Ayat
Terjemahan Per Kata
وَٱسۡتَعِينُواْ
dan mohonlah pertolongan
بِٱلصَّبۡرِ
dengan sabar
وَٱلصَّلَوٰةِۚ
dan sholat
وَإِنَّهَا
dan sesungguhnya ia
لَكَبِيرَةٌ
sungguh berat
إِلَّا
kecuali
عَلَى
atas
ٱلۡخَٰشِعِينَ
orang-orang yang khusyu'
وَٱسۡتَعِينُواْ
dan mohonlah pertolongan
بِٱلصَّبۡرِ
dengan sabar
وَٱلصَّلَوٰةِۚ
dan sholat
وَإِنَّهَا
dan sesungguhnya ia
لَكَبِيرَةٌ
sungguh berat
إِلَّا
kecuali
عَلَى
atas
ٱلۡخَٰشِعِينَ
orang-orang yang khusyu'
Terjemahan
Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya (salat) itu benar-benar berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,
Tafsir
(Mintalah pertolongan) dalam menghadapi urusan atau kesulitan-kesulitanmu (dengan jalan bersabar) menahan diri dari hal-hal yang tidak baik (dengan salat). Khusus disebutkan di sini untuk menyatakan bagaimana pentingnya salat itu. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa jika Nabi ﷺ hatinya risau disebabkan sesuatu masalah, maka beliau segera melakukan salat. Ada pula yang mengatakan bahwa perkataan ini ditujukan kepada orang-orang Yahudi yang terhalang beriman disebabkan ketamakan dan ingin kedudukan. Maka mereka disuruh bersabar yang maksudnya ialah berpuasa, karena berpuasa dapat melenyapkan itu. Salat, karena dapat menimbulkan kekhusyukan dan membasmi ketakaburan. (Dan sesungguhnya ia) maksudnya salat (amat berat) akan terasa berat (kecuali bagi orang-orang yang khusyuk) yang cenderung kepada berbuat taat.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 45-46
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Ayat 45
Allah ﷻ berfirman seraya memerintahkan hamba-hamba-Nya agar mereka dapat meraih kebaikan dunia dan akhirat yang mereka dambakan, yaitu menjadikan sabar dan shalat sebagai sarananya. Demikian yang dikatakan oleh Muqatil Ibnu Hayyan dalam tafsir ayat ini, yaitu: "Minta tolonglah kalian untuk memperoleh kebaikan akhirat dengan cara menjadikan sabar dalam mengerjakan amal-amal fardu dan shalat sebagai sarananya." Pengertian sabar menurut suatu pendapat yang dimaksud adalah puasa, menurut apa yang di-nas-kan oleh Mujahid.
Al-Qurthubi dan lain-lain mengatakan, karena itulah maka bulan Ramadan dinamakan "bulan sabar", seperti yang disebutkan oleh salah satu hadits. Sufyan Ats-Tsauri meriwayatkan dari Abu Ishaq, dari Jaryu ibnu Kulaib, dari seorang lelaki Bani Tamim, dari Nabi ﷺ, bahwa Nabi ﷺ bersabda: “Puasa adalah separuh dari kesabaran.” Menurut pendapat lain, yang dimaksud dengan sabar adalah menahan diri terhadap perbuatan-perbuatan maksiat. Karena itu, dalam ayat ini dibarengi dengan menunaikan amal-amal ibadah; dan amal ibadah yang paling tinggi adalah shalat.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Hamzah ibnu Ismail, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman, dari Abu Sinan, dari Umar ibnul Khattab yang mengatakan bahwa sabar itu ada dua macam, yaitu sabar di saat musibah; hal ini baik. Dan yang lebih baik daripada itu ialah sabar terhadap hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Hal yang serupa diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Basri dengan perkataan Umar Ibnul Mubarak yang meriwayatkan dari Ibnu Luhai'ah, dari Malik ibnu Dinar dari Sa'id ibnu Jubair yang mengatakan, "Sabar itu merupakan pengakuan seorang hamba kepada Allah bahwa musibah yang menimpanya itu dari Allah dengan mengharapkan rida Allah dan pahala yang ada di sisi-Nya. Adakalanya seseorang mengeluh, padahal ia tetap tegar dan tak terlihat darinya kecuali hanya sabar belaka."
