Ayat
Terjemahan Per Kata
مَن
barang siapa
كَانَ
menjadi
عَدُوّٗا
musuh
لِّلَّهِ
bagi Allah
وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ
dan Malaikat-MalaikatNya
وَرُسُلِهِۦ
dan Rasul-RasulNya
وَجِبۡرِيلَ
dan Jibril
وَمِيكَىٰلَ
dan Mikail
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَدُوّٞ
musuh
لِّلۡكَٰفِرِينَ
bagi orang-orang kafir
مَن
barang siapa
كَانَ
menjadi
عَدُوّٗا
musuh
لِّلَّهِ
bagi Allah
وَمَلَٰٓئِكَتِهِۦ
dan Malaikat-MalaikatNya
وَرُسُلِهِۦ
dan Rasul-RasulNya
وَجِبۡرِيلَ
dan Jibril
وَمِيكَىٰلَ
dan Mikail
فَإِنَّ
maka sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
عَدُوّٞ
musuh
لِّلۡكَٰفِرِينَ
bagi orang-orang kafir
Terjemahan
Siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.
Tafsir
(Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya dan Jibril) ada yang membaca Jibriil ada pula yang membaca Jabriil atau Jabrail (dan Mikail) diathaf atau dihubungkan kepada malaikat dari jenis mengathafkan yang khas kepada yang umum. Ada pula yang membaca Mikail yaitu dengan hamzah serta ya dan ada pula Mikail dengan tambahan hamzah saja, (maka sesungguhnya Allah menjadi musuh bagi orang-orang yang kafir"). Orang itu ditempatkan pada suatu posisi untuk menyatakan keadaannya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 97-98
Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir."
Ayat 97
Imam Abu Ja'far Ibnu Jarir At-Tabari mengatakan bahwa semua ahlul 'ilmi telah sepakat dengan takwil berikut, bahwa ayat ini diturunkan sebagai bantahan terhadap orang-orang Yahudi dari kalangan Bani Israil. Karena mereka mengatakan bahwa Malaikat Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Malaikat Mikail adalah teman mereka. Kemudian ahlul 'ilmi berselisih pendapat mengenai penyebab yang membuat mereka (orang-orang Yahudi) mengatakan kata-kata seperti itu. Menurut sebagian mereka, sesungguhnya penyebab yang membuat mereka mengatakan kata-kata seperti itu hanyalah sewaktu terjadi dialog antara mereka dengan Rasulullah ﷺ mengenai masalah kenabian beliau ﷺ.
Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Yunus ibnu Bukair, dari Abdul Hamid ibnu Bahram, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadis berikut: Segolongan orang-orang Yahudi datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu mereka berkata, "Wahai Abul Qasim, ceritakanlah kepada kami beberapa masalah yang akan kami tanyakan kepadamu. masalah-masalah tersebut tiada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi." Maka Rasulullah ﷺ menjawab, "Bertanyalah tentang semua yang kalian sukai, tetapi berjanjilah kalian kepadaku seperti janji yang diambil oleh Ya'qub dari anak-anaknya, sebagai jaminan untukku. Jika aku benar-benar menceritakan kepada kalian tentang sesuatu hal, lalu kalian mengetahui kebenarannya, maka kalian benar-benar mau mengikutiku dan masuk Islam?" Mereka menjawab, "Baiklah, kami ikuti kemauanmu." Rasul ﷺ bersabda, "Bertanyalah kalian tentang apa yang kalian sukai." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang empat masalah yang akan kami ajukan sebagai pertanyaan kepadamu. Ceritakanlah kepada kami, makanan apakah yang diharamkan oleh Israil (Nabi Ya'qub) terhadap dirinya sebelum kitab Taurat diturunkan? Sebutkanlah kepada kami bagaimanakah rupa air mani laki-laki dan air mani perempuan, dan bagaimana bisa terjadi darinya anak laki-laki dan anak perempuan. Dan ceritakanlah kepada kami tentang nabi yang ummi dalam kitab Taurat, serta siapakah yang menjadi kekasihnya dari kalangan para malaikat?" Nabi ﷺ menjawab, "Berjanjilah kalian atas nama Allah, jika aku dapat menceritakannya kepada kalian, maka kalian benar-benar akan mengikutiku." Maka mereka memberikan kepada Nabi ﷺ ikrar dan janjinya. Lalu Nabi ﷺ bersabda: "Aku bertanya kepada kalian atas nama Tuhan Yang telah menurunkan Taurat kepada Musa, apakah kalian mengetahui bahwa Israil yakni Ya'qub pernah mengalami sakit keras yang memakan waktu cukup lama. Lalu ia bernazar kepada Allah, seandainya Allah menyembuhkannya dari penyakit yang dideritanya itu, maka ia akan mengharamkan bagi dirinya makanan dan minuman yang paling ia sukai. Makanan yang paling ia sukai ialah daging unta, dan minuman yang paling disukainya ialah air susu unta." Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Rasulullah ﷺ bersabda, "Ya Allah, bersaksilah atas diri mereka. Aku mau bertanya kepada kalian dengan nama Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian mengetahui bahwa air mani laki-laki itu rupanya kental lagi putih, sedangkan air mani perempuan encer berwarna kuning.
Maka mana saja di antara keduanya yang dapat mengalahkan yang lain, maka kelak anaknya akan seperti dia dan mirip kepadanya dengan seizin Allah ﷻ. Apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani perempuan, maka anaknya adalah laki-laki dengan seizin Allah. Dan apabila air mani perempuan dapat mengalahkan air mani laki-laki, maka kelak anaknya bakal perempuan dengan seizin Allah." Mereka menjawab, "Ya Allah, memang benar." Rasulullah ﷺ bersabda, "Ya Allah, bersaksilah atas mereka. Dan aku bertanya kepada kalian, demi Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian mengetahui bahwa nabi yang ummi ini kedua matanya tidur, tetapi hatinya tidak tidur? Mereka menjawab, "Ya Allah, benar." Rasulullah ﷺ bersabda, "Ya Allah, bersaksilah atas mereka." Mereka berkata, "Sekarang engkau harus menceritakan kepada kami siapakah kekasihmu dari kalangan para malaikat. Jawaban inilah yang menentukan apakah kami akan bergabung denganmu ataukah berpisah denganmu." Rasulullah ﷺ menjawab, "Sesungguhnya kekasihku adalah Jibril, tidak sekali-kali Allah mengutus seorang nabi melainkan dia selalu bersamanya." Mereka berkata, "Inilah yang menyebabkan kami berpisah denganmu. Seandainya kekasihmu itu selainnya dari kalangan para malaikat, maka kami akan mengikuti dan percaya kepadamu." Rasulullah ﷺ bertanya, "Apakah gerangan yang mencegah kalian untuk percaya kepadanya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya’ sampai dengan firman-Nya “kalau mereka mengetahui” (Al-Baqarah: 97-102). Maka saat itu mereka kembali dengan mendapat kemurkaan demi kemurkaan yang telah ada pada pundak mereka.
