa apa yang dikatakannya Tuhan itu mengutusnya ke dunia ini, khusus untuk menemui Baginda!"
Dengan keheranan Fir'aun mengulang tanya, “Di muka pintu istanaku?"
“Benar Tuanku!" jawab badut.
“Bawa dia masuk!" titah raja kepada pengawal.
Maka pergilah beberapa orang pengawal ke muka pintu istana, menyampaikan kepada Musa titah raja, menyuruh dia masuk menghadap. Mendengar itu Musa pun segera masuk, di tangannya terpegang tongkatnya, dan Harun mendampinginya. Setelah dia berdiri di hadapan singgasana tempat Fir'aun bersemayam, berkatalah Musa, “Aku ini adalah utusan dari Allah, Tuhan dari seluruh Alam ini."
Dengan serta-merta Fir'aun menyambut: “Aku kenal engkau, engkau adalah si Musa!"
Dalam riwayat yang lain pula, sebelum itu Musa pergi mencari ibunya dan saudaranya Harun. Tempat tinggal masih tempat yang lama juga. Mulanya mereka tidak mengenal dia, karena sudah lebih sepuluh tahun berpisah. Tetapi setelah mendengar suaranya, tersadarlah mereka dan segera mereka mengenal orang yang mereka cintai dan telah lama hilang itu. Kata as-Suddi, “Musa itu datang malam hari!"
Waktu itulah Musa menyampaikan kepada Harun: “Hai Harun! Sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku supaya datang menghadapi Fir'aun itu, menyerunya agar kembali kepada jalan Allah. Dan Allah pun memerintahkan kepada engkau, agar engkau mendampingiku."
Harun menjawab, “Kerjakan apa yang diperintahkan Allah!"
Sesudah itulah mereka segera pergi menghadap Fir'aun hendak menyampaikan apa yang diwahyukan Allah kepada mereka itu. Maka selain dari menyatakan bahwa mereka keduanya adalah utusan dari Allah, mereka sampaikan pula tugas mereka yang kedua, yaitu mengingatkan kepada Fir'aun agar Bani lsrail yang ditindasnya selama ini dibebaskan, “Maka bebaskanlah Bani lsrail bersama kami, dan janganlah engkau siksa mereka
Bebaskanlah Bani lsrail, kaum kami yang malang dan lemah itu dari perbudakan dan penindasan, yang telah mereka derita beratus tahun lamanya, sebab mereka datang ke Mesir ini bersama nenek moyang mereka Nabi Ya'qub atas panggilan Yusuf ketika dia jadi Menteri Negeri Mesir ini.
“Sesungguhnya kami telah datang kepada engkau dengan bukti dari Tuhan engkau." Bukti ialah terjemahan dari ayat, yang berarti juga mukjizat, berapa kejadian yang ganjil dan ajaib sebagai tanda kekuasaan Allah yang lemah pikiran manusia untuk memikirkan sebab akibatnya. Termasuklah di dalamnya tongkat yang dapat menjelma jadi ular dan telapak tangan yang dapat memancarkan sinar putih itu.
“Dan keselamatan adalah untuk orang yang mengikuti petunjuk."
Sebaliknya, adapun orang-orang yang tidak mau mengikuti petunjuk dan bimbingan yang diberikan Allah, akan celakalah dia dunia dan akhirat. Akan percumalah hidupnya, karena tidak mengetahui tujuan dari hidup itu. Karena manusia memang diberi akal oleh Allah. Tetapi kalau akal itu tidak pula diberi bimbingan dengan hudaa, petunjuk dari Ilahi, yang disampaikan oleh para rasul setelah mereka menerima wahyu dari Allah, niscaya akan gelaplah perjalanan hidupnya. Akalnya itu akan dipergunakannya menurut kehendak dari hawa nafsunya belaka.
“Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk." Inilah peringatan Musa kepada Fir'aun. Bagaimanapun kemegahan dan ketinggian pangkat Fir'aun, perjalanan hidupnya masih tersesat dan dia tidak akan selamat kalau seruan Allah diabaikan. Seorang rasul seperti Musa, wajib menjelaskan itu. Dia tidak peduli akan ketinggian kedudukan Fir'aun itu. Seruan itu wajib disampaikannya. Karena seorang rasul yang mendapat titah dari langit memandang sama ratalah manusia ini semua; sama-sama mesti diajak dan diberi dakwah.
“Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk," kepingan terakhir dari ayat 47 surat Thaahaa ini telah pula dijadikan oleh Nabi kita Muhammad ﷺ menjadi semboyan dari suratnya kepada Heraclius Raja Besar Rum yang terkenal. Surat Rasulullah ﷺ itu demikian artinya,
“Bismillahir Rahmanir Rahim.
Dari Muhammad Utusan Allah kepada Heraclius Orang Agung Rum. Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du, saya mengajak Anda memeluk Islam. Sebab itu masuklah ke Islam, agar Anda selamat dan Anda akan diberi Allah dua pahala...."
Musailamah si Pembohong (al-Kadzdzab) yang mendakwakan dirinya jadi nabi di negeri Yamamah (Najd), dan mengatakan pula bahwa dia adalah nabi kedua di Tanah Arab di samping Muhammad ﷺ. Dia pernah berkirim surat kepada Nabi Muhammad ﷺ yang terjemahannya kita tuliskan di sini.
“Dari Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah, Salam buat Anda! Amma Ba'du, aku sesungguhnya telah berkongsi dengan engkau dalam urusan kenabian ini, untuk Anda rumahnya, untuk aku tanahnya, tetapi Quraisy jualah kaum yang melanggar batas."
Surat yang tidak berkesopanan itu dibalas oleh Nabi kita Muhammad ﷺ demikian, “Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah al-Kadzdzab (Si Pembohong): Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du, sesungguhnya bumi ini adalah kepunyaan Allah. Dia wariskan kepada barangsiapa hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, dan akibat terakhir akan diberikan kepada orang-orang yang bertakwa."
Selain dari itu maka ayat “Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk" (Wassalamu ‘ala manit-taba'al hudaa) telah pula dijadikan salam oleh orang Islam kepada orang lain agama yang tengah diajak kepada Islam.
Ayat 48
“Sesungguhnya kami ini, lelah diwahyukan kepada kami bahwa adzab adalah atas orang yang mendustakan dan berpaling."
Inilah kebalikan dari mengikuti petunjuk Allah, Musa, dan Harun, demikian juga segala nabi dan rasul yang telah diutus Allah ke muka bumi ini ialah pembawa kabar yang menyenangkan hati (mubasysyiran), bahwa barangsiapa yang mengikuti petunjuk Allah pastilah ia selamat. Bahagia di dunia dan akhirat. Hidup di dunia tidak meraba-raba di dalam gelap karena kekurangan petunjuk, dan di akhirat pun selamat masuk ke dalam surga yang telah dijanjikan. Dan nabi-nabi dan rasul-rasul itu pun membawa pula kabar yang mengancam dan menakutkan (nadziran), bahwa orang yang mendustakan, yang tidak mau percaya akan kebenaran itu, dan hanya menurutkan kata hati sendiri saja atau berpegangan kepada apa yang dipusakai dari nenek moyang saja, walaupun nenek moyang itu tidak mengerti apa-apa dan meraba-raba di dalam gelap, bahwa yang akan mereka dapati kelak ialah adzab dan siksaan yang tidak putus-putusnya di dalam neraka yang bernama Jahannam, atau lazhaa, atau jahiim, atau sa'ir.
Itulah tugas-tugas berat yang mesti dilaksanakan dan diteruskan oleh Musa dengan bantuan saudaranya, Harun, walaupun akan berulang-ulang tiap hari berdiri ke pintu istana memohon diterima masuk, namun tugas tidak boleh dihentikan.