Ayat
Terjemahan Per Kata
كَيۡ
supaya
نُسَبِّحَكَ
kami bertasbih kepada Engkau
كَثِيرٗا
banyak
كَيۡ
supaya
نُسَبِّحَكَ
kami bertasbih kepada Engkau
كَثِيرٗا
banyak
Terjemahan
agar kami banyak bertasbih kepada-Mu,
Tafsir
(Supaya kami dapat bertasbih kepada-Mu) yakni melakukan tasbih (dengan banyak).
Tafsir Surat Taha: 22-35
"Dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu, niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat, sebagai mukjizat yang lain (pula), untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. Pergilah kepada Firaun, sesungguhnya ia telah melampaui batas. Berkata Musa, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku; dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun, saudaraku, teguhkanlah dengan dia kekuatanku, dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku, supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau, dan banyak mengingat Engkau.
Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami. Hal ini merupakan mukjizat lain bagi Musa a.s. Yaitu Allah memerintahkan kepadanya agar memasukkan tangannya ke leher bajunya, seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, sedangkan hal itu disebutkan dalam surat ini melalui firman-Nya dengan sebutan berikut: dan kepitkanlah tanganmu ke ketiakmu. (Thaha: 22) Sedangkan dalam ayat lain disebutkan seperti berikut: dan dekapkanlah kedua tanganmu (ke dada)ww bila ketakutan, maka yang demikian itu adalah dua mukjizat dari Tuhanmu (yang akan kamu hadapkan) kepada Firaun danpembantu-pembantunya. (Al-Qashash: 32) Mujahid telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan kepitkanlah tanganmu keketiakmu. (Thaha: 22) Yakni telapak tanganmu ke bagian dalam lenganmu.
Musa apabila memasukkan tangannya ke leher bajunya, lalu dia mengeluarkannya, maka keluarlah cahaya dari tangannya seakan-akan seperti cahaya rembulan. Firman Allah ﷻ: niscaya ia keluar menjadi putih cemerlang tanpa cacat. (Thaha: 22) Yaitu bukan karena penyakit supak, bukan karena penyakit lainnya, bukan pula karena cacat. Demikianlah menurut yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Qatadah, Ad-Dahhak, dan As-Saddi serta lain-lainnya.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, "Demi Allah, bila Musa mengeluarkan tangannya itu, maka kelihatan seperti senter, maka Musa mengetahui bahwa dia saat itu telah bersua dengan Tuhannya." Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: untuk Kami perlihatkan kepadamu sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Kami yang sangat besar. (Thaha: 23) Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Tuhan berfirman kepada Musa, "Mendekatlah kamu." Tuhan terus-menerus memerintahkan kepada Musa agar lebih mendekat lagi, hingga Musa menempelkan punggungnya ke batang pohon itu.
Setelah itu Musa tenang dan tidak merasa takut lagi serta tangannya memegang tongkat dengan kuat, lalu menundukkan kepalanya seraya merendahkan diri. Firman Allah ﷻ: Pergilah kepada Firaun; sesungguhnya ia telah melampaui batas (Thaha: 24) Maksudnya, pergilah kamu kepada Fir'aun Raja Mesir, yaitu ke negeri yang kamu pernah melarikan diri darinya (setelah membunuh seorang Mesir yang bertengkar dengan salah seorang Bani Israil). Lalu serulah dia untuk menyembah Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Perintahkanlah kepadanya agar memperlakukan bangsa Bani Israil dengan perlakuan yang baik, dan janganlah ia menyiksa dan menindas mereka. Sesungguhnya Fir'aun itu adalah seorang yang berlaku sewenang-wenang, melampaui batas, lebih memilih kehidupan duniawinya, serta melupakan Tuhannya Yang Mahatinggi. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Allah ﷻ berfirman kepada Musa, "Berangkatlah kamu dengan membawa risalah-Ku, sesungguhnya engkau sekarang mendengar dengan pendengaran-Ku dan melihat dengan pandangan-Ku. Dan sesungguhnya tangan dan pandangan kekuasaan-Ku selalu menyertaimu, dan sesungguhnya Aku telah memakaikan kepadamu perisai kekuasaan-Ku agar kekuatanmu menjadi sempurna dalam mengemban perintah-Ku." Allah berfirman, "Engkau adalah pasukan yang besar dari pasukanKu, Aku utus kamu kepada seorang makhluk-Ku yang lemah, tetapi ingkar kepada nikmat-Ku dan merasa aman dari pembalasan-Ku, serta teperdaya oleh duniawi dengan melupakan Aku (sebagai Penciptanya).
Karenanya dia mengingkari hak-Ku sebagai Tuhannya, dan ia menduga bahwa dia tidak mengenal-Ku. Allah berfirman,"Sesungguhnya Aku bersumpah dengan nama Keagungan-Ku, seandainya tiada takdir (keputusan) yang telah Kutetapkan antara diri-Ku dan makhluk-Ku, tentulah Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang kejam dan bengis. Ikut murka karena murka-Ku semua langit dan bumi, serta gunung-gunung dan lautan-lautan. Jika Aku perintahkan kepada langit untuk menghukumnya, tentulah langit akan menerbangkannya (melalui angin topan); dan jika Aku perintahkan kepada Bumi untuk menghukumnya, tentulah bumi akan menelannya.
Jika Aku perintahkan kepada gunung-gunung, tentulah gunung-gunung itu akan menghancurkannya (menimpanya). Dan jika Aku perintahkan kepada lautan untuk menghukumnya, tentulah lautan itu akan menenggelamkannya. Tetapi ia terlalu hina dan kecil menurut pandangan-Ku dan masih tertoleransi oleh sifat Penyantun-Ku, serta Aku merasa cukup dengan-Ku sendiri. Dan sesungguhnya Aku adalah Yang Mahakaya, tiada yang lebih kaya daripada-Ku." Allah ﷻ berfirman, "Sampaikanlah kepadanya (Fir'aun) risalahKu, dan serulah dia agar menyembah-Ku dan mengesakan Aku serta mengikhlaskan kepada-Ku, dan ingatkanlah dia akan hari-hari pertemuan dengan-Ku, serta peringatkanlah dia akan pembalasan dan azab-Ku.
Dan sampaikanlah kepadanya bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat bertahan menghadapi murka-Ku." Allah ﷻ berfirman, "Sampaikanlah kepadanya risalah-Ku ini di samping ancaman-Ku itu dengan penyampaian yang lemah lembut, mudah-mudahan ia sadar atau takut. Dan sampaikanlah kepadanya bahwa maaf dan ampunan-Ku lebih cepat daripada murka dan siksaan-Ku." Allah ﷻ berfirman, "Dan jangan sekali-kali kamu merasa gentar terhadap pakaian keduniawian yang Kuberikan kepadanya (Fir'aun), karena sesungguhnya ubun-ubunnya (rohnya) berada di dalam genggaman kekuasaan-Ku. Tidaklah ia berbicara, tidaklah ia memandang, serta tidaklah pula ia bernafas kecuali dengan seizin-Ku." Allah ﷻ berfirman, "Dan katakanlah kepadanya bahwa penuhilah seruan Tuhanmu, karena sesungguhnya Dia Mahaluas ampunan-Nya, Dia telah memberimu masa tangguh selama empat ratus tahun.
Dalam masa tersebut kamu terang-terangan memusuhi-Nya, yaitu dengan mencaci dan menyerupakan dirimu sebagai Dia. serta menghalangrhalangi hamba-hamba-Nya dari jalan-Nya. Padahal Dia selalu memberimu hujan dan menyuburkan (menumbuhkan) tanam-tanaman bagimu. Selama itu kamu tidak pernah sakit, tidak menua, tidak miskin, dan tidak terkalahkan. Seandainya Dia hendak menyegerakan siksaan-Nya kepadamu, tentulah Dia mudah melakukannya, tetapi Dia memiliki sifat Penyantun dan sifat Penyabar yang Mahabesar.
Allah ﷻ berfirman, "Berjihadlah kamu bersama saudaramu untuk menentangnya, sedangkan kamu berdua mengikhlaskan diri dalam jihadmu untuk mendapat rida Allah. Sesungguhnya Aku seandainya menghendaki, bisa saja mendatangkan bala tentara yang jumlahnya belum pernah dia lihat. Tetapi sengaja Aku menghendaki agar si hamba yang lemah itu, yang merasa besar diri dengan bala tentaranya yang banyak, bahwa sesungguhnya pasukan yang kecil yang pada hakikatnya bukanlah kecil bila dengan seizin-Kudapat mengalahkan pasukan yang besar dengan seizin-Ku.
Allah ﷻ berfirman, ''Jangan sekali-kali kamu silau dengan perhiasan yang dikenakannya, jangan pula silau dengan kemewahan hidupnya. Dan jangan pula kamu berdua menunjukkan pandangan matamu kepada hal itu, karena sesungguhnya semuanya itu adalah bunga kehidupan dunia dan perhiasan orang-orang yang hidup mewah. Seandainya Aku menghendaki, tentu Aku dapat menghiasimu dengan perhiasan dunia, agar Fir'aun mengetahui saat memandang kepadamu, bahwa kemampuannya tidak dapat menandingi apa yang Aku berikan kepadamu berdua. Akan tetapi, Aku sengaja membuat dirimu tidak suka kepada perhiasan dunia dan menjauhkanmu darinya.