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong kalian” (Al-Baqarah: 45). Yang dimaksud dengan sabar adalah dalam melakukan hal-hal yang diridai oleh Allah, dan ketahuilah bahwa shalat itu merupakan amal taat kepada Allah. Mengenai firman-Nya: "Was shalati (dan shalat)," karena sesungguhnya shalat merupakan penolong yang paling besar untuk memperteguh diri dalam melakukan suatu perkara, seperti yang diungkapkan oleh ayat lain, yaitu firman-Nya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur'an), dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya daripada ibadah-ibadah yang lain)” (Al-Ankabut 45).
Imam Ahmad meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah, dari Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali yang menceritakan bahwa Abdul Aziz (saudara Huzaifah) mengatakan bahwa Huzaifah ibnul Yaman mengatakan: Rasulullah ﷺ bila mengalami suatu perkara (cobaan), maka beliau selalu shalat. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, dari Muhammad ibnu Isa, dari Yahya ibnu Zakaria, dari Ikrimah ibnu Ammar, seperti yang akan disebutkan nanti. Ibnu Jarir meriwayatkan melalui hadits Ibnu Juraij, dari Ikrimah ibnu Ammar, dari Muhammad ibnu Abu Ubaid ibnu Abu Qudamah, dari Abdul Aziz ibnul Yaman, dari Huzaifah yang menceritakan: Rasulullah ﷺ bila mengalami suatu perkara, maka beliau bersegera melakukan shalat. Sebagian dari mereka meriwayatkan hadits ini dari Abdul Aziz anak saudara lelaki Huzaifah, dan dikatakan saudara Huzaifah secara mursal dari Nabi ﷺ.
Muhammad ibnu Nasr Al-Marwazi meriwayatkan di dalam Kitabus Shalat: Telah menceritakan kepada kami Sahl ibnu Usman Al-Askari, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Zakaria ibnu Abu Zaidah yang mengatakan bahwa Ikrimah ibnu Ammar, Muhammad ibnu Abdullah Ad-Du-ali, dan Abdul Aziz semuanya menceritakan bahwa Huzaifah telah menceritakan hadits berikut: Aku kembali kepada Nabi ﷺ pada malam (Perang) Ahzab, sedangkan Nabi ﷺ ketika itu menyelimuti dirinya dengan jubah tebal dalam keadaan melakukan shalat. Dan beliau bila menghadapi suatu perkara (besar) selalu shalat. Telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Mu'az, telah menceritakan kepada kami Ubay, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Ishaq yang pernah mendengar dari Hariqah ibnu Mudarrib, bahwa dia mendengar sahabat Ali menceritakan hadits berikut: “Sesungguhnya aku di malam Perang Badar melihat kalian semua (pasukan kaum muslim) tiada seorang pun melainkan tertidur kecuali Rasulullah ﷺ yang selalu shalat dan berdoa hingga subuh.”
Ibnu Jarir mengatakan, telah diriwayatkan dari Rasulullah ﷺ bahwa beliau bertemu dengan Abu Hurairah yang sedang tengkurap di atas perutnya, lalu beliau bersabda, "Apakah perutmu sakit?" Abu Hurairah menjawab, "Ya." Maka Nabi ﷺ bersabda: "Berdirilah dan shalatlah, karena sesungguhnya shalat itu adalah penawar (obat penyembuh)."
Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Fadl dan Ya'qub ibnu Ibrahim; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Ulayyah, telah menceritakan kepada kami Uyaynah ibnu Abdur Rahman, dari ayahnya, bahwa Ibnu Abbas mendapat berita belasungkawa atas kematian saudaranya yang bernama Qasim, sedangkan ketika itu dia dalam suatu perjalanan. Maka ia mengucapkan kalimah istirja' (inna lillahi wa inna ilaihi raji'un), kemudian menjauh dari jalan dan mengistirahatkan unta kendaraannya, lalu shalat dua rakaat. Dalam shalatnya itu ia melakukan duduk dalam waktu yang cukup lama, kemudian bangkit dan berjalan menuju unta kendaraannya, lalu membacakan firman-Nya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong kalian. Dan sesungguhnya yang demikian itu amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk” (Al-Baqarah: 45).
