Ayat
Terjemahan Per Kata
أَفَتَطۡمَعُونَ
apakah kamu mengharapkan
أَن
bahwa
يُؤۡمِنُواْ
mereka akan dipercaya
لَكُمۡ
bagi kalian
وَقَدۡ
dan sungguh
كَانَ
adalah
فَرِيقٞ
segolongan
مِّنۡهُمۡ
dari mereka
يَسۡمَعُونَ
mereka mendengarkan
كَلَٰمَ
firman
ٱللَّهِ
Allah
ثُمَّ
kemudian
يُحَرِّفُونَهُۥ
mereka merubahnya
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَا
apa
عَقَلُوهُ
mereka memahaminya
وَهُمۡ
dan mereka
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
أَفَتَطۡمَعُونَ
apakah kamu mengharapkan
أَن
bahwa
يُؤۡمِنُواْ
mereka akan dipercaya
لَكُمۡ
bagi kalian
وَقَدۡ
dan sungguh
كَانَ
adalah
فَرِيقٞ
segolongan
مِّنۡهُمۡ
dari mereka
يَسۡمَعُونَ
mereka mendengarkan
كَلَٰمَ
firman
ٱللَّهِ
Allah
ثُمَّ
kemudian
يُحَرِّفُونَهُۥ
mereka merubahnya
مِنۢ
dari
بَعۡدِ
sesudah
مَا
apa
عَقَلُوهُ
mereka memahaminya
وَهُمۡ
dan mereka
يَعۡلَمُونَ
mereka mengetahui
Terjemahan
Maka, apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka agar percaya kepadamu, sedangkan segolongan mereka mendengar firman Allah lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya, padahal mereka mengetahui(-nya)?
Tafsir
(Apakah masih kamu harapkan) hai orang beriman (bahwa mereka akan beriman) yakni orang-orang Yahudi itu (kepadamu, sedangkan sebagian) atau satu golongan (di antara mereka) yakni pendeta-pendeta mereka (mendengar firman Allah) yaitu Taurat (lalu mengubahnya) (setelah mereka memahaminya) (padahal mereka mengetahui) bahwa sebenarnya mereka mengada-ada. Pertanyaan di sini berarti sanggahan terhadap orang-orang beriman hingga berarti, "Tak usah kamu harapkan mereka akan beriman karena dulu mereka juga sudah kafir!".
Tafsir Surat Al-Baqarah: 75-77
Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui. Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami juga telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian. Tidakkah kalian mengerti?” Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan.
Ayat 75
Afatatmauna, apakah kalian masih mengharapkan, wahai orang-orang mukmin, An yu-minu lakum, golongan yang sesat dari kalangan orang-orang Yahudi itu mau tunduk dengan taat kepada kalian, yaitu mereka yang kakek moyangnya telah menyaksikan berbagai mukjizat yang jelas dengan mata kepala mereka sendiri, tetapi ternyata hati mereka menjadi keras sesudah itu. Padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya, yakni menakwilkannya bukan dengan takwil yang sebenarnya. Hal itu mereka lakukan setelah mereka memahaminya dengan pemahaman yang jelas. Tetapi mereka menyimpang dengan sepengetahuan mereka, dan menyadari bahwa perubahan dan takwil keliru yang mereka lakukan itu benar-benar salah. Hal ini sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman Allah ﷻ: “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya” (Al-Maidah: 13).