Demikianlah yang biasa Aku lakukan kepada kekasih-kekasih-Ku, dan hal ini merupakan kebiasaan-Ku sejak dulu. Sesungguhnya Aku akan melindungi mereka dari kenikmatan duniawi dan perhiasannya, sebagaimana seorang penggembala yang penyayang menjauhkan ternak untanya dari tempat-tempat yang berbahaya (pasir bergerak). Sebenarnya hal itu mudah Aku lakukan, tetapi sengaja tidak Kulakukan agar mereka (kekasih-kekasih-Ku) memperoleh bagiannya secara sempurna kelak di rumah kehormatan-Ku dalam keadaan beroleh pahala yang utuh lagi berlimpah tanpa dicampuri oleh kotoran duniawi." Allah ﷻ berfirman, "Perlu kamu ketahui bahwa sesungguhnya tidak ada suatu perhiasan pun yang dikenakan oleh hamba-hamba-Ku lebih terpandang oleh-Ku selain dari sifat Zuhud (menjauhi) keduniawian.
Karena sesungguhnya sifat Zuhud itu adalah perhiasan orang-orang yang bertakwa. Mereka mempunyai ciri khas tersendiri yang dapat dikenal melalui sikapnya yang tenang dan khusyuk serta pada wajah mereka terdapat tanda bekas sujud; mereka adalah kekasih-kekasih-Ku yang sebenar-benarnya. Apabila kamu bersua dengan mereka, maka rendahkanlah dirimu bagi mereka serta lunakkanlah hati dan lisanmu terhadap mereka." Allah ﷻ berfirman, "Perlu diketahui, bahwa barang siapa yang menghina kekasih-Ku atau manakut-nakutinya, maka sesungguhnya dia secara terang-terangan telah menantang-Ku untuk berperang dan memulainya.
Dan itu berarti dia sendirilah yang mengajaknya dan mendorong-Ku untuk memeranginya, sedangkan Aku sangat cepat dalam menolong kekasih-kekasih-Ku. Apakah orang yang berani memerangi-Ku menduga bahwa dirinya dapat bertahan melawan-Ku, atau apakah orang yang memusuhi-Ku menduga bahwa dia dapat mengalahkan Aku, ataukah orang yang menantang-Ku dapat mendahului atau melewati-Ku? Mana mungkin hal itu terjadi, karena Aku-lah Yang melakukan pembalasan buat kekasih-kekasih-Ku di dunia dan akhirat, Aku tidak akan menyerahkan kepada selain-Ku dalam menolong mereka." Asar yang telah disebutkan di atas diriwayatkan oleh Imam Ibnu Abu Hatim.
Firman Allah ﷻ: Musa berkata, "Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku. (Thaha: 25-26) Ini adalah permintaan Musa a.s. kepada Tuhannya. Dia memohon agar dadanya dilapangkan dalam menunaikan tugas risalah yang dibebankan kepadanya. Karena sesungguhnya ia telah diperintahkan untuk menyampaikan suatu perkara yang besar dan akan menghadapi tantangan yang berat. Dia diutus untuk menyampaikan risalah Allah kepada seorang raja yang paling besar di muka bumi di masa itu.
Sedangkan raja tersebut adalah orang yang paling sewenang-wenang, paling keras kekafirannya, paling banyak bala tentaranya, paling makmur kerajaannya, paling diktator, dan paling ingkar. Keangkaramurkaannya sampai kepada batas dia mengakui bahwa dia tidak mengenal Allah, dan mengajarkan kepada rakyatnya bahwa tidak ada tuhan selain dirinya sendiri. Pada mulanya Musa pernah tinggal di istana Fir'aun semasa kecilnya, ia menjadi anak angkat Fir'aun yang dipelihara dalam asuhannya.
Kemudian setelah dewasa Musa membunuh seseorang dari mereka, karena itu ia merasa takut mereka akan balas membunuhnya, lalu ia melarikan diri selama itu dari pencarian mereka. Setelah itu Allah mengangkatnya menjadi seorang rasul kepada mereka sebagai pemberi peringatan yang menyeru mereka ke jalan Allah ﷻ dan menyembah-Nya serta mengesakan-Nya, tanpa mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Karena itulah Musa menyadari akan beratnya tugas yang dipikulnya. Ia berdoa kepada Tuhannya: Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku. (Thaha: 25-26) Yakni jika Engkau tidak menolongku, tidak membantuku, tidak memperkuatku dan tidak mendukungku, tentulah aku tidak mampu mengemban tugas ini.
dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku (Thaha: 27-28) Demikian itu karena lidah Musa agak kaku sehingga ucapannya kurang begitu fasih. Hal ini dialaminya ketika ia masih kecil dan disuguhkan kepadanya buah kurma yang merah dan bara api, lalu ia mengambil bara api dan mengunyahnya (sehingga lidahnya terbakar); kisahnya akan diterangkan sesudah ini. Dalam hal ini Musa tidak memohon kepada Allah agar melenyapkan kekakuan lidahnya secara tuntas, melainkan dia hanya meminta agar kekurangfasihannya dalam berbicara dapat di atasi dan mereka yang diajak berbicara dengannya dapat memahami apa yang ia maksudkan, sebatas yang diperlukan.
Seandainya Musa meminta kepada Allah agar menyembuhkan secara total kekakuan lidahnya, tentulah kekakuan lidahnya disembuhkan. Akan tetapi, para nabi tidaklah meminta kecuali hanya sebatas yang diperlukannya saja. Karena itulah maka kekakuan lidahnya masih ada padanya, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ yang menceritakan tanggapan Fir'aun terhadap Musa: Bukankah aku lebih baik daripada orang yang hina ini dan yang hampir tidak dapat menjelaskan (perkataannya)? (Az-Zukhruf: 52) Yaitu kurang fasih bicaranya karena lidahnya yang pelat (kaku). Al-Hasan Al-Basri telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan lepaskanlah kekakuan lidahku. (Thaha: 27) Yakni satu tahap dari kekakuan lidahnya; seandainya Musa meminta agar seluruh kekakuan lidahnya dilenyapkan, tentulah permintaannya dikabulkan.
Ibnu Abbas telah mengatakan bahwa Musa mengadu kepada Tuhannya tentang ketakutannya terhadap pendukung-pendukung Fir'aun sehubungan dengan pembunuhan yang dilakukannya; juga mengadu kepada-Nya tentang kekakuan lidahnya, karena sesungguhnya lidah Musa mengalami kekakuan sehingga ia tidak dapat berbicara banyak. Lalu ia meminta kepada-Nya agar saudaranya (yaitu Harun) diangkat menjadi pembantunya yang kelak akan menjadi juru terjemahnya terhadap apa yang tidak fasih dari perkataan yang diungkapkannya.
Lalu Allah mengabulkan permintaannya dan melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar ibnu Usman bahwa telah menceritakan kepada kami Baqiyyah, dari Artah ibnul Munzir; telah menceritakan kepadaku salah seorang teman Muhammad ibnu Ka'b, dari Muhammad ibnu Ka'b yang mengatakan bahwa pada suatu hari salah seorang kerabatnya datang kepadanya dan berkata kepadanya, "Tidak menjadi masalah bagimu seandainya kamu tidak kaku dalam bicaramu dan kurang jelas (fasih) bila melakukan bacaan." Maka Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "Hai anak saudaraku, bukankah aku dapat memberikan pengertian kepadamu jika aku berbicara kepadamu?" Ia menjawab, "Ya".
Ka'b berkata, "Sesungguhnya Musa pun hanya meminta kepada Tuhannya agar melenyapkan sebagian dari kekakuan lidahnya agar ia dapat memberikan pengertian dan pemahaman kepada Bani Israil melalui pembicaraannya. Ia tidak meminta lebih dari itu." Demikianlah menurut teks yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim. Firman Allah ﷻ: dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluargaku, (yaitu) Harun saudaraku. (Thaha: 29-30) Ini pun merupakan permintaan Musa a.s. sehubungan dengan urusan lain di luar dirinya, yaitu agar saudaranya itu kelak menjadi pembantu yang mendukungnya; dialah Harun, saudara sekandungnya.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Abu Sa'id, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Harun diangkat menjadi nabi dalam waktu yang sama saat Nabi Musa diangkat menjadi nabi. Ibnu Abu Hatim mengemukakan sebuah riwayat dari Ibnu Numair, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Hisyam ibnu Urwah, dari ayahnya, dari Siti Aisyah, bahwa ketika Siti Aisyah berangkat untuk menunaikan ibadah umrahnya, di perjalanan ia turun istirahat di sebuah perkampungan Badui.
Lalu ia mendengar seorang lelaki berkata, "Siapakah orang yang hidup di dunia dengan memberikan manfaat yang paling besar kepada saudaranya?" Mereka (yang diajak bicara olehnya) menjawab, "Tidak tahu." Lelaki itu berkata, "Kalau saya, demi Allah, mengetahui siapa dia." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa Siti Aisyah berkata dalam hatinya, "Kalau melihat dari sumpahnya yang tidak memakai insya Allah, lelaki ini pasti mengetahui siapakah orang yang dimaksud yang dapat memberikan manfaat paling besar kepada saudaranya." Lelaki itu berkata, "Dia adalah Musa ketika meminta agar saudaranya diangkat menjadi nabi."Siti Aisyah berkata, "Dia benar, demi Allah." Siti Aisyah berkata bahwa karena itulah Allah ﷻ berfirman memuji sikap Musa a.s.: Dan adalah dia seorang yang mempunyai kedudukan yang terhormat di sisi Allah. (Al-Ahzab: 69) Adapun firman Allah ﷻ: teguhkanlah dengan dia kekuatanku. (Thaha: 31) Menurut Mujahid, makna azri ialah punggungku, yakni kekuatanku.
dan jadikanlah dia sekutu dalam urusanku. (Thaha: 32) Yakni sebagai temannya dalam bermusyawarah menentukan segala urusan. supaya kami banyak bertasbih kepada Engkau dan banyak mengingat Engkau. (Thaha: 33-34) Mujahid mengatakan bahwa seseorang hamba bukanlah termasuk golongan orang-orang yang banyak berzikir kepada Allah sebelum ia berzikir kepada Allah dalam semua keadaannya, baik sambil berdiri, sambil duduk, maupun sambil berbaring. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Engkau adalah Maha Melihat (keadaan) kami. (Thaha: 35) Yakni dalam pilihan-Mu yang Engkau jatuhkan kepada kami, pemberianMu kepada kami akan kenabian, serta Engkau utus kami kepada musuhMu, yaitu Fir'aun. Bagi-Mu segala puji atas semuanya itu."
33-35. Ya Allah, aku ajukan permohonan itu kepada-Mu agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, menyucikan-Mu dari segala hal yang tidak layak bagi-Mu, dan banyak mengingat-Mu atas anugerah dan nikmat yang Engkau limpahkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Melihat dan Mengetahui keadaan kami. '33-35. Ya Allah, aku ajukan permohonan itu kepada-Mu agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, menyucikan-Mu dari segala hal yang tidak layak bagi-Mu, dan banyak mengingat-Mu atas anugerah dan nikmat yang Engkau limpahkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau Maha Melihat dan Mengetahui keadaan kami. '.
Pada ayat-ayat ini Allah menerangkan latar belakang dari permohonan Musa a.s., supaya ia selalu ditemani dan didampingi oleh Harun di dalam mensukseskan tugas kenabiannya, ialah agar dapat banyak bertasbih kepada Allah, mengagungkan dan mensucikan-Nya dari sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan yang tidak layak bagi-Nya, seperti pengakuan Firaun yang mengumumkan dirinya sebagai tuhan. Di samping itu, agar dia selalu ingat kepada Allah, serta selalu mengharapkan rida-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DOA PERMOHONAN MUSA
Rasa tanggung jawab yang amat berat dan kesadaran bahwa kewajiban ini bukanlah kecil, maka setelah Allah menyatakan ke mana Musa akan disuruh pergi, yaitu akan menghadapi Firaun yang bersimaharajalela, sampai mengaku diri jadi Tuhan, Musa memerlukan kekuatan batin, Musa menginsafi bahwa tugas berat ini tidak akan jaya terlaksana kalau dia tidak mempunyai dada yang lapang.
Dada yang sempit, pikiran yang lekas tertumbuk akan membuat jalan menjadi buntu. Oleh sebab itu maka yang diminta oleh Musa lebih dahulu ialah
Ayat 25
“Berkata Musa: Ya Tuhanku! Lapangkanlah untukku dadaku."
Musa insaf bahwa kelapangan dada inilah syarat pertama bagi berhasilnya apa yang di-tuju. Dan Musa pun insaf dan merasakan bahwa selama ini dadanya kurang lapang. Karena dadanya yang sempit, dia telah bertindak meninju seorang yang menganiaya bangsanya. Dia tidak mengerti waktu itu bahwa kepalan tangannya dapat membunuh orang. Akhirnya dia disindir orang, “Rupanya maksudmu hanya hendak berbuat sewenang-wenang di atas bumi, dan tidak ada rupanya maksudmu hendak berbuat perbaikan." (surah al-Qashash ayat 19, dalam Juz 20).
Dengan ini dapatlah kita pahami penegasan Allah di dalam firman-Nya di surah al-An'aam ayat 125 (Juz 7).
“Barangsiapa yang Allah menghendaki memberinya petunjuk niscaya akan dilapangkan-Nya dadanya menerima Islam. Dan barangsiapa yang hendak disesatkan-Nya dijadikan-Nya dadanya sempit ciut, seakan-akan orang yang hendak meningkat langit." (al-An'aam: 125)
Bagi seorang Rasul lapang dada inilah syarat utama. Inilah yang dimohonkan pertama sekali oleh Musa kepada Allah, dan ini pula yang diperingatkan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad,
“Bukankah telah Kami lapangkan bagi engkau dadamu?" (al-Insyiraah: 1)
Kalau dada telah terbuka lapang, segala pintu pun jadi lapang jika dimasuki.
lbnu Katsir menafsirkan tentang doa Musa agar dadanya dilapangkan ini begini:
“Inilah permohonan Musa kepada Allah Yang Mahamulia dan Agung, agar dilapangkan kiranya dadanya dalam melakukan tugas risalah ini. Perintah ini amat berat dan kesulitannya amat besar. Dia diutus kepada raja yang paling besar di muka bumi di waktu itu, raja yang sangat galak dan sangat kafir, raja yang paling banyak bala tentaranya, memerintah di negeri yang paling ramai, dan raja yang paling aniaya, demikian sombongnya sehingga pernah dia mengatakan bahwa dia tidak pernah mengenal siapa itu Allah. Dia hanya mengenal dirinya sendiri yang jadi Tuhan dari rakyatnya. Apatah lagi Musa telah pernah tinggal dalam asuhannya, Fir'aun itu yang membesarkannya dan ditidurkan di atas tempat tidur yang dia sediakan. Kemudian dia membunuh orang, sehingga takutlah dia akan dibunuh, lalu dia pun lari meninggalkan negeri itu dan mengembara ke negeri orang sampai waktu yang ditentukan. Sekarang dalam perjalanannya kembali ke negeri tempat dia dilahirkan itu, dia dipanggil Allah dan diberi tugas seberat itu; mengajak manusia supaya hanya mengakui Allah sebagai Tuhan, lalu menyembah kepada-Nya dan tidak ada sekutu bagi-Nya dengan yang lain. Itulah sebabnya dia memohon agar dadanya dilapangkan. Artinya, kalau kiranya tidak Engkau tolong aku, ya Tuhanku, tidak Engkau bela aku, sokong aku, kuatkan daku, tegakkan aku dengan teguhnya, tidaklah aku akan sanggup menghadapi tugas seberat ini."
Demikian Ibnu Katsir menafsirkan maksud permulaan doa Musa mohon dadanya agar dilapangkan itu.
Fakhruddin ar-Razi yang di dalam menafsirkan Al-Qur'an kerap kali terbawa oleh kesukaannya berfilsafat telah menafsirkan ayat ini demikian.
“Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku," karena lautan ini teramat dalam dan kegelapan berlapis-lapis, dan perjalanan terputus-putus oleh banyaknya musuh yang menghambat, di dalam dan di luar. Setan yang berupa jin dan berupa manusia terlalu banyak. Maka jika tidaklah Allah lapangkan dadaku, dan tidak Engkau tolong akan daku dalam segala pekerjaanku, akan terhentilah langkahku di tengah perjalanan. Lantaran itu maka empat pemberian Allah seperti pakaian, yaitu ujud di dunia, dan hidup, dan kudrat (kesanggupan) dan akal, hanya akan membawa penyakit bukan membawa kenaikan tingkatan.
Dan kata ar-Razi selanjutnya menafsirkan,
Ayat 26
“Dan mudahkanlah untukku urusanku."
Karena segala perbuatan yang timbul dari seorang hamba Allah, demikian juga perkataan dan segala gerak-gerik dan duduk berdiam diri sekalipun, kalau semuanya itu tidak timbul dari kehendak kesadaran hamba itu, mustahillah dia akan dapat mengerjakannya. Maka iradat atau kemauan adalah sifat yang timbul karena ditimbulkan. Oleh sebab itu mesti ada yang mengerjakannya. Kalau mengerjakan itu timbul dari hamba, maka untuk menghasilkan iradat itu perlulah kepada iradat yang lain, sebab hamba tidak mempunyai iradat sendiri. Demikianlah seterusnya tali bertali, sambung bersambung, sampai ke ujung sekali, yaitu iradat dari Pengatur Alam. Maka Allah Pengatur Alam itulah pada hakikatnya yang akan memudahkan segala urusan dan menyempurnakan segala pekerjaan."Itulah sebab maka langsung kepada Allah Musa memohonkan diberi kemudahan. Kumpulan dari kedua doa ini, doa minta dilapangkan dada dan dimudahkan urusan, menjadi pertanda bahwa Allah-lah yang memegang kendali semuanya dan sekalian apa yang kejadian di alam ini adalah dengan qadha-Nya dan qadar-Nya, dan hikmat-Nya dan kudrat-Nya. Dan mungkin juga dikatakan seakan-akan Musa memohon, “Ya Ilahi! Aku tidak cukup hanya memohon dilapangkan dadaku, tetapi aku mohon juga segala urusanku langsung dan lancar, sehingga tercapai apa yang dimaksud."
Ar-Razi menyebutkan lagi, agar permohonan itu dikabulkan Allah, harus diingat lebih dahulu empat karunia Ilahi yang telah disebutkan tadi: (1) Ujud, (2) Hayat; (3) Kudrat dan (4) Akal. Untuk mensyukuri dan menumbuhkan karunia itu dengan baik, hendaklah tetap mendirikan shalat."Dirikanlah shalat karena mengingat-Ku," ujung ayat 14 di atas tadi. Karena dengan melakukan shalat, empat macam pula perkhidmatan yang dilakukan: (1) Berdiri, (2) Membaca, (3) Ruku', dan (4) Sujud.
Lapang dada dan kemudahan urusan memang amat penting bagi Musa karena tugasnya yang berat ini. Yang akan dihadapinya ialah seorang raja besar yang sangat sombong dengan kekuasaannya. Kalau tidak ada pertolongan yang langsung dari Allah, Musa takut akan gagal. Apatah lagi dia mempunyai tabiat agak penaik darah, pendorong, lekas terlanjur dan kemudian menyesal.
Berturutan dengan itu Musa memohonkan pula,
Ayat 27
“Dan lepaskanlah yang terbuhul dari lidahku."
Ada beberapa tafsir menerangkan sehubungan dengan riwayat Nabi Musa di waktu kecil, ketika dia masih dalam asuhan Fir'aun. Suatu hari dia menjalar di lantai, lalu ditariknya kaki kursi mahligai Fir'aun dengan tangannya yang masih kecil itu, maka goyahlah kaki kursi dan nyaris jatuhlah Fir'aun yang sedang duduk bersemayam. Kata riwayat tafsir yang lain dia sedang duduk di haribaan Fir'aun, lalu ditarik-tariknya janggut Fir'aun. Dan sebelum itu sudah ada juga tanda-tanda lain yang ganjil-ganjil, yang menyebabkan Fir'aun sudah mulai curiga kepada anak kecil ini, mungkin dialah yang dikatakan tukang-tukang tenung yang kelak akan meruntuhkan kerajaannya. Sebab itu lebih baik anak ini dibunuh saja. Tetapi istri Fir'aun, Siti Asiah yang amat kasih kepada anak kecil ini menghalangi niat buruk suaminya. Dia membela anak ini mengatakan bahwa dia belum berakal. Fir'aun mengatakan sudah berakal. Lalu akan diujilah akal anak itu, disuruh bawakan dua hidangan. Satu hidangan berisi makanan yang lezat, (kata setengah riwayat ialah buah kurma) dan satu hidangan lagi berisi api nyala. Kedua hidangan itu dibawa ke muka Musa, disuruh dia memilih. Tentu saja tengannya cepat hendak memakan makanan lezat dan menjauhi api, sehingga pucatlah Asiah ketakutan. Tetapi ketika tangannya itu terlanjut akan mengambil makanan, tangan itu telah dipalingkan oleh Malaikat Jibril, sehingga diambilnya makanan yang berupa nyala api itu. Sesampai ke mulutnya, tersinggung ke lidahnya, meleturlah lidah itu kena api, dan menanglah Asiah dan tidaklah jadi Musa disingkirkan.
Kata ahli tafsir itu, sejak kecil termakan api itulah lidah Musa jadi kelu. Tidak terang kalau bercakap. Dan mungkin juga karena bercakap tertahan-tahan itu dia lekas penaik darah.
Ayat 28
“Supaya mereka mengerti perkataanku."
Dapatlah dipahamkan bagaimana pengaruh lidah yang fasih dan perkataan yang lekas dapat dipahamkan dan dimengerti, terutama bagi seorang yang diutus Allah menjadi rasul. Sangatlah payah berurusan kalau orang tidak mengerti apa yang dikatakan. Martabat seseorang pun terangkat naik karena pandainya memilih kata-kata yang akan diucapkan, lancar dan masuk ke dalam pikiran. Sangat terasa oleh Musa kekurangan dirinya karena kekuranglancarannya berbicara itu. Malahan setelah beliau menjadi rasul sekalipun, keku-ranganlancaran perkataan ini masih terbawa-bawakan juga, sehingga dicemoohkan oleh Fir'aun sebagai tersebut dalam surah az-Zukhruf ayat 52 (Juz 25).
“Bukankah aku lebih baik dari orang yang hina ini, yang hampir tak dapat didengar jelas apa yang dikatakannya?" (az-Zukhruf: 52)
Sadar akan kekurangannya dari pihak kelancaran berkata-kata itu, Musa melanjutkan permohonannya.
Ayat 29
“Dan jadikanlah untukku seorang pembantu dari keluangaku."
Beliau meminta Allah mengangkat seseorang untuk menjadi pembantunya dalam pekerjaan yang berat ini, karena tidaklah terpikul rasanya sendirian, terutama karena kekurangan lancar bercakap-cakap atau berpidato itu. Beliau minta yang diangkat itu keluarga yang terdekat, karena orangnya yang akan dicalonkannya itu pun memang ada.
Ayat 30
“Harun, saudaraku."
Di pangkal ayat ini disebutkan pembantu itu dalam bahasa Arab; yaitu Wazir. Dan kata-kata wazir itu pun telah lama terpakai dalam bahasa kita sendiri. Dan dalam bahasa yang umum terpakai sekarang disebut juga Menteri. Dan dijelaskan bahwa seorang Menteri adalah pembantu bagi kepala negara di dalam menjalankan pemerintahan. Dalam kata-kata wazir itu tersimpanlah bahwa sebagai pembantu dia pun ada kekuasaan. Dan Musa pun menjelaskan pula dalam permohonannya itu bahwa dia memohonkan agar Harun diangkat menjadi Wazirnya, bukan hanya semata-mata pembantu. Bahkan dimintanya Allah menentukan dua kelebihan Harun sebagai Wazir Musa.
Ayat 31
“Teguhkanlah dengan dia kekuatanku"
Ayat 32
“Dan sekutukanlah dia pada urusanku."
Dalam permohonan yang pertama, agar Allah meneguhkan kekuatan Musa dengan adanya Harun, dapatlah dipahamkan bahwa Musa itu memang seorang yang kuat, keras hati, keras kepala, jarang orang yang dapat menghadapinya. Mungkin saja apa yang di-pimpinkannya kelak kepada kaumnya Bani Israil diterima orang karena takut. Musa merasa anjuran yang diterima orang karena semata-mata takut dan kegagahannya saja, tidaklah kekuatan yang sempurna. Di samping dia mesti ada Harun yang akan memberikan penerangan dengan lidahnya yang fasih, dengan pidatonya yang menarik hati, sehingga apa yang diajarkan oleh Musa itu diterima oleh kaumnya dengan segala senang hati.
Dalam pemerintahan yang modern pun dirasakan orang betapa pentingnya juru bicara pemerintah buat membela suatu sikap atau keputusan pemerintah sehingga rakyat tidak menerimanya dengan rasa terpaksa. Ini tugas pertama yang berat bagi Harun.
Yang kedua, Musa meminta agar Allah menjadikan Harun itu sekutunya di dalam urusan yang berat itu, menghadapi keang-karaan Fir'aun dan memimpin Bani Israil yang akan dibawa keluar dari perbudakan Fir'aun. Dengan demikian, meskipun Musa juga yang memegang kendali pimpinan dan keputusan terakhir, namun dia tidak mau bertindak sendiri sebelum musyawarah dengan saudaranya Harun.
Tersebutlah dalam beberapa tafsir bahwa Harun itu lebih gemuk badannya dari Musa, dan lebih tinggi sedikit dan lebih putih pula. Dia meninggal terlebih dahulu tiga tahun dari Musa.
Diiringi oleh Musa permohonannya itu kepada Allah dengan harapan, kalau permo-honannya ini dikabulkan, Harun diangkat menjadi pembantunya, atau wazirnya.
Ayat 33
“Agar bertasbihlah kami kepada Engkau sebanyak-banyaknya."
Ayat 34
“Dan agar ingatlah kami kepada Engkau sebanyak-banyaknya."
Dalam susunan pengharapan yang demikian itu nampaklah terbayang keyakinan pada Musa bahwa jika permohonannya dikabulkan Allah, saudaranya Harun diizinkan men-dampinginya dan sama-sama bertugas, bahwa segala kesulitan akan dapat diatasinya dan yang dicita-citanya pasti sampai, hingga dengan gembira mereka berdua akan bertasbih kepada Allah, shalat dengan khusyu', siang dan malam memuja Allah. Lalu di akhirnya pengharapannya itu dengan ucapan
Ayat 35
“Sesungguhnya Engkau terhadap kami adalah Maha Memenhatikan."
Kami tak lepas dari tilikan-Mu.
Bacalah ujung doa ini dengan tenang, terasa bahwa Musa penuh harapan bahwa tugasnya akan berhasil, bersama saudaranya Harun.