Sunaid telah mengatakan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij, mengenai firman-Nya: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolong kalian” (Al-Baqarah: 45). Kedua hal tersebut merupakan sarana untuk memperoleh rahmat Allah, sedangkan damir yang terkandung di dalam firman-Nya, "in-naha lakabirah” kembali kepada shalat, yakni sesungguhnya shalat itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Demikian yang di-nas-kan oleh Mujahid dan dipilih oleh Ibnu Jarir. Akan tetapi, dapat pula diinterpretasikan bahwa damir tersebut kembali kepada apa yang ditunjukkan oleh konteks kalimat, yaitu wasiat akan hal tersebut. Keadaannya sama dengan firman Allah ﷻ dalam kisah Qarun, yaitu: "Berkatalah orang-orang yang dianugerahi ilmu, ‘Kecelakaan besar bagi kalian, pahala Allah adalah lebih baik bagi orang-orang beriman dan beramal saleh, dan tidak diperoleh pahala itu kecuali oleh orang-orang yang sabar’." (Al-Qashash: 80). Demikian pula dalam firman Allah ﷻ: “Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara kamu dan dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar” (Fushshilat 34-35). Maksudnya, tiada yang layak menerima wasiat ini kecuali orang-orang yang sabar, dan tiada yang dianugerahi dan diilhaminya kecuali orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar.
Berdasarkan kedua hipotesis tersebut, maka firman Allah ﷻ “Innaha lakabirah" artinya sesungguhnya hal itu benar-benar merupakan masyaqqah (kesulitan) yang besar. “Illa 'alal khasyi'in" artinya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk. Ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan khasyi'in ialah orang-orang yang percaya kepada Al-Kitab yang diturunkan oleh Allah ﷻ. Menurut Mujahid, artinya orang-orang yang benar-benar beriman. Menurut Abul Aliyah, arti 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk' adalah orang-orang yang takut. Muqatil ibnu Hayyan mengatakan, makna 'kecuali bagi orang-orang yang khusyuk' adalah orang-orang yang rendah hati.
Adh-Dhahhak mengatakan, makna firman-Nya, "Innaha lakabirah," adalah sesungguhnya hal tersebut benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang tunduk, patuh, taat kepada-Nya, takut kepada pembalasan-Nya, serta percaya kepada janji dan ancaman-Nya. Pengertian yang terkandung di dalam ayat ini mirip dengan apa yang disebutkan di dalam salah satu hadits, yaitu: “Sesungguhnya engkau telah menanyakan sesuatu yang berat, dan sesungguhnya hal itu benar-benar mudah bagi orang yang dimudahkan oleh Allah.”
Ibnu Jarir mengatakan, makna ayat ialah ‘wahai para ulama ahli kitab (Yahudi), jadikanlah sabar sebagai penolong kalian dalam menjalankan ketaatan kepada Allah dan dirikanlah shalat karena shalat dapat mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, mendekatkan diri kepada rida Allah, dan berat dikerjakannya kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, yaitu orang-orang yang rendah hati, berpegang teguh kepada ketaatan, dan merasa hina karena takut kepada-Nya.’ Demikian menurut Ibnu Jarir. Akan tetapi, menurut pengertian lahiriah ayat, sekalipun sebagai suatu khitab (konten) dalam konteks peringatan yang ditujukan kepada kaum Bani Israil, sesungguhnya khitab ini tidak hanya ditujukan kepada mereka secara khusus, tetapi juga mencakup selain mereka.
