Ayat
Terjemahan Per Kata
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
نَجۡزِي
Kami membalas
مَنۡ
orang
أَسۡرَفَ
melampaui batas
وَلَمۡ
dan dia tidak
يُؤۡمِنۢ
beriman
بِـَٔايَٰتِ
dengan/kepada ayat-ayat
رَبِّهِۦۚ
Tuhannya
وَلَعَذَابُ
dan sungguh azab
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhirat
أَشَدُّ
lebih/sangat keras
وَأَبۡقَىٰٓ
dan lebih kekal
وَكَذَٰلِكَ
dan demikianlah
نَجۡزِي
Kami membalas
مَنۡ
orang
أَسۡرَفَ
melampaui batas
وَلَمۡ
dan dia tidak
يُؤۡمِنۢ
beriman
بِـَٔايَٰتِ
dengan/kepada ayat-ayat
رَبِّهِۦۚ
Tuhannya
وَلَعَذَابُ
dan sungguh azab
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhirat
أَشَدُّ
lebih/sangat keras
وَأَبۡقَىٰٓ
dan lebih kekal
Terjemahan
Demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya pada ayat-ayat Tuhannya. Sungguh, azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.
Tafsir
(Dan demikianlah) sebagaimana Kami membalas kepada orang yang berpaling daripada Al-Qur'an (Kami membalas orang yang melampaui batas) orang yang musyrik (dan tidak percaya kepada ayat-ayat Rabbnya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat) daripada azab di dunia dan azab kubur (dan lebih kekal) lebih abadi.
Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. Allah ﷻ berfirman, "Demikianlah Kami menimpakan pembalasan terhadap orang-orang yang berlebihan lagi mendustakan ayat-ayat Allah, baik pembalasan di dunia maupun pembalasan di akhirat." Bagi mereka azab dalam kehidupan dunia, dan sesungguhnya azab akhirat adalah lebih keras dan tak ada bagi mereka seorang pelindung pun dari azab) Allah. (Ar-Ra'd: 34) Karena itulah dalam surat berikut ini disebutkan oleh firman-Nya: Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. (Thaha: 127) Yaitu lebih menyakitkan daripada azab di dunia dan lebih kekal bagi mereka, mereka terus-menerus diazab untuk selama-lamanya.
Karena itulah Rasulullah ﷺ bersabda kepada dua orang yang terlibat dalam sumpah li'an (saling melaknat): ". Sesungguhnya azab di dunia jauh lebih ringan daripada azab di akhirat"
127. Dan demikianlah, sebagai hukuman atas keengganan itu, Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak menghiraukan petunjuk yang datang kepadanya dan tidak pula mau percaya kepada ayat-ayat Tuhannya. Dan ketahuilah, sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat daripada hukuman di dunia dan selain itu, azab di akhirat juga lebih kekal. 128. Pada ayat-ayat berikut Allah menerangkan peringatan-Nya kepada orang kafir dan enggan mengikuti petunjuk-Nya. Sungguh, semua ancaman itu pasti terjadi, maka tidakkah apa yang terjadi pada kaum kafir terdahulu menjadi petunjuk bagi mereka yang musyrik itu; berapa banyaknya Kami membinasakan umat-umat sebelum mereka. Sungguh mengherankan bila mereka tidak mengambil pelajaran dari peristiwa itu, padahal mereka telah berjalan di lokasi tersebut dan melihat bekas-bekas tempat tinggal umat-umat yang dibinasakan itu'
Demikianlah Allah membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya kepada bukti-bukti kekuasaan-Nya. Di dunia dia menemui berbagai kesulitan selalu bimbang dan gelisah, karena tidak ada pegangan dalam hidupnya kecuali kekayaan pangkat dan kedudukannya saja. Bila ia ditimpa suatu kesulitan atau marabahaya dia segera menjadi panik dan tidak tahu apa yang akan diperbuatnya dan kadang-kadang tanpa disadarinya ia melakukan sesuatu yang merugikan dirinya sendiri. Dia tidak pernah merasakan ketenteraman dan ketenangan hati. Ini berarti dia tidak pernah merasakan kebahagiaan yang hakiki.
Di akhirat dia akan disiksa dengan berbagai siksaan di antaranya siksaan hati karena mata hatinya telah buta tidak dapat memberikan alasan atau hujjah-hujjah untuk membebaskan dirinya dari hukuman Allah atau dia memang dijadikan benar-benar buta matanya agar dia lebih tersiksa lagi karena tidak berdaya sama sekali untuk mengatasi suasana yang penuh huru-hara dan kedahsyatan. Sesungguhnya azab di akhirat jauh lebih berat dan dahsyat, terutama azab di neraka yang bersifat kekal selama-lamanya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEHIDUPAN YANG SEMPIT
Meskipun susunan ayat 124 sampai 127 ini masih bersambung dengan kisah Nabi Adam dan percaturan beliau dengan Iblis, namun ayat-ayat ini telah boleh juga dipisahkankan darinya untuk dijadikan pedoman oleh turunan Adam yang datang di belakang. Maka berfirmanlah Allah,
Ayat 124
“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatkan-Ku, maka adalah baginya penghidupan yang sempit"
Yang berpaling dari peringatan Allah itu ialah sikap hidupnya atau hawa nafsunya. Oleh sebab itu maka yang merasakan kesempitan hidup itu pun adalah jiwanya sendiri. Maka kesempitan hidup akan dirasakan orang dari sebab berpalingnya dari peringatan Allah, baik dalam keadaan hartanya sedikit, dia miskin, atau dalam keadaan harta bendanya banyak, kaya melimpah-limpah. Dalam keadaan miskin dia kesempitan. Dalam keadaan kaya raya dia pun lebih dalam kesempitan. Yang satu susah dan sempit dalam kesukaran. Yang satu lagi susah dan sempit dalam harta yang ber-limpah-ruah. Karena jiwanyalah yang kosong hidupnyalah yang kehilangan tujuan.
Al-Aufi meriwayatkan dari lbnu Abbas. Beliau ini menafsirkan, “Tiap apa saja yang Aku berikan kepada hamba-hamba-Ku, sedikitkah atau banyakkah, tetapi dia tidak bertakwa kepada-Ku, maka tidaklah dia akan merasakan senang dan bahagia. Dia selalu akan hidup dalam kesempitan."
Dan tafsir lbnu Abbas pula, “Kamu yang telah sesat, yang berpaling dari kebenaran. Dia hidup dengan harta benda yang berlimpah-ruah, yang kelihatan seakan-akan dalam kelapangan. Lantaran itu dia jadi sombong. Maka menjadi sempitlah hidupnya, karena sangkanya selalu buruk kepada Allah dan kepercayaannya kurang. Sebab itu dia susah selalu, sempit selalu.
Adh-Dhahhak menafsirkan, “Adh-dhank (selalu dalam kesempitan) ialah karena amalan tidak ada yang baik dan sumber rezeki jarang yang halal."
Ikrimah dan Malik bin Dinar pun menafsirkan demikian.
“Dan akan Kami kumpulkan dia di hari Kiamat dalam keadaan buta."
Suku ayat yang pertama ialah menerangkan hidupnya yang sempit di atas dunia ini, walaupun bergelimang di atas harta banyak. Suku kedua menerangkan nasibnya di akhirat, yaitu akan dibuat matanya jadi buta.
Apa arti buta kalau sudah mengenai Hari Akhirat?
Mujahid dan Abu Saleh dan as-Suddi menafsirkan bahwa arti buta di sini ialah orang yang tidak dapat menjawab segala pertanyaan, karena di dunia hidupnya itu pun tidak terarah dengan petunjuk dan hidayah Allah. Datangnya ke dunia hanya untuk makan dan minum, untuk tidur dan bersetubuh. Untuk mengumpul-ngumpul harta, untuk menjadi budak dari harta dan benda.
Ayat 125
“Dia berkata, “Ya Tuhanku, Genangan apakah sebabnya Engkau kumpulkan daku dalam keadaan buta, padahal (dahulu) aku orang yang bermata nyalang?"
Apalah artinya aku ini? Masa di dunia aku ini seorang yang nyalang mata. Seorang yang terpandang karena kaya! Seorang yang disegani karena pangkat.
Seorang yang ditakuti karena jadi raja atau pemegang kekuasaan. Mengapa sesampai di sini aku menjadi tidak berarti apa-apa? Aku menjadi orang kecil yang tiada berarti. Orang yang bodoh tidak dapat menjawab pertanyaan.
Ayat 126
“Berfirman Allah, “Memang, demikian itulah! Telah datang kepada engkau ayat-ayat Kami, lalu engkau lupakan dia."
Artinya, bahwa cukuplah ayat Allah datang. Cukuplah petunjuk diberikan. Cukup rasul-rasul diutus membawakan petunjuk kepada jalan yang benar, untuk keselamatan engkau dunia dan akhirat. Kepada rasul-rasul itu diturunkan wahyu, dan isi wahyu itu tidak ada yang mereka sembunyikan. Semuanya disampaikan kepada kamu. Tetapi semuanya itu kamu lupakan. Artinya bahwa tidaklah ada alasan buat kamu mengatakan bahwa petunjuk itu tidak sampai kepada kamu. Semuanya sampai. Semua kamu lupakan. Atau kamu acuh tak acuh. Bilamana telah terceceh piala air yang memabukkan itu ke dalam mulutmu, kamu pun lupa segala-galanya. Seketika engkau berbuat maksiat itu, misalnya terdengar olehmu suara azan dalam radio, niscaya radio itu akan segera engkau matikan, karena engkau pandang mengganggu kesenanganmu. Jika ada orang menyampaikan pengajaran kepadamu, niscaya orang itu engkau usir. Sebab itu maka tidaklah masuk pengajaran ke dalam hatimu. Dan itu menjadi butalah hatimu. Walaupun mata melihat, kalau hati yang buta, apalah artinya mata?
“Dan demikian pulalah di hati ini, engkau pun dilupakan."
Kalau semasa di dunia engkau menjadi pusat perhatian orang karena kedudukanmu yang tinggi di mata orang yang jahil, di sini engkau termasuk orang yang dilupakan. Orang yang tidak ada harganya sepeser pun.
Sebenarnya di kala di dunia sudah patut hal itu engkau insafi. Karena alammu yang menjadi sempit karena kosongnya jiwamu dari cahaya Ilahi, dari iman dan takwa, sehingga pikiranmu hanya berkisar hanya sekitar makan dan minum, tidur dan bersetubuh.
Lalu Allah berfirman sebagai suatu ketentuan yang telah pasti, yang benar dan adil, yang patut dan tidak ada jalan lain.
Ayat 127
“Dan begitulah Kami batasi banangslapa yang melewati batas."
Artinya, jika dalam ayat-ayat ini diberikan ancaman yang tegas oleh Allah kepada barangsiapa yang berpaling dari peringatan-peringatan Allah, sehingga akan dibuat dia menjadi buta dan dilupakan di hari Kiamat, maka pelanggar-pelanggar ketentuan yang lain pun pasti akan mendapat hukumannya yang setimpal. Karena segala sesuatu diatur oleh Allah dengan batas-batasnya yang tertentu. Siapa yang melampaui batas itu, dia mesti kena. Kadang-kadang panjar (persekot) dan ganjaran itu diterima kontan di dunia ini juga, dan kadang-kadang diundurkan agak lama sebagai istidraj, yaitu diberi kesempatan, untuk jatuh itu lebih tinggi dan sakit itu lebih terasa."Dan dia tidak beriman kepada ayat-ayat Tuhannya." Siksaan itu lebih parah lagi kalau peringatan Allah telah datang, namun dia tidak mau percaya. Akibat sangat buruk, kadang-kadang menimpalah kehancuran total. Datang waktunya timbul sesal yang besar, tetapi sesal tidak berguna lagi, karena waktunya telah lewat.
“Dan sesungguhnya adzab akhirat itu lebih pedih dan lebih kekal."
Adzab akhirat lebih pedih jika dibandingkan dengan siksaan dunia dengan siksaan hidup yang sempit seperti diterangkan pada ayat 124 di atas tadi.
Kesempitan hidup di dunia karena kehilangan pedoman dan petunjuk hidup dapat dicari tafsirnya kepada kehidupan manusia di zaman modern ini. Nilai-nilai moral sebagai tali pergantungan dengan Allah telah putus. Orang hidup tidak memedulikan halal haram. Pergaulan laki-laki dengan perempuan bebas seperti bebasnya kucing dan anjing saja. Satu waktu timbullah kacau dalam jiwa, dunia menjadi sempit. Lari kepada dokter ahli penyakit jiwa (psikolog). Diminum obat penenang. Yang kusut bertambah kusut juga. Akhirnya diambil keputusan langkah pendek: orang membunuh diri.
Adzab akhirat lebih pedih dari itu.
Adzab siksaan jiwa di dunia ini tidaklah lama. Berapa banyaknya siksaan batin dapat selesai dengan mati. Malahan mati itu kadang-kadang bukanlah siksaan, melainkan jalan kelepasan dari siksaan. Oleh sebab itu maka siksaan dunia tidak lama. Terlalu sakit; mati! Terlalu berat: mati! Terlalu pusing; mati! Dengan mati semua sudah selesai.
Tetapi setelah lepas dari mati, sebagai pintu keluar terakhir dari alam dunia dan pintu pertama dari alam akhirat. Waktu itulah baru mulai adzab akhirat yang tidak ada penutupnya lagi.
Itu sebabnya maka adzab akhirat lebih kekal.
Itulah sebabnya maka ajaran tauhid menyuruh kita membebaskan diri dari pengaruh dan perbudakan benda, lalu mewujudkan satu tujuan saja, yaitu kepada Allah Yang Mahakuasa atas tiap-tiap benda dan Maha Pencipta dari benda itu dan Maha Pencipta dari diri kita sendiri.