Ayat
Terjemahan Per Kata
فَقُولَا
maka berkatalah kamu berdua
لَهُۥ
kepadanya
قَوۡلٗا
perkataan
لَّيِّنٗا
lunak/lembut
لَّعَلَّهُۥ
mudah-mudahan
يَتَذَكَّرُ
dia ingat
أَوۡ
atau
يَخۡشَىٰ
dia takut
فَقُولَا
maka berkatalah kamu berdua
لَهُۥ
kepadanya
قَوۡلٗا
perkataan
لَّيِّنٗا
lunak/lembut
لَّعَلَّهُۥ
mudah-mudahan
يَتَذَكَّرُ
dia ingat
أَوۡ
atau
يَخۡشَىٰ
dia takut
Terjemahan
Berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.”
Tafsir
(Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut) untuk menyadarkannya supaya jangan mengaku menjadi tuhan (mudah-mudahan ia ingat) yakni sadar dan mau menerimanya (atau takut") kepada Allah lalu karenanya ia mau sadar. Ungkapan 'mudah-mudahan' berkaitan dengan pengetahuan Nabi Musa dan Nabi Harun. Adapun menurut pengetahuan Allah, maka Dia telah mengetahui bahwa Firaun tidak akan mau sadar dari perbuatannya.
Tafsir Surat Taha: 40-44
maka kamu tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan, kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa, dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.
Allah berfirman kepada Musa, bahwa sesungguhnya dia akan bermukim di tengah-tengah penduduk Madyan setelah melarikan diri dari kejaran Fir'aun dan para pembantunya. Selama itu ia menggembalakan ternak mertuanya sehingga masa kerjanya habis dan kontrak kerjanya selesai. Kemudian Musa datang sesuai dengan apa yang telah digariskan oleh takdir dan kehendak Allah tanpa ada perjanjian terlebih dahulu; segala sesuatu itu berjalan atas kehendak Allah ﷻ Dialah Yang Mengatur dan Menjalankan urusan hamba-hamba-Nya dan hal ikhwal makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya.
Untuk itulah disebutkan oleh firman-Nya: [] kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa. (Thaha: 40) Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah menurut janji yang ditetapkan. Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: kemudian kamu datang menurut waktu yang ditetapkan, hai Musa. (Thaha: 40) Bahwa makna yang dimaksud ialah sesuai dengan waktu penetapan pengangkatan kerasulan dan kenabian. Firman Allah ﷻ: dan Aku telah memilihmu untuk diri-Ku. (Thaha: 41) Yakni Aku telah mengangkat dan memilihmu menjadi seorang rasul menurut apa yang Kukehendaki dan apa yang Kusukai.
Imam Bukhari sehubungan dengan tafsir ayat ini mengatakan: telah menceritakan kepada kami As-Silt ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Mahdi ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sirin, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ yang telah bersabda: Adam bersua dengan Musa. Musa berkata, "Engkaulah orang yang menyengsarakan manusia dan yang menyebabkan mereka dikeluarkan dari surga. Adam menjawab, "Engkaulah orang yang dipilih oleh Allah untuk membawa risalah-Nya dan memilihmu untuk diri-Nya (dekat dengan-Nya) serta menurunkan kepadamu kitab Taurat." Musa berkata, "Ya.
Adam berkata, "Aku telah menjumpai hal itu telah tercatat (di Lauh Mahfuz) untukku sebelum Allah menciptakan aku. Musa menjawab, "Ya. Akhirnya Adam dapat mengalahkan Musa dalam debatnya. Hadis diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Firman Allah ﷻ: Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku. (Thaha: 42) Yaitu dengan membawa hujah-hujah-Ku, bukti-bukti, dan mukjizat-mukjizat dari-Ku. dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. (Thaha: 42) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah kamu berdua terlambat.
Menurut Mu jahid, dari Ibnu Abbas, artinya janganlah kamu berdua lemah. Makna yang dimaksud ialah bahwa keduanya diperintahkan oleh Allah untuk terus-menerus mengingat Allah; bahkan di kala mereka berdua menghadapi Fir'aun, harus tetap ingat kepada Allah. Dimaksudkan agar mengingat Allah dapat membantu keduanya menghadapi Fir'aun dan menjadi kekuatan bagi keduanya serta menjadi pengaruh yang dapat mematahkan Fir'aun, seperti yang telah disebutkan dalam hadis berikut: ".
Sesungguhnya hamba-Ku yang sebenar-benarnya ialah seseorang yang selalu mengingat-Ku saat dia sedang melaksanakan tugasnya. Firman Allah ﷻ: Pergilah kamu berdua kepada Firaun, sesungguhnya dia telah melewati batas. (Thaha: 43) Yaitu membangkang, berlaku sewenang-wenang, dan melampaui batas terhadap Allah serta durhaka kepada-Nya. maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha: 44) Ayat ini mengandung pelajaran yang penting, yaitu sekalipun Fir'aun adalah orang yang sangat membangkang dan sangat takabur, sedangkan Musa adalah makhluk pilihan Allah saat itu, Musa tetap diperintahkan agar dalam menyampaikan risalah-Nya kepada Fir'aun memakai bahasa dan tutur kata yang lemah lembut dan sopan santun.
Seperti yang telah diterangkan oleh Yazid Ar-Raqqasyi saat menafsirkan firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Ia mengemukakan perkataan seorang penyair seperti berikut: Wahai orang yang bertutur lemah lembut kepada orang yang memusuhinya, maka bagaimanakah ia bertutur kata dengan orang yang menyukai dan mendambakannya (yakni tak terbayangkan kelembutan tutur katanya)? Wahb ibnu Munabbih telah mengatakan sehubungan dengan pengertian ini, "Sesungguhnya aku lebih banyak memaaf dan mengampuninya daripada marah dan menghukuminya." Dari Ikrimah, telah disebutkan sehubungan dengan makna firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Yakni ucapan "Tidak ada Tuhan selain Allah".
Amr ibnu Ubaid telah meriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri sehubungan dengan makna firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Yaitu Musa diperintahkan untuk menyampaikan kepada Fir'aun kalimat berikut, "Sesungguhnya engkau mempunyai Tuhan, dan engkau mempunyai tempat kembali, dan sesungguhnya di hadapanmu ada surga dan neraka." Baqiyyah telah meriwayatkan dari Ali ibnu Harun, dari seorang lelaki, dari Ad-Dahhak ibnu Muzahim, dari An-Nizal ibnu Sabrah, dari Ali sehubungan dengan makna firman-Nya: maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. (Thaha: 44) Bahwa yang dimaksud dengan layyinan ialah dengan kata-kata sindiran (bukan dengan kata-kata terus terang).
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, bahwa sebutlah dia dengan julukan Abu Murrah. Pada garis besarnya pendapat mereka menyimpulkan bahwa Musa dan Harun diperintahkan oleh Allah ﷻ agar dalam dakwahnya kepada Fir'aun memakai kata-kata yang lemah lembut, sopan santun, dan belas kasihan; Dimaksudkan agar kesannya lebih mendalam dan lebih menggugah perasaan serta dapat membawa hasil yang positif. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain yang mengatakan: Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baikdan bantahlah mereka dengan cara yang baik. (An-Nahl: 125) Adapun firman Allah ﷻ: mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha: 44) Yakni barangkali saja Fir'aun sadar dari kesesatannya yang membinasakan dirinya itu, atau ia menjadi takut kepada Tuhannya, akhirnya ia mau taat kepada-Nya.
Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur. (Al-Furqan: 62) Orang yang mau mengambil pelajaran akan sadar dan menghindari hal-hal yang terlarang, sedangkan rasa syukur ini timbul dari rasa takut kepada Allah dan sebagai ungkapan terima kasih kepada-Nya, akhirnya ia mengerjakan ketaatan kepada-Nya. Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: mudah-mudahan ia ingat atau takut. (Thaha: 44) Yakni janganlah kamu berdua mendoakan kebinasaan untuknya sebelum kamu mengemukakan alasanmu kepadanya.
Sehubungan dengan hal ini saya akan mengemukakan syair Zaid ibnu Amr ibnu Nufail yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq, menyitir kata-kata Umayyah ibnu Abus Silt: ............................. Engkaulah yang memberikan anugerah dan rahmat kepada siapa yang Engkau kehendaki, Engkau telah mengutus Musa sebagai rasul yang menyeru (Fir'aun untuk menyembah-Mu).
Maka Engkau berfirman kepadanya, "Pergilah kamu beserta Harun, serulah Firaun untuk menyembah Allah, dia adalah orang yang melampaui batas. Katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Apakah engkau mampu menghamparkan bumi ini tanpa pasak sehingga ia dapat terhampar seperti sekarang?' Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Apakah kamu mampu meninggikan langit ini tanpa tiang penyangga? Kalau begitu, cobalah bangun olehmu sendiri'.
Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Apakah engkau yang menciptakan bintang-bintang yang bersinar bila malam hari sehingga dapat dijadikan sebagai pedoman arah? Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, 'Siapakah yang menerbitkan matahari di pagi hari, sehingga tiada suatu belahan bumi pun yang terkena sinarnya melainkan tampak dengan jelas?' Dan katakanlah olehmu berdua kepadanya, "Siapakah yang menumbuhkah biji-bijian di bumi, sehingga tumbuhlah tetumbuhan dengan pesatnya, lalu dikeluarkan pula dari pucuk tetumbuhan itu biji-bijian?" Dalam semuanya itu terkandung tanda-tanda yang menunjukkan kekuasaan Allah bagi orang yang berakal.
Berkatalah mereka berdua, "Ya Tuhanku, sesungguhnya kami khawatir bahwa ia segera menyiksa kami atau akan bertambah melewati batas. Allah berfirman.Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat. Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir'aun)"
43-44. Wahai Nabi Musa dan Harun, pergilah kamu berdua kepada Fir'aun yang sombong itu dengan bekal mukjizat dari-Ku karena dia benar-benar telah melampaui batas dalam kedurhakannya. Begitu berhadapan dengannya, maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut. Ajaklah dia beriman kepada Allah dan serulah pada kebenaran dengan cara yang baik. Mudah-mudahan dengan cara demikian dia menjadi sadar atau takut pada azab Allah bila terus durhaka. '45. Nabi Musa dan Harun tahu benar kekejaman dan kesombongan Fir'aun. Karena itu, setelah mendengar perintah ini keduanya berkata, 'Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami khawatir dia akan segera menyiksa kami sebelum kami selesai mengajaknya beriman kepada-Mu, atau dia justru akan bertambah melampaui batas, melebihi kedurhakaannya selama ini. '.
Allah mengajarkan kepada Musa dan Harun a.s. bagaimana cara menghadapi Firaun, yaitu dengan kata-kata yang halus dan ucapan yang lemah lembut. Seseorang yang dihadapi dengan cara demikian, akan terkesan di hatinya dan akan cenderung menyambut baik dan menerima dakwah dan ajakan yang diserukan kepadanya. Cara yang bijaksana seperti ini telah diajarkan pula kepada Nabi Muhammad oleh Allah, sebagaimana firman-Nya:
"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik." (an-Nahl/16: 125)
Sebaliknya kalau seseorang itu dihadapi dengan kekerasan dan dengan bentakan, jangankan akan takluk dan tunduk, justeru dia akan menentang dan menjauhkan diri, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:
Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. (Ali 'Imran/3: 159)
Selain petunjuk Allah kepada Musa dan saudaranya, agar mereka bersikap santun menghadapi Firaun, juga diajarkan kata-kata yang akan disampaikan Musa kepada Firaun, sebagaimana dikisahkan Allah di dalam firman-Nya:
Maka katakanlah (kepada Firaun), "Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri (dari kesesatan), dan engkau akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar engkau takut kepada-Nya?" (an-Nazi'at/79: 18-19)
Dengan cara dan kata-kata yang demikian itu diharapkan Firaun dapat menyadari kesesatannya, dan takut kepada azab yang akan ditimpakan kepadanya apabila dia tetap membangkang.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERUTUSAN KEPADA FIR'AUN
Ayat 43
“Pergilah berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui."
Sesungguhnya Fir'aun itu sudah keterlaluan. Dia telah melampaui dari garis-garis dan batas-batas yang mesti disadarinya sebagai manusia. Bahkan dia telah hendak melonjak merasakan dirinya sebagai Tuhan. Mentang-mentang Allah menganugerahkan kekuasaan kepadanya memerintah negeri, dia lupa bahwa kekuasaan itu adalah anugerah dari Allah, disangkanya kepunyaannya sendiri. Lalu berbuatlah dia sesuka hatinya dengan kekuasaan itu.
Lupa dia bahwa tenaganya sebagai insan adalah terbatas. Lupa dia bahwa kekuasaan itu diterimanya sebagai waris dari nenek moyangnya dan kelak pasti akan datang waktunya, mau ataupun tidak mau kekuasaan itu akan diturunkannya lagi kepada penggantinya; baik karena mati atau karena tua. Sebab itu dia telah melampaui!
Kalimat Thagha yang kita artikan melampau, ialah melampaui batas yang tidak boleh dilaluinya. Kalimat ini adalah satu rumpun dengan beberapa kalimat lain yang biasa terpakai untuk menunjukkan kese-wenang-wenangan. Seorang raja atau kepala negara yang berlaku terhadap rakyatnya menurut kehendaknya sendiri saja dengan tidak memedulikan undang-undang dinamai Thaghiyah. Kemudian dari itu segala persembahan selain kepada Allah, misalnya memuja sesama manusia, menuhankan seorang yang amat dianggap suci, maka persembahan yang musyrik itu dinamai Thahgut. Lantaran itu maka kalimat thagha, thagiyah, dan thahgut adalah mengandung satu arti belaka, yaitu segala sikap melampaui batas yang ditentukan oleh Ilahi kepada hamba-Nya. Dan hamba tadi bertindak sendiri di luar hukum Allah. Begitulah Allah menunjukkan sifat Fir'aun kepada Musa dan Harun dalam ayat 43 ini.
Untuk menghadapi sikap Fir'aun yang sombong melampaui batas itu, Allah memberikan tuntutan kepada kedua utusan-Nya Musa dan Harun.
Setelah Allah berfirman menyatakan kesombongan Fir'aun, bahwa dia itu dalam pemerintahannya terlalu berlaku melampaui batas kebenaran dan keadilan, maka Allah memberi ingat kepada kedua utusan-Nya ini.
Ayat 44
“Maka katakanlah olehmu berdua kepadanya kata-kata yang lemah lembut"
Di dalam pangkal ayat 44 ini Allah telah memberikan suatu petunjuk dan arahan yang penting dalam memulai dakwah kepada orang yang telah sangat melampaui batas itu. Dalam permulaan berhadap-hadapan, kepada orang yang seperti itu janganlah langsung dilakukan sikap yang keras, melainkan hendaklah mulai dengan mengatakan sikap yang lemah lembut, perkataan yang penuh dengan suasana kedamaian. Sebab kalau dan permulaan konfrontasi (berhadap muka dengan muka) si pendakwah telah melakukan amar ma'ruf nahyi munkar dengan secara keras, blak-blakan, tidaklah akan tercapai apa yang dimaksud.
Meskipun di dalam ilmu Allah sendiri pasti sudah diketahui bahwa Fir'aun itu sampai saat terakhir tidak akan mengaku tunduk, tetapi Allah telah memberikan tuntunan kepada Rasul-Nya, ataupun kepada siapa saja yang berjuang melanjutkan rencana nabi-nabi, bahwa pada langkah yang pertama janganlah mengambil sikap menantang. Mulailah dengan kata yang lemah lembut.
“Mudah-mudahan ingatlah dia, ataupun takut"
Sebabnya ialah bahwa di dalam sudut bawah dalam jiwa manusia, yang mana jua pun orangnya senantiasa masih tersimpan maksud yang baik dan pikiran yang sehat. Misalnya seorang raja atau pejabat tinggi sebuah negara akan merasa prestisenya, atau gengsinya, akan tersinggung, walaupun betapa besar salahnya, kalau dia ditegur dengan kasar atau dikritik di muka umum. Musa dan Harun disuruh terlebih dahulu mengambil langkah berlemah lembut guna menyadarkan dan menginsafkan. Fir'aun itu adalah manusia dan Fir'aun itu adalah seorang raja yang dijunjung tinggi, diangkat martabatnya oleh orang besar-besar yang mengelilinginya, jarang yang membantah katanya, walaupun secara lemah lembut, karena orang yang di sekitarnya itu merasa berutang budi kepada rajanya. Mereka merasa tidak ada arti apa-apa diri mereka itu, kalau tidak raja yang menaikkan pangkatnya dan memberinya gelar-gelar dan kehormatan. Maka kalau-raja itu, atau Fir'aun itu, telah duduk seorang diri, hati nuraninya akan berkata tentang dirinya yang sebenarnya. Hati nurani itulah yang akan diketuk dengan sikap yang lemah lembut.
Lagi pula telah diketahui dalam rangkaian Qishsah Fir'aun dengan Musa itu bahwa Musa pernah jadi anak angkat beliau. Harun pun pernah dianggap anak Bani Israil yang dekat ke istana.
Masih diharapkan, mudah-mudahan dengan kata-kata yang lemah lembut Fir'aun itu akan sadar lalu ingat bahwa selama hidup dia pasti akan mati. Selama muda dia pasti akan tua, selama sehat dia pasti satu waktu akan sakit. Betapapun kuat sehat badan manusia, kekuatannya itu terbatas. Inilah yang harus diingatnya. Ataupun dia takut akan adzab siksa Allah yang betapapun tidaklah dia akan kuasa mengelakkan.
Itulah siasat atau taktik yang dianjurkan Allah kepada Musa dan Harun, sebagai langkah pertama dalam menghadapi Fir'aun, “Keduanya berkata:
Ayat 45
“Ya Tuhan kami! Sesungguhnya kami takut bahwa dia akan segera menyiksa kami sekehendak hatinya, atau berlaku melampaui batas."
Niscaya dapatlah kita memahamkan bahwa Musa dan Harun bukanlah merasa takut akan menghadapi siksaan, seperti orang pengecut yang takut menghadapi perjuangan. Kalau demikian tentu bukanlah Musa yang akan dipilih Allah akan jadi utusan-Nya, sebagai telah tersebut dalam ayat 12 di atas tadi. Dan bukanlah menjadi pengecut seorang yang telah di bentuk jiwanya oleh Allah sendiri, untuk kepentingan Allah, sebagai tersebut di ayat 41 dan dia sampai dewasa di hadapan mata Allah selalu (ujung ayat 39).
Yang mereka takutkan bukanlah bahaya untuk diri mereka. Tetapi yang mereka cemaskan ialah kalau-kalau pekerjaan ini terbengkalai jika Fir'aun langsung bertindak sesuka hati, sebelum dia berpikir panjang, karena Fir'aun itu sangat takut kekuasaannya akan runtuh. Maksud kalau-kalau Fir'aun bertindak menyiksa kami sesuka hatinya, ialah kalau-kalau kami ditangkap dan dipenjarakan. Dan yang dimaksud dengan berlaku melampaui batas, ialah kalau-kalau kami segera dibunuhnya, sehingga usaha yang mulia ini patah sebelum sampai berhasil.
Panjang juga menjadi perbincangan di antara ahli-ahli tafsir tentang kekuatan Nabi Musa yang dibayangkan pada ayat ini. Ataupun pada ayat lain, seperti rasa takutnya sampai dia melarikan diri dari Mesir karena telah dicari-cari, tersebut membunuh orang (surah al-Qashash ayat 18), atau rasa takut Musa melihat tongkat tukang-tukang sihir itu beserta tali-tali yang mereka lemparkan telah bertukar rupa, seakan-akan jadi ular (surah Thaahaa ayat 67), Maka al-Qurthubi telah menguraikan ketakutan seperti demikian di dalam tafsirnya yang terkenal. Semata-mata ketakutan saja tidaklah mengapa, karena rasa takut itu mesti ada pada diri tiap-tiap manusia, walaupun mereka nabi. Rasa takut saja tidaklah tercela, karena didorong oleh rasa takut itulah orang akan berusaha menyelamatkan diri dari yang ditakuti. Apatah lagi kalau rasa takut itu timbul bukan semata-mata takut untuk kepentingan diri sendiri.
A)-Qurthubi mengatakan bahwa Nabi ﷺ menggali parit yang dalam di sebuah tempat pertahanan, yang ditakuti kalau-kalau musuh akan menyerbu dari jurusan itu. Itu pertahanan Khandaq yang terkenal. Sebelum itu Rasulullah ﷺ pun memerintahkan beberapa orang sahabatnya bersama istri mereka hijrah sampai dua kali ke negeri Habsyi, kemudian itu hijrah yang besar ke negeri Madinah, lain tidak ialah karena takut agama Allah akan dibunuh oleh kejahatan kaum musyrikin sebelum berkembang. Kata al-Qurthubi, “Mereka lari dengan agama mereka, karena takut akan difitnah oleh kaum musyrikin dan mereka siksa."
Keterangan yang diberikan oleh al-Qurthubi itu dapatlah kita bawakan kepada naluri manusia di segala zaman. Rasa takut adalah bawaan manusia sejak lahir. Tetapi rasa takut itu pula yang menyebabkan manusia kian lama kian maju di dalam membina pertahanan diri.
Sungguhpun demikian, kecemasan Musa dan Harun itu diobat juga oleh Allah.
JAMINAN UNTUK MENGATASI KECEMASAN
Ayat 46
“Berfirman Allah: “Kalian berdua jangan takut. Sesungguhnya Aku ini adalah bersama kalian keduanya; Aku mendengar dan Aku melihat."
Inilah satu jaminan dari Allah sendiri untuk mengatasi kecemasan itu. Kalian keduanya janganlah cemas, karena Aku selalu ada beserta kalian. Menurut riwayat dari adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas, tafsir firman Allah itu ialah “Kalian keduanya jangan merasa takut. Karena Aku selalu ada bersama kalian, atau di pihak kalian. Aku dengar percakapan kalian berdua dan Aku dengar pula percakapan Fir'aun itu. Aku lihat tempat tegak kalian berdua dan Aku lihat pula pendirian Fir'aun itu. Tak ada yang tersembunyi dari pendengaran dan penglihatan-Ku sesuatu jua pun. Ketahuilah oleh kalian keduanya bahwa ubun-ubun Fir'aun itu ada dalam genggaman tangan-Ku. Tak ada kata-katanya yang akan keluar, bahkan gerak turun naik napasnya pun, bahkan tiap gerak-geriknya tidak ada yang akan terjadi kalau Aku tidak mengizinkan. Aku ada bersama kalian berdua, untuk memelihara kalian, untuk menolong kalian, untuk membantu kalian."
Persambungkanlah peristiwa Nabi Musa dan saudaranya, Harun, yang merasa cemas mengenangkan kekejaman Fir'aun ini dengan peristiwa yang menimpa Nabi kita Muhammad ﷺ bersama sahabatnya, Abu Bakar ash-Shiddiq di dalam gua di puncak Gunung Tsaur. Ketika itu Abu Bakar pun telah menyatakan kecemasannya pula melihat musuh telah datang; kaki-kaki mereka telah kelihatan oleh mereka berdua di dalam gua, sehingga jika ada di antara mereka yang menekur sedikit saja, akan kelihatanlah oleh mereka Nabi dan sahabatnya yang sedang bersembunyi itu. Namun di waktu itu pulalah Nabi ﷺ berkata kepada teman senasibnya itu, “Janganlah engkau cemas sesungguhnya Allah adalah beserta kita." (surah at-Taubah ayat 40).
Duka cita yang menyerang perasaan Abu Bakar ketika itu adalah lanjutan dari rasa takut. Karena dia sudah sampai kepada perasaan bahwa mati tidak dapat dielakkan lagi. Musuh sudah mengepung sekeliling. Jika ada di antara mereka yang menekur, pastilah mereka akan mati keduanya ditombak oleh musuh yang banyak itu, lebih dari tiga puluh orang. Abu Bakar sedih kalau mereka mesti mati sebelum agama Islam ini berkembang.
Dengan firman Allah yang memberikan jaminan demikian rupa, rasa takut telah dapat diatasi dengan rasa tawakal. Allah akan selalu membela.
Maka firman Allah selanjutnya,
“Datanglah kamu bendua kepadanya dan katakanlah:
Ayat 47
“Sesungguhnya kami ini adalah dua utusan Tuhan engkau."
Menurut suatu riwayat dari Muhammad bin Ishaq bin Yasar, bahwa setelah menerima perintah Allah pergi menyampaikan kepada Fir'aun bahwa kedatangan mereka berdua adalah sebagai utusan dari Allah, Musa dan Harun pun pergilah menghadap Fir'aun. Lalu pergilah mereka berdua ke istana, ingin hendak menghadap dan menyampaikan titah Allah itu. Namun setelah mereka pergi berdiri ke hadapan istana, tidak seorang jua pun yang mau atau yang berani menyampaikan kepada Fir'aun yang sedang berada dalam istana dihadapi orang besar-besarnya. Sehingga sampailah Musa dan Harun dua tahun berturut-turut pulang dan pergi ke istana, namun tidak seorang jua pun pengawal istana, penjaga pintu, yang berani menyampaikan ke dalam. Sampai pada suatu hari masuk menghadap seorang pelawak, tukang jenaka yang disediakan untuk menggirang-girangkan atau membangkitkan tertawa Fir'aun ketika dia bermuram durja. Orang-orang yang biasa disebut badut raja! Setelah dilihatnya orang berdua ini hampir setiap ke muka istana, tetapi tidak ada yang menegur, lalu badut itu melapor kepada Fir'aun, “Wahai Baginda! Di pintu muka istana ada seorang laki-laki yang lucu sekali. Dia selalu berkata kepada orang yang mencoba mendekatinya bahwa ada lagi Tuhan selain dari Sri Baginda! Dan dikatakannya pula bahwa apa yang dikatakannya Tuhan itu mengutusnya ke dunia ini, khusus untuk menemui Baginda!"
Dengan keheranan Fir'aun mengulang tanya, “Di muka pintu istanaku?"
“Benar Tuanku!" jawab badut.
“Bawa dia masuk!" titah raja kepada pengawal.
Maka pergilah beberapa orang pengawal ke muka pintu istana, menyampaikan kepada Musa titah raja, menyuruh dia masuk menghadap. Mendengar itu Musa pun segera masuk, di tangannya terpegang tongkatnya, dan Harun mendampinginya. Setelah dia berdiri di hadapan singgasana tempat Fir'aun bersemayam, berkatalah Musa, “Aku ini adalah utusan dari Allah, Tuhan dari seluruh Alam ini."
Dengan serta-merta Fir'aun menyambut: “Aku kenal engkau, engkau adalah si Musa!"
Dalam riwayat yang lain pula, sebelum itu Musa pergi mencari ibunya dan saudaranya Harun. Tempat tinggal masih tempat yang lama juga. Mulanya mereka tidak mengenal dia, karena sudah lebih sepuluh tahun berpisah. Tetapi setelah mendengar suaranya, tersadarlah mereka dan segera mereka mengenal orang yang mereka cintai dan telah lama hilang itu. Kata as-Suddi, “Musa itu datang malam hari!"
Waktu itulah Musa menyampaikan kepada Harun: “Hai Harun! Sesungguhnya Tuhanku telah memerintahkan kepadaku supaya datang menghadapi Fir'aun itu, menyerunya agar kembali kepada jalan Allah. Dan Allah pun memerintahkan kepada engkau, agar engkau mendampingiku."
Harun menjawab, “Kerjakan apa yang diperintahkan Allah!"
Sesudah itulah mereka segera pergi menghadap Fir'aun hendak menyampaikan apa yang diwahyukan Allah kepada mereka itu. Maka selain dari menyatakan bahwa mereka keduanya adalah utusan dari Allah, mereka sampaikan pula tugas mereka yang kedua, yaitu mengingatkan kepada Fir'aun agar Bani lsrail yang ditindasnya selama ini dibebaskan, “Maka bebaskanlah Bani lsrail bersama kami, dan janganlah engkau siksa mereka
Bebaskanlah Bani lsrail, kaum kami yang malang dan lemah itu dari perbudakan dan penindasan, yang telah mereka derita beratus tahun lamanya, sebab mereka datang ke Mesir ini bersama nenek moyang mereka Nabi Ya'qub atas panggilan Yusuf ketika dia jadi Menteri Negeri Mesir ini.
“Sesungguhnya kami telah datang kepada engkau dengan bukti dari Tuhan engkau." Bukti ialah terjemahan dari ayat, yang berarti juga mukjizat, berapa kejadian yang ganjil dan ajaib sebagai tanda kekuasaan Allah yang lemah pikiran manusia untuk memikirkan sebab akibatnya. Termasuklah di dalamnya tongkat yang dapat menjelma jadi ular dan telapak tangan yang dapat memancarkan sinar putih itu.
“Dan keselamatan adalah untuk orang yang mengikuti petunjuk."
Sebaliknya, adapun orang-orang yang tidak mau mengikuti petunjuk dan bimbingan yang diberikan Allah, akan celakalah dia dunia dan akhirat. Akan percumalah hidupnya, karena tidak mengetahui tujuan dari hidup itu. Karena manusia memang diberi akal oleh Allah. Tetapi kalau akal itu tidak pula diberi bimbingan dengan hudaa, petunjuk dari Ilahi, yang disampaikan oleh para rasul setelah mereka menerima wahyu dari Allah, niscaya akan gelaplah perjalanan hidupnya. Akalnya itu akan dipergunakannya menurut kehendak dari hawa nafsunya belaka.
“Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk." Inilah peringatan Musa kepada Fir'aun. Bagaimanapun kemegahan dan ketinggian pangkat Fir'aun, perjalanan hidupnya masih tersesat dan dia tidak akan selamat kalau seruan Allah diabaikan. Seorang rasul seperti Musa, wajib menjelaskan itu. Dia tidak peduli akan ketinggian kedudukan Fir'aun itu. Seruan itu wajib disampaikannya. Karena seorang rasul yang mendapat titah dari langit memandang sama ratalah manusia ini semua; sama-sama mesti diajak dan diberi dakwah.
“Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk," kepingan terakhir dari ayat 47 surat Thaahaa ini telah pula dijadikan oleh Nabi kita Muhammad ﷺ menjadi semboyan dari suratnya kepada Heraclius Raja Besar Rum yang terkenal. Surat Rasulullah ﷺ itu demikian artinya,
“Bismillahir Rahmanir Rahim.
Dari Muhammad Utusan Allah kepada Heraclius Orang Agung Rum. Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du, saya mengajak Anda memeluk Islam. Sebab itu masuklah ke Islam, agar Anda selamat dan Anda akan diberi Allah dua pahala...."
Musailamah si Pembohong (al-Kadzdzab) yang mendakwakan dirinya jadi nabi di negeri Yamamah (Najd), dan mengatakan pula bahwa dia adalah nabi kedua di Tanah Arab di samping Muhammad ﷺ. Dia pernah berkirim surat kepada Nabi Muhammad ﷺ yang terjemahannya kita tuliskan di sini.
“Dari Musailamah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah, Salam buat Anda! Amma Ba'du, aku sesungguhnya telah berkongsi dengan engkau dalam urusan kenabian ini, untuk Anda rumahnya, untuk aku tanahnya, tetapi Quraisy jualah kaum yang melanggar batas."
Surat yang tidak berkesopanan itu dibalas oleh Nabi kita Muhammad ﷺ demikian, “Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailamah al-Kadzdzab (Si Pembohong): Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk. Amma Ba'du, sesungguhnya bumi ini adalah kepunyaan Allah. Dia wariskan kepada barangsiapa hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, dan akibat terakhir akan diberikan kepada orang-orang yang bertakwa."
Selain dari itu maka ayat “Keselamatan untuk orang yang mengikuti petunjuk" (Wassalamu ‘ala manit-taba'al hudaa) telah pula dijadikan salam oleh orang Islam kepada orang lain agama yang tengah diajak kepada Islam.
Ayat 48
“Sesungguhnya kami ini, lelah diwahyukan kepada kami bahwa adzab adalah atas orang yang mendustakan dan berpaling."
Inilah kebalikan dari mengikuti petunjuk Allah, Musa, dan Harun, demikian juga segala nabi dan rasul yang telah diutus Allah ke muka bumi ini ialah pembawa kabar yang menyenangkan hati (mubasysyiran), bahwa barangsiapa yang mengikuti petunjuk Allah pastilah ia selamat. Bahagia di dunia dan akhirat. Hidup di dunia tidak meraba-raba di dalam gelap karena kekurangan petunjuk, dan di akhirat pun selamat masuk ke dalam surga yang telah dijanjikan. Dan nabi-nabi dan rasul-rasul itu pun membawa pula kabar yang mengancam dan menakutkan (nadziran), bahwa orang yang mendustakan, yang tidak mau percaya akan kebenaran itu, dan hanya menurutkan kata hati sendiri saja atau berpegangan kepada apa yang dipusakai dari nenek moyang saja, walaupun nenek moyang itu tidak mengerti apa-apa dan meraba-raba di dalam gelap, bahwa yang akan mereka dapati kelak ialah adzab dan siksaan yang tidak putus-putusnya di dalam neraka yang bernama Jahannam, atau lazhaa, atau jahiim, atau sa'ir.
Itulah tugas-tugas berat yang mesti dilaksanakan dan diteruskan oleh Musa dengan bantuan saudaranya, Harun, walaupun akan berulang-ulang tiap hari berdiri ke pintu istana memohon diterima masuk, namun tugas tidak boleh dihentikan.