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab Musnad melalui Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, dan Abdur Rahman ibnu Humaid di dalam kitab tafsir melalui Ahmad ibnu Yunus. Keduanya telah meriwayatkan hadis ini dari Abdul Hamid ibnu Bahram dengan lafal yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya pula melalui Al-Husain ibnu Muhammad Al-Mawarzi, dari Abdul Hamid, dengan lafal yang sama.
Muhammad ibnu Ishaq ibnu Yasar meriwayatkannya pula seperti berikut: Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Abdur Rahman ibnu Abu Husain, dari Syahr ibnu Hausyab, lalu ia mengetengahkannya secara mursal. Akan tetapi, di dalam riwayatnya ini ditambahkan bahwa mereka (orang-orang Yahudi itu) bertanya, "Maka ceritakanlah kepada kami tentang Ar-Ruh." Lalu Rasulullah ﷺ menjawab: "Aku bertanya kepada kalian demi nama Allah dan hari-hari-Nya bersama Bani Israil. Tahukah kalian bahwa Ar-Ruh itu adalah Jibril, dialah yang selalu datang kepadaku" Mereka menjawab, "Ya Allah, benar, tetapi dia adalah musuh kami. Sesungguhnya dia adalah malaikat yang hanya mendatangkan kekerasan dan mengalirkan darah. Seandainya bukan dia, niscaya kami akan mengikutimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, barang siapa yang menjadi musuh Jibril" sampai dengan firman-Nya "kalau mereka mengetahui" (Al-Baqarah: 97-102).
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnul Walid Al-Ajali, dari Bukair ibnu Syihab, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang menceritakan hadits berikut: Orang-orang Yahudi menghadap kepada Rasulullah ﷺ, lalu mereka berkata, "Wahai Abul Qasim, ceritakanlah kepada kami tentang lima masalah; karena sesungguhnya jika engkau bisa menceritakannya kepada kami, maka kami mengetahui bahwa engkau adalah seorang nabi dan kami akan mengikutimu." Maka Nabi ﷺ mengambil janji terhadap mereka seperti janji yang pernah diambil oleh Israil (Ya'qub) dari anak-anaknya, yaitu ketika dia mengatakan, "Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)." Rasul ﷺ bersabda, "Kemukakanlah oleh kalian." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami tentang pertanda nabi." Rasulullah ﷺ menjawab, "Kedua matanya tertidur, tetapi hatinya tidak tidur." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami, bagaimana bisa anak itu lahir perempuan dan bagaimana bisa pula lahir laki-laki?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Kedua air mani bertemu; apabila air mani laki-laki mengalahkan air mani wanita, maka anaknya akan lahir laki-laki. Dan apabila air mani perempuan mengalahkan air mani laki-laki, maka anaknya akan perempuan." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami apa yang diharamkan oleh Israil (Nabi Yaqub) terhadap dirinya sendiri?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Pada mulanya dia menderita suatu penyakit yang parah (irqun nisa), maka dia tidak menemukan sesuatu yang lebih layak baginya (sebagai nazarnya jika ia sembuh) kecuali air susu ternak anu." Imam Ahmad mengatakan bahwa sebagian dari mereka mengatakan, yang dimaksud adalah ternak unta maka dia mengharamkan dagingnya (untuk dirinya sendiri). Mereka berkata, "Engkau benar." Mereka bertanya, "Ceritakanlah kepada kami apakah guruh itu?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Salah satu malaikat Allah ﷻ yang ditugaskan untuk mengatur awan dengan kedua tangannya, atau di tangannya ia memegang sebuah cemeti api yang ia gunakan untuk menggiring awan menurut apa yang diperintahkan oleh Allah ﷻ" Mereka bertanya, "Lalu apakah suara yang biasa kita dengar dari guruh itu?" Rasulullah ﷺ menjawab, "Suara malaikat itu." Mereka menjawab, "Engkau benar." Mereka berkata, "Sesungguhnya kini tinggal satu pertanyaan lagi yang menentukan apakah kami akan mengikutimu jika kamu dapat menceritakannya. Sesungguhnya tiada seorang nabi pun melainkan berteman dengan malaikat yang selalu datang kepadanya membawa kebaikan (wahyu). Maka ceritakanlah kepada kami, siapa teman malaikatmu itu? Rasul ﷺ menjawab, "Jibril a.s." Mereka berkata, "Jibril, dia adalah malaikat yang selalu turun dengan membawa peperangan, pembunuhan, dan azab; dia adalah musuh kami, Seandainya engkau katakan Mikail yang biasa menurunkan rahmat, hujan, dan tetumbuhan, niscaya kami akan mengikutimu." Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah', hingga akhir ayat" (Al-Baqarah: 97).
Imam At-Tirmidzi dan Imam An-Nasai meriwayatkannya pula melalui hadis Abdullah ibnul Walid dengan lafal yang sama. Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan gharib.
Sunaid di dalam kitab tafsirnya telah meriwayatkan dari Hajjah ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Buzzah: Bahwa orang-orang Yahudi bertanya kepada Nabi ﷺ tentang temannya yang biasa menurunkan wahyu kepadanya. Maka beliau ﷺ menjawab, "Jibril." Mereka berkata, "Sesungguhnya dia adalah musuh kami. Tiada yang ia datangkan kecuali hanya perang, kekerasan, dan pembunuhan." Lalu turunlah ayat berikut: "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril’, hingga akhir ayat," (Al-Baqarah: 97).
Ibnu Jarir mengatakan, Mujahid telah menceritakan hadits berikut: Orang-orang Yahudi berkata, "Wahai Muhammad, tiada yang dibawa oleh Jibril melainkan hanya kekerasan, perang, dan pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Maka turunlah ayat ini, "Katakanlah, 'Barang siapa yang menjadi musuh Jibril,' hingga akhir ayat" (Al-Baqarah: 97).
Imam Al-Bukhari meriwayatkan sehubungan dengan tafsir firman-Nya: ”Barang siapa yang menjadi musuh Jibril” (Al-Baqarah: 97). Menurut Ikrimah, lafal jabra, mik, dan israf artinya menurut bahasa Arab adalah abdun (hamba), sedangkan lil artinya Allah.
"Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Munir yang mendengar Abdullah ibnu Bakr mengatakan, telah menceritakan kepada kami Humaid, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan hadits berikut: Abdullah ibnu Salam mendengar kedatangan Nabi ﷺ(di Madinah). Ketika itu ia sedang membajak lahannya, lalu ia datang kepada Nabi ﷺ dan bertanya, "Sesungguhnya aku akan bertanya kepadamu tentang tiga masalah, tiada yang mengetahuinya kecuali seorang nabi. Apakah tanda-tanda hari kiamat itu, apakah makanan yang mula-mula dimakan oleh ahli surga, dan apakah yang menyebabkan seorang anak mirip dengan ayahnya atau ibunya?'' Nabi ﷺ menjawab, "Tadi Jibril baru saja menceritakannya kepadaku." Abdullah ibnu Salam berkata, "Jibril?" Nabi ﷺ menjawab, "Ya." Abdullah ibnu Salam berkata, "Dia adalah musuh orang-orang Yahudi dari kalangan para malaikat." Maka Nabi ﷺ membacakan ayat ini, yaitu: "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu" (Al-Baqarah: 97).
Adapun pertanda hari kiamat ialah munculnya api yang menggiring manusia dari arah timur menuju ke arah barat. Adapun makanan yang mula-mula dimakan oleh ahli surga, maka ia adalah lebihan dari hati ikan paus. Dan apabila air mani laki-laki mendahului air mani perempuan, maka si anak kelak akan menyerupainya. Dan apabila air mani perempuan mendahului air mani laki-laki, maka kelak anaknya akan mirip dengannya." Abdullah ibnu Salam berkata, "Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang wajib disembah) selain Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah. Wahai Rasulullah, sesungguhnya orang-orang Yahudi itu adalah kaum yang suka mendustakan, dan sesungguhnya jika mereka mengetahui aku masuk Islam sebelum engkau bertanya kepada mereka, nanti mereka akan mendustakan diriku." Maka datanglah orang-orang Yahudi, dan Rasulullah ﷺ bersabda kepada mereka, "Apakah kedudukan Abdullah ibnu Salam di antara kalian!" Mereka menjawab, "Dia orang terbaik dari kalangan kami dan anak orang terbaik kami. Dia adalah penghulu kami dan anak penghulu kami." Nabi ﷺ bertanya, "Bagaimanakah menurut kalian jika dia masuk Islam!" Mereka menjawab, "Semoga Allah menghindarkannya dari itu." Kemudian keluarlah Abdullah dan berkata, "Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah." Maka mereka berkata, "Dia paling buruk di antara kami, anak orang yang paling buruk dari kami" dan mereka terus mencelanya. Maka berkatalah Abdullah ibnu Salam, "Inilah yang aku khawatirkan, wahai Rasulullah." Imam Al-Bukhari menyendiri dengan sanad ini, tetapi keduanya (Al-Bukhari dan Muslim) mengetengahkannya dari jalur yang lain melalui sahabat Anas dengan lafal yang serupa. Di dalam kitab Shahih Muslim terdapat hadis yang maknanya mendekati makna hadits ini, diriwayatkan melalui Sauban maula Rasulullah ﷺ, seperti yang akan diterangkan nanti pada tempatnya.
Riwayat Imam Al-Bukhari seperti yang disebutkan di atas melalui Ikrimah merupakan riwayat yang masyhur, yaitu yang mengatakan bahwa lil artinya Allah. Hal ini diriwayatkan pula oleh Sufyan Ats-Tsauri, dari Khasif, dari Ikrimah. Hal yang serupa telah diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid, dari Ibrahim ibnul Hakam, dari ayah-nya, dari Ikrimah.
Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Al-Husain ibnu Yazid At-Tah-han, dari Ishaq ibnu Mansur, dari Qais ibnu ‘Ashim, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa sesungguhnya Jibril menurut bahasa Arab artinya Abdullah (hamba Allah) dan Mikail sama artinya dengan Abdullah (hamba Allah), karena lafal lil menurut bahasa Arab artinya Allah.
Hal serupa diriwayatkan oleh Yazid An-Nahwi, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh sejumlah ulama salaf, seperti yang akan diterangkan berikut ini. Sebagian ulama mengatakan bahwa lil artinya abdun (hamba), sedangkan kalimat yang lainnya artinya nama Allah, mengingat nama lil tidak berubah pada kesemua itu, maka wazan-nya sama dengan nama-nama seperti Abdullah, Abdur Rahman, Abdul Malik, Abdul Quddus, Abdus Salam, Abdul Kafi, dan Abdul Jalil.
Lafal abdun ada dalam semua nama tersebut, sedangkan nama yang di-mudaf-kan kepadanya berbeda-beda. Hal yang sama terjadi pula pada lafal Jibril, Mikail, Azrail, Israfil, dan lain-lainnya yang sejenis. Akan tetapi, perlu diingat bahwa dalam bahasa Arab terdapat perbedaan, selalu mendahulukan mudaf ilaih daripada mudaf-nya.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, ulama lainnya berpendapat bahwa penyebab yang membuat mereka (orang-orang Yahudi) mengatakan hal tersebut (seperti yang disebut di dalam surat Al-Baqarah ayat 97) ialah ketika terjadi dialog antara mereka dengan sahabat Umar ibnul Khattab tentang keadaan Nabi ﷺ.
Telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepadaku Rab'i ibnu Ulayyah, dari Daud ibnu Abu Hindun, dari Asy-Sya'bi yang menceritakan hadis berikut: Umar turun istirahat di Rauha, ia melihat banyak kaum lelaki berebutan menuju bebatuan yang akan mereka pakai untuk tempat salat. Ia berkata, "Apakah gerangan yang mereka lakukan itu?" Mereka berkata, "Mereka menduga bahwa Rasulullah ﷺ pernah melakukan shalat di tempat tersebut." Maka Umar ibnul Khattab mengingkari (memprotes)nya dan mengatakan, "Kapan saja Rasulullah ﷺ menjumpai waktu salat di lembah mana pun, beliau salat di tempat itu, kemudian berangkat meninggalkannya." Kemudian Umar menceritakan sebuah hadis kepada mereka (kaum muslim), "Dahulu aku sering menyaksikan orang-orang Yahudi di hari kebaktian mereka, aku merasa kagum terhadap kitab Taurat karena ia membenarkan Al-Qur'an. Aku kagum pula terhadap Al-Qur'an yang juga membenarkan Taurat. Ketika di suatu hari aku berada di antara mereka, mereka berkata, 'Wahai Ibnul Khattab, tiada seorang pun di antara teman-temanmu yang paling aku senangi selain engkau sendiri.' Aku bertanya, 'Mengapa demikian?' Mereka menjawab, 'Karena engkau sering berkumpul dengan kami dan selalu datang kepada kami.' Aku menjawab, 'Aku selalu datang kepada kalian karena aku merasa kagum kepada Al-Qur'an, bagaimana ia membenarkan kitab Taurat; kagum pula kepada Taurat, bagaimana ia membenarkan Al-Qur'an.' Mereka berkata, (yang saat itu Rasulullah ﷺsedang lewat), 'Wahai Ibnul Khattab, itulah sahabatmu, maka bergabunglah dengannya'." Perawi melanjutkan kisahnya, "Maka aku berkata kepada mereka saat itu juga, 'Aku meminta kepada kalian demi nama Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, dan demi apa yang kalian pelihara dari haknya serta demi apa yang dititipkan kepada kalian dari kitabnya, apakah kalian mengetahui bahwa dia adalah utusan Allah?'." Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa mereka diam, tidak menjawab. Lalu salah seorang yang paling alim dari kalangan mereka yang juga sebagai pembesar mereka mengatakan, "Sesungguhnya hal itu terasa berat bagi kalian, tetapi kalian harus menjawabnya." Ternyata mereka balik bertanya, "Engkau adalah orang yang paling alim dan paling terhormat di kalangan kami, jawablah olehmu sendiri." Ia berkata, "Apabila kalian bertanya kepadaku seperti apa yang kalian tanyakan, maka sesungguhnya aku mengetahui bahwa beliau adalah utusan Allah." Aku (Umar) berkata, "Celakalah kalian, kalau demikian kalian binasa." Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami masih belum binasa." Aku (Umar) berkata, "Mengapa bisa terjadi, kalian mengetahui bahwa dia adalah utusan Allah, sedangkan kalian tidak mau mengikutinya, tidak pula percaya kepadanya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami mempunyai musuh dari kalangan para malaikat, juga mempunyai teman dari kalangan mereka.
Sesungguhnya dia ditemani dalam kenabiannya oleh musuh kami dari kalangan para malaikat." Aku bertanya, "Siapakah musuh dan teman kalian itu?" Mereka menjawab, "Musuh kami adalah Jibril, dan teman kami adalah Mikail." Mereka mengatakan, "Sesungguhnya Jibril adalah malaikat yang bengis, kasar, sulit, keras, dan tukang menyiksa atau hal yang serupa dengan itu. Sesungguhnya Mikail adalah malaikat rahmat, lembut lagi ringan atau hal yang semacam itu." Aku bertanya, "Bagaimana kedudukan keduanya di sisi Rabbnya?" Mereka menjawab, "Salah seorang darinya berada di sebelah kanan-Nya dan yang lainnya berada di sebelah kiri-Nya." Maka aku berkata, "Demi Tuhan yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya keduanya dan Tuhan yang mereka berdua berada di kedua sisi-Nya benar-benar memusuhi orang-orang yang memusuhi keduanya dan berdamai dengan orang-orang yang damai dengan keduanya.Tidak layak bagi Malaikat Jibril berdamai dengan musuh Malaikat Mikail, dan tidak layak pula bagi Mikail berdamai dengan musuh Malaikat Jibril." Kemudian aku bangkit dan mengikuti Nabi ﷺ hingga aku dapat menyusulnya. Pada saat itu beliau baru keluar dari rumah kecil Bani Fulan, lalu beliau ﷺbersabda, "Wahai Ibnul Khattab, maukah kamu aku bacakan kepadamu beberapa ayat yang baru saja diturunkan kepadaku?" Kemudian beliau membacakan ayat-ayat berikut kepadaku, yaitu: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah” (Al-Baqarah: 97). Beliau ﷺ membaca pula beberapa ayat sesudahnya. Aku berkata, "Ayah dan ibuku kujadikan sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah. Demi Tuhan Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sesungguhnya aku sendiri datang untuk menceritakan hal itu kepadamu, tetapi aku mendengar bahwa Tuhan Yang Maha Lembut lagi Maha Periksa telah mendahuluiku kepadamu dengan membawa kebaikan."
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Abu Usamah, dari Mujalid, telah menceritakan kepada kami Amir yang menceritakan bahwa sahabat Umar berangkat menuju kepada orang-orang Yahudi, lalu berkata, "Aku meminta kepada kalian dengan nama Tuhan Yang menurunkan kitab Taurat kepada Musa. Apakah kalian menemukan Muhammad di dalam kitab-kitab kalian?" Mereka menjawab, "Ya." Umar bertanya, "Apakah gerangan yang menghalang-halangi kalian untuk mengikutnya?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya Allah tidak sekali-kali mengutus seorang rasul melainkan menjadikan baginya teman dari kalangan para malaikat. Sesungguhnya Jibril adalah teman Muhammad, dialah yang selalu datang kepadanya. Tetapi dia adalah malaikat yang menjadi musuh kami, sedangkan Malaikat Mikail adalah teman kami. Seandainya Mikail yang selalu datang kepadanya, niscaya kami masuk Islam." Umar berkata, "Sesungguhnya aku bertanya kepada kalian dengan nama Allah yang telah menurunkan kitab Taurat kepada Musa, apakah kedudukan keduanya di sisi Allah ﷻ?" Mereka menjawab, "Jibril berada di sebelah kanan-Nya dan Mikail berada di sebelah kiri-Nya." Umar berkata, "Sesungguhnya aku bersaksi bahwa keduanya tidak akan turun (ke bumi) kecuali dengan seizin Allah, dan Mikail tidak akan berdamai dengan musuh Jibril, Jibril tidak akan berdamai dengan musuh Mikail."
Ayat 98
Ketika Umar berada bersama mereka (orang-orang Yahudi), tiba-tiba lewatlah Nabi ﷺ, lalu mereka berkata, "Inilah temanmu, wahai Ibnul Khattab." Maka Umar bangkit menuju ke arahnya dan datang menghadap kepadanya, sedangkan saat itu Allah ﷻ telah menurunkan firman-Nya: “Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir” (Al-Baqarah: 98). Kedua sanad riwayat ini menunjukkan bahwa Asy-Sya'bi menceritakannya dari Umar , tetapi di dalamnya terdapat inqita' (rentetan sanad yang terputus) antara Asy-Sya'bi dan Umar karena Asy-Sya'bi tidak berada di zaman sahabat Umar.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Basyir, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Zurai', dari Sa'id, dari Qatadah yang menceritakan, telah diceritakan kepada kami bahwa di suatu hari Umar ibnul Khattab pernah berangkat menuju tempat orang-orang Yahudi. Ketika ia sampai di kalangan mereka, mereka menyambutnya dengan sambutan yang hangat. Maka Umar berkata kepada mereka, "Ingatlah, demi Allah, tidak sekali-kali aku datang kepada kalian karena terdorong suka kepada kalian, tidak pula karena berharap kepada kalian, tetapi aku datang kepada kalian untuk mendengar langsung dari kalian." Lalu Umar bertanya kepada mereka, dan mereka bertanya kepadanya, "Siapakah teman kalian (dari kalangan malaikat)?" Umar menjawab, "Jibril." Mereka berkata, "Dia adalah musuh kami dari kalangan penduduk langit, dialah yang memperlihatkan kepada Muhammad rahasia kami. Apabila ia datang, maka yang didatangkannya adalah peperangan dan kelaparan. Tetapi teman kami adalah Mikail; apabila dia datang, yang didatangkannya adalah kesuburan dan kedamaian." Umar berkata kepada mereka, "Mengapa kalian mengakui Jibril, tetapi mengingkari Muhammad ﷺ?" Sejak saat itu Umar pergi meninggalkan mereka dan menuju ke arah Nabi ﷺ untuk menceritakan kepada beliau apa yang telah diceritakan oleh mereka. Tetapi ternyata ia menjumpai beliau dalam keadaan telah menerima wahyu ayat-ayat berikut: Katakanlah, "Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah. (Al-Baqarah: 97), hingga beberapa ayat sesudahnya.
Ibnu Jarir mengatakan pula, telah menceritakan kepadanya Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Qatadah, telah sampai kepada kami berita bahwa di suatu hari sahabat Umar datang menemui orang-orang Yahudi. Kemudian Ibnu Jarir mengetengahkan hadis yang serupa dengan hadits di atas hingga selesai. Di dalam riwayat ini terdapat nama Adam, dia berpredikat munqati (terputus) pula. Hadits ini diriwayatkan juga oleh Asbat, dari As-Suddi, dari Umar dengan makna yang sama atau yang serupa dengannya, tetapi riwayat ini pun berpredikat munqati.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman (yakni Ad-Dustuli), telah menceritakan kepada kami Abu Ja'far, dari Husain ibnu Abdur Rahman, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, bahwa seorang Yahudi menemui sahabat Umar ibnul Khattab, lalu orang Yahudi itu berkata, "Sesungguhnya Jibril yang disebut oleh teman kalian (Nabi Muhammad ﷺ) adalah musuh kami." Maka sahabat Umar membacakan firman-Nya: “Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir” (Al-Baqarah: 98). Dengan kata lain, ayat ini diturunkan bertepatan dengan perkataan yang dikatakan oleh lisan sahabat Umar. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abdu ibnu Humaid, dari Abun Nadr Hasyim ibnul Qasim, dari Abu Ja'far (yakni Ar-Razi).
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepadaku Hasyim, telah menceritakan kepada kami Husain ibnu Abdur Rahman, dari Ibnu Abu Laila sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril,” hingga akhir, ayat (Al-Baqarah: 97). Dijelaskan bahwa orang-orang Yahudi berkata kepada kaum muslim, "Seandainya malaikat yang turun kepada kalian adalah Mikail, niscaya kami akan mengikuti kalian. Karena sesungguhnya Malaikat Mikail itu selalu turun membawa rahmat dan hujan, dan sesungguhnya Jibril selalu turun membawa azab dan pembalasan. Sesungguhnya dia adalah musuh kami." Ibnu Jarir mengatakan lalu turunlah ayat ini. Telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik, dari ‘Atha’ hal yang serupa.
Abdur Razzaq menceritakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, sehubungan dengan tafsir firman-Nya: “Katakanlah, barang siapa yang menjadi musuh Jibril,” hingga akhir ayat (Al-Baqarah: 97). Bahwa orang-orang Yahudi pernah mengatakan, "Sesungguhnya Jibril adalah musuh kami, karena sesungguhnya dia turun hanya dengan membawa kekerasan dan kelaparan. Dan sesungguhnya Mikail selalu turun membawa kemakmuran, kesehatan, dan kesuburan. Jibril adalah musuh kami." Lalu Allah ﷻ berfirman menurunkan ayat ini.
Mengenai tafsir firman-Nya: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah” (Al-Baqarah: 97). Artinya, barang siapa yang memusuhi Malaikat Jibril, ketahuilah bahwa dia adalah Ruh (malaikat) Al-Amin (yang dipercaya oleh Allah ﷻ). Dialah yang membawa turun Al-Qur'an yang bijaksana ke dalam hatimu dari Allah dengan seizin-Nya. Dia adalah utusan Allah dari kalangan para malaikat; dan barang siapa yang memusuhi utusan, berarti dia memusuhi semua utusan. Sama halnya orang yang beriman kepada seorang rasul, sesungguhnya ia pasti beriman kepada semua rasul, sebagaimana orang yang kafir kepada seorang rasul, berarti dia kafir kepada semua rasul. Sama halnya dengan makna yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu: “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan, "Kami beriman kepada yang sebagian (dari rasul-rasul itu), dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)" (An-Nisa: 150). Hingga kedua ayat berikutnya. Di dalam ayat ini mereka divonis sebagai orang-orang kafir yang sesungguhnya, jika mereka beriman kepada sebagian para rasul dan kafir kepada sebagian yang lainnya. Demikian pula keadaan orang yang memusuhi Malaikat Jibril, sesungguhnya orang tersebut adalah musuh Allah. Dikatakan demikian karena sesungguhnya tidak sekali-kali Malaikat Jibril turun dengan membawa perintah dari dirinya sendiri, melainkan dia turun dengan membawa perintah Tuhannya, seperti yang dinyatakan oleh firman-Nya: “Dan tidaklah kami (Jibril) turun, kecuali dengan perintah Tuhan-mu.” (Maryam: 64) “Dan sesungguhnya Al-Qur'an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dan dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan.” (Asy-Syu'ara: 192-194)
Imam Al-Bukhari meriwayatkan di dalam kitab sahihnya melalui Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang memusuhi kekasihku, berarti dia menantangku terang-terangan untuk berperang.” Karena itu, Allah murka terhadap setiap orang yang memusuhi Malaikat Jibril. Allah ﷻberfirman: “Barang siapa yang menjadi musuh Jibril, maka Jibril itu telah menurunkannya (Al-Qur'an) ke dalam hatimu dengan seizin Allah; membenarkan kitab-kitab sebelumnya dan menjadi petunjuk serta berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (Al-Baqarah: 97). Ma baina yadaihi, yakni kitab-kitab sebelumnya. Hudan, petunjuk bagi hati mereka. Busyra, berita gembira bagi mereka bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga. Dan Al-Qur'an itu tiada lain hanyalah bagi orang-orang mukmin, seperti yang disebutkan oleh firman lainnya, yaitu: “Katakanlah, Al-Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman", hingga akhir ayat, (Fushshilat: 44). “Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman” (Al-Isra: 82).
Kemudian Allah ﷻ berfirman: “Barang siapa yang menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, Jibril, dan Mikail, maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir” (Al-Baqarah: 98). Melalui ayat ini Allah ﷻberfirman, "Barang siapa yang memusuhi-Ku, para malaikat-Ku, dan rasul-rasul-Ku," yang termasuk ke dalam pengertiannya semua utusan baik dari kalangan malaikat ataupun manusia seperti makna yang terkandung di dalam firman-Nya: “Allah memilih utusan-utusan-(Nya) dari malaikat dan dari manusia” (Al-Hajj: 75). “Barang siapa yang memusuhi Jibril dan Mikail", kalimat ini termasuk ke dalam Bab "Ataf Khusus kepada Umum", karena sesungguhnya keduanya adalah malaikat yang termasuk ke dalam pengertian umum semua rasul (utusan).
Kemudian keduanya disebutkan lagi secara khusus karena konteks pembicaraan berkaitan dengan membela Jibril yang merupakan duta di antara Allah dan nabi-nabi-Nya. Penyebutan Jibril dibarengi dengan penyebutan Mikail, karena orang-orang Yahudi menduga bahwa Jibril adalah musuh mereka, sedangkan Mikail kekasih mereka; maka Allah mempermaklumatkan kepada mereka bahwa barang siapa yang menjadi musuh salah satu dari kedua malaikat tersebut, berarti menjadi musuh pula bagi yang lain, juga menjadi musuh Allah. Karena sesungguhnya Malaikat Mikail pun adakalanya turun kepada nabi-nabi Allah di suatu waktu, sebagaimana dia pun pernah menemani Rasulullah ﷺ pada permulaannya, tetapi Jibril lebih banyak menemaninya karena hal ini merupakan tugasnya. Malaikat Mikail tugas utamanya ialah mengatur tetumbuhan dan hujan, Malaikat Jibril menurunkan wahyu, sedangkan malaikat Mikail menurunkan rezeki, sebagaimana Israfil ditugaskan untuk meniup sangkakala pada hari berbangkit kelak di hari kiamat. Karena itu, di dalam hadis shahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ apabila salat di malam hari acapkali membaca doa berikut: “Ya Allah, Tuhan Malaikat Jibril, Malaikat Mikail, dan Malaikat Israfil, Pencipta langit dan bumi, Yang Maha Mengetahui hal yang gaib dan yang nyata, Engkaulah Yang memutuskan hukum di antara hamba-hamba-Mu dalam semua masalah yang diperselisihkan di antara mereka. Berilah daku petunjuk kepada kebenaran, guna menyelesaikan hal yang diperselisihkan dengan seizin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.”
Dalam riwayat pertama di atas telah disebutkan riwayat yang diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari, diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Ikrimah dan lain-lainnya, bahwa jabra, mik, dan isra artinya sama dengan abdun (hamba), sedangkan lil artinya Allah.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Sufyan, dari Al-A'masy, dari Ismail ibnu Abu Raja', dari Umair maula (bekas budak) Ibnu Abbas, bahwa sesungguhnya kata Jabrail itu dalam bahasa Arabnya sama dengan kata Abdullah (hamba Allah) dan Abdur Rahman (hamba Tuhan Yang Maha Pemurah). Menurut pendapat lain, jabra artinya hamba, sedangkan il artinya Allah. Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Ali ibnul Husain yang pernah mengatakan, "Tahukah kalian apakah persamaan nama Jabrail pada nama kalian?" Kami menjawab, "Tidak tahu." Ali ibnul Husain menjawab, "Ialah Abdullah (hamba Allah), setiap nama yang diakhiri dengan kata il terjemahannya berarti Allah ﷻ" Ibnu Abu Hatim meriwayatkan hal yang serupa dari Ikrimah, Mujahid, Adh-Dhahhak, dan Yahya ibnu Ya'mur.
Kemudian Ibnu Abu Hatim mengatakan, ayahku menceritakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Abul Hawari, telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz ibnu Umair yang mengatakan bahwa nama Jabrail di kalangan para malaikat artinya pelayan Allah. Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa ia pernah menceritakan hadis ini kepada Abu Sulaiman Ad-Darani, maka Abu Sulaiman mengangguk-anggukkan kepalanya dan mengatakan, "Sesungguhnya hadis ini lebih aku sukai daripada segala sesuatu," dan ia catat hadis ini pada buku yang ada di tangannya.
Sehubungan dengan lafal Jabrail dan Mikail ini terdapat beberapa dialek mengenainya yang hanya disebut di dalam kitab bahasa dan qiraat, dan kami membahasnya hanya sebatas apa yang dapat menunaikan makna yang dimaksud, atau yang dapat dijadikan sebagai pegangan. Hanya kepada Allah-lah kami percaya, dan Dia adalah Yang dimintai pertolongan-Nya. Firman Allah ﷻ: “Maka sesungguhnya Allah adalah musuh orang-orang kafir.” (Al-Baqarah: 98) Di dalam ungkapan ayat ini terkandung meletakkan isim lahir di tempat isim damir, mengingat tidak dikatakan fainnahu 'aduwwul lil kafirin, melainkan dikatakan fainnallaha 'aduwwul lil kafirin.
Keadaannya sama dengan apa yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair: “Aku yakin bahwa tiada sesuatu pun yang dapat mendahului mati (ajal), maut selalu mendahului orang yang kaya, juga orang yang miskin (tanpa pandang bulu).” Penyair lainnya mengatakan: “Aduhai, seandainya burung gagak seperti biasanya di pagi hari selalu bergoak, tetapi seakan-akan kini burung-burung gagak itu sudah putus urat leherya.” Sesungguhnya lafal Allah di-izhar-kan (ditampakkan) dalam kedudukan ini tiada lain untuk menyatakan dan menonjolkan makna tersebut, sebagai pemberitahuan terhadap mereka bahwa barang siapa yang memusuhi kekasih Allah, berarti dia memusuhi Allah.
Barang siapa yang memusuhi Allah, berarti Allah adalah musuhnya; dan barang siapa yang menjadi musuh Allah, berarti merugilah dia di dunia dan akhiratnya, seperti yang disebutkan oleh hadis yang lalu, yaitu: “Barang siapa yang memusuhi kekasihku, berarti aku telah mempermaklumatkan perang terhadapnya.” Di dalam hadis lain disebutkan: “Sesungguhnya aku benar-benar akan mengadakan pembalasan demi membela kekasih-kekasihku, sebagaimana singa (seorang pemberani) menuntut balas dalam peperangan.” Di dalam hadis sahih dinyatakan: “Barang siapa menjadi musuhku, niscaya aku akan memusuhinya."
Barang siapa menjadi musuh Allah dengan memusuhi salah satu makhluk-Nya yang taat, atau memusuhi salah satu dari malaikatmalaikat-Nya, atau salah seorang dari rasul-rasul-Nya, atau Jibril yang membawa wahyu dan Mikail yang pembawa rezeki, maka sesungguhnya dia telah kafir dan mengantar dirinya menuju kebinasaan. Sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir. Dua ayat di atas menegaskan dua hal. Pertama, Allah tidak membedabedakan para rasul dan malaikat-Nya. Kepercayaan, ketaatan, dan kecintaan kepada mereka adalah satu paket. Siapa pun yang memusuhi mereka atau salah seorang dari mereka, maka ia akan menjadi musuh Allah. Kedua, sanksi kepada pelanggar tidak hanya diterapkan kepada orang Yahudi, tetapi kepada siapa saja yang kafir dan memusuhi-Nya Konteks ayat ini adalah bagian dari bantahan Allah terhadap orangorang Yahudi. Namun demikian, siapa pun yang berperilaku seperti disebut dalam ayat ini, maka mereka disebut fasik. Dan demi Tuhan, tidaklah wajar bila orang-orang Yahudi itu atau siapa pun menolak kebenaran Al-Qur'an karena sungguh Kami, dengan menugaskan Jibril, telah menu runkan ayat-ayat yang jelas kandungannya serta bukti-bukti kebenarannya dan kebenaranmu sebagai rasul kepadamu, Muhammad. Dan tidaklah ada yang mengingkarinya, baik dari golongan manusia yang hidup pada masamu atau sesudahmu, selain orang-orang fasik. Bukti-bukti kebenaran Al-Qur'an sudah sangat jelas; tidak ada yang mengingkarinya selain mereka yang tertutup mata hatinya. Mereka itulah yang disebut sebagai orang-orang fasik.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa barang siapa memusuhi Allah dan malaikat-malaikat-Nya dan orang-orang yang menjauhkan diri dari-Nya, berarti orang itu telah menganiaya dirinya sendiri, karena orang yang demikian itu memusuhi orang-orang yang menyampaikan seruan Allah, yang berarti pula orang itu telah mendengar seruan Allah kepada jalan yang benar, tetapi tidak mau mendengarkan seruan itu. Ia telah berbuat zalim karena tidak mau mendengarkan seruan sebagaimana mestinya, padahal seruan itu sangat berguna bagi dirinya sendiri.
Dalam ayat ini terdapat ancaman yang keras yang dinyatakan Allah secara terang-terangan, yaitu ketentuan bahwa orang-orang Yahudi digolongkan orang-orang kafir karena mereka memusuhi kebenaran dan memusuhi pula setiap orang yang menyerukan kebenaran itu.
Orang-orang Yahudi semestinya harus mengerti bahwa memusuhi Al-Qur'an berarti memusuhi seluruh kitab-kitab samawiyah, karena tujuan dari kitab-kitab itu hanyalah satu, yaitu memberikan hidayah pada semua manusia dan menunjuki mereka pada jalan yang lurus. Memusuhi Nabi Muhammad pun berarti memusuhi seluruh nabi, karena tugas para nabi pada hakikatnya satu, dan tujuannya pun juga satu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 97-101
Ayat 97
“Katakanlah, ‘Barangsiapa yang jadi musuh dari Jibril, maka sesungguhnya dia itu telah menurunkannya ke dalam hati engkau dengan izin Allah.'"
Ayat ini lanjutan dari tempelak-tempelak Tuhan yang terdahulu. Mereka tadi mengatakan bahwa mereka hanya mau percaya kepada kitab yang diturunkan kepada mereka saja dan tidak mau percaya kepada kitab yang turun di belakang itu. Menurut satu riwayat yang bertemu di dalam kitab-kitab tafsir, salah satu sebabnya ialah setelah salah seorang pemuka mereka bernama Abdullah bin Shuriya pernah bertanya kepada Nabi ﷺ Malaikat yang mana yang menurunkan Al-Qur'an kepada Muhammad ﷺ itu. Rasulullah menjawab bahwa yang membawanya dari Tuhan ialah Malaikat Jibril. Terus dengan serta merta Abdullah bin Shuriya itu berkata bahwa mereka tidak mau percaya Al-Qur'an ialah karena Jibril itu yang membawanya kepada Nabi. Coba kalau Malaikat Mikail yang membawa, barangkali mereka bisa iman. Kami orang Bani Israil, musuh dengan Jibril. Ketika ditanyakan apa sebab Jibril mereka musuhi, dia menjawab karena Jibril itulah yang dahulu pernah menyampaikan bahwa Baitul Maqdis satu waktu kelak akan hancur. Dan, memang hancurlah Baitul Maqdis. Ini jawab Abdullah bin Shuriya.
Hancurnya Baitul Maqdis ialah setelah negeri Israel diserang dan dihancurkan oleh Bukhtunashr (Nabukadneshar) Raja Babil lalu orang-orang Yahudi ditawan dan dibawa ke negeri Babil beribu-ribu orang banyaknya.
Dan satu riwayat lagi, pada suatu hari Umar bin Khaththab masuk ke salah satu madrasah Yahudi, Ketika bercakap-cakap tersebutlah oleh beliau Jibril. Serta merta pula Yahudi yang menyambutnya di situ berkata bahwa Jibril itu musuh kami sebab dia banyak sekali membuka rahasia-rahasia kami kepada Muhammad. Itulah malaikat yang banyak sekali merusak dan membawa adzab. Lain dengan Mikail; itulah malaikat yang membawa kesuburan dan damai.
Meskipun kedua sebab turun ayat ini tersebut dalam kitab-kitab tafsir dan hati kita kurang mantap menerimanya, terutama riwayat yang kedua, suatu hal adalah nyata, yaitu bahwa mereka tidak senang kepada Jibril; mengapa masih saja membawa wahyu yang baru lagi, padahal Taurat sudah cukup. Mengapa datang lagi kepada seorang nabi yang bukan Bani Israil, sehingga martabat Bani Israil menjadi direndahkan, sebab sudah ada pula nabi lain dari bangsa lain, yaitu bangsa Arab. Akan tetapi, dengan ayat ini paham yang amat dangkal itu dibantah. Apa sangkut paut Jibril maka dia dimusuhi? Bukankah dia hanya utusan? Bukan dari kehendaknya sendiri. Dia hanya menyampaikan wahyu dari Allah, dengan izin Allah ke dalam hati Muhammad."Menyetujui apa yang ada di hadapannya" Pokok isi Al-Qur'an itu tidak berselisih, bahkan bersetuju dengan isi kitab Taurat, yaitu menegakkan tauhid kepada Allah Subhaanahu wa Ta'aala—
“Dan petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman."
Kamu musuhi Jibril lantaran dia membawa wahyu Al-Qur'an kepada Muhammad, padahal isi Al-Qur'an tidak bertentangan dengan isi Taurat kamu. Kalau bertentangan, patutlah dia kamu musuhi. Dan bagi orang yang beriman, Al-Qur'an itu telah menjadi petunjuk dan membawa kabar yang gembira bagi mereka bahwa iman dan amal saleh yang mereka perbuat akan memberikan bagi mereka hidup yang bahagia di akhirat kelak. Apa kesalahan Jibril maka dia dimusuhi?
Maka, pada ayat yang selanjutnya, Tuhan bertindak membela utusan-Nya, baik utusan yang berupa Malaikat maupun yang berupa manusia,
Ayat 98
“Katakanlah, ‘Barangsiapa yang jadi musuh dari Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya, dan rasul-rasul-Nya, dan Jibril dan Mikail; maka sesungguhnya Allah adalah musuh dari orang-orang yang kafir."
Meskipun mereka hanya menyebut memusuhi Jibril, berarti mereka memusuhi Allah. Barangsiapa memusuhi rasul Allah, baik Muhammad maupun barangmana rasul yang lain, berarti mereka memusuhi Allah. Demikian juga terhadap Jibril khusus atau Mikail yang di ayat ini disebut Mikala. Meskipun mulut mereka tidak menyebut memusuhi Allah, namun dengan demikian mereka telah memusuhi Allah. Sebab itu, Tuhan mendahulukan bahwa si pemusuh itu terlebih dahulu adalah memusuhi Allah. Kalau telah ada yang memandang musuh kepada Jibril sebab dia yang membawa wahyu Al-Qur'an, tentu akan ada pula kelak yang memusuhi Mikala atau Mikail kalau terlambat datang musim hujan atau ladang kurang menghasilkan buah, padahal baik rasul-rasul bangsa manusia maupun rasul-rasul bangsa Malaikat, satu pun tidak ada yang memegang kuasa. Mereka hanya suruhan. Tanggung jawab adalah pada Allah semua dan mutlak. Dan akhirnya dengan tegas Tuhan menyatakan permusuhan yang dihadapkan oleh orang kafir kepada malaikat-malaikat dan rasul-rasul itu adalah nyata menentang Allah. Sebab itu, Allah pun memusuhi pula kepada orang-orang yang kafir itu. Maka kalau terjadi pertentangan dengan Allah, siapa yang kalah?
Ayat 99
“Dan sesungguhnya telah Kami turunkan kepada engkau akan ayat-ayat yang jelas-jelas."
Ayat-ayat itu ialah perintah, suruhan dan larangan, dan peraturan dan perbandingan, dan ajakan buat berpikir. Semuanya diturunkan dengan jelas dan dengan keterangan yang cukup, tidak ada yang mendatangkan ragu. Kalau orang sudi berpikir dan mempergunakan akal, pastilah Al-Qur'an itu diterimanya dengan baik.
“Dan tidaklah kafir kepadanya, melainkan orang-orang yang fasik."
Orang yang fasik, yang keluar dari jalan yang benar, orang yang telah sakit jiwanya, sebagaimana syair dari Bukhari,
“Kadang-kadang mata melawan matahari, karena dia ditimpa penyakit belai (ramad atau trachom)."
Dan mulut menentang manisnya air karena ditimpa demam.
Sehingga keterangan betapapun jelasnya, tidak mau masuk lagi ke dalam jiwa karena diri telah dipenuhi oleh kefasikan, kejahatan, dan kedurjanaan.
Segala helah dan dalih yang mereka pakai sehingga sampai memusuhi Malaikat segala, lain tidak memanglah karena jiwa telah mendurhaka. Karena kedurhakaan itu akan macam-macam saja jawab mereka yang tidak masuk akal yang remeh dan yang bisa dipatahkan oleh orang yang berakal sehat. Sebab itu, selanjutnya Tuhan berfirman,
Ayat 100
“Apakah tiap-tiap kali Mereka membuat perjanjian, dilenyapkan (saja) oleh segolongan dari Mereka? Bahkan yang terbanyak di antara Mereka tidaklah penanya,"
Inilah satu ayattempelakyang jitu. Berkali-kali mereka telah memperbuat perjanjian dengan Allah, dengan perantaraan rasul Allah Musa a.s., pemimpin mereka sendiri, dan tertulis bunyi perjanjian itu di dalam kitab yang mereka pegang setia, berkali-kali pula mereka mungkiri perjanjian itu meskipun mereka mengatakan bersedia memegang hukum Taurat. Sekarang, datang utusan Tuhan yang baru; isi seruannya adalah memperkuat yang dahulu itu. Maka apakah akan berulang lagi laku yang lama? Diperbuat janji yang baru lalu segolongan memungkirinya lagi dan melemparkan saja janji itu, sebagai kata ahli-ahli siasat kita sekarang “janji di atas kertas"? Yang segolongan membuat janji untuk dimungkiri dan bagian yang terbesar tidak mau berjanji karena tidak percaya.
Sikap tidak mau percaya ini dijelaskan lagi pada ayat selanjutnya,
Ayat 101
“Dan tatkala telah datang kepada Mereka seorang rasul di sisi Allah."
Yaitu, Nabi Muhammad ﷺ yang diturunkan kepadanya wahyu, “menyetujui apa yang ada serta mereka", sama-sama berisi ajaran tauhid, menghormati ibu-bapak, melarang berzina dan mencuri, mengasihi se-sama manusia, menyuruh mengasihi keluarga, anak yatim dan fakir miskin, menyuruh berlaku baik kepada sesama manusia dan memperkuat ibadah shalat dan berzakat."Telah melemparkan segolongan dari mereka yang diberi kitab itu," yaitu mereka yang telah diberi kitab Taurat itu, “akan kitab Allah ke belakang mereka," yaitu Al-Qur'an,
“Seolah-olah Mereka tidak mengetahui."
(ujung ayat 101)