Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالُواْ
mereka berkata
ٱدۡعُ
mohonkan
لَنَا
bagi kami
رَبَّكَ
Tuhanmu
يُبَيِّن
agar Dia menerangkan
لَّنَا
bagi kami
مَا
apa
لَوۡنُهَاۚ
warnanya
قَالَ
(Musa) berkata
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
يَقُولُ
Dia berfirman
إِنَّهَا
bahwasanya ia
بَقَرَةٞ
sapi betina
صَفۡرَآءُ
kuning
فَاقِعٞ
sangat kuning (kuning tua)
لَّوۡنُهَا
warnanya
تَسُرُّ
menarik hati
ٱلنَّـٰظِرِينَ
orang-orang yang memandang
قَالُواْ
mereka berkata
ٱدۡعُ
mohonkan
لَنَا
bagi kami
رَبَّكَ
Tuhanmu
يُبَيِّن
agar Dia menerangkan
لَّنَا
bagi kami
مَا
apa
لَوۡنُهَاۚ
warnanya
قَالَ
(Musa) berkata
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
يَقُولُ
Dia berfirman
إِنَّهَا
bahwasanya ia
بَقَرَةٞ
sapi betina
صَفۡرَآءُ
kuning
فَاقِعٞ
sangat kuning (kuning tua)
لَّوۡنُهَا
warnanya
تَسُرُّ
menarik hati
ٱلنَّـٰظِرِينَ
orang-orang yang memandang
Terjemahan
Mereka berkata, “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya.” Dia (Musa) menjawab, “Dia (Allah) berfirman bahwa (sapi) itu adalah sapi yang warnanya kuning tua, yang menyenangkan orang-orang yang memandang(-nya).”
Tafsir
(Kata mereka, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dijelaskan-Nya kepada kami apa warnanya!" Jawab Musa, "Allah berfirman bahwa sapi betina itu ialah sapi betina yang kuning, yakni yang kuning tua warnanya, maksudnya yang kuning pekat (yang menyenangkan orang-orang yang memandang.") artinya menarik hati mereka disebabkan keelokannya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 68-71
Mereka menjawab, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda, pertengahan di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepada kalian." Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya." Musa menjawab, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang kuning, kuning tua warnanya, lagi menyenangkan orang-orang yang memandangnya." Mereka berkata, "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, karena sesungguhnya sapi betina itu (masih) samar bagi kami dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk." Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman, tidak bercacat, tidak ada belangnya." Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." Kemudian mereka menyembelihnya dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Ayat 68
Allah ﷻ menceritakan kebandelan kaum Bani Israil dan mereka banyak bertanya kepada rasul-rasul-Nya. Karena itu, tatkala mereka mempersempit diri mereka, maka Allah benar-benar mempersempitnya. Seandainya mereka segera menyembelih sapi betina apa pun, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka sesuai dengan apa yang diperintahkan. Demikian menurut Ibnu Abbas, Ubaidah, dan lain-lain-nya; tetapi ternyata orang-orang Bani Israil berkeras kepala, maka Allah memperkeras sanksi-Nya kepada mereka. Mereka berkata seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menerangkan kepada kami sapi betina apakah itu” (Al-Baqarah: 68). Makna yang dimaksud ialah bagaimana ciri khas sapi tersebut.
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ali, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Seandainya mereka mengambil sapi betina apa pun sejak semula, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah memperkeras sanksi terhadap mereka." Sanad atsar ini berpredikat sahih, dan memang atsar ini telah diriwayatkan oleh tidak hanya seorang, bersumber dari Ibnu Abbas. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ubaidah, As-Suddi, Mujahid, Ikrimah, Abul Aliyah, dan lain-lainnya.
Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa ‘Atha’ pernah mengatakan kepadanya bahwa seandainya mereka (orang-orang Bani Israil) mengambil sapi betina apa pun, niscaya sudah cukup bagi mereka. Ibnu Juraij meriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺpernah bersabda: “Sesungguhnya mereka hanya diperintahkan untuk mencari sapi betina apa pun, tetapi mereka membandel, maka Allah memperkeras sanksi-Nya terhadap mereka. Demi Allah, seandainya mereka tidak mengucapkan kalimat istisna (insya Allah), niscaya mereka tidak akan diberi penjelasan sampai hari kiamat.”
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda.” (Al-Baqarah: 68) Tidak terlalu tua, tidak pula terlalu kecil, dan belum punya anak. Demikian menurut Abul Aliyah, As-Suddi, Mujahid, Ikrimah, Atiyyah Al-Aufi, ‘Atha’ Al-Khurrasani, Wahb ibnu Munabbih, Adh-Dhahhak, Al-Hasan, dan Qatadah. Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Abbas.
Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya, " ’Awanum baina zalika," yakni pertengahan antara usia tua dan usia muda; dalam seusia itu biasanya binatang ternak antara lain sapi sedang dalam usia puncak kekuatannya dan dalam kondisi paling baik. Hal yang serupa telah diriwayatkan dari Ikrimah, Mujahid, Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, ‘Atha’ Al-Khurrasani, dan Adh-Dhahhak.
As-Suddi mengatakan bahwa al-'awan ialah pertengahan di antara hal tersebut, yaitu sapi betina yang telah melahirkan anaknya, lalu anaknya itu telah beranak lagi.
Hasyim meriwayatkan dari Juwaibir, dari Kasir ibnu Ziad, dari Al-Hasan sehubungan dengan sapi betina ini, bahwa sapi betina itu adalah sapi betina liar.
Ayat 69
Ibnu Juraij meriwayatkan dari ‘Atha’, dari Ibnu Abbas, "Barang siapa yang memakai sandal (kulit yang berwarna) kuning, maka ia terus-menerus berada dalam kesenangan selagi ia memakainya." Yang demikian itu adalah pengertian yang dimaksud di dalam firman-Nya: “menyenangkan orang-orang yang memandangnya” (Al-Baqarah: 69). Hal yang sama dikatakan pula oleh Mujahid dan Wahb ibnu Munabbih, bahwa sapi betina itu berwarna kuning.
Diriwayatkan dari Ibnu Umar, bahwa sapi betina itu mempunyai kuku berwarna kuning.
Telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair bahwa sapi betina tersebut mempunyai kuku dan tanduk berwarna kuning.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Nuh ibnu Qais, telah menceritakan kepada kami Abu Raja', dari Al-Hasan sehubungan dengan firman-Nya: “sapi betina yang kuning, yang kuning tua warnanya” (Al-Baqarah: 69). Makna yang dimaksud ialah sapi betina hitam, hitam legam warnanya. Riwayat ini berpredikat gharib (aneh); riwayat yang benar ialah yang pertama tadi. Karena itu, maka pada lafal selanjutnya warna kuning dikuatkan dengan firman-Nya, "Faqiul launuha," yakni yang kuning tua warnanya.
Menurut Atiyyah Al-Aufi, faqi'ul launuha artinya hampir kelihatan hitam karena kuningnya sangat kuat. Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa faqi’ul launuha artinya bersih dan mulus warnanya, yakni kuning mulus. Hal yang serupa telah diriwayatkan dari Abul Aliyah, Ar-Rabi' ibnu Anas, As-Suddi, Al-Hasan, dan Qatadah.
Syuraik meriwayatkan dari Ma'mar, bahwa faqiul launuha artinya bersih warnanya.
Al-Aufi di dalam kitab tafsirnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa faqi'ul launuha artinya sangat kuning atau kuning tua; karena sangat kuning hingga kelihatan seperti putih warnanya.
As-Suddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “menyenangkan orang-orang yang memandangnya” (Al-Baqarah: 69). Yakni membuat kagum orang-orang yang memandangnya. Hal yang sama dikatakan oleh Abul Aliyah, Qatadah, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan, "Apabila kamu melihatnya, seakan-akan cahaya matahari memancar dari kulitnya." Di dalam kitab Taurat disebutkan bahwa warna kulit sapi betina itu merah, barangkali hal ini terjadi karena kekeliruan dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Arabnya. Atau seperti pendapat pertama yang mengatakan bahwa warna kulit sapi betina tersebut sangat kuning hingga warnanya cenderung menjadi merah kehitam-hitaman.
Ayat 70
Firman Allah : “karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami” (Al-Baqarah: 70). Yaitu karena banyaknya sapi betina. Maka berikanlah ciri-ciri khas sapi tersebut kepada kami dan jelaskanlah kepada kami secara rinci. “Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk” (Al-Baqarah: 70) untuk menemukannya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Yahya Al-Audi As-Sufi, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Ahmad ibnu Daud Al-Haddad, telah menceritakan kepada kami Surur ibnul Mugirah Al-Wasiti (anak lelaki saudara lelaki Mansur ibnu Zazan), dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari Abu Rafi, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺpernah bersabda: Seandainya Bani Israil tidak mengatakan, "Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk" (Al-Baqarah: 70) niscaya mereka tidak akan diberi tahu (untuk mendapatkan sapi betina itu), tetapi ternyata mereka mengucapkan istisna (kalimat insya Allah). Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hafidzh Abu Bakar ibnu Mardawaih di dalam kitab tafsirnya dari jalur lain: melalui Surur ibnul Mugirah: dari Zazan, dari Abbad ibnu Mansur, dari Al-Hasan, dari hadits Abu Rafi', dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺpernah bersabda: Seandainya kaum Bani Israil tidak mengatakan, "Dan sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk" (Al-Baqarah: 70) Niscaya mereka tidak akan diberi untuk selama-lamanya. Dan seandainya mereka mengambil sapi betina mana pun, lalu mereka menyembelihnya, niscaya hal itu sudah cukup bagi mereka. Tetapi mereka membandel, maka Allah bersikap keras terhadap mereka. Bila ditinjau dari segi jalur ini, maka hadits ini berpredikat gharib, dan yang lebih baik ialah bila hadits ini dianggap sebagai perkataan Abu Hurairah, seperti yang telah disebutkan di atas, dari As-Suddi.
Ayat 71
Firman Allah ﷻ: Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman" (Al-Baqarah: 71). Sapi betina tersebut bukan sapi betina yang dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula dipersiapkan untuk mengangkut air guna pengairan, melainkan sapi betina yang dipelihara sebagai hewan kesayangan dalam keadaan sehat, utuh, lagi tiada bercacat.
La syiyatafiha, tiada warna lain pada kulitnya selain dari warna kuning, yakni tidak ada belangnya. Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa musallamah artinya tidak bercacat. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah dan Ar-Rabi'.
Mujahid mengatakan, musallamah artinya bebas dari belang, yakni tidak ada belangnya.
‘Atha’ Al-Khurrasani mengatakan bahwa musallamah artinya semua kaki dan seluruh tubuhnya mulus, bebas dari belang.
Menurut Mujahid, la syiyata fiha artinya tidak ada warna putih dan hitam, yakni tidak berbelang.
Abul Aliyah, Ar-Rabi', Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan tidak ada belang putihnya.
‘Atha’ Al-Khurrasani mengatakan bahwa la syiyatafiha artinya warnanya hanya satu macam dan tua.
Telah diriwayatkan dari Atiyyah Al-Aufi, Wahb ibnu Munabbih dan Ismail ibnu Abu Khalid hal yang serupa. As-Suddi mengatakan, la syiyata fiha artinya tidak ada belang putih, belang hitam, dan belang merahnya.
Semua makna yang telah disebutkan di atas hampir sama maksudnya, tetapi ada sebagian ulama yang menduga bahwa firman Allah ﷻ, "Innaha baqaratul la zalulun," artinya sesungguhnya sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak dipersiapkan untuk dipekerjakan. Kemudian lafal selanjutnya dianggap sebagai kalimat baru, yaitu firman-Nya, "Tusirul arda" yakni dipekerjakan untuk membajak tanah, hanya sapi betina tersebut tidak dipakai untuk mengairi tanaman. Pendapat ini lemah karena lafal la zalulun ditafsirkan oleh firman selanjutnya, yaitu tusirul arda, yakni sapi betina itu tidak dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula untuk mengairi tanaman. Demikian menurut ketetapan Al-Qurthubi dan lain-lainnya.
Firman Allah ﷻ: Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya." (Al-Baqarah: 71) Menurut Qatadah, makna ayat ialah 'sekarang barulah kamu menerangkan yang sebenarnya kepada kami'.
Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, pendapat lain mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah telah menyebutkan kepada mereka hakikat sapi betina yang sebenarnya.
Firman Allah ﷻ: “Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu” (Al-Baqarah: 71). Adh-Dhahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka hampir saja tidak melakukan perintah itu, karena tujuan mereka bukanlah demikian melainkan mereka bermaksud agar tidak menyembelih sapi betina yang dimaksudkan.
Dengan kata lain, setelah ada penjelasan, tanya jawab, dan keterangan ini mereka tidak juga menyembelihnya kecuali setelah susah payah. Di dalam ungkapan ini terkandung arti celaan yang ditujukan kepada mereka. Demikian itu karena maksud dan tujuan mereka yang sesungguhnya hanyalah sebagai ungkapan pembangkangan mereka, maka dikatakanlah bahwa mereka hampir saja tidak menyembelihnya.
Muhammad ibnu Ka'b dan Muhammad ibnu Qais mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu” (Al-Baqarah: 71). Mengingat harganya yang sangat mahal. Tetapi penafsiran ini masih perlu dipertanyakan, mengingat berita bahwa harganya mahal belum bisa dibuktikan dengan kuat kecuali hanya melalui nukilan dari kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Abul Aliyah dan As-Suddi; dan Al-Aufi telah meriwayatkannya pula dari Ibnu Abbas. Ubaidah, Mujahid, Wahb ibnu Munabbih, Abul Aliyah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah meriwayatkan bahwa kaum Bani Israil membeli sapi betina tersebut dengan harta yang banyak jumlahnya. Akan tetapi, hal ini masih diperselisihkan.
Menurut pendapat yang lain harga pembayarannya tidaklah sebanyak itu. Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Suqah, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa harga pembelian sapi betina itu hanyalah tiga dinar saja. Sanad riwayat ini berpredikat jayyid (bagus), bersumber dari Ikrimah. Akan tetapi, pengertian lahiriah riwayat ini menunjukkan bahwa hal ini pun dinukil dari ahli kitab juga.
Ibnu Jarir mengatakan, sehubungan dengan makna ayat ini ulama lainnya mengatakan bahwa mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena takut rahasia pembunuh yang sebenarnya yang mereka perselisihkan akan terungkap. Riwayat ini tidak disandarkan kepada seorang pun oleh perawi. Kemudian Ibnu Jarir memilih bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena harganya terlampau mahal, juga karena takut rahasia mereka terungkap. Akan tetapi, pendapat ini pun masih perlu dipertanyakan.
Menurut kami pendapat yang benar hanya Allah Yang Maha Mengetahui, yaitu seperti apa yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Adh-Dhahhak, dari Ibnu Abbas. Hanya kepada Allahlah kami memohon taufik.
Kesimpulan hukum ayat ini, yang mengandung pembatasan sifat-sifat (spesifikasi) sapi betina tersebut hingga bentuknya tertentu atau jelas ciri-cirinya yang sebelum itu masih bersifat mutlak, menunjukkan sahnya melakukan transaksi salam (pesanan) menyangkut hewan ternak, seperti yang disimpulkan oleh mazhab Maliki, Al-Auza'i, Al-Al-Laits, Asy-Syaqi'i, Ahmad, serta jumhur ulama Salaf dan Khalaf. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadits di dalam kitab Shahihain, disebutkan bahwa Nabi ﷺpernah bersabda: “Janganlah seorang istri menggambarkan sifat-sifat wanita lain kepada suaminya (hingga tersimpulkan oleh suaminya) seakan-akan ia melihat wanita yang dimaksud.” Dalil lainnya ialah seperti sifat-sifat yang dikemukakan oleh Nabi ﷺtentang unta diat dalam kasus pembunuhan secara keliru dan serupa dengan sengaja, yaitu dengan sifat-sifat (spesifikasi) yang disebutkan di dalam hadits mengenainya. Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan ulama Kufah. Mereka berpendapat, tidak sah melakukan transaksi salam (pesanan) menyangkut hewan ternak, mengingat keadaan hewan ternak selalu tidak stabil. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Huzaifah ibnul Yaman, Abdur Rahman ibnu Samurah, dan lain-lainnya.
Setelah dijawab, mereka mengajukan pertanyaan lain yang berkaitan dengan warna sapi dengan berkata, Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjelaskan kepada kami apa warnanya. Dengan gemas dia, Musa, menjawab, Dia berfirman bahwa sapi itu adalah sapi betina yang kuning tua warnanya'padahal warna ini sangat sulit ditemukan'dan sapi itu mesti yang menyenangkan orang-orang yang memandang-nya. Penjelasan ini sebenarnya semakin menyulitkan mereka, tetapi mereka belum juga puas dengan keterangan tersebut, dan masih mengajukan pertanyaan lain, seperti yang diungkap pada ayat berikutnya. Ketidakpuasan mereka atas jawaban Nabi Musa diungkapkan dengan berkata, Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami keterangan lebih lengkap agar Dia menjelaskan kepada kami secara lebih detail tentang keadaan sapi betina itu. Yang sedemikian ini karena sesungguhnya sapi itu masih juga belum begitu jelas bagi kami, dan jika Allah menghendaki dan berkenan memberikan keterangan selengkapnya, niscaya kami mendapat petunjuk tentang sapi itu, sehingga kami dapat menemukannya dan melaksanakan perintah dengan tepat seperti yang dijelaskan.
Sesudah menanyakan umur sapi itu, mereka berkata, "Terangkanlah kepada kami, bagaimana warna sapi itu." Mereka diberi jawaban yang cukup jelas yang dapat membedakan sapi yang dimaksud. Musa mengatakan bahwa warna sapi itu kuning tua dan menyenangkan orang yang melihatnya. Tetapi mereka tidak puas dengan jawaban tersebut. Mereka terus bertanya dan menambah pertanyaan yang mempersulit diri mereka sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 67-74
MENYEMBELIH LEMBU BETINA
Setelah menerangkan beberapa nikmat yang telah dikaruniakan kepada Bani Israil itu dan beberapa pula pelanggaran mereka akan janji dengan Tuhan, sesudah itu beberapa kali pula mereka telah dihukum karena pelanggaran janji dan berapa kali pula Allah telah memberi kesempatan bagi mereka buat hidup untuk memperbaiki diri dan menempuh jalan yang benar, sekarang Tuhan mengemukakan lagi suatu kisah yang kejadian pada mereka, yaitu urusan menyembelih lembu betina.
Asal-usul timbulnya perintah menyembelih lembu betina ialah karena terjadi suatu pembunuhan gelap, tidak terang siapa pembunuhnya. Maka, untuk menghabiskan perselisihan yang bisa menimbulkan huru-hara di antara satu suku dan suku yang lain atau satu kampung dan kampung yang lain, Nabi Musa memerintahkan menyembelih seekor lembu betina.
Ayat 67
“Dan (Ingatlah) seketika berkata Musa kepada kaumnya, ‘Sesungguhnya, Allah memerintahkan kamu menyembelih seekor lembu betina.'"
Perintah itu sudah jelas menyembelih lembu betina. Dan, kalau mereka tidak keras kepala, niscaya perintah itu dapat dilaksanakan sebentar itu juga sebab lembu betina itu banyak berkeliaran di padang rumput mereka. Akan tetapi, mereka ingin bertukar pikiran atau memandang enteng juga kepada pemimpin dan rasul mereka."Mereka berkata, ‘Apakah akan engkau ambil kami ini jadi permainan?'" Perintah itu telah mereka pandang untuk mempermainkan mereka saja. Mungkin hati mereka yang kesat itu berkata, kita sekarang ini tengah mencari penyelesaian pembunuhan, tahu-tahu lembu betina yang disuruh sembelih. Mendengar sambutan mereka yang demikian,
“Dia berkata, ‘Berlindung aku kepada Allah dari jadi seorang di antara orang-orang yang bodoh.'"
Dengan jawaban demikian, Musa telah menjelaskan bahwa dia tidak memberikan perintah main-main. Sebab menjatuhkan perintah hanya untuk bersenda gurau itu bukanlah perbuatan orang yang berakal budi, melain-kan perbuatan orang yang bodoh. Apatah lagi dia adalah seorang rasul Allah. Aku berlindung kepada Tuhan daripada perangai demikian.
Ayat 68
“Mereka berkata, ‘Serukanlah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya diterangkan-Nya, bagaimana lembu itu?'"
Lembu betina banyak berkeliaran di padang rumput. Kami mau dijelaskan yang bagaimana macamnya lembu itu. Menjatuhkan perintah hendaklah yang terang! Cobalah tanyakan kembali kepada Tuhanmu itu, lembu betina yang macam mana dikehendaki,
“Berkata dia, ‘Sesungguhnya, Dia berfirman bahwa dia hendaklah lembu betina yang belum tua benar dan tidak sangat muda, pertengahanlah di antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu itu.'"
Kesombongan dan cara mereka bertanya sebenarnya telah mempersulit mereka sendiri. Dengan jawaban Nabi Musa yang demikian, menyuruh mencari lembu betina yang belum tua, tetapi tidak pula muda lagi, supaya dicari yang pertengahan di antara tua dan muda, mereka telah mempersulit diri.
Tadinya jika mereka tangkap saja sembarang lembu betina, entah muda entah tua, perintah itu telah terlaksana dengan baik. Akan tetapi, dengan perintah yang sekarang ini, mereka sudah mesti menyaring benar terlebih dahulu dan menaksir umur lembu-lembu betina yang hendak disembelih itu. Nabi Musa memerintahkan untuk segera melaksanakan perintah itu, dengan maksud supaya mereka jangan bertanya lagi, tetapi mereka tidak mau mengerti. Mereka masih bertanya juga,
Ayat 69
“Mereka berkata, ‘Serulah untuk kami kepada Tuhan engkau.'"
Cobalah tanyakan kembali kepada Tuhanmu itu, “Supaya Dia jelaskan kepada kami, bagaimana warnanya?" Sekarang warnanya pula yang mereka tanyakan kepada beliau. Padahal kalau tidak mereka tanyakan warna, sembarang warna pun jadi.
“Berkata dia, ‘Sesungguhnya, Dia berfirman bahwa dianya ialah seekor lembu betina yang kuning, … warnanya, menyenangkan Mereka yang melihat.'"
Jawaban Nabi Musa ini mempergandakan kesulitan mereka. Tadi sudah diperintahkan agar segera perintah itu laksanakan. Namun, karena ingin hendak menunjukkan bahwa mereka orang ahli bertanya semua, sekarang mereka minta penjelasan warnanya. Dan, telah dijawab oleh Nabi Musa, hendaklah kuningnya bukan sembarang kuning, hendaklah kuning kilau kemilau, senang mata memandangnya. Belum juga mereka insaf rupanya bahwa mencari lembu betina yang demikian warnanya, demikian pula umurnya, bukanlah perkara yang mudah lagi; sedangkan urusan pembunuhan belum lagi diselesaikan. Dan itu pun belum juga memuaskan mereka; mereka masih juga bertanya,
Ayat 70
“Mereka berkata, ‘Serulah untuk kami kepada Tuhan engkau, supaya Dia jelaskan (lagi) kepada kami, kaRena sesungguhnya lembu-lembu itu serupa-serupa atas kami.'"
Lembu itu banyak. Lantaran banyaknya, kami jadi ragu.
“Dan sesungguhnya kami, insyaa Allah, akan dapat petunjuk."
Mudah-mudahan kami kelak diberi petunjuk Allah mencarinya sehingga dapat yang kita cari itu.
Ayat 71
“Dia berkata, ‘Sesungguhnya, Dia mengatakan bahwa dia itu hendaklah lembu betina yang tidak (pernah) digunakan pembajak tanah, dan tidak perancah sawah, tidak bercacat, dan tidak ada belang padanya.'"
Dengan jawaban Nabi Musa seperti ini bertambah kesukaran mencari lembu betina yang tidak muda lagi, belum tua benar, kuning warnanya, berkilau-kilau, dan belum pernah diambil penarik bajak membuka tanah atau membajak sawah, dan tidak ada cacat, tidak ada luka atau parut, dan tidak ada belangnya. Benar-benar seekor sapi pingitan.
Akan tetapi, bagaimana mereka atas jawaban yang terakhir itu.
Mereka bangga dan, “Mereka berkata, ‘Sekarang engkau telah datang membawa kebenaran1.'" Kalau begitu, barulah kami percaya bahwa engkau sungguh-sungguh seorang nabi yang diutus Allah membawa kebenaran."Maka, mereka sembelih dia," yaitu sesudah bekerja keras berhari-hari lamanya mencari lembu betina dengan syarat-syarat yang demikian. Alangkah susahnya; bertemu lembu betina berkilau-kilau warnanya, sayang bukan kuning. Bertemu kuning berkilau-kilau, tetapi ada cacat bekas luka. Bertemu yang tidak luka, sayang ada belangnya. Ada lembu betina yang bagus, sayang masih terlalu muda. Ada yang belum diambil menenggala atau membuka sawah, sayang sudah agak tua. Dan bermacam-macam kesukaran yang lain, sehingga,
“Dan nyarislah Mereka itu tidak sanggup mengerjakan."
Sekarang barulah dijelaskan sebab-sebab perintah menyembelih lembu betina itu.
Ayat 72
“Dan (Ingatlah) seketika kamu membunuh satu diri, maka bersitolak-tolakkan kamu padanya, dan Allah mengeluarkan apa yang kamu sembunyikan."
Kedapatan orang mati terbunuh, tetapi tidak terang siapa pembunuhnya. Kemudian, timbul tolak-menolak, tuduh-menuduh. Maka, disembeiihlah lembu betina itu, yang akan digunakan pencari siapa pembunuhnya,
Ayat 73
“Dan Kami katakan, ‘Pukullah olehmu dengan sebagian daripadanya.
Apakah bangkai orang yang telah mati itu dipukul dari sebagian tubuh lembu betina yang telah dipotong itu? Atau apakah kuburnya? Atau dengan bagian dalam sapi yang mana dipukul? Kata setengah ahli tafsir dengan ekor lembu betina itu. Kata yang lain dengan tunjang kakinya, dan kata yang setengah dengan lidahnya. Yang mana yang benar, tidaklah penting, Sebab, kalau Al-Qur'an sudah menyatakan sebagian daripada tubuhnya, sampailah dia kepada puncak kecukupan. Yang penting diperhatikan ialah lanjutan firman Tuhan,
“Demikianlah Allah menghidupkan yang telah mati, dan memperlihatkan ayat-ayat-Nya supaya kamu berpikir."
Sekarang, kita nukilkan lagi penafsiran Syekh Muhammad Abduh untuk kita perbandingkan penafsiran yang lebih disandarkan pada pengumpulan riwayat, dengan penafsiran yang lebih mempergunakan dirayat yaitu analisis.
Syekh Muhammad Abduh menurut yang diriwayatkan oleh muridnya Sayyid Rasyid Ridha di dalam Tafsir al-Manar berkata, “Telah aku katakan kepada tuan-tuan bukan sekali dua bahwa wajiblah kita awas benar dengan kisah-kisah Bani Israil ini dan kisah-kisah nabi-nabi yang lain, dan jangan lekas percaya dari apa yang ditambah-tambahkan atas Al-Qur'an dari kata-kata ahli-ahli tarikh dan ahli-ahli tafsir. Orang-orang yang berminat besar kepada penyelidikan sejarah dan ilmu pengetahuan di zaman kini sependapat dengan kita bahwa tidak boleh dipercaya saja barang sesuatu dari tarikh zaman-zaman lampau itu yang mereka namai Zaman Gelap, melainkan sesudah penyelidikan yang mendalam dan membongkar bekas-bekas kuno yang terpendam.
Akan tetapi, kita dapat memberi maaf kepada ahli-ahli tafsir yang membumbui kitab-kitab tafsir dengan kisah-kisah yang tidak dapat dipercayai itu karena maksud mereka pun baik juga. Namun, kita tidak boleh berpegang saja kepadanya, bahkan kita larang keras. Cukup jika kita berpegang saja dengan nash-nash yang seterang itu dalam Al-Qur'an dan tidak pula kita lampaui lebih dari itu.
Kita hanya suka mengambil untuk penjelasan, jika penjelasan itu sesuai dengan bunyi Al-Qur'an, apabila shahih riwayatnya.
Demikian keterangan Syekh Muhammad Abduh.
Dengan jalan pikiran yang seperti ini niscaya kita hendak tahu bagaimana cara mereka menafsirkan ayat ini, yaitu bahwa orang yang mati dihidupkan kembali dan Allah memperlihatkan ayat-ayat-Nya, artinya tanda ke-kuasaan-Nya.
Sayyid Rasyid Ridha dalam tafsirnya menilik kembali hubungan kisah lembu betina ini dari kitab Taurat yang ada sekarang, karena Islam pun mengakui bahwa tidak seluruhnya kitab Taurat yang ada sekarang ini sudah bikinan tangan manusia semua. Masih banyak terselip yang harus jadi perhatian kita. Kita cari sekadar untuk menjadi dasar belaka daripada kisah lembu-betina itu.
Maka, bertemulah dalam Kitab Ulangan, Pasal 21 tentang peraturan Bani Israil kalau terjadi pembunuhan gelap dengan menyembelih lembu betina. Kitab Ulangan, Pasal 21 berisi sebagai berikut.
• Sebermula, apabila didapati akan seorang yang kena tikam dalam negeri, yang akan dikaruniakan Tuhan Allahmu kepadamu akan milikmu pusaka maka orang mati itu terhantar di padang tiada ketahuan siapa yang membunuh dia.
• Maka, hendaklah segala tua-tua dan hakim kamu keluar pergi mengukur jarak negeri-negeri, yang keliling tempat orang yang dibunuh itu.
• Maka, jikalau telah tentu mana negeri yang terdekat dengan tempat orang dibunuh itu, maka hendaklah diambil oleh segala tua-tua negeri itu akan seekor lembu betina daripada kawan lembu, yang belum tahu dipakai kepada pekerjaan dan yang belum tahu dikenakan kok. Pasangan yang dikenakan pada leher sapi atau kerbau untuk menarik gerobak atau membajak.
• Dan, hendaklah segala tua-tua negeri itu menghantar akan lembu muda itu kepada anak sungai yang selain mengalir airnya dan yang tanahnya belum tahu ditanami atau ditaburi, maka di sana hendaklah mereka itu menyembelihkan anak lembu itu dalam anak sungai.
• Lalu, hendaklah datang hampir segala imam, yaitu anak-anak Levi, karena dipilih Tuhan Allahmu akan mereka ikut, supaya mereka itu berbuat bakti kepada-Nya dan memberi berkat dengan nama Tuhan, dan atas hukum mereka itu pun putuslah segala perkara perbantahan dan perdakwaan.
• Maka, segala tua-tua negeri yang terdekat dengan tempat orang yang dibunuh itu hendaklah membasuhkan tangannya di atas lembu muda yang disembelih dalam anak sungai itu.
• Sambil kata mereka itu demikian, “Bukannya tangan kami menumpahkan darah ini dan mata kami pun tiada melihatnya."
• Adakan apakah ghafirat atas umatmu Israel, yang telah kau tebus, ya Tuhan! Jangan apalah kau tanggungkan darah orangyang tiada bersalah di tengah-tengah umatmu Israel. Maka, demikianlah diadakan ghafirat atas mereka itu daripada darah itu.
• Dan, kamu pun akan menghapuskan darah orang yang tiada bersalah itu dari tanganmu, jikalau kamu telah berbuat barang yang benar kepada pemandangan Tuhan.
Dengan salinan Taurat bahasa Indonesia ini sudah terang duduk perkara. Jika terdapat orang mati terbunuh, tidak terang siapa pembunuhnya, menurut peraturan hendaklah ukur jarak tempat bangkai orang itu dengan kampung terdekat. Sembelih lembu betina di sungai. Orang tua-tua negeri yang terdekat hendaklah membasuh tangannya di atas lembu itu sambil membaca bacaan semacam sumpah. Mana yang berani membasuh tangan di sana, selamAllah dan mana yang tidak mau, tandanya dia bersalah. Hukum pun dilakukan, utang nyawa bayar nyawa. Dengan berjalannya aturan kisah ini, artinya telah dihidupkan orang yang mati. Itulah ayat-ayat Allah; artinya supaya kamu pergunakan pikiranmu menyelidik rahasia hukum Ilahi dan menerimanya dengan segala kepatuhan.
Dengan penafsiran secara ini dijelaskan bahwa menghidupkan orang yang mati bukanlah artinya bahwa orang itu bangun dari kubur memberi keterangan bahwa dia dibunuh anak saudaranya, tetapi dengan berlakunya hukum qishash, artinya orangyang telah mati dihidupkan kembali, menurut ayat 179 dari surah ini yang akan ditafsirkan kelak, in syaa Allah.
Celaan keras pada ayat-ayat tersebut ini, terutama tentang cerita penyembelihan lembu betina itu, meninggalkan kesan mendalam di hati kita kaum Muslimin bahwa Tuhan Allah menurunkan suatu perintah dengan perantaraan Rasul-Nya adalah dengan terang, jitu, dan ringkas. Agama tidaklah untuk mempersukar manusia. Sebab itu, dilarang keraslah bersibanyak tanya, yang kelak akan menyebabkan itu menjadi berat. Bukanlah perintah agama yang tidak cukup, sebab itu jalankanlah sebagaimana yang diperintahkan. Agama mudah dijalankan, yang menukarkannya ialah apabila banyak “kalau begini, kalau begitu".
Ayat 74
“Kemudian telah kesal hari kamu sesudah itu, maka adalah dia laksana batu atau lebih keras."
Lebih keras daripada batu, sebab tidak ada pengajaran yang bisa masuk ke dalam."Dan sesungguhnya daripada batu kadang-kadang terpancarlah daripadanya sungai-sungai." Artinya daripada batu yang dikatakan keras itu masih juga ada faedah yang diharap; dia dapat memancarkan sungai. Namun, hati yang keras tak dapat memancarkan faedah apa-apa.
“Dan, sesungguhnya setengah darinya ada yang belah maka keluarlah air dari dalamnya!"
Dapatlah menjadi minuman orang; berfaedah juga."Dan sesungguhnya dari setengahnya pula ada yang runtuh dari takutnya kepada Allah" Maka, kalau hatimu dimisalkan sekeras batu, padahal daripada batu masih banyak faedah yang diharapkan dan dari batu yang runtuh karena takutnya kepada Allah dan tunduk sujudnya kepada Tuhan, apakah lagi misal yang layak bagi hatimu yang kesat lagi keras itu? Sungguh pun demikian,
“Dan tidaklah Allah lengah dari apa yang kamu perbuat."
Tidaklah Allah akan lengah.Tidaklah kamu lepas dari titikan Tuhan. Pasti datang masanya kamu akan membayar sendiri dengan mahal segala kejahatan hatimu itu. Jika pengajaran yang lunak tidak berbekas kepada hatimu, karena lebjh keras dari batu, maka palu godam adzablah yang akan menimpa dirimu kelak. Waktunya akan datang.
Sayangnya hal yang dimisalkan kepada orang Yahudi ini lama-kelamaan telah bertemu pula pada orang Islam sendiri. Masalahnya tidak ada lalu diadakan. Hal ini terdapat dalam kitab-kitab fiqih mutaakhirin (zaman terkemu-dian). Panjang lebar membicarakan hukum istinja' rukun bersuci, dan panjang lebar mem-perkatakan niat shalat. Sehingga kadang timbul yang lucu-lucu.
Padahal Sayyidina Umar bin Khaththab, kalau orang datang bertanya suatu masalah, selalu beliau bertanya pula, “Yang engkau tanyakan itu pernah kejadian atau tidak?" Kalau tidak, disuruhnya orang itu berhenti bertanya karena tidak ada gunanya.