Ayat 46
Firman Allah ﷻ: “(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya” (Al-Baqarah: 46). Ayat ini merupakan kelengkapan dari makna yang terkandung pada ayat sebelumnya yang menyatakan bahwa shalat atau wasiat ini benar-benar berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk, “yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya” (Al-Baqarah: 45-46). Artinya, mereka meyakini bahwa mereka pasti dihimpun dan dihadapkan kepada-Nya di hari kiamat kelak. “Dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya” (Al-Baqarah: 46). Yakni semua urusan mereka kembali kepada kehendak-Nya. Dia memutuskannya menurut apa yang dikehendaki-Nya dengan adil. Mengingat mereka percaya dan yakin kepada adanya hari kemudian dan hari pembalasan, maka mudahlah bagi mereka melakukan amal-amal ketaatan dan meninggalkan hal-hal yang mungkar.
Adapun mengenai firman-Nya: “yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya” (Al-Baqarah: 46) Ibnu Jarir mengatakan bahwa orang-orang Arab itu adakalanya menamakan dengan sebutan zhan (dugaan), dan syak (ragu) dengan sebutan zhan pula. Keadaannya sama dengan istilah zulmah (kegelapan) yang adakalanya mereka sebut dengan istilah sidfah, dan diya (terang) disebut pula sidfah; serta al-mugis (penolong) disebut sarikh, dan mustagis (orang yang minta tolong) disebut pula dengan istilah sarikh. Masih banyak contoh lain yang serupa, yaitu isim-isim yang digunakan untuk nama sesuatu dan juga sebagai nama lawannya, seperti yang dikatakan oleh Duraid ibnus Simmah: “Maka kukatakan kepada mereka bahwa mereka merasa yakin akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjata lengkap, orang-orang yang berkecukupan dari kalangan pasukan berada dalam barisan pasukan berkuda yang lengkap peralatannya.” Makna yang dimaksud adalah bahwa mereka merasa yakin kalian akan kedatangan dua ribu personel pasukan yang bersenjata lengkap. Umair ibnu Tariq mengatakan: “Maka jika mereka mengambil pelajaran dari kaumku, dan aku duduk di antara kalian, niscaya aku jadikan suatu hal yang yakin sebagai perkara gaib yang tiada kenyataannya. Yakni aku anggap perkara yang yakin sebagai perkara gaib berdasarkan dugaan belaka.”
Ibnu Jarir mengatakan bahwa syawahid (bukti-bukti) tersebut diambil dari syair-syair orang-orang Arab dan pembicaraan mereka. Hal tersebut menunjukkan bahwa lafal zhan (dugaan) banyak dipakai di kalangan mereka untuk menunjukkan pengertian yakin dalam jumlah yang tak terhitung banyaknya. Dan keterangan yang telah kami sebutkan di atas sudah cukup bagi orang yang diberi taufik untuk memahaminya; di antaranya ada pula firman Allah ﷻ: “Dan orang-orang yang berdosa melihat neraka, maka mereka meyakini bahwa mereka akan jatuh ke dalamnya” (Al-Kahfi: 53).
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Abu ‘Ashim, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Jabir, dari Mujahid, bahwa semua lafal zhan yang ada di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna yakin, misalnya zhanantu dan zhannu (aku yakin dan mereka yakin).
Telah menceritakan kepadaku Al-Mutsanna, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Dawud Al-Jabari, dari Sufyan, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid yang mengatakan bahwa semua lafal zhan di dalam Al-Qur'an menunjukkan makna ilmu (pengetahuan/yakin). Sanad riwayat ini berpredikat shahih. Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan makna firman-Nya: “(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya” (Al-Baqarah: 46). Menurutnya, lafal zhan di sini menunjukkan makna yakin.
Ibnu Abu Hatim mengatakan hal yang serupa dengan perkataan Abul Aliyah telah diriwayatkan dari Mujahid, As-Suddi, Ar-Rabi' ibnu Anas, dan Qatadah. Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari ibnu Juraij, mengenai makna firman-Nya: “(yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya” (Al-Baqarah: 46). Yakni mereka yakin bahwa mereka pasti akan menemui Tuhan mereka. Perihalnya sama dengan makna yang terdapat pada ayat lain, yaitu firman-Nya: “Sesungguhnya aku yakin bahwa sungguh aku akan menemui hisab terhadap diriku” (Al-Haqqah: 20). Maksudnya, dia merasa yakin akan hal tersebut.
Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam. Menurut kami, di dalam kitab shahih disebutkan sebuah hadits yang mengatakan bahwa di hari kiamat kelak Allah ﷻ berfirman kepada seorang hamba: "Bukankah Aku telah mengawinkanmu, bukankah Aku telah memuliakanmu, bukankah Aku telah menundukkan bagimu kuda dan unta, dan Aku biarkan kamu memimpin dan berkuasa?" Hamba itu berkata, "Memang benar." Allah ﷻ berfirman: "Apakah engkau meyakini bahwa engkau akan menemui-Ku?" Hamba tersebut menjawab, "Tidak." Maka Allah berfirman, "Pada hari ini Aku melupakanmu seperti kamu dahulu melupakan-Ku." Pembahasan ini akan diketengahkan dengan panjang lebar, insya Allah, dalam membahas tafsir firman-Nya: “Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka” (At-Taubah: 67).
Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan penuh sabar, dengan memelihara keteguhan hati dan menjaga ketabahan, serta menahan diri dari godaan dalam menghadapi hal-hal yang berat, dan juga dengan melaksanakan salat. Dan salat itu sungguh amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk dan tunduk hatinya kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya. Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan penuh sabar, dengan memelihara keteguhan hati dan menjaga ketabahan, serta menahan diri dari godaan dalam menghadapi hal-hal yang berat, dan juga dengan melaksanakan salat. Dan salat itu sungguh amat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk dan tunduk hatinya kepada Allah. Mereka adalah orang-orang yang yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya.
Setelah menjelaskan betapa jeleknya keadaan dan sifat-sifat Bani Israil, sehingga akal mereka tidak bermanfaat bagi diri mereka dan kitab suci yang ada di tangan mereka pun tidak mendatangkan faedah apa pun bagi mereka, maka Allah memberikan bimbingan kepada mereka menuju jalan yang paling baik, yaitu agar mereka memohon pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan salat.
Yang dimaksud dengan "sabar" di sini ialah sikap dan perilaku sebagai berikut:
1. Tabah menghadapi kenyataan yang terjadi, tidak panik, tetapi tetap mampu mengendalikan emosi.
2. Dengan tenang menerima kenyataan dan memikirkan mengapa hal itu terjadi, apa sebabnya dan bagaimana cara mengatasinya dengan sebaik-baiknya.
3. Dengan tenang dan penuh perhitungan serta tawakal melakukan perbaikan dengan menghindari sebab-sebab kegagalan dan melakukan antisipasi secara lebih tepat berdasar pengalaman.
Bersikap sabar berarti mengikuti perintah-perintah Allah dan menjauhkan diri dari larangan-larangan-Nya, dengan cara mengekang syahwat dan hawa nafsu dari semua perbuatan yang terlarang. Melakukan salat dapat mencegah kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik, dan dengan salat itu pula kita selalu ingat kepada Allah, sehingga hal itu akan menghalangi kita dari perbuatan-perbuatan yang jelek, baik diketahui orang lain, maupun tidak. Salat adalah ibadah yang sangat utama di mana kita dapat bermunajat kepada Allah lima kali setiap hari.
"Rasulullah saw, apabila menghadapi masalah berat, beliau salat". (Riwayat Ahmad).
Melakukan salat dirasakan berat dan sukar, kecuali oleh orang-orang yang khusyuk, yaitu orang yang benar-benar beriman dan taat kepada Allah, dan melakukan perintah-perintah-Nya dengan ikhlas karena mengharapkan rida-Nya semata, serta memelihara diri dari azab-Nya. Bagi orang yang khusyuk, melaksanakan salat tidaklah dirasakan berat, sebab pada saat-saat tersebut mereka tekun dan tenggelam dalam bermunajat kepada Allah sehingga mereka tidak lagi merasakan dan mengingat sesuatu yang lain, baik berupa kesukaran maupun penderitaan yang mereka alami sebelumnya. Mengenai hal ini, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Dan dijadikan ketenangan hatiku di dalam salat" (Riwayat Ahmad dan an-Nasa'i)
Ini disebabkan karena ketekunannya dalam melakukan salat merupakan sesuatu yang amat menyenangkan baginya, sedang urusan-urusan duniawi dianggap melelahkan.