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa setelah itu Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya beserta orang-orang yang mengikutinya dari kalangan kaum mukmin, memutuskan harapan mereka terhadap orang-orang Yahudi itu: “Apakah kalian masih mengharapkan mereka akan percaya kepada kalian, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah” (Al-Baqarah: 75). Makna yang dimaksud dari firman-Nya, "Yasma'una," adalah mendengar kitab Taurat, karena kitab Taurat telah mereka dengar semua; tetapi mereka adalah orang-orang yang meminta kepada Nabi Musa a.s. untuk dapat melihat Tuhan mereka dengan jelas, lalu mereka disambar oleh halilintar di tempat tersebut.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan dia menukil perkataan yang dinukilnya dari sebagian kalangan ahlul 'ilmi bahwa mereka berkata kepada Musa, "Wahai Musa, sesungguhnya telah dihalang-halangi antara kami dan Tuhan kami hingga kami tidak dapat melihat-Nya, maka perdengarkanlah kepada kami Kalam-Nya di saat Dia berbicara kepadamu." Maka Nabi Musa a.s. memohon hal tersebut kepada Tuhannya, dan Allah ﷻberfirman kepadanya, "Ya, perintahkanlah kepada mereka agar bersuci dan mencuci pakaiannya serta berpuasa," lalu mereka melakukannya. Kemudian Nabi Musa membawa mereka keluar hingga sampai di Bukit Tur. Ketika mereka tertutupi oleh awan, Musa memerintahkan kepada mereka untuk sujud, lalu mereka semua menyungkur bersujud, dan Allah berbicara kepada Musa, sedangkan mereka mendengar firman Allah ﷻyang mengandung perintah dan larangan kepada mereka, hingga mereka memahami apa yang mereka dengar dari-Nya. Sesudah itu Nabi Musa a.s. kembali bersama mereka menuju kaum Bani Israil.
Ketika mereka datang kepada kaumnya, ada sebagian dari kalangan mereka mengubah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka. Mereka berkata kepada kaum Bani Israil di saat Musa berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kalian untuk mengerjakan anu dan anu." Selanjutnya Ibnu Abbas mengatakan bahwa golongan tersebutlah yang disebut oleh Allah ﷻdalam ayat ini (Al-Baqarah: 75). Sesungguhnya mereka mengatakan, "Allah telah memerintahkan kepada kalian untuk mengerjakan anu dan anu," hanyalah untuk menentang apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepada mereka, yakni mereka mengubahnya dari perintah yang sesungguhnya. Golongan inilah yang dimaksudkan oleh Allah dan Rasul-Nya dalam ayat ini.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya.” (Al-Baqarah: 75) Yang mereka ubah adalah kitab Taurat. Apa yang disebut oleh As-Suddi ini lebih umum pengertiannya daripada yang dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Ishaq, sekalipun pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir karena berpegang kepada konteks ayat. Karena sesungguhnya bukan merupakan suatu kepastian bila mereka telah mendengar Kalamullah secara langsung mempunyai pemahaman yang sama dengan apa yang didengar oleh Nabi Musa ibnu Imran yang diajak bicara langsung oleh Allah ﷻ. Sedangkan dalam ayat lain Allah ﷻ telah berfirman: “Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah” (At-Taubah: 6). Yakni agar Nabi ﷺ mempunyai kesempatan untuk menyampaikan firman Allah ﷻ kepadanya. Karena itulah Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “kemudian mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedangkan mereka mengetahui” (Al-Baqarah: 75). Yang dimaksud dengan mereka adalah orang-orang Yahudi yang pernah mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya sesudah mereka memahami dan menghafalnya.
Mujahid mengatakan bahwa orang-orang yang mengubah firman Allah ﷻ dan yang menyembunyikannya adalah para ulama dari kalangan mereka.
Abul Aliyah mengatakan, mereka sengaja mengubah sifat-sifat Nabi Muhammad ﷺ yang ada dalam kitab mereka dari tempat-tempatnya.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya, "Wahum ya'lamuna'' (sedangkan mereka mengetahui), yakni mereka berdosa.
Ibnu Wahb mengatakan bahwa firman Allah ﷻ: “padahal mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya” (Al-Baqarah: 75). Menurut Ibnu Zaid, yang dimaksud dengan Kalamullah ialah kitab Taurat yang diturunkan kepada mereka, lalu mereka mengubahnya. Mereka menjadikan hal yang halal di dalamnya menjadi haram, dan yang haram mereka jadikan halal; lalu mereka mengubah kebenaran menjadi kebatilan, dan yang kebatilan menjadi kebenaran.
Apabila datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang benar disertai dengan uang suap, barulah mereka mengeluarkan Kitabullah (Taurat). Jika datang kepada mereka orang yang berada dalam pihak yang salah dengan membawa uang suap, mereka mengeluarkan kitab yang telah mereka ubah itu sehingga dia berada dalam pihak yang benar. Apabila datang kepada mereka seseorang yang menanyakan sesuatu masalah kepada mereka tanpa ada kaitannya dengan kebenaran, tanpa uang suap, dan tanpa lainnya, mereka mengatakan kebenaran (sebenarnya) kepada orang itu. Maka Allah ﷻberfirman kepada mereka: “Mengapa kalian suruh orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kalian melupakan diri kalian sendiri, padahal kalian membaca Al-Kitab (Taurat)? Maka tidakkah kalian berpikir” (Al-Baqarah: 44).
Ayat 76
Adapun firman Allah ﷻ: “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, ‘Kami juga telah beriman,’ tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja…” hingga akhir ayat (Al-Baqarah: 76).
Muhammad ibnu Ishaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa apabila mereka bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami juga percaya bahwa teman kalian itu adalah utusan Allah, tetapi khusus bagi kalian." Jika sebagian dari mereka berada bersama sebagian yang lain, mereka mengatakan, "Janganlah kalian bicarakan rahasia ini kepada orang-orang Arab, karena sesungguhnya sejak dulu kalian menunggu-nunggu kedatangannya untuk meminta pertolongannya dalam menghadapi mereka (orang-orang Arab), tetapi ternyata dia (Rasulullah) muncul dari kalangan mereka sendiri."
Maka Allah ﷻmenurunkan firman-Nya: “Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata, "Kami juga telah beriman." Tetapi apabila mereka berada sesama mereka saja, mereka berkata, "Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian!" (Al-Baqarah: 76). Artinya, kalian mengakui dia (Nabi Muhammad) adalah seorang nabi, padahal kalian telah berjanji kepada Allah ﷻ bahwa kalian akan mengikutinya, dan dia telah memberitakan kepada mereka (orang-orang Arab) bahwa dia adalah nabi yang sedang kita tunggu-tunggu kedatangannya dan yang kita jumpai sebutannya di dalam kitab kita. Karena itu, ingkarilah dia dan jangan sekali-kali kalian mengakuinya. Firman Allah ﷻ: “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan” (Al-Baqarah: 77).
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud oleh ayat ini ialah orang-orang munafik dari kalangan orang-orang Yahudi. Apabila bertemu dengan sahabat-sahabat Nabi Muhammad ﷺ, mereka mengatakan, "Kami juga beriman kepadanya."
Menurut As-Suddi, mereka adalah segolongan orang dari kalangan orang-orang Yahudi; mereka beriman, kemudian munafik. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ar-Rabi' ibnu Anas dan Qatadah, juga oleh tidak hanya seorang dari kalangan ulama Salaf dan ulama Khalaf. Sehubungan dengan hal ini Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Wahb darinya mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Jangan sekali-kali ada orang yang masuk kepada kami di kota Madinah kecuali hanya orang mukmin. Para pemimpin orang-orang Yahudi dari kalangan orang kafir dan munafik mengatakan, "Berangkatlah kalian dan katakanlah bahwa kami juga beriman, tetapi kufurlah kalian bila kalian kembali lagi kepada kami." Mereka berdatangan ke Madinah di pagi hari, dan kembali kepada kaumnya sesudah asar (sore). Lalu perawi membacakan firman-Nya: “Segolongan (lain) dari ahli kitab berkata (kepada sesamanya), "Perlihatkanlah (seolah-olah) kalian beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang, dan ingkarilah ia pada sorenya supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran)" (Ali Imran: 72).
Mereka itu apabila memasuki kota Madinah mengatakan, "Kami juga orang-orang muslim," dengan tujuan untuk memperoleh informasi tentang berita dan perkara Rasulullah ﷺ. Apabila mereka berkumpul lagi dengan sesamanya, mereka kembali menjadi kafir. Setelah Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya keadaan orang-orang munafik itu, maka Nabi menutup jalan mereka sehingga mereka tidak dapat menyusup ke dalam tubuh kaum muslim. “Sebelum itu orang-orang mukmin menduga bahwa orang-orang munafik itu juga beriman, lalu mereka berkata kepada sesamanya, "Bukankah Allah telah berfirman anu dan anu kepada kalian?" Lalu sebagian yang lainnya menjawab, "Memang benar." Apabila mereka kembali kepada kaumnya (yakni para pemimpin mereka), para pemimpin mereka bertanya, seperti yang disitir oleh firman-Nya: “Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian!” (Al-Baqarah: 76).
Abul Aliyah berkata sehubungan dengan firman-Nya: “Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian” (Al-Baqarah: 76). Yakni tentang apa yang telah diturunkan kepada kalian, yaitu kitab kalian yang di dalamnya disebutkan ciri-ciri Nabi Muhammad ﷺ.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan firman-Nya ini, bahwa mereka (orang-orang Yahudi) selalu mengatakan, "Kelak akan muncul seorang nabi." Lalu sebagian dari mereka berkumpul dengan sebagian yang lain dan berkata: “Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian, supaya dengan demikian mereka dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian!” (Al-Baqarah: 76).
Makna lafal al-fath menurut pendapat lain disebutkan oleh riwayat Ibnu Juraij yang mengatakan, telah menceritakan kepadanya Al-Qasim ibnu Abu Barzah, dari Mujahid, sehubungan dengan makna firman-Nya: “Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian” (Al-Baqarah: 76) bahwa Nabi ﷺ dalam Perang Khaibar di bawah benteng pertahanan mereka (orang-orang Yahudi) pernah mengatakan, "Wahai saudara-saudara kera dan babi, wahai para penyembah tagut (berhala)!" Mereka menjawab, "Tiada lain orang yang memberitahukan ini melainkan Muhammad, tiadalah ucapan berikut kecuali keluar dari kalian." Yang mereka maksudkan adalah firman Allah ﷻ: “Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian” (Al-Baqarah: 76). Yaitu apa yang telah diputuskan Allah untuk memperoleh kemenangan, yang pada akhirnya hal tersebut akan dijadikan sebagai hujah oleh mereka (orang-orang Arab) untuk menghadapi kalian sendiri. Ibnu Juraij meriwayatkan dari Mujahid, bahwa hal ini terjadi ketika Nabi ﷺ mengutus sahabat Ali kepada mereka (orang-orang Yahudi), lalu mereka menyakiti Nabi Muhammad ﷺ.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Apakah kalian menceritakan kepada mereka apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian” (Al-Baqarah: 76) Yakni mengenai siksaan. “Supaya dengan demikian mereka (orang-orang Arab) dapat mengalahkan hujah kalian di hadapan Tuhan kalian” (Al-Baqarah: 76). Mereka yang berbuat demikian adalah segolongan orang-orang Yahudi yang beriman, lalu munafik; mereka selalu berbicara kepada orang-orang mukmin dari kalangan orang-orang Arab tentang siksaan yang mereka alami. Maka sebagian dari golongan orang-orang Yahudi itu mengatakan kepada sebagian yang lainnya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian” (Al-Baqarah: 76) berupa siksaan (yang pernah kalian alami) yang akibatnya mereka (orang-orang Arab) mengatakan kepada kalian, "Kami lebih dicintai oleh Allah daripada kalian, dan kami lebih dimuliakan oleh Allah daripada kalian."
‘Atha’ Al-Khurrasani mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Apakah kalian menceritakan kepada mereka (orang-orang Arab) apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian” (Al-Baqarah: 76). Yaitu apa yang telah ditakdirkan bagi kalian berupa nikmat dan siksaan.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan, orang-orang Yahudi itu apabila bertemu dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan, "Kami juga telah beriman." Tetapi apabila mereka kembali berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Janganlah kalian ceritakan kepada teman-teman Muhammad apa yang telah diterangkan Allah kepada kalian di dalam kitab kalian, yang pada akhirnya hal tersebut dijadikan hujah oleh mereka untuk menghadapi dan menentang kalian."
Ayat 77
Firman Allah ﷻ: “Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan” (Al-Baqarah: 77).
Abul Aliyah mengatakan, makna yang dimaksud ialah segala yang mereka sembunyikan berupa kekufuran terhadap Nabi Muhammad ﷺdan kedustaan mereka kepadanya, padahal mereka menemukan ciri-cirinya tercatat di dalam kitab yang ada pada mereka. Hal yang sama dikatakan pula oleh Qatadah.
