Ayat
Terjemahan Per Kata
أَنِ
bahwa
ٱقۡذِفِيهِ
lemparkanlah dia
فِي
dalam
ٱلتَّابُوتِ
peti
فَٱقۡذِفِيهِ
maka lemparkan dia
فِي
dalam
ٱلۡيَمِّ
laut/sungai
فَلۡيُلۡقِهِ
maka melemparkan/membawanya
ٱلۡيَمُّ
laut/sungai
بِٱلسَّاحِلِ
di tepi/pantai
يَأۡخُذۡهُ
mengambilnya
عَدُوّٞ
musuh
لِّي
bagi-Ku
وَعَدُوّٞ
dan musuh
لَّهُۥۚ
baginya/dia
وَأَلۡقَيۡتُ
dan Aku lemparkan/limpahkan
عَلَيۡكَ
atasmu/kepadamu
مَحَبَّةٗ
kasih sayang
مِّنِّي
dari-Ku
وَلِتُصۡنَعَ
dan supaya kamu dibuat/diasuh
عَلَىٰ
atas
عَيۡنِيٓ
pengawasan-Ku
أَنِ
bahwa
ٱقۡذِفِيهِ
lemparkanlah dia
فِي
dalam
ٱلتَّابُوتِ
peti
فَٱقۡذِفِيهِ
maka lemparkan dia
فِي
dalam
ٱلۡيَمِّ
laut/sungai
فَلۡيُلۡقِهِ
maka melemparkan/membawanya
ٱلۡيَمُّ
laut/sungai
بِٱلسَّاحِلِ
di tepi/pantai
يَأۡخُذۡهُ
mengambilnya
عَدُوّٞ
musuh
لِّي
bagi-Ku
وَعَدُوّٞ
dan musuh
لَّهُۥۚ
baginya/dia
وَأَلۡقَيۡتُ
dan Aku lemparkan/limpahkan
عَلَيۡكَ
atasmu/kepadamu
مَحَبَّةٗ
kasih sayang
مِّنِّي
dari-Ku
وَلِتُصۡنَعَ
dan supaya kamu dibuat/diasuh
عَلَىٰ
atas
عَيۡنِيٓ
pengawasan-Ku
Terjemahan
(Ilham itu adalah perintah Kami kepada ibumu,) ‘Letakkanlah dia (Musa) di dalam peti, kemudian hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Maka, biarlah (arus) sungai itu membawanya ke tepi. Dia akan diambil oleh (Fir‘aun) musuh-Ku dan musuhnya.’ Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang dari-Ku dan agar engkau diasuh di bawah pengawasan-Ku.
Tafsir
(Yaitu, "Letakkanlah ia) tarohlah ia (di dalam sebuah peti, kemudian lemparkanlah ia) yakni peti itu (ke sungai) yakni sungai Nil (maka pasti sungai itu membawanya ke tepi) ke pinggirnya. Kata perintah di sini mengandung makna kalimat berita (supaya diambil oleh musuh-Ku dan musuhnya) yaitu raja Firaun. (Dan Aku telah melimpahkan) sesudah Firaun mengambil anakmu darimu (kepadamu kasih sayang yang datang daripada-Ku) supaya semua orang merasa kasih sayang kepadamu, lalu Firaun akan merasa sayang kepadamu, demikian pula setiap orang yang melihatmu (dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku) kamu dipelihara di bawah asuhan dan penjagaan-Ku.
Tafsir Surat Taha: 36-40
Allah berfirman, "Sesungguhnya telah diperkenankan permintaanmu, hai Musa. Dan sesungguhnya Kami telah memberi nikmat kepadamu pada saat yang lain, yaitu ketika Kami mengilhamkan kepada ibumu suatu yang diilhamkan. Yaitu, "Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti, kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), maka pasti sungai itu membawanya ke tepi, supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhnya. Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku, dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun), "Bolehkah saya menunjukkan kepada kalian orang yang akan memeliharanya? Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita.
Dan kamu pernah membunuh seorang manusia, lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. Ini merupakan perkenan dari Allah ﷻ kepada rasul-Nya (Musa a.s.) yang telah mengabulkan semua permintaannya, sekaligus mengingatkan Musa akan semua nikmat yang telah dilimpahkan kepadanya di masa silam berkaitan dengan apa yang dialami oleh ibunya saat ibunya masih menyusukannya dan bersikap mawas diri terhadap Fir'aun dan bala tentaranya agar mereka jangan membunuhnya. Musa dilahirkan di masa Fir'aun dan bala tentaranya membunuh semua bayi yang lahir tahun itu.
Maka ibu Musa membuat sebuah peti untuk Musa yang masih disusukannya, lalu meletakkan Musa di dalam peti itu dan menghanyutkannya ke Sungai Nil, tetapi dalam keadaan diikat dengan tali yang dihubungkan ke rumahnya. Dan pada suatu hari ibu Musa pergi untuk memperbaharui ikatan talinya, tetapi ternyata peti yang berisikan Musa terlepas dan terbawa hanyut oleh arus Sungai Nil.
Karena itu, hati ibu Musa dirundung rasa duka cita yang sangat mendalam dan kesedihan yang tak terperi kan. Hal ini di ungkapkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya dalam ayat yang lain, yaitu: Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan rahasia tentang Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya. (Al-Qashash: 10) Arus Sungai Nil membawa peti yang berisikan Musa itu ke istana Fir'aun yang terletak di pinggir Sungai Nil. Maka dipungutlah ia oleh keluarga Firaun yang akibatnya dia menjadi musuh dan kesedihan bagi mereka. (Al-Qashash: 8) Yakni sebagai suatu takdir yang telah ditetapkan oleh Allah ﷻ Dalam saat yang sama mereka membunuh bayi-bayi kaum Bani Israil karena mereka takut akan kelahiran Musa.
Maka Allah memutuskan hal yang lain, karena Dialah yang memi liki kekuasaan Yang Mahabesar dan takdir yang sempurna, bahwa tidaklah Musa dipelihara kecuali di dalam asuhan Fir'aun dan makan serta minum dari makanan dan minumannya setelah Allah menanamkan rasa kasih sayang kepada Musa di dalam hati Fir'aun dan istrinya. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: supaya diambil oleh (Fir'aun) musuh-Ku dan musuhmu.
Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku. (Thaha: 39) Maksudnya, kasih sayang itu tertanam di dalam hati musuhmu sehingga ia mencintaimu. Salamah ibnu Kahil telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Aku telah melimpahkan kepadamu kasih sayang yang datang dari-Ku. (Thaha: 39) Yakni Aku jadikan engkau disukai oleh hamba-hamba-Ku. dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku (Thaha: 39) Menurut Abu Imran Al-Juni, makna ayat ialah agar Musa dipelihara di bawah pengawasan Allah ﷻ Qatadah mengatakan agar Musa diberi makan di bawah pengawasan Allah ﷻ Ma'mar ibnul Musanna mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan supaya kamu diasuh di bawah pengawasan-Ku. (Thaha: 39) Artinya, selalu berada di bawah penglihatan dan pengawasan Allah ﷻ Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan bahwa Allah menjadikan Musa berada di dalam istana raja, hidup mewah dan senang, serta makanannya sama dengan makanan raja.
Hal inilah yang dimaksud dengan pengertian lafaz sun'ah dalam ayat. Firman Allah ﷻ: (yaitu) ketika saudara perempuanmu berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir'aun), "Bolehkah saya menunjukkan kepada kalian orang yang akan memeliharanya? Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya. (Thaha: 40) Demikian itu terjadi setelah Musa berada di dalam asuhan keluarga Fir'aun. Maka mereka mencari wanita yang akan menyusuinya, tetapi Musa menolak mereka, sebagaimana yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu. (Al-Qashash: 12) Maka datanglah saudara perempuannya dan mengatakan kepada keluarga Fir'aun, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahli bait yang akan memeliharanya untuk kalian dan mereka dapat berlaku baik kepadanya? (Al-Qashash: 12) Yakni maukah kalian aku tunjukkan seseorang yang mau menyusuinya buat kalian dengan imbalan upah.
Lalu saudara perempuan Musa membawa Musa diiringi oleh keluarga Fir'aun ke tempat ibunya. Ibunya menyusuinya dan Musa mau menerima air susu ibunya, sehingga keluarga Fir'aun merasa senang tak terperikan menyaksikan hal tersebut, dan mereka memberi upah imbalannya kepada ibu Musa. Dengan kisah yang berliku-liku ini akhirnya ibu Musa memperoleh kebahagiaan dan ketenangan serta kedudukan yang tinggi di dunia, juga mendapat pahala yang lebih besar dan lebih berlimpah di akhirat.
Karena itu, di dalam sebuah hadis disebutkan: Perumpamaan pekerja yang mengharapkan kebaikan dari kerjanya adalah seperti yang dilakukan oleh ibu Musa. Dia menyusui anaknya dan menerima upahnya. Dan dalam ayat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Maka Kami mengembalikanmu kepada ibumu, agar senang hatinya dan tidak berduka cita. (Thaha: 40) karena kehilanganmu. Dan kamu pernah membunuh seorang manusia. (Thaha: 40) Yaitu salah seorang bangsa Qibti (Egypt) penduduk negeri Mesir. lalu Kami selamatkan kamu dari kesusahan. (Thaha: 40) Kesusahan itu timbul karena dikejar oleh keluarga Fir'aun yang telah bertekad bulat untuk membunuhnya bila menjumpainya.
Maka Musa melarikan diri dari kejaran mereka hingga sampailah ia di sebuah mata air Madyan. Lalu berkata kepada Musa seorang lelaki yang saleh, seperti yang diceritakan oleh firman-Nya: Janganlah kamu takut. Kamu telah selamat dari orang-orang yang zalim (Al-Qashash: 25) Adapun firman Allah ﷻ: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 40) Imam Abu Abdur Rahman Ahmad ibnu Syu'aib An-Nasai rahimahullah telah mengatakan di dalam kitab tafsir, bagian dari kitab sunnahnya, sehubungan dengan makna firman-Nya: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 40) Bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Asbag ibnu Zaid, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepadaku Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Abbas pernah ditanya mengenai makna firman Allah ﷻ kepada Musa a.s.
yang disebutkan dalam ayat berikut: dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan. (Thaha: 40) Saya menanyakan kepadanya apa yang dimaksud dengan 'beberapa cobaan' dalam ayat tersebut? Maka Ibnu Abbas berkata, "Hai Ibnu Jubair, ajukanlah pertanyaanmu itu besok pagi, karena sesungguhnya jawabannya mengandung kisah yang panjang." Pada keesokan harinya saya berangkat pagi-pagi kepada Ibnu Abbas untuk menagih apa yang telah dijanjikannya kepada saya mengenai kisah beberapa fitnah tersebut.
Ibnu Abbas menjawab, bahwa Fir'aun dan orang-orang yang berada dalam majelis musyawarahnya memperbincangkan tentang janji Nabi Ibrahim a.s. yang telah menjanjikan bahwa di kalangan keturunannya kelak akan ada yang menjadi raja diraja. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya orang-orang Bani Israil sedang menunggu-nunggu berita itu yang tidak mereka ragukan lagi. Pada mulanya mereka menduga bahwa Yusuf ibnu Ya'qublah orang yang dijanjikannya itu.
Tetapi setelah Yusuf mati, mereka mengatakan, "Bukan orang ini yang telah dijanjikan oleh Ibrahim a.s." Fir'aun berkata, "Kalau demikian, bagaimanakah menurut pendapat kalian?" Maka mereka sepakat untuk membuat makar, yaitu mereka mengutus beberapa orang lelaki yang membawa golok untuk menyembelih. Para lelaki itu ditugaskan untuk berkeliling memeriksa kaum Bani Israil. Maka tidak sekali-kali mereka menjumpai bayi yang baru dilahirkan, melainkan bayi itu mereka sembelih jika laki-laki.
Demikianlah bunyi instruksi hasil musyawarah mereka, dan para lelaki yang bertugas untuk itu harus mengerjakannya Setelah hal itu berjalan dan mereka melihat bahwa orang-orang dewasa Bani Israil banyak yang mati karena ajalnya telah tiba, sedangkan bayi-bayi mereka disembelih, maka mereka berkata, "Kaum Bani Israil, hampir saja kalian tumpas habis sehingga akibatnya kalian sendirilah yang menangani pekerjaan yang biasa mereka tangani sebagai pelayan kalian.
Maka sebaiknya bunuhlah bayi-bayi lelaki mereka selama satu tahun dan biarkanlah anak-anak perempuan mereka hidup, kemudian biarkanlah bayi-bayi lelaki mereka hidup pada tahun berikutnya. Janganlah seseorang dari mereka kalian bunuh, karena mereka kelak akan menjadi pengganti dari orang-orang dewasa mereka yang telah mati bila mereka telah tumbuh dewasa. Dengan cara ini jumlah populasi mereka dapat ditekan dan tidak terlalu banyak, dan keberadaan mereka masih tetap dapat dipertahankan, walaupun banyak dari kalangan mereka yang kalian bunuh; kalian memerlukan mereka di masa mendatang." Fir'aun dan ahli musyawarah telah sepakat dengan keputusan itu.
Dan di tahun mereka tidak melakukan Penyembelihan terhadap bayi-bayi lelaki Bani Israil, bertepatan dengan itu Harun dikandung oleh ibunya dan lahir di tahun itu secara terang-terangan dalam keadaan aman. Akan tetapi, pada tahun berikutnya ibu Harun mengandung Musa. Maka hati ibu Musa dilanda oleh kesusahan dan kesedihan disebabkan adanya cobaan (fitnah) tersebut terhadap kandungannya. Hai Ibnu Jubair, itulah yang dimaksud dengan cobaan itu, yakni di saat ibu Musa sedang mengandung Musa.
Maka Allah menurunkan wahyu kepada ibu Musa, "Janganlah kamu takut, janganlah pula bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikan Musa kepadamu dan akan menjadikannya salah seorang dari para utusan." Dan Allah memerintahkan kepada ibu Musa bahwa bila ia melahirkan Musa, hendaklah Musa dimasukkan ke dalam peti, lalu dihanyutkan di Sungai Nil. Setelah ibu Musa melahirkannya, ia melakukan apa yang telah diperintahkan oleh Allah ﷻ kepadanya (yaitu memasukkan Musa ke dalam sebuah peti dan menghanyutkannya ke Sungai Nil).
Setelah anaknya lenyap dari pandangan matanya, setan datang dan membisikkan ke dalam hatinya godaan sehingga ibu Musaherkata kepada dirinya sendiri (menyesali perbuatannya), "Apa yang telah kulakukan terhadap anakku? Seandainya ia disembelih di hadapanku, lalu aku mengafani dan menguburkannya, tentulah hal itu lebih baik daripada melemparkannya ke Sungai Nil untuk makanan ikan-ikannya." Arus Sungai Nil membawa peti itu ke pinggiran sungai tempat pelayan (dayang-dayang) istri Fir'aun mengambil air minum.
Ketika para dayang melihat peti itu, maka mereka memungutnya; dan ketika mereka hendak membuka peti itu, sebagian di antara mereka berkata, "Sesungguhnya di dalam peti ini pasti terdapat harta karun, dan sesungguhnya jika kita membukanya, niscaya istri Fir'aun tidak akan percaya dengan apa yang kita temukan di dalamnya." Maka mereka membawa peti itu dalam keadaan seperti apa adanya sewaktu mereka menemukannya tanpa mengeluarkan sesuatu pun dari dalamnya, lalu mereka menyerahkan peti itu kepada istri Fir'aun.
Ketika istri Fir'aun membukanya, ia terkejut karena di dalamnya terdapat seorang bayi lelaki yang mungil. Maka Allah melimpahkan rasa kasih sayang kepada Musa di dalam hati istri Fir'aun yang belum pernah dialaminya sebelum itu. Lain halnya dengan ibunya Musa, saat itu hatinya kosong dan lupa segala-gala kecuali hanya mengingat Musa. Ketika orang-orang Fir'aun yang ditugaskan untuk menyembelih setiap bayi lelaki Bani Israil mendengar berita penemuan bayi tersebut, maka mereka datang dengan membawa pisau penyembelihannya kepada istri Fir'aun untuk menyembelih bayi itu.
Hai Ibnu Jubair, itulah yang dinamakan fitnah (cobaan) dalam ayat ini. Kemudian istri Fir'aun berkata kepada mereka, "Biarkanlah dia, karena sesungguhnya bayi yang satu ini tidak dapat memberikan nilai tambah apa pun terhadap kaum Bani Israil. Aku akan datang menghadap kepada Fir'aun, lalu.aku akan meminta grasi kepadanya. Jika dia memberikan grasi kepada bayi ini demi aku, lebih baik bagi kalian dan kalian telah menunaikan tugas dengan baik.
Dan jika dia memerintahkan agar bayi ini disembelih, saya tidak mencela kalian." Istri Fir'aun datang menghadap kepada Fir'aun dan berkata kepadanya, "Bayi ini adalah penyejuk hatiku dan juga hatimu." Fir'aun berkata, "Silakan bayi itu untukmu, tetapi aku tidak memerlukannya." Rasulullah ﷺ bersabda: Demi Tuhan yang disebut nama-Nya dalam sumpah, seandainya Firaun mengakui bahwa Musa adalah buah hatinya juga, sama dengan apa yang diakui oleh istrinya, tentulah Allah akan memberinya hidayah sebagaimana hidayah yang diterima oleh istrinya, tetapi Firaun diharamkan untuk menerimanya.
Kemudian istri Fir'aun mengundang semua wanita yang terdekat dengannya dengan maksud mencari wanita yang cocok untuk menyusui Musa. Tetapi setiap Musa diambil oleh seseorang dari mereka untuk disusuinya, Musa menolak air susunya. Hal ini membuat istri Fir'aun merasa khawatir bila Musa sama sekali tidak mau minum air susu yang berakhir dengan kematiannya. Istri Fir'aun merasa sedih karenanya, lalu ia keluar dengan membawa Musa ke pasar dan tempat orang-orang ramai dengan tujuan untuk mencari wanita yang mau menyusuinya dan Musa mau kepada air susunya, tetapi Musa tetap tidak mau juga.
Dalam waktu yang sama ibu Musa dicekam oleh rasa sedih dan kekhawatiran, lalu ia berkata kepada saudara perempuan Musa (Maryam), "Telusurilah jejaknya dan carilah berita tentangnya, apakah ia masih hidup ataukah telah dimakan oleh binatang buas?" Saat itu ibu Musa lupa akan janji Allah kepadanya tentang Musa. Saudara perempuan Musa melihat Musa dari kejauhan, sedangkan mereka yang membawa Musa tidak menyadarinya.
Ia menelitinya dari kejauhan dan ternyata bayi tersebut adalah saudaranya (Musa), maka ia sangat gembira dapat menemukannya kembali bertepatan dengan kesulitan mereka dalam mencari ibu persusuan buat Musa. Lalu ia berkata, "Maukah kalian aku tunjukkan kepada suatu ahli bait yang dapat memelihara bayi ini bagi kalian, dan ahli bait itu sangat sayang kepadanya?" Maka mereka menangkap saudara perempuan Musa dan berkata kepadanya, "Apakah yang menyebabkan kamu tahu bahwa ahli bait itu sayang kepadanya, apakah kamu mengenalnya?" Mereka merasa ragu dengan pernyataan saudara perempuan Musa itu.
Ibnu Abbas berkata, "Hai Ibnu Jubair, kejadian ini termasuk dari cobaan tersebut." Saudara perempuan Musa berkata, "Ahli bait itu pasti sayang kepada bayi ini karena mereka mengharapkan agar dapat menjadi orang yang terdekat dengan raja dan berharap mendapat imbalannya dari raja." Mendengar alasannya yang tepat itu, maka mereka melepaskannya. Lalu saudara perempuan Musa pulang menemui ibunya dan menceritakan berita itu kepadanya.
Kemudian ibunya datang; dan ketika Musa diletakkan dipangkuannya, maka Musa langsung menetek padanya dan menyedot air susunya sehingga perutnya penuh dan kenyang. Kemudian pergilah seorang pembawa berita gembira, melapor kepada istri Fir'aun bahwa telah diketemukan ibu yang mau menyusui Musa, anak angkatnya itu. Kemudian istri Fir'aun mengirimkan utusan agar menjemput wanita itu dan Musa. Setelah ia melihat apa yang dilakukan oleh Musa kepada ibu yang menyusuinya, yakni Musa mau menerimanya sebagai ibu persusuannya, maka istri Fir'aun berkata kepada wanita itu (yang sebenarnya adalah ibu Musa sendiri), "Tinggallah kamu di istanaku untuk menyusui anakku ini, karena sesungguhnya tiada sesuatu pun yang lebih aku cintai selain dari anakku ini." Ibu Musa menjawab, "Saya tidak dapat meninggalkan rumah saya lama-lama karena saya masih mempunyai anak kecil.
Saya merasa khawatir bila anak saya merasa kehilangan ibunya. Makajika Tuan suka menyerahkan bayi ini kepada saya untuk saya bawa ke rumah, saya sangat berterima kasih sekali dan saya akan berusaha sekuat tenaga untuk memperlakukannya dengan perlakuan yang terbaik. Sesungguhnya saya tidak dapat meninggalkan rumah dan anak-anak saya." Ibu Musa teringat akan janji Allah kepadanya tentang Musa, saat itu istri Fir'aun tidak mempunyai pilihan lagi kecuali menuruti kehendaknya.
Ibu Musa merasa yakin bahwa Allah pasti akan memenuhi janji-Nya. Akhirnya pada hari itu juga ia pulang ke rumahnya dengan membawa Musa. Kemudian Allah membuat Musa tumbuh dengan pertumbuhan yang baik, dan Allah memeliharanya karena keputusan yang telah ditetapkannya tentang Musa. Di masa itu kaum Bani Israil masih tetap hidup dalam penindasan dan kekejaman orang-orang Fir'aun.
Setelah Musa tumbuh besar, istri Fir'aun berkata kepada ibu Musa, "Bawalah anakku kepadaku." Maka ibu Musa menjanjikan kepadanya suatu hari di mana ia akan berkunjung ke istana dengan membawa Musa menghadap kepada istri Fir'aun. Istri Fir'aun berkata kepada kasir istana, istri Fir'aun yang lainnya, dan semua hulubalang istana, "Jangan ada seorang pun di antara kalian kecuali ia harus menyambut anakku dengan membawa hadiah sebagai penghormatan kepadanya pada hari ini.
Untuk mengecek kebenarannya aku akan mengutus mata-mata untuk meneliti apakah tiap orang dari kalian benar-benar melakukan perintahku ini." Akhirnya hadiah dan bingkisan-bingkisan terus mengalir menyambut kedatangan Musa sejak Musa keluar dari rumah ibunya sampai masuk ke istana istri Fir'aun. Setelah Musa masuk ke dalam istana istri Fir'aun, istri Fir'aun menghormati dan memuliakannya serta menyambutnya dengan gembira dan memberikan hadiah yang berlimpah kepada ibu Musa sebagai imbalan dari jasanya yang telah merawat dan memelihara Musa dengan baik.
Kemudian istri Fir'aun berkata, "Sesungguhnya aku benar-benar akan membawa Musa menghadap kepada Fir'aun, agar dia memberinya hadiah dan penghormatan (kedudukan)." Setelah Musa dibawa ke istana Fir'aun, Fir'aun mendudukkan Musa di pangkuannya, tetapi Musa menarik jenggot Fir'aun dan menjulurkannya sampai ke tanah. Maka tukang tenung Fir'aun dari kalangan musuh-musuh Allah berkata kepada Fir'aun, "Tidakkah engkau melihat apa yang telah dijanjikan oleh Allah kepada Ibrahim, bahwa sesungguhnya dari keturunannya kelak akan lahir seseorang yang bakal mewarisi kerajaanmu dan mengalahkanmu serta menjatuhkanmu?" Maka Fir'aun mengundang orang-orang yang ditugaskan untuk menyembelih anak-anak (Bani Israil).
Ibnu Abbas mengatakan, "Hai Ibnu Jubair, peristiwa itu merupakan sebagian dari fitnah (cobaan) sesudah semua cobaan yang ditimpakan kepada Musa." Tetapi istri Fir'aun datang dan mencegah seraya berkata, "Apakah yang akan engkau lakukan terhadap anak kecil yang telah engkau berikan kepadaku ini?" Fir'aun menjawab, "Tidakkah kamu melihat bahwa dia mengira dirinya dapat menjatuhkanku dan mengalahkanku?" Istri Fir'aun berkata, "Sekarang adakanlah ujian agar duduk perkaranya menjadi jelas dan terang antara aku dan engkau sehubungan dengan anak ini.
Datangkanlah dua butir bara api dan dua butir mutiara, lalu sajikanlah di hadapan anak ini. Jika anak ini ternyata mengambil dua buah mutiara dan tidak mengambil dua butir bara api, berarti anak ini telah mengerti. Dan jika anak ini mengambil dua butir bara api dan tidak mengambil dua butir mutiara, maka ketahuilah bahwa tiada seorang pun yang berakal (mengerti) akan memilih dua butir bara api dan mengesampingkan dua butir mutiara." Kemudian disajikan di hadapan Musa yang saat itu masih anak-anakdua butir bara api dan dua butir mutiara.
Ternyata Musa mengambil dua butir bara api. Maka Fir'aun menarik tangan Musa dari bara api itu karena khawatir tangan Musa akan terbakar, dan pada saat itu juga istri Fir'aun berkata, "Tidakkah kamu saksikan sendiri?" Allah ﷻ memalingkan Musa dari bahaya dan menyelamatkannya dari ujian tersebut, padahal Fir'aun telah berniat jahat terhadapnya; dan Allah melaksanakan urusan yang dikehendaki-Nya terhadap Musa. Setelah Musa tumbuh dewasa dan menjadi seorang lelaki, maka tidak ada seorang pun dari kalangan keluarga Fir'aun bila bersamanya berani melakukan perbuatan aniaya atau menghina seseorang dari kalangan kaum Bani Israil, mereka sangat segan dan tidak berani berbuat sembarangan dengan keberadaan Musa.
Ketika Musa a.s. sedang berjalan sendirian di salah satu bagian kota Mesir, tiba-tiba ia bersua dengan dua orang lelaki yang sedang bertengkar dengan serunya; salah seorangnya adalah orangnya Fir'aun (yakni bangsa Qibti), sedangkan yang lainnya adalah seorang dari Bani Israil. Kemudian orang Bani Israil itu meminta tolong kepada Musa dalam menghadapi orang Qibti, Musa menjadi marah ketika orang Qibti itu memaki-maki dirinya karena orang Qibti itu mengetahui bahwa Musa dihormati oleh Bani Israil dan selalu berpihak kepada mereka.
Tiada seorang pun dari bangsa Qibti yang mengetahui hakikat Musa mereka hanya mengetahui bahwa kaitan Musa dengan Bani Israil hanyalah kaitan persusuan kecuali ibu Musa yang mengetahui hakikat sesungguhnya, bahwa Musa adalah anaknya sendiri. Juga terkecuali Musa sendiri, karena Allah telah memberitahukan hal itu kepadanya yang tidak diketahui oleh orang lain. Maka Musa langsung memukul orang Qibti itu dan pukulan itu mematikannya.
Kejadian itu tidak ada seorang pun yang melihatnya selain Allah ﷻ dan orang Bani Israil itu. Setelah membunuh orang Qibti itu Musa menyesali perbuatannya dan berkata, "Ini adalah perbuatan setan, sesungguhnya setan itu adalah musuh yang jelas-jelas menyesatkan (manusia)." Kemudian Musa berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri, karena itu ampunilah aku. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Qashash: 16) Karena itu, Musa dirundung oleh rasa takut di kota itu seraya melihat perkembangannya dengan penuh rasa khawatir (akibat perbuatan yang telah dilakukannya kemarin).
Lalu Musa datang menghadap kepada Fir'aun, saat itu dilaporkan kepada Fir'aun bahwa sesungguhnya orang Bani Israil telah membunuh seorang lelaki dari kalangan pengikut Fir'aun. Si pelapor mengatakan, "Kami menuntut keadilan, belalah hak kami, janganlah engkau memberikan ampunan kepada mereka." Fir'aun berkata, "Carilah pembunuhnya dan hadapkanlah kepadaku berikut dengan saksi yang melihat kejadian itu." Karena sesungguhnya seorang raja itu tidaklah adil bila menghukum seseorang tanpa bukti dan tanpa saksi, sekalipun orang yang teraniaya adalah dari kalangan orang yang terdekat dengan raja.
Selanjutnya Fir'aun mengatakan, "Selidikilah dahulu kejadiannya. Bila telah jelas, maka aku akan membalas pelakunya dengan hukuman yang setimpal demi kalian' Ketika mereka sedang berkeliling melakukan penyelidikan kasus tersebut dan masih belum menemukan suatu bukti pun, tiba-tiba keesokan harinya Musa melihat orang Bani Israil yang kemarin sedang berkelahi pula dengan seseorang dari kalangan pendukung Fir'aun. Kemudian orang Bani Israil itu kembali meminta tolong kepada Musa agar membantunya untuk melawan orang Qibti tersebut.
Musa yang saat itu masih menyesali perbuatannya kemarin merasa benci melihat kejadian tersebut. Orang Bani Israil itu menjadi marah ketika ia melihat Musa diam saja, saat itu ia hendak memukul orang Qibti yang menjadi lawannya. Musa mengingatkan orang Bani Israil itu akan kejadian kemarin dan berkata kepadanya, ''Sesungguhnya kamu ini adalah orang yang benar-benar sesat." Setelah mendengar Musa berkata demikian, orang Bani Israil itu memandangnya, dan ia melihat Musa merah padam mukanya seperti kemarahannya kemarin yang mengakibatkan terbunuhnya pengikut Fir'aun.
Maka orang Bani Israil itu menjadi takut, ia merasa khawatir bahwa kemarahan Musa yang sekarang ini ditujukan kepada dirinya, bukan kepada pengikut Fir'aun yang menjadi lawannya sekarang. Maka ia berkata kepada Musa, "Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku, sebagaimana kamu telah membunuh seseorang kemarin?" Orang Bani Israil itu tidak sekali-kali mengatakan demikian kepada Musa, melainkan karena ia merasa takut bahwa kemarahan Musa kali ini ditujukan kepada dirinya dan Musa hendak membunuhnya.
Akhirnya orang Bani Israil itu mengalah dan tidak melanjutkan pertengkarannya dengan orang Qibti, pengikut Fir'aun tersebut?" Pengikut Fir'aun itu pergi, lalu ia menceritakan kepada kaumnya apa yang telah dikatakan oleh bekas lawannya yang dari kalangan Bani Israil itu. Yaitu perkataannya yang berbunyi, "Hai Musa, apakah kamu hendak membunuhku seperti kamu membunuh seseorang kemarin?" Maka Fir'aun mengirimkan para algojonya untuk membunuh Musa, lalu utusan Fir'aun ini mulai melakukan pencarian terhadap Musa dengan langkah-langkah yang tenang karena mereka merasa yakin bahwa Musa tidak akan dapat melarikan diri dari kejarannya.
Mereka melakukan pengejaran dengan mengambil jalan-jalan besar. Seorang lelaki dari golongan Musa datang dengan langkah yang tergesa-gesa dari ujung kota menemui Musa dengan memakai jalan pintas yang lebih dekat, sehingga ia dapat mendahului orang-orang Fir'aun yang sedang melakukan pengejaran terhadap Musa. Lalu lelaki itu menceritakan hal tersebut kepada Musa. Ibnu Abbas berkata kepada Sa'id ibnu Jubair, "Hai ibnu Jubair, peristiwa ini termasuk di antara cobaan tersebut." Musa segera melarikan diri menuju ke arah negeri Madyan, padahal sebelum itu Musa tidak mengenal jalan menuju ke arah tersebut; ia hanya berbekal baik prasangkanya kepada Allah ﷻ dan tekadnya yang bulat.
Ia mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya. Mudah-mudahan Tuhanku memimpinku ke jalan yang benar. Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan, ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat ternaknya. (Al-Qashash: 22-23) Kedua wanita ku sedang menahan ternak kambingnya. Maka Musa bertanya kepada mereka, "Mengapa kamu berdua memisahkan diri, tidak meminumkan ternakmu bersama orang-orang itu?" Kedua wanita itu menjawab, "Kami tidak mempunyai kekuatan untuk ikut berdesakan dengan kaum yang banyak.
Sesungguhnya kami hanya meminumkan ternak kami dari sisa air mereka." Maka Musa menguak kerumunan orang dan memenuhi timbanya dengan air yang banyak, sehingga ia adalah orang pertama yang mengambil air itu di antara para penggembala yang ikut berdesakan. Akhirnya kedua wanita itu pulang dengan membawa ternak kambingnya menuju ke rumah mereka, menemui ayah mereka. Musa a.s.
pergi dan bernaung di bawah sebuah pohon, lalu berkata, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: Ya Tuhanku, sesungguhnya aku memerlukan suatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku.(Al-Qashash: 24) Ayah kedua wanita itu merasa heran karena kedua putrinya begitu cepat pulang dengan membawa ternaknya, lalu ia berkata, "Sesungguhnya kalian berdua hari ini benar-benar mengalami kejadian yang penting." Kemudian keduanya menceritakan kepada ayahnya tentang apa yang telah dilakukan oleh Musa.
Maka si ayah memerintahkan kepada salah seorang putrinya untuk memanggil Musa. Ia mendatangi Musa dan mengundangnya agar menemui ayahnya. Setelah Musa menceritakan kepada ayah kedua orang wanita itu segala sesuatu yang telah dialaminya, si orang tua berkata kepadanya, "Janganlah kamu takut, sekarang engkau telah selamat dari orang-orang yang zalim. Baik Fir'aun atau kaumnya sama sekali tidak mempunyai kekuasaan terhadap kami karena kami berada di luar kerajaannya." Salah seorang putrinya berkata, seperti yang dikisahkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: Ya bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) adalah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Al-Qashash: 26) Maka rasa girah ayah kedua wanita itu tergugah sehingga ia berkata kepadanya, "Tahukah kamu sampai di manakah kekuatannya dan sampai di mana kepercayaannya?" Ia menjawab, bahwa kekuatan Musa yang dilihatnya sendiri ialah saat Musa mengambil timba besar dan memenuhinya dengan air untuk minum ternak kambingnya.
Ia belum pernah menyaksikan seorang lelaki yang lebih kuat daripada Musa dalam mengambil air minum dari telaga itu. (Selanjutnya wanita itu berkata), "Adapun mengenai kepercayaannya (agamanya), sesungguhnya Musa pada mulanya memandang saya saat saya menuju kepadanya dan sampai di hadapannya. Setelah Musa mengetahui bahwa saya adalah seorang wanita, maka ia menundukkan pandangan matanya dan tidak berani mengangkatnya hingga saya menyampaikan undanganmu kepadanya. Lalu Musa berkata kepadaku, 'Berjalanlah kamu di belakangku, dan beritahukanlah jalan menuju rumahmu kepadaku (dari belakang).' Tidak sekali-kali ia melakukan demikian melainkan dia adalah orang yang dapat dipercaya." Maka hati si ayah menjadi tenang kembali dan mempercayai apa yang diucapkan oleh putrinya itu tentang Musa.
Kemudian (si ayah) berkata kepada Musa, "'Maukah kamu bila kukawinkan dengan salah seorang dari anak perempuanku ini atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun; dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun, itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik." Musa menyetujuinya, dan kewajiban Musa ialah bekerja selama delapan tahun. Hal ini diselesaikannya dengan baik, kemudian Musa menambahnya dua tahun hingga genap sepuluh tahun; yang dua tahun itu sebagai hadiah dari Musa.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa ia pernah dijumpai oleh seorang ulama Nasrani, dan orang itu berkata kepadanya, "Tahukah kamu, manakah di antara kedua tempo yang diselesaikan oleh Musa? Saya menjawab, "Tidak tahu." Dan memang saat itu saya tidak mengetahui kisah tersebut, lalu saya bersua dengan Ibnu Abbas dan menceritakan kepadanya tentang pertanyaan orang Nasrani itu.
Ibnu Abbas menjawab, "Tidakkah kamu tahu bahwa masa delapan tahun merupakan suatu kewajiban bagi Nabi Musa untuk menunaikannya? Ia tidak mengurangi sedikit pun dari delapan tahun. Dan Musa mengetahui bahwa Allah telah menakdirkan baginya akan menyelesaikan masa yang telah dijanjikan itu, dan akhirnya Musa menyelesaikan masa sepuluh tahun tersebut." Kemudian aku bersua kembali dengan orang Nasrani tersebut, maka kuceritakan kepadanya hal tersebut.
Lalu orang Nasrani itu berkata, "Orang yang engkau tanyai dan menceritakan kepada engkau akan hal itu adalah orang yang lebih alim (mengetahui) tentang hal tersebut daripada engkau." Saya berkata, "Bahkan lebih mulia dan lebih ut"
Kami ilhamkan kepada ibumu, 'Letakkanlah dia, yaitu bayi Musa, di dalam peti, kemudian hanyutkanlah dia ke sungai Nil yang mengalir tidak begitu deras. Ketika arus menghanyutkannya, maka biarlah aliran air sungai itu membawanya ke tepi sungai yang melewati istana Fir'aun. Ketika saat itu tiba, dia akan diambil oleh Fir'aun, penguasa Mesir yang merupakan musuh-Ku dan musuhnya. ' Wahai Nabi Musa, ketahuilah bahwa Aku telah melimpahkan kepadamu begitu banyak kasih sayang yang datang dari-Ku sehingga siapa saja yang memandangmu akan tertarik dan menyayangimu. Kami anugerahkan itu semua kepadamu untuk kebaikanmu dan agar engkau diasuh dengan cara terhormat di bawah pengawasan-Ku. 40. Wahai Nabi Musa, ingatlah ketika saudara perempuanmu berjalan di sekitar istana tempat engkau berada setelah dipungut dari sungai, untuk mencari berita tentang dirimu. Ketika ia tahu engkau enggan menyusu, lalu dia berkata kepada keluarga Fir'aun, 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan menyusui dan memeliharanya'' Mereka setuju, lalu saudaramu mengajak ibumu untuk menyusuimu. Maka, Kami mengembalikanmu kepada ibumu agar senang hatinya karena dapat memeliharamu dan tidak bersedih hati karena jauh darimu. Dan ingatlah wahai Nabi Musa pada anugerah Kami yang lain, yaitu ketika engkau setelah menginjak dewasa pernah membunuh seseorang dari penduduk Mesir, lalu Kami selamatkan engkau dari kesulitan yang menimpamu akibat pembunuhan itu. Kami keluarkan engkau dari Mesir dan Kami telah mencobamu dengan beberapa cobaan yang berat di tempat tinggalmu yang baru. Dengan rahmat Kami engkau berhasil mengatasinya, lalu engkau tinggal beberapa tahun di antara penduduk Madyan dan menjadi menantu Nabi Syuaib. Kemudian saat ini engkau, wahai Nabi Musa, datang ke tempat ini menurut waktu yang telah ditetapkan oleh Allah.
Ketika ibu Musa dalam keadaan panik, maka ia diperintahkan Allah supaya menaruh anaknya di dalam peti yang dibuat rapi dan kuat, kemudian melemparkannya ke sungai Nil. Perintah ini dilaksanakan oleh Ibu Musa dengan segera yang akhirnya peti itu jatuh ke tangan Firaun, musuh Allah dan musuh Musa sendiri pada waktu mendatang.
Diriwayatkan bahwa pada suatu senja Firaun dan istrinya duduk santai di tepi sungai Nil, tiba-tiba terlihat olehnya sebuah peti tidak jauh dari tempatnya. Disuruhnyalah dayang-dayangnya mengambil peti itu dan membawanya ke hadapannya. Ketika peti itu dibuka kelihatanlah seorang bayi laki-laki yang rupawan. Alangkah senangnya istri Firaun melihat bayi itu. Kasih sayang dan cintanya pun kepada bayi itu sangat mendalam. Maka diambilnyalah bayi itu dan dipelihara serta dididik di istananya. Inilah karunia yang pertama. Karunia yang kedua ialah, bahwa Allah telah melimpahkan kasih sayang yang tulus kepada Musa dan kasih itu telah ditanamkan ke dalam setiap hati orang. Siapapun yang memandang kepada Musa akan merasa kasih sayang kepadanya. Jadi tidak heran kalau Firaun dan istrinya merasa sayang dan cinta kepada Musa, sehingga isterinya berkata kepada suaminya, sebagaimana tercantum di dalam Al-Qur'an:
Dan istri Firaun berkata, "(Dia) adalah penyejuk mata hati bagiku dan bagimu. Janganlah kamu membunuhnya, mudah-mudahan dia bermanfaat kepada kita atau kita ambil dia menjadi anak," sedang mereka tidak menyadari. (al-Qashash/ 28: 9)
Karunia ketiga ialah diasuhnya Musa di istana Firaun di bawah pengawasan dan pengamatan Allah serta dijaganya dari segala hal yang akan mengganggunya, ketika ia diasuh oleh keluarga Firaun manusia kejam yang tidak mengenal perikemanusiaan itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ALLAH MEMPERINGATKAN NIKMAT NYA KEPADA MUSA
Ayat 36
“Berfirman Allah: “Sesungguhnya telah diperkenankan permohonanmu itu, hai Musa."
Segala permintaanmu itu diperkenankan. Dadamu mulai sekarang dilapangkan, sehingga kesempitan hati dan tertumbuk pikiran tidak akan ada lagi. Segala pekerjaan dan urusanmu mulai sekarang dimudahkan, sehingga tidak akan menemui kesukaran lagi. Lidahmu yang terantuk-antuk ketika berkata-kata itu, mulai sekarang akan berangsur hilang, sehingga ketika berkata-kata tidak lagi akan tertegun-tegun. Dengan demikian orang-orang itu pun akan paham apa yang engkau maksudkan. Permohonanmu agar Harun saudaramu dijadikan pembantumu, tangan kananmu atau wazir penolongmu, untuk memperteguh memperkuat kedudukanmu, itu pun dikabulkan. Dan dengan tangan terbuka pula Allah menyambut janji Musa dengan Allah bahwa dia akan selalu banyak-banyak mengucapkan tasbih dan kesucian bagi Allah dan ingat dan selalu menyebut nama Allah, hingga Allah tidak tercerai dari hatinya di waktu mudah dan di waktu susah,
Ayat 37
“Dan sesungguhnya Kami pun telah pernah menganugerahkan kepada engkau pada kali yang lain."
Yaitu bahwasanya dahulu dari ini telah berkali-kali nikmat dan pertolongan, Kami anugerahkan kepada engkau. Bukan sekali ini saja engkau akan Kami tolong, bahkan dahulu, sekarang dan nanti.
Lalu Allah memperingatkan rentetan pertolongan yang telah diberikan itu.
Ayat 38
“Ketika Kami wahyukan kepada ibumu apa yang Kami wahyukan."
Maka tersebutlah di dalam catatan sejarah bahwa telah datang mimpi kepada Fir'aun yang amat ganjil dan menakutkan, yaitu bahwa singgasana kerajaannya ada orang yang hendak meruntuhnya. Ahli-ahli tenung menyatakan ta'bir dari mimpi itu, bahwasanya seorang anak laki-laki dari Bani Israil telah lahir ke dunia. Dan anak itulah kelak yang akan meruntuhkan kerajaan baginda. Maka timbullah rasa takut dan kengerian, karena Fir'aun dan orang besar-besarnya memang telah merasakan bahwa selama ini mereka hanya bersikap zalim aniaya saja kepada Bani Israil yang telah berkembang biak di negeri Mesir itu sejak berpindahnya Nabi Ya'qub ke negeri itu atas permintaan putranya yang bernama Yusuf, karena dia menjadi Menteri Besar dalam Kerajaan Mesir. Maka oleh karena sejak meninggalnya Yusuf kedudukan Bani Israil itu serta kemah di negeri Mesir, mereka pun diperbudak dan dihinakan oleh kaum Fir'aun. Dipandang sebagai manusia kelas hina yang tidak patut dibawa duduk sama rendah tegak sama tinggi. Maka ta'bir mimpi yang disampaikan ahli-ahli tenung itu sangatlah mencemaskan raja, sehingga dijatuhkan perintah membunuh segala anak laki-laki yang lahir pada tahun itu dari kalangan Bani Israil.
Lalu diperiksalah tiap rumah orang, diselidiki perempuan-perempuan yang mengandung. Dibunuhilah jika terdapat anak laki-laki dan dibiarkan hidup jika terdapat anak-anak perempuan. Maksudnya rupanya ialah hendak memusnahkan Bani Israil dengan keturunannya dan mengambil perempuan-perempuannya menjadi gundik atau budak, jika beranak akan menambah jumlah kaum suku Qubthi Fir'aun juga.
Maka Musa pun diiahirkan; anak laki-laki. Ibunya cemas kalau-kalau kelahiran anak ini diketahui oleh tukang-tukang periksa suruhan Fir'aun.
Sangatlah cemas dan takut ibu Musa jika giliran pemeriksaan sampai pula ke rumahnya. Sudah pastilah anak buah hatinya akan dibunuh di hadapannya sendiri. Di dalam kecemasan itulah Ibu Musa mendapat wahyu dari Allah, menyuruh sediakan sebuah peti dan masukkan anak itu ke dalamnya.
Ayat 39
“Yaitu: Bahwa hendaklah engkau masukkan dia ke dalam peti, lalu tempatkanlah dia ke dalam sungai."
Sungai yang dimaksud itu ialah sungai Nil yang mengalir sejak beribu tahun. Di tepi sungai Nil yang telah mengalir beribu tahun itu, sejak dari zaman dahulu sampai kepada zaman sekarang; melalui zaman Fir'aun dengan berbagai dinasti raja-rajanya, sampai kekuasaan bangsa Yunani di zaman Iskandar Macedonia, sampai kepada kekuasaan Cleopatra, sampai pula kepada kekuasaan bangsa Romawi, kemudian bergilir dengan kekuasaan bangsa Arab, namun kedua belah tepi Sungai Nil itu telah menjadi medan kebudayaan. Di sana didirikan gedung-gedung yang indah menurut zamannya. Dan di pinggir sungai itulah Fir'aun-Fir'aun Mesir mendirikan istana-istana dan mahligai yang berbagai macam bentuk.
Maka pada waktu kemegahan Fir'aun itulah Musa lahir ke dunia ini. Dan karena bahaya yang mengancam nyawa anaknya itu ibu Musa sangat cemas. Dalam kecemasannya itulah wahyu turun, menyuruh masukkan anak itu ke dalam peti dan hanyutkan peti itu ke dalam Sungai Nil.
Di sini terdapatlah perselisihan pendapat di antara para ulama. Karena di ayat ini di-katakan bahwa Ibu Musa mendapat wahyu dari Allah timbullah perbincangan, apakah Ibu Musa itu nabi juga? Karena yang selalu didatangi wahyu adalah nabi dan rasul, tentunya ibu Musa ini seorang nabiyat juga. Memang ada beberapa ahli berpendapat bahwa Ibu Musa dan Maryam Ibu Isa al-Masih, keduanya nabiyat. Golongan ini menetapkanlah bahwa dua kalimat wahyu.
“Maka Dia wahyukan kepada ibumu apa yang Dia wahyukan." Berartilah menurut asalnya, yaitu wahyu. Terutama karena ada satu riwayat dari Ibnu Abbas, bahwa beliau menafsirkan, “Diwahyukan kepada Ibu Musa itu pada yang Dia wahyukan, ialah wahyu se-bagaimana yang diwahyukan kepada Nabi-nabi juga."
Tetapi pihak yang tidak berpendapat bahwa perempuan ada yang menjadi nabi, mengartikan wahyu di sini ialah ilham. Dan alasan mereka pun kuat. Karena di dalam surah an-Nahl (Lebah) ayat 68 tersebut pula kalimat wahyu:
“Dan telah mewahyukan Tuhan engkau kepada lebah, supaya ambillah dari gunung-gunung akan rumah dan dari pohon-pohon dan dari apa yang mereka diami (rumah-rumah)." (an-Nahl: 68)
Di sini jelas dipakai perkataan wahyu. Padahal bukanlah berarti bahwa lebah pun mendapat wahyu sebagai yang biasa dihantarkan oleh Malaikat jibril kepada nabi-nabi. Sebab itu maka kalimat wahyu yang kepada lebah ini bisa diartikan dengan naluri, atau insting, dan yang kepada Ibu Musa bisa diartikan semacam ilham dari Allah.
Setelah itu datanglah lanjutan ayat, yaitu sesudah Ibu Musa mendapat wahyu atau ilham."Maka sungai itu akan melemparkannya ke tepi." Maka tersebutlah bahwa sungai Nil mengalir terus dan peti yang dihanyutkan itu telah turut hanyut bersama aliran sungai, sampailah peti itu di muka berombong galian air yang menjurus ke dalam pekarangan taman tempat mandi-mandi putri-putri istana bersama dayang-dayang dan inang pengasuh. Dan di pinggir taman dan tempat mandi-mandi itu tumbuh dengan suburnya pohon-pohon kayu yang melindunginya.
Ketika itu Fir'aun dan permaisurinya Asiah sedang duduk berlindung makan angin di tepi kolam itu. Lalu mereka melihat peti hanyut. Artinya ditarik Allah matanya buat memerhatikan peti yang hanyut itu. Maka kelihatanlah isinya. Kelihatanlah seorang anak bayi yang masih kecil, badannya sehat tengah tertidur dengan enaknya. Lalu diperintahkannya segera mengambilnya. Setelah diambil orang lalu disembahkan ke hadapan baginda. Kelihatanlah seorang anak kecil yang cantik molek."Supaya diambil oleh musuh bagi-Ku dan musuh baginya." Musuh bagi-Ku, ialah musuh Allah dan musuh baginya, ialah bagi Musa itu sendiri. Sejak dan masa masih dalam peti itu sudahlah dinyatakan Allah dalam ilhamnya kepada ibunya bahwa orang yang akan memungutnya kelak itulah tujuan perjuangan Musa di belakang hari, sehingga rasa kecemasan hati Ibu Musa telah diredakan oleh Allah."Dan Aku pun telah melimpahkan kepada engkau kasih sayang dari-Ku sendiri." Artinya bahwa Tuhan memperingatkan kepada Musa bahwa sejak dia lahir ke dunia telah ditanamkan ke atas diri Musa, langsung anugerah dari Allah, timbul saja kasih sayang bagi barangsiapa yang melihatnya.
Ibnu Abbas berkata, “Dicintai dia oleh Allah dan ditimbulkan cinta terhadapnya dalam hati makhluk Allah"
Ibnu Athiyah menafsirkan, “Di mata Musa itu ada suatu sorot yang manis, sehingga orang yang melihatnya terus tertarik dan terus timbul kerinduan."
Tafsir Ikrimah, “Wajahmu menyinarkan suatu keindahan, sehingga barangsiapa yang melihat akan terpesona."
Lalu dijelaskan oleh lbnu Zaid, “Aku jadikan orang yang baru sekali melihat engkau, langsung tertarik dan cinta kepada engkau, sehingga Fir'aun pun cinta kepada engkau yang menyebabkan engkau terlepas dari niat jahatnya, dan jatuh cinta pula istrinya yang bernama Asiah itu kepada engkau, sehingga engkau diangkatnya menjadi anaknya."
“Dan supaya dibentuklah dirimu di hadapan mata-Ku sendiri."
Di ujung ayat ini dijelaskanlah bahwasanya pemeliharaan diri Musa itu, pengasuhannya, sampai dia bertumbuh sejak kecil masih bayi sampai besarnya dan dewasa, adalah di bawah penjagaan dan tilikan mata Allah sendiri.
Meskipun kita maklum bahwa sesungguhnya segala makhluk ini bertumbuh sejak kecil budak-budak, sampai besar, bahkan sampai tua, sampai mati tidaklah pernah terlepas daripada tilikan Allah, namun bagi nabi-nabi dan rasul-rasul yang akan diutus Allah menjadi pemimpin bagi isi dunia ini niscayatah diistimewakan. Dan keistimewaan itu jelas sekali dapat kita ikuti dalam jejak sejarah Nabi Musa itu.
Perhatikanlah lanjutan ayat,
Ayat 40
“Ketika saudara perempuanmu benjolan, lalu dia berkata: Sudikah kalian aku tunjukkan atas orang yang akan mengasuhnya."
Penjelasannya ialah demikian."Setelah Musa dimasukkan oleh ibunya ke dalam peti itu atas wahyu yang diberikan Allah, lalu di-hanyutkannya di dalam sungai Nil, disuruhnya anak perempuannya, kakak dari Musa mengiringkan dari jauh, berjalan seorang diri di tepi Sungai Nil, melihatkan ke manakah adik kandungnya yang belum berapa lama lahir ke dunia itu akan dibawa air. Bagaimanakah agaknya nasib adik yang malang itu. Maka dilihatnya dari jauh ketika peti itu dibawa oleh air melalui simpang galian air yang menuju ke dalam kolam tempat mandi di dalam taman istana raja yang indah dan dilindungi kayu-kayuan yang subur itu.
Menurut satu riwayat yang lain, yang mendapat peti itu bukanlah Fir'aun yang sedang duduk-duduk berangin-angin dengan permaisurinya Asiah itu, sebagaimana yang diceritakan di atas tadi. Menurut riwayat yang sebuah lagi, anak perempuan Fir'aun sedang mandi-mandi di kolam tempat berenang itu dan dia ditimpa penyakit kulit, lalu dia melihat peti dihanyutkan air ke dekat dia sedang mandi berlindung di bawah pohon kayu yang rindang dan bayangannya melindungi air. Kata riwayat itu, peti langsung dibukanya, lalu kelihatan anak kecil yang menangis; baru saja disentuhnya sedikit, sakit kulitnya sembuh.
Ada lagi riwayat lain bahwa mereka melihatnya bersama-sama. Dayang-dayang dan inang-inang pengasuh istana berkerumun melihat peti itu. Dicoba membuka tidak terbuka. Lalu Asiah mendekat, dan tangannyalah yang dapat membuka peti itu dan dialah yang mula-mula melihat wajah anak cantik jelita itu sedang tidur dengan nyenyaknya. Cahaya memancar dari antara kedua belah matanya, dia sedang mencucut ibu jarinya karena haus hendak menyusu.
Di dalam ayat 9 dan surah al-Qashashas diulangkan Allah bagaimana ucapan Asiah setelah melihat wajah anak yang menarik hati itu."Dia adalah biji mata bagiku dan bagimu," katanya kepada Fir'aun, suaminya. Dan diharapkannya kepada suaminya agar anak ini jangan dibunuh! Tandanya mereka telah paham bahwa anak itu tentu dari Bani Israil yang sengaja dihanyutkan. Kalau tidak tentulah Asiah tidak memohon kepada suaminya agar anak ini jangan dibunuh.
Anak itu pun tersentaklah dari tidurnya; mungkin karena diperkerumunkan orang. Menurut riwayat dari Abusy-Syekh yang diterimanya dari lbnu Abbas, waktu itulah anak itu langsung diberi nama: Musa. Musa itu adalah bahasa Qubthi, terdiri dari dua kalimat: Mu dan Sa. Mu artinya air, dan Sa artinya pohon kayu. Karena dia didapat dalam peti dibawa hanyut oleh air, di bawah naungan pohon yang rindang.
Nama itulah yang lekat untuk selama-lamanya.
Dalam orang berkumpul melihat kelucuan anak kecil yang murtgil dan lucu dan dia mulai menangis meminta disusukan, maka ada di antara dayang itu yang mencoba menyusukan, namun anak itu tidak mau mencucutnya, dia tetap menangis. Itulah yang dijelaskan Allah pada ayat 12 surah al-Qashashas: cegah atasnya penyusuan perempuan yang mau menyusukan. Di waktu itu saudara perempuannya atau kakaknya ada di sana. Dalam orang kebingungan karena anak itu tidak mau mencucut susu siapa pun yang ada di situ, kakak perempuannya itu bertanya, “Sudikah kalian aku tunjukkan atas orang yang akan mengasuhnya?"
Menurut satu riwayat dari lbnu Abbas demikian dinukilkan oleh al-Qurthubi di dalam tafsirnya—sedang orang-orang itu kebingungan karena anak kecil itu tidak mau menyusu, tampillah saudara perempuannya itu ke muka. Dia permisi mengambil adiknya, meskipun seorang pun tidak ada yang tahu bahwa itu kakaknya. Diambilnya anak itu dan setelah dalam pangkuan kakaknya dia berhenti menangis. .Lalu dikeluarkannya susunya dan disusukannya. Anak itu mau menyusu. Tetapi susu kakaknya tidak berair. Waktu itulah dia menyebut, kalau-kalau orang-orang istana itu suka dia carikan orang yang akan menyusukan anak itu, Asiah bertanya, “Siapa?'' Anak perempuan itu menjawab, ibuku sendiri. Karena ada abang anak ini yang lebih tua, belum berhenti menyusu, tua dari anak itu satu tahun, bernama Harun."
Karena orang tidak sampai hati mendengar tangis anak itu kehausan dan dia tidak mau menyusu dengan orang lain, dengan tidak sempat berpikir panjang diturutilah anjuran anak perempuan itu. Ibu Musa dipanggil."Lalu Kami kembalikanlah engkau kepada ibumu, agar senanglah hatinya dan tidak dia berdukacita lagi." Dan sejak itu hiduplah Musa kembali dalam asuhan ibunya, dan tidaklah cukup satu hari dia tercerai dengan ibunya, dan tidaklah si ibu sampai bersedih hati lama karena anaknya terpaksa dihanyutkannya di dalam sungai.
Di ujung ayat 39 tadi telah difirmankan oleh Allah."Dan supaya dibentuklah dirimu di hadapan mata-Ku sendiri." Disebut dalam ayat ini li tush-na'a ‘ala ‘aini. Tush-na'a, kita artikan dibentuk. Atau dibikin atau dibuat. Tegasnya dengan rentetan perasaian yang demikian rupalah pribadi Musa itu dibentuk oleh Allah. Raja memerintahkan membunuh seluruh kanak-kanak Bani Israil, tetapi Allah sendiri yang menakdirkan mengantarkan anak itu ke dalam pangkuan Fir'aun, ke dalam istananya yang mewah; dan ibu kandungnya pula yang menyusukannya, sehingga tidak masuk ke dalam dirinya, atau tidaklah dia dibesarkan dengan air susu orang lain, sampai dia dewasa dalam istana itu menjadi anak emas, anak angkat, anak kesayangan dari permaisuri sendiri. Alangkah ajaibnya kehendak Allah. Padahal ibu kandungnya yang mengasuhnya, dan belanja mengasuh anak kandung itu dibayar secukupnya oleh Fir'aun sendiri dan istrinya. Tegasnya bahwa anak yang ditakuti akan meruntuhkan kekuasaannya itu, Fir'aun sendiri yang mengasuhnya sampai dewasa,
“Lalu engkau bunuh satu orang." Di daiam surah al-Qashashas ayat 14 dan 15 lebih jelas lagi diuraikan sebab-sebab maka sampai Musa membunuh orang. Yaitu setelah dia dewasa dan sempurna akalnya dia pun berjalan-jalan keluar istana, sampai masuk ke tengah kota. Didapatinya dua orang tengah berkelahi. Yang seorang adalah dari kaumnya. Bani Israil. Lawannya berkelahi dari kalangan musuhnya bangsa Qibthi yang memperbudak kaumnya selama ini. Ibu kandungnya yang mengasuhnya dalam istana telah selalu memberitahu kepadanya tentang nasib kaumnya dalam tindasan kaum Qibthi, kaum Fir'aun selama ini. Orang yang dari kaumnya itu meminta tolong kepadanya, karena dia telah terdesak. Lalu dipukul oleh Musa orang yang dari kaum persukuan Raja Fir'aun itu. Dipukulnya orang itu sekali pukul, orang itu pun tersungkur mati. Padahal sengaja Musa bukanlah hendak membunuh, tetapi pukulan tangannya adalah teramat kuat, sehingga dia pun menyesal dan insaf bahwa itu adalah dari perdayaan setan belaka.
Kata Ka'ab usia Musa ketika itu baru 12 tahun! Sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim menyatakan bahwa Musa bukan sengaja membunuh. Dia sendiri pun tidak menyangka bahwa bekas tangannya akan berkesan sekeras itu.
Dalam ayat selanjutnya di surah al-Qashashas yang kelak akan kita dapati lagi ketika menafsirkannya pada juz 20, besok paginya nyaris lagi Musa memukul orang. Dan orang di kota telah ribut karena orang dipukulnya itu. Maka datanglah seseorang dari kota memberitahukan bahwa orang sedang berkumpul-kumpul hendak menangkapnya. Dia suruh lari meninggalkan Mesir. Maka segeralah Musa meninggalkan Mesir menuju ke negeri Madyan. Maka tersebutlah pada lanjutan ayat “Maka Kami lepaskan engkau dari kesusahankarena telah sampai di negeri Madyan, lalu bertemu dengan seorang yang baik hati, memungutnya menjadi menantu, dikawinkan dengan putrinya, dengan membayar mas kawin dengan tenaga, yaitu menggembalakan kambing selama delapan atau sepuluh tahun."Dan Kami coba engkau dengan berbagai cobaan." Itulah Allah menyebut berbagai cobaan itu; dilahirkan di zaman Fir'aun mengeluarkan perintah membunuhi kanak-kanak Bani Israil, dihanyutkan dalam Sungai Nil, turut berkelahi, sampai terlanjur membunuh orang, jadi penggembala pembayar mahar."Lalu tinggallah engkau beberapa tahun di antara penduduk Madyan." Menggembalakan kambing pembayar mahar menurut janji yang telah diikat dengan mertuanya. Maka selama memenuhi janji itu banyaklah Musa belajar dari pengalaman hidup, umpamanya kesabaran sebagai seorang penggembala, ketekunan mengurus anak dan istri, pergaulan berbaik-baik dengan mertua.
“Kemudian engkau pun datang menurut waktu yang telah ditentukan, hai Musa!"
Maka dijelaskanlah ujung ayat ini bahwasanya kedatangan Musa sekarang ini adalah suatu ketentuan yang telah ditetapkan Allah. Temponya buat menggembala di Madyan sudah habis dan sekarang sudah datang tugas baru, yaitu meninggalkan Madyan dan pulang kembali ke Mesir untuk menghadapi suatu kewajiban yang amat berat.
Tetapi pada ayat selanjutnya Allah berfirman, bahwasanya Musa memang disediakan buat menghadapi tugas itu.
Ayat 41
“Dan Aku perbuat engkau untuk diri-Ku."
Tadi di ujung ayat 40, Allah telah menyatakan bahwa kedatangan Musa ke atas tempat Thuwa sekarang ini adalah menurut ukuran qadar yang telah ditentukan, atau suatu program yang telah diatur oleh Allah sendiri sejak semula. Di ujung ayat 29 tadi Allah telah menjelaskan bahwa Musa itu dibentuk dihadapan mata Allah sendiri. Sekarang Allah jelaskan lagi, bahwa Musa dibentuk atau diperbuatnya dengan kepribadian demikian rupa, ialah karena Allah sendiri akan mempergunakannya. Segala cobaan dan pengalaman yang telah ditemui Musa dalam hidupnya lain tidak adalah untuk menyempurnakan pertumbuhan sebagai seorang rasul Allah. Pengakuan Allah kepada hamba-Nya yang di-pilih-Nya inilah adalah satu penghargaan dan penghormatan teramat tinggi yang hanya diberikan dengan terus terang beberapa orang rasul saja, meskipun rasul yang lain ditempa Allah pribadinya, memang untuk keperluan Allah juga. Kata hampir serupa dengan demikian jualah yang diucapkan Allah kepada Nabi-Nya yang terakhir Muhammad ﷺ.
“Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang agung." (al-Qalam: 4)
banyak, sehingga tidak akan ragu-ragu lagi. Musa yang telah diperbuat Allah pribadinya untuk keperluan Allah itu diberi pula pembantu yang keduanya disamakan haknya, meskipun kata putus ada di tangan Musa: Berangkatlah!
“Dan jangan kamu keduanya talai dalam mengingat-Ku."
Inilah pedoman hidup yang diberikan Allah kepada Musa dan Harun dalam menghadapi tugas, bagaimanapun beratnya, janganlah lalai mengingat Allah. Karena ingat kepada Allah itulah yang selalu memberikan kekuatan bagi jiwa. Dan untuk yang datang kemudian ini, yang melalui jalan yang telah digariskan oleh para Nabi, berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan di atas dunia yang penuh dengan tipu daya ini, sekali-kali janganlah lalai dari mengingat Allah. Bebaskan jiwa dari Alam, kembalikan dia kepada Musa Pencipta Alam, niscaya akan menitislah ke dalam diri kekuatan dari Yang Mahakuat, Mahaperkasa itu.
Inilah satu pujian yang sangat pula besarnya bagi diri Musa untuk membangkitkannya naik, untuk menghilangkan keraguannya dan untuk menimbulkan keberaniannya menghadapi seorang raja yang demikian sombong sampai mengakui dirinya sebagai Allah. Maka berfirmanlah Allah selanjutnya,
Ayat 42
“Pergilah engkau dan saudara engkau dengan ayat-ayat-Ku"