Ayat
Terjemahan Per Kata
يَتَخَٰفَتُونَ
mereka berbisik-bisik
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
إِن
tidaklah
لَّبِثۡتُمۡ
kamu berdiam
إِلَّا
melainkan
عَشۡرٗا
sepuluh
يَتَخَٰفَتُونَ
mereka berbisik-bisik
بَيۡنَهُمۡ
diantara mereka
إِن
tidaklah
لَّبِثۡتُمۡ
kamu berdiam
إِلَّا
melainkan
عَشۡرٗا
sepuluh
Terjemahan
Mereka berbisik satu sama lain, “Kamu tinggal (di dunia) tidak lebih dari sepuluh (hari).”
Tafsir
(Mereka berbisik-bisik di antara mereka sendiri) yaitu berbicara dengan suara yang pelan-pelan ("Tidaklah) (kalian tinggal) di dunia (melainkan sepuluh) hari.".
Tafsir Surat Taha: 102-104
(yaitu) di hari (yang di waktu itu) ditiup sangkakala dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram; mereka berbisik-bisik di antara mereka, "Kalian tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sepuluh (hari). Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka, "Kalian tidak berdiam (di dunia), melainkan hanyalah sehari saja. Telah disebutkan di dalam sebuah hadis, bahwa Rasulullah ﷺ pernah ditanya tentang as-sur atau sangkakala ini. Maka beliau menjawab: Seperti sebuah tanduk yang dapat ditiup Di dalam hadis mengenai sangkakala ini yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a., disebutkan bahwa sur adalah tanduk (terompet yang berbentuk tanduk) yang sangat besar.
Garis tengahnya sama dengan luasnya langit dan bumi, Malaikat Israfillah yang ditugaskan untuk meniupnya. Di dalam hadis lainnya disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: ": Bagaimana aku dapat bersenang-senang, sedangkan malaikat yang ditugaskan meniup sangkakala telah meletakkan sangkakala pada mulutnya dan mengernyitkan dahinya siap melakukan tiupan sambil menunggu perintah. Para sahabat yang hadir mengatakan, "Wahai Rasulullah, apakah yang harus kami ucapkan?" Rasulullah ﷺ menjawab: Katakanlah oleh kalian, "Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung, hanya kepada Allah-lah kami bertawakal (berserah diri)." Firman Allah ﷻ: dan Kami akan mengumpulkan pada hari itu orang-orang yang berdosa dengan muka yang biru muram. (Thaha: 102) Menurut suatu pendapat, makna yang dimaksud ialah mata mereka biru karena kerasnya kengerian yang dialami oleh mereka di hari itu.
mereka berbisik-bisik di antara mereka. (Thaha: 103) Ibnu Abbas mengatakan bahwa mereka saling berbisik di antara sesamanya. Mereka mengatakan kalimat berikut: Kalian tidak berdiam melainkan hanyalah sepuluh (hari). (Thaha: 103) Yakni masa tinggal kalian di dunia hanya sebentar, yaitu sepuluh hari atau yang semisal dengannya. Lalu Allah ﷻ berfirman: Kami lebih mengetahui apa yang mereka katakan. (Thaha: 104) Saat mereka melakukan bisik-bisik di antara sesama mereka, ketika berkata orang yang paling lurus jalannya di antara mereka. (Thaha: 104) Makna yang dimaksud ialah orang yang paling sehat akalnya di antara mereka. Kalian tidak berdiam (di dunia) melainkan hanyalah sehari saja. (Thaha: 104) karena pendeknya masa hidup di dunia menurut mereka di hari kiamat itu.
Kehidupan di dunia ini, sekalipun waktunya terus berulang dan silih berganti malam dan siang harinya, keadaannya seakan-akan sama dengan satu hari. Karena itulah orang-orang kafir pada hari kiamat nanti merasa kehidupan mereka di dunia sangat pendek. Tujuan mereka mengatakan demikian ialah untuk menolak tegaknya hujah terhadap diri mereka, yaitu dengan mengemukakan alasan bahwa masa hidup mereka di dunia amatlah pendek.
Karena itulah disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: Dan pada hari terjadinya kiamat, bersumpahlah orang-orang yang berdosa, bahwa mereka tidak berdiam (di dunia) melainkan hanya sesaat (Ar-Rum: 55) sampai dengan firman-Nya: akan tetapi kamu sekalian selalu tidak meyakininya). (Ar-Rum: 56) Demikian pula firman Allah ﷻ yang mengatakan: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umur kalian dengan masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kalian pemberi peringatan? (Fathir: 37), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ: Berapa tahunkah lamanya kalian tinggal di bumi? Mereka menjawab, "Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung. Allah berfirman, "Kalian tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kalian sesungguhnya mengetahui. (Al-Muminun 112-114) Yakni sesungguhnya masa tinggal kalian di dunia hanyalah sebentar.
Kalau kalian sesungguhnya mengetahui, tentulah kalian akan memilih kehidupan yang kekal daripada kehidupan yang fana. Tetapi kalian telah diberi kebebasan untuk memilih, dan ternyata kalian salah memilih karena kalian lebih memprioritaskan kehidupan yang fana dan melalaikan kehidupan yang kekal dan abadi."
103. Menunggu giliran untuk penimbangan amal perbuatan masingmasing, mereka saling berbisik-bisik di antara mereka untuk meringankan ketakutan dan kekalutan, 'Kamu tidak berdiam di dunia melainkan hanyalah sepuluh hari, dan ini merupakan waktu yang sangat singkat. '104. Allah Maha Mendengar perkataan makhluk-Nya. Kami lebih mengetahui dari siapa saja tentang apa yang mereka katakan, walaupun dengan cara berbisik. Demikian pula ketika orang yang paling lurus jalannya diantara mereka, yaitu mereka yang ucapannya paling mendekati kebenaran, berkata, 'Kamu tidak hidup dan tinggal di dunia melainkan hanyalah sehari saja. '.
Mereka saling berbisik dan saling bertanya dengan suara yang hampir-hampir tidak terdengar karena sangat merasa takut dan khawatir. "Kita baru sepuluh hari saja hidup di dunia ini? Mengapa kita telah dikumpulkan di padang Mahsyar ini sedang kita belum mendapat kesempatan sedikit pun untuk beramal dan bersiap-siap guna menghadapi hari ini?" Memang demikianlah halnya setiap orang yang dilanda malapetaka yang berat, terbayanglah di dalam pikirannya liku-liku kehidupannya di masa silam, semuanya berlalu dengan amat cepatnya, seakan-akan hidup yang dinikmatinya berpuluh tahun lamanya terjadi hanya dalam beberapa saat saja.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SUATU PERINGATAN
Ayat 99
“Seperti demikianlah."
Yaitu seperti kisah Nabi Musa dan Nabi Harun dalam memimpin kaumnya ini, dan gangguan kepercayaan kaumnya oleh kejahatan Samiri itu."Kami ceritakan kepada engkau sebagian dari berita-berita apa yang telah berlalu." Semua cerita dan berita itu adalah benar, menurut kejadian yang pernah terjadi, tidak ditambahi dan tidak dikurangi karena dia bukan hikayat khayati, seperti yang banyak dikarang-karang oleh tukang dongeng. Maka bukanlah cerita-cerita yang Kami beritakan itu khayatan engkau sendiri:
“Dan sesungguhnya telah Kami datangkan kepada engkau langsung dari Kami sendiri, suatu peringatan."
Di sini terdapat kalimat “min ladunnaa", yang berarti langsung dari Kami. Artinya, bahwa peringatan itu, termasuk berita-berita dan kisah-kisah orang-orang dan umat yang telah berlalu itu diterima oleh Nabi Muhammad ﷺ langsung dari Allah, tidak dengan perantaraan orang lain, sebab dia wahyu. Dengan keterangan ini dapatlah kita mengetahui apa sebab misalnya berbeda cerita Nabi Harun di dalam Kitab Keluaran sebagai yang telah kita uraikan di atas tadi, dengan kisah Nabi Harun sepanjang yang diwahyukan Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ di dalam Al-Qur'an. Sebab Nabi Muhammad ﷺ dengan AI-Qur'an, bukanlah menerima cerita itu dengan perantaraan orang lain, melainkan langsung dari Allah sendiri. Itulah sebabnya maka kisah Nabi Harun yang memelopori membuat berhala anak sapi emas, baru beberapa saat saja sesudah Nabi Musa berangkat menemui Allah di Gunung Thursina, payah akan masuk di akal kita, sebab tidak cocok dengan kebenaran. Dan masih dapat diterima oleh pertimbangan akal yang sehat bahwa Nabi Harun memberikan nasihatnya (menurut ayat 90 tadi), tetapi dia nyaris dibunuh (tengok al-A'raaf 150). Itulah berita yang langsung Allah tentang kisah Harun.
Di dalam ayat ini diterangkan pula bahwa peringatan itu langsung diterima oleh Nabi Muhammad ﷺ sebagai peringatan dari Allah; yang disebut Dzikra. Yang dimaksud dengan Dzikra itu ialah keseluruhan Al-Qur'an itu. Dia adalah peringatan buat seluruh umat manusia, agar di dalam perjalanan hidup ini manusia menempuh jalan yang lurus dan benar, jalan yang diridhai oleh Allah.
Ayat 100
“Barangsiapa yang berpaling darinya."
Barangsiapa yang berpaling dari peringatan AJ-Qur'an itu, menolaknya, mendustakannya, hanya karena memperturutkan hawa nafsu saja, atau mencari petunjuk dari yang lain, atau tidak yakin akan kebenarannya dan hanya yakin akan sumber yang lain yang jauh dari Kebenaran yang langsung dari Allah.
“Maka sesungguhnya dia akan memikul di hari Kiamat suatu beban beton"
Yaitu beban berat dari dosa, beban berat dari sebab penyesalan yang tiada terhingga. Sebab kesalahan yang telah telanjur itu tidak dapat dperbaiki lagi. Dan tempat mereka di waktu itu ialah dalam neraka,
Ayat 101
“Akan kekal mereka di dalamnya."
Kekal di dalamya, karena kehidupan dunia tidak dapat diulangi lagi.
“Dan kesusahanlah atas mereka di hari Kiamat pikulan itu."
Pikulan yang berat itu akan menjadi kesusahan yang selalu menindih. Sebabnya ialah karena tidak memedulikan peringatan ketika untuk keselamatannya menempuh hidup Ba-rangsiapa yang mengikuti petunjuknya selamatlah dia, dan barangsiapa yang berpaling celakalah; di dunia kehilangan pedoman dan tujuan. Disangka hidup berbahagia karena memperturutkan hawa nafsu. Kemudian setelah ditempuh jalan yang tersesat itu baru tahu bahwa jalan yang ditempuh itu adalah buntu.
Ayat 102
“(Yaitu) di hati yang akan ditiup sangkakala."
Sangkakala adalah arti dari shuur, semacam serunai. Pada asal mula maknanya ialah-semacam tanduk kerbau atau sapi, atau dibuat dari lengkitang besar yang diambil dari dalam laut, lalu ditembus ekornya dan diembuskan dengan keras, sampai mengeluarkan suara yang dapat terdengar jauh sekali. Dalam bahasa Melayu lama disebut juga te-tuang. Maka tersebutlah di dalam hadits-hadits tentang tafsir dari shuur yang banyak disebutkan di dalam Al-Qur'an itu, bahwa bila datang masanya kelak, seorang malaikat yang bernama Israfil akan meniup sangkakala itu. Tiupan pertama mematikan sisa makhluk yang masih hidup sampai mati semuanya. Tiupan kedua membangkitkan kembali segala makhlukyangtelah mati, supaya hidup kembali; itulah yang bernama Kiamat. Arti Kiamat ialah berbangkit dari alam kubur, untuk hidup yang kedua kali. Maka tersebutlah dalam sebuah hadits bahwa masa Israfil meniup serunai sangkakala itu sudah sangat dekat; tetuangnya telah digunamnya dengan mulutnya dan kepadanya sudah mulai menekur hendak meniupnya, hanya tinggal menunggu keizinan Allah saja. Lalu bertanyalah beberapa sahabat Rasulullah ﷺ kepada beliau, “Ya Rasulullah! Apa yang hendaknya kami ucapkan?" Beliau menjawab, “Ucapkanlah,
“Penjamin kami ialah Allah, dan Dialah yang semulia-mulia tempat menyerahkan diri, kepadanyalah kami bertawakal."
Firman Allah pada lanjutan ayat,
“Dan Kami kumpulkan orang-orang yang durhaka di hati itu, sedang mata mereka dalam keadaan lebam."
Lebam adalah kita ambil arti dari kalimat “Zurqaa", yang arti asalnya ialah blau atau biru. Pelipis mata orang bisa jadi biru atau kelabu karena kurang tidur. Kurang tidur adalah karena hati sangat cemas dan susah. Maka apabila serunai sangkakala itu telah ditiup, berartilah bahwa panggilan telah datang dan orang tidak dapat mengelak lagi. Mata orang tidak mau ditidurkan lagi, teringat akan banyaknya dosa dan kedurhakaan kepada Allah selama ini. Timbul takut akan hisab dan perhitungan karena amalan kebaikan sangat berkurang-kurang hidup itu tersia-sia dan umur terbuang percuma.
Ayat 103
“Bisik-berbisiklah mereka di antara mereka."
Kalau di ayat sebelumnya telah dikatakan bahwa mata mereka telah lebam karena kurang tidur, karena mata tidak mau tidur, teringat akan dosa dan takut akan pembalasan Allah. Maka oleh karena ketakutan itu tidaklah berani mengangkat mulut untuk bersuara keras. Suasana pun menjadi hening karena dahsyatnya keadaan di waktu itu. Sehingga malaikat-malaikat pun tidaklah ada yang berani bercakap, kecuali kalau mendapat izin dari Allah Yang Rahman, (lihat surah an-Nabaa', ayat 37 dan 38). Sedangkan malaikat yang tidak bersalah lagi berdiam diri, tidak berani berkata, apatah lagi orang-orang yang telah dikumpulkan akan dihadapkan ke hadapan Pengadilan Ilahi dan semuanya merasa ada mempunyai kesalahan. Niscaya kalau bercakap sesama mereka, tidaklah lebih dari berbisik-bisik. Yang diperkatakan dalam berbisik-bisik itu tidak lain hanyalah kesalahan masing-masing dan apa juakah hukuman yang akan diterima. Lalu timbullah tanya bertanya, Berapa lamanya kita hidup di dunia itu. Maka adalah yang menjawab,
“Kamu bendiam (di dunia) hanya sepuluh hari."
(ujung ayat 103)
Entah lima puluh tahun hidup itu, entah enam puluh atau tujuh puluh, entah lebih dari itu entah kurang, namun rasanya hanya sebentar saja. Hanya serasa sepuluh hari saja! Inilah penyesalan yang amat dirasakan di akhirat kelak. Bahkan di dalam dunia ini pun telah mulai dirasakan. Banyaklah orang yang berlalai berlengah diri di waktu mudanya, yang dengan tidak disadarinya bahwa umurnya bertambah lanjut juga, sedang dia tidak siap untuk berjalan di jalan yang benar. Tiba-tiba suatu waktu dia sadar bahwa usia itu telah habis tersia-sia, padahal rasanya baru sebentar saja. Maka timbullah sesal. Terasa tempo yang telah dilalui terlalu pendek, tetapi buat mengulanginya kembali tidak bisa lagi.
Sedangkan masih di dunia lagi terasa demikian, yang menimbulkan penyesalan; bagaimana di alam kubur kelak? Bukankah penyesalan itu akan berlipat ganda? Mengapa hari ini habis saja? Seakan-akan umur yang dilalui hanya dalam masa sepuluh hari saja?
Ayat 104
“Kami lebih tahu dengan apa yang mereka katakan itu."
Artinya, meskipun mereka telah bisik-berbisik, karena takut akan kedengaran apa yang mereka percakapkan, namun Allah masih lebih tahu apa yang mereka percakapkan itu daripada diri mereka yang berbisik-bisik itu sendiri.
“Seketika orang-orang yang lebih jujur penjalanannya di antara mereka berkata: “Kami tidak tinggal, melainkan hanya sehari."
Kalau orang-orang yang telah mendurhaka kepada Allah itu berbisik-bisik sesama mereka yang durhaka menaksir berapa tempo yang telah mereka pakai selama di atas dunia, yang rasanya pendek, seakan-akan hanya sepuluh hari, namun orang yang perjalanan hidupnya berlaku dalam kejujuran merasakan bahwa waktu di dunia itu lebih pendek daripada sepuluh hari, bahkan hanya satu hari, artinya lebih pendek sepuluh kali daripada yang dirasakan oleh orang yang durhaka dalam penyesalannya. Sebab orang yang menjalani hidup dalam kejujuran dan ketulusan itu merasakan bahwa hidup di dalam berbakti kepada Allah adalah hidup yang amat bahagia. Ma'rifat kepada Allah adalah puncak ketenteraman. Lidah tidak pernah kering di dalam menyebut nama Allah. Rasanya hidup itu amat pendek. Sebab kesempatan buat mengenal Allah sangat sedikit.
Maka terkenanglah kita akan sabda Rasulullah bahwa orang yang mati syahid dalam memperjuangkan jalan Allah, orang yang berjihad, apabila dia telah mencapai syahidnya dan menerima kebahagiaannya di akhirat, inginlah dia rasanya agar Allah menghidupkannya kembali supaya dia pergi kembali ke medan jihad dan mati pula sekali lagi di sana dalam keadaan syahid. Dia ingin berulang-ulang hidup untuk berulang-ulang mati dalam kemuliaan.
Memang amat nisbilah tentang lama atau cepatnya perasaan menjalani hidup ini. Namun perhitungan Allah yang meliputi ilmu-Nya akan tiap-tiap sesuatu makhluk-Nya di dalam alam ini tidaklah picik seperti hitungan manusia tentang peredaran siang dengan malam, karena edaran perjalanan matahari, bumi, bulan, dan bintang-bintang. Kita manusia memperhitungkan perjalanan matahari satu edaran dikelilingi bumi adalah dua puluh empat jam sehari semalam, 365 hari dalam setahun edaran bumi mengelilingi matahari dan 354 hari edaran bulan mengelilingi bumi. Padahal berapa banyak matahari yang dikelilingi oleh bintang-bintang satelitnya masing-masing, sampai beribu-ribu pula banyaknya dengan edarannya sendiri. Berapa ukuran sehari semalam di sana? Berapa juta bintang-bintang yang mengelilingi satu kekeluargaan satu matahari di tempat lain?
Yang disebut orang galaksi? Apa arti siang di sana dan apa arti malam?
Jika kita telah merenungkan sampai ke daerah itu, niscaya akan insaflah kita akan kecilnya diri kita d» hadapan kebesaran alam yang ada di keliling kita. Sampailah kita kepada suatu kesimpulan bahwa kedudukan manusia yang menumpang di tempat terbatas di bumi ini tidaklah ada artinya di dalam “Malakutis-Samawati wal-ardhi" Kerajaan semua langit dan bumi di bawah Mahakuasa Allah. Maka tidak ada lain jalan melainkan hanya tunduk dan patuh.