Al-Hasan mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “bahwa Allah mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan” (Al-Baqarah: 77). Apa yang mereka sembunyikan itu ialah bilamana mereka meninggalkan sahabat-sahabat Muhammad ﷺ, lalu berada di antara sesama mereka, maka sebagian dari mereka berkata kepada sebagian yang lain, yang kesimpulannya mereka saling melarang di antara sesamanya untuk menceritakan kepada seseorang dari sahabat-sahabat Nabi ﷺ tentang hal-hal yang disebut di dalam kitab mereka. Demikian itu karena mereka merasa khawatir bila hal tersebut akan dijadikan hujah oleh sahabat-sahabat Nabi ﷺ terhadap diri mereka di hadapan Tuhan mereka, yakni senjata makan tuan. Wama yu-linuna, dan segala yang mereka nyatakan, yakni ucapan mereka kepada sahabat-sahabat Nabi ﷺ yang mengatakan, "Kami juga beriman." Demikian pula yang dikatakan oleh Abul Aliyah, Ar-Rabi' dan Qatadah.
Sesudah menjelaskan sikap orang Yahudi, maka kemudian mengingatkan Nabi Muhammad dan umat Islam dengan mengajukan pertanyaan, yaitu apakah kamu, kaum muslim, sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, meyakini kerasulan Nabi Muhammad, dan beriman pada petunjuk Al-Qur'an' Hal seperti ini mustahil dapat terwujud, sedangkan segolongan dari mereka sudah mendengar dan mengetahui firman Allah yang terdapat pada kitab Taurat lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya dan menafsirkannya sekehendak hati, padahal mereka, yaitu kaum Yahudi Madinah, mengetahuinya bahwa Taurat itu berisi petunjuk bagi mereka. Keingkaran kaum Yahudi tidak saja tecermin pada keingkaran mereka terhadap kerasulan Nabi Muhammad, tetapi juga pada sikap munafiknya. Karakter ini nyata dan jelas apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman dari kelompok sahabat Nabi, mereka berkata, Kami telah beriman sebagaimana kalian meyakini kerasulan Muhammad. Tetapi apabila mereka kembali kepada sesamanya, mereka bertanya kepada kelompoknya, Apakah akan kamu ceritakan kepada mereka yang menjadi pengikut Muhammad apa yang telah diterangkan Allah kepadamu di dalam Taurat tentang akan datangnya seorang rasul yang bernama Ahmad'nama lain Nabi Muhammad, sehingga mereka atau umat Islam itu dapat menyanggah kamu dan menyalahkanmu di hadapan Tuhanmu, karena kerasulan Muhammad itu memang benar dan tercantum dalam Taurat. Karena itu tidakkah kamu mengerti bahwa bila ini terjadi, yaitu penjelasan tentang kerasulan Muhammad, berarti kamu telah melakukan hal yang bodoh' Ayat ini turun untuk menegaskan bahwa kaum Yahudi pada dasarnya mengakui kenabian Muhammad, namun mereka tidak mengimaninya.
Dalam ayat ini Allah mengarahkan kembali firman-Nya kepada orang-orang mukmin agar mereka jangan terlalu banyak mengharapkan akan berimannya orang-orang Yahudi, karena watak mereka tidaklah jauh berbeda dengan watak nenek moyang mereka.
Hal yang demikian itu disebabkan adanya pendeta-pendeta Yahudi pada zaman dahulu yang mempelajari Taurat dan memahaminya kemudian mengubah pengertiannya, bahkan mengganti ayat-ayatnya dengan sengaja, terutama yang berkenaan dengan kedatangan Nabi Muhammad. Mereka sebenarnya menyadari bahwa mereka telah melakukan penyelewengan dengan memutarbalikkan isi Taurat itu. Pelajaran agama yang sudah diputarbalikkan itulah yang diajarkan kepada keturunannya. Orang Yahudi pada zaman Rasul ﷺ berpegang teguh dengan ajaran nenek moyang mereka yang keliru. Keinginan yang besar dari Nabi ﷺ dan kaum Muslimin agar orang Yahudi beriman dan mengikuti ajaran Islam, sebab agama mereka paling dekat dengan Islam.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 75-79
Ayat 75
“Apakah kamu ingin benar agar Mereka percaya kepada kamu? Padahal sesungguhnya telah ada segolongan dari Mereka yang mendengar Kalam Allah, kemudian Mereka ubah-ubah dia sesudah Mereka mengerti."
Hal ini diperingatkan kepada Nabi Muhammad ﷺ dan umatnya, khusus kepada sahabat-sahabat beliau yang hidup ketika ayat diturunkan, yang sangat mengharap moga-moga lantaran selalu mendapat seruan, orang Yahudi itu akan berbondong masuk Islam. Ayat ini memperingatkan jangan terlalu diharap, sebab mengubah-ubah ayat atau isi maksud ayat dan menafsirkannya secara lain, sudahlah menjadi kebiasaan mereka, bahkan sudah sejak zaman Musa lagi sudah demikian. Mereka dengar Kalam Allah, sabda Taurat. Mereka akui itu memang Kalam Allah, tetapi kemudian mana yang terasa berat mereka ubah dengan sengaja. Bahkan ini telah terasa sendiri oleh Nabi Musa ketika beliau masih hidup dan telah dekat kepada ajalnya sehingga diperintahkannya menulis segala isi Taurat untuk diingat oleh anak-cucu. Namun demikian, ketika dia dipanggil menghadap oleh Allah Ta'aala bersama Yusya' yang akan meneruskan pimpinannya atas Bani Israil jika beliau meninggal, Tuhan pun telah mem-peringatkan kepada Musa bahwa sepeninggal Musa kelak kaumnya ini akan menyembah dewa-dewa dan meninggalkan Allah. Sebab itu, meskipun ketika Taurat tertulis lengkap, lagi berani mereka mengubah maksudnya menurut kehendak mereka, apatah lagi Taurat yang ditulis di zaman Nabi ﷺ sampai ke zaman kita sekarang, bukan lagi Taurat yang ditulis di zaman Musa itu.
“Padahal Mereka mengetahui."
Adapun sebelum datang Nabi ﷺ dan belum timbul gerakan Islam ini di Madinah, mengubah isi Kalam Allah menurut kemauan mereka dan untuk menjaga martabat mereka, mereka lagi mau, apatah lagi setelah kekuatan Nabi Muhammad ﷺ sudah bangkit demikian rupa dan mereka mulai terdesak. Niscaya mengubah-ubah maksud itu akan kejadian lagi.
Ayat 76
“Dan apabila Mereka berjumpa dengan orang-orang yang telah beriman, Mereka pun berkata, ‘Kami telah beriman.'"
Di sini jelas jiwa yang mulai lemah dan ragu. Kebenaran Islam dengan semangat yang baru itu tidak dapat dihalangi lagi, tetapi mereka berat melepaskan yang lama. Sebab itu, terpaksa mereka bermuka manis kepada orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad ﷺ, dan mereka mengaku beriman pula, untuk menjaga diri atau melihat angin. Sebab, tenaga buat menghalanginya tidak ada lagi."Dan apabila bersendiri sebagian mereka dengan sebagian, berkatalah mereka, ‘Apakah akan kamu ceritakan kepada mereka apa yang telah dibukakan Allah kepada mereka.'" Timbullah bisik-bisik, walaupun di antara kita telah ada yang mengaku beriman untuk menjaga diri, jangan dibukakan kepada mereka isi kitab kita yang sebenarnya, yang telah dibukakan Allah kepada kita sejak dahulu bahwa memang akan ada nabi akhir zaman, yang kita telah berjanji dengan Tuhan akan mematuhi syari'at nabi itu jika dia datang.
Apakah rahasia itu akan kamu sampaikan kepada mereka?
“Supaya nanti Mereka mendakwa kamu di hadapan Tuhan kamu? Apakah kamu tidak mengerti?"
Bagaimana pun rapat pergaulan orang-orang yang menganut keimanan baru, pengikut Muhammad itu, tetapi rahasia kitab kita jangan dibuka. Karena, kalau mereka tahu hal itu tentu berkata kepada kita, “Kalau sudah seterang itu tersebut di dalam kitab kamu, mengapa kamu tidak juga benar-benar percaya?" Sebab itu, hendaklah kamu awas benar bila berdebat dengan Muhammad dan pengikut-pengikutnya itu. Apakah kamu tidak mengerti bahwa kalau rahasia itu terbuka, akan membawa celaka bagi kita dan meruntuhkan kedaulatan agama kita? Pusaka turun-temurun nenek moyang kita?
Akan tetapi bagi mereka, hal itu dipandang rahasia. Bagi Tuhan tidak ada yang dapat mereka rahasiakan.
Ayat 77
“Apakah tidak mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka nyatakan."
Banyak hal dapat kita simpulkan dari ayat ini. Pertama menjadi teranglah bahwa memang Nabi kita dan sahabat-sahabatnya tidak pernah terlebih dahulu membaca kitab Taurat, sebagaimana yang didakwakan oleh setengah kaum orientalis, di antaranya Goldziher, seorang orientalis Yahudi. Maka, pengetahuan Nabi Muhammad bahwa dirinya ada tersebut dalam Taurat adalah semata-mata dari wahyu. Dan, kesan yang lain ialah bahwa rahasia kecurangan itu dengan ayat ini telah buka. Inilah rahasia yang dibuat jadi rahasia oleh ahbar dan ruhban mereka, yang terus disingkirkan oleh ayat sehingga mereka mesti berhitung benar-benar terlebih dahulu sebelum terus-menerus berbuat curang.
Lain pula halnya dengan para pengikut mereka, yaitu yang keras fanatik mempertahankan pendirian, tetapi tidak mengerti apa sebenarnya isi kitab yang mereka pertahankan itu. Mereka disebut pada ayat seterusnya.
Ayat 78
“Dan setengah dari mereka adalah yang tidak kenal tulisan, tidak mereka ketahui akan al-Kitab, kecuali dongeng-dongeng dan tidak ada mereka selain bersangka-sangka."
Mereka hanya taklid kepada guru. Apa kata guru, itulah yang benar. Menyelidik dan memakai pikiran sendiri tidak sanggup, bahkan menulis dan membaca pun tidak bisa, apalagi akan membaca kitab Taurat itu. Yang mereka pegang hanya apa yang diterangkan guru. Maka, penuhlah mereka dengan dongeng-dongeng, khayat, pelajaran yang tidak-tidak, dan tidak dekat sedikit juga dengan kebenaran. Kalau diajak membicarakan yang sekarang, mereka hanya sanggup menceritakan yang dahulu. Kalau diajak kepada kenyataan, mereka lari ke dalam angan-angan. Agama mereka hanya sangka-sangka, entah iya entah tidak. Akan tetapi, bagi mereka angan-angan itu adalah pegangan teguh. Dan, mereka tidak boleh ditegur atas kesalahan mereka. Telah membatu dan membeku paham mereka. Dalam ketaatan, mereka pegang apa yang diajarkan oleh guru dengan tidak memakai pikiran. Mereka berhati sempit dan benci kepada orang lain.
Salah satu dari sebab kerusakan yang menimpa Bani Israil itu disebutkan pada ayat yang selanjutnya.
Ayat 79
“Maka celakalah bagi orang-orang yang menulis kitab dengan tangan mereka, kemudian mereka katakan, Ini adalah dari sisi Allah. ‘Karena mereka hendak menjualnya dengan harga yang sedikit.'"
Padahal kitab Taurat mereka sendiri sudah ada. Sekarang, mereka tambah lagi dengan penafsiran sendiri, membuat hukum ushul dan furu', pokok dan ranting. Setelah pekerjaan membuat kitab itu selesai, mereka berkata bahwa ini adalah dari Tuhan. Disamakan dengan wahyu Ilahi yang tidak boleh diganggu gugat lagi. Orang yang bodoh, yang ummi, tak tahu tulis baca sebagai tersebut tadi, menerimalah apa yang beliau-beliau tulis itu sebagai wahyu Ilahi, kata suci yang tidak boleh dibantah. Orang-orang yang mencari keuntungan untuk diri berbesar hatilah dan maulah membayar. Dibayar dengan uang berbilang atau dengan pangkat, kedudukan, kebesaran duniawi. Berapa pun besar jumlahnya atau berapa pun tinggi pangkat yang didapat, semuanya adalah harga yang sedikit; atau lebih tegas lagi tidak ada harganya."Celaka bagi mereka dari apa yang ditulis oleh tangan mereka" karena yang ditulis itu adalah palsu. Karena mereka akan bertanggung jawab di hadapan Allah karena berbohong dan menipu manusia,
“Dan celaka bagi Mereka lantaran penghasilan Mereka."
(ujung ayat 79)