Di samping itu mereka penuh pengharapan menanti-nanti pahala dari Allah atas ibadah tersebut sehingga berbagai kesukaran dalam melaksanakannya dapat diatasi dengan mudah. Hal ini tidak mengherankan, sebab orang yang mengetahui hakikat dari apa yang dicarinya niscaya ringan baginya untuk mengorbankan apa saja untuk memperolehnya. Orang yang yakin bahwa Allah akan memberikan ganti yang lebih besar dari apa yang telah diberikannya niscaya ia merasa ringan untuk memberikan kepada orang lain apa saja yang dimilikinya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 40-46
DAKWAH KEPADA BANI ISRAIL
Sebagaimana telah kita maklumi pada keterangan-keterangan di atas, selain dari persukuan Arab Bani Aus dan Bani Khazraj, ada pula penduduk Madinah dari pemeluk agama Yahudi. Mereka bukanlah bangsa Arab keturunan Qahthan atau Adnan, melainkan keturunan dari Nabi Ya'kub ‘alaihis salam. Ya'kub putra dari Ishaq dan Ishaq putra dari Ibrahim, semuanya adalah rasul Allah. Beliau beranak laki-laki 12 orang, di antaranya Nabi Yusuf a.s. Maka, berkembangbiaklah anak keturunan Nabi Ya'kub yang 12 orang ini. Gelar kehormatan yang diberikan Tuhan kepada Nabi Ya'kub ialah Israil. 13 di ujung itu ialah bahasa Ibrani yang artinya Allah. Israil konon-nya berarti Amir pejuang bersama Allah.
Bani Israil menerima Taurat dari Musa. Lama-lama timbullah pada mereka kesan bahwasanya agama yang mereka pusakai dari nenek moyang mereka itu yang dirumuskan dalam Taurat Nabi Musa dan nabi-nabi yang lain sesudah Musa, adalah khusus buat mereka belaka. Di antara 12 suku Bani Israil itu, yang terbesar adalah keturunan suku anak yang kedua, yaitu Yahuda. Lama-kelamaan menjadi kebiaSaanlah mereka menyebut diri Yahudi dan agama mereka agama Yahudi, yang dibangsakan kepada Yahuda itu. Padahal yang lebih tepat, supaya semuanya tercakup, ialah kalau disebutkan Bani Israil.
Maka, selain dari dakwah untuk orang Arab, Qahthan dan Adnan, Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan Tuhan menyampaikan dakwah kepada Bani Israil. Persukuan mereka yang besar di Madinah ketika itu adalah Bani Nadhir, Bani Qainuqa', Bani Quraizhah, dan lain-lain persukuan yang kecil-kecil. Dengan pindahnya Nabi Muhammad ﷺ ke Madinah, rapAllah pergaulan dengan mereka. Apatah lagi ketika itu kegiatan perdagargan ada di tangan mereka. Mereka selalu bertemu di pasar. Dan telah dibuat perjanjian akan hidup berdampingan secara damai. Maka diperintahkan kepada Rasulullah supaya menyampaikan dakwah pula kepada mereka.
Ayat 40
“Wahai, Bani Israil! Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku karuniakan kepada kamu dan penuhilah janjimu agar Aku penuhi (pula) janji-Ku, dan semata-mata kepada-Ku sajalah kamu takut."
Dihadapkanlah seruan kepada mereka karena patutlah mereka yang terlebih dahulu menerima kebenaran yang dibawa Muhammad ﷺ, mengingat nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepada mereka. Di antara bang-sa-bangsa yang sezaman dengan mereka dahulunya, kepada merekalah dikhususkan Tuhan nikmat wahyu. Sampai mereka dilepaskan dari perbudakan Fir'aun dan diberi tanah istimewa pusaka nenek moyang mereka Ibrahim dan Ishaq, dan berpuluh-puluh banyaknya nabi dan rasul dibangkitkan dalam kalangan mereka. Patutlah mereka mengingat nikmat itu dan dari sebab itu patut pulalah mereka yang dahulu sekali menyatakan percaya pada Muhammad ﷺ.
Di samping itu, mereka disuruh mengingat kembali janji khususnya dengan Allah.
Meskipun kitab Taurat sudah tidak ada aslinya lagi, tetapi janji itu masih bertemu, yaitu bahwa mereka tidak akan mempersekutukan yang lain dengan Allah dan supaya beriman kepada rasul-rasul Allah yang datang menegakkan kepercayaan kepada Allah Yang Maha Esa itu. Dijanjikan pula, kemudian hari akan diutus pula seorang rasul dari antara saudara mereka, yaitu Bani Isma'il. Itulah Nabi Muhammad ﷺ Sekarang, nabi itu telah datang membawa ajaran persis ajaran yang telah mereka janjikan dengan Allah itu pula, yaitu Tauhid mengesakan Tuhan. Patutlah mereka ingat janji itu kembali. Kemudian dijelaskan lagi oleh Tuhan,
Ayat 41
“Dan percayatah kamu kepada apa yang Aku turunkan"
Yaitu, Al-Qur'an yang diturunkan kepada Muhammad ﷺ Yang bersetuju dengan apa yang ada sertamu, yaitu kitab Taurat.
Jika kamu tilik kembali isi Taurat, yang memerintahkan kamu percaya kepada Allah Ta'aala atau Allah Yang Esa, jangan membuat berhala untuk-Nya, dan hendaklah hormat kepada ibu bapakmu, jangan berzina, jangan mencuri, jangan naik saksi dusta, niscaya kamu akan mengakui kebenaran Al-Qur'an yang memang itu pulalah pokok ajaran yang dibawanya."Dan janganlah kamu menjadi orang-orang yang mula-mula mengufurkannya," ka-rena kalau kamu kufuri, kamu tolak, dan kamu tentang Al-Qur'an itu, berarti kamu menentang Kitab yang ada dalam tanganmu sendiri, “Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit." Artinya, karena mengharapkan kemegahan lalu kamu dustakan kebenaran ayat Allah. Berapa pun pangkat yang kamu dapat lantaran mendustakan kebenaran, namun itu masihlah harga yang sedikit jika dibandingkan dengan kerugian ruhani yang kamu dapat.
“Dan semata-mata kepada-Ku sajalah kamu bertakwa."
Ayat 42
Artinya, semata-mata perhubungan dengan Allah-lah yang patut kamu pelihara dan perbesarlah perasaan tanggung jawabmu dengan Tuhan. “Dan janganlah kamu campur adukkan yang benar dengan yang batil dan kamu sembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui."
Di dalam catatan kitab Taurat telah diperingatkan bahwa seorang rasul akan datang dari kalangan saudara sepupu mereka Bani Isma'il. Tanda-tandanya sudah jelas dan sekarang tanda itu sudah bertemu. Akan tetapi, pemuka-pemuka agama mereka melarang pengikut mereka percaya kepada Rasul ﷺ karena kata mereka dalam kitab-kitab nabi-nabi mereka itu tersebut juga bahwa akan ada nabi-nabi palsu. Mereka lalu katakan kepada pengikut-pengikut itu bahwa ini adalah nabi palsu, bukan nabi yang dijanjikan itu. Kalau pengikut mereka datang bertanya, mereka sembunyikan kebenaran dan kitab mereka sendiri mereka tafsirkan lain dari maksudnya semula, padahal mereka telah mengetahui bahwa memang Muhammad ﷺ itulah nabi dari Bani Isma'il yang ditunggu-tunggu itu. Untuk mempertahankan kedudukan, mereka telah sengaja mencampuradukkan yang benar dengan yang salah dan menyembunyikan yang sebenarnya.
Ayat 41 untuk peringatan bagi orang-orang awam mereka dan ayat 42 untuk peringatan bagi pemuka-pemuka agama mereka.
Ayat 43
“Dan dirikanlah shalat dan berikanlah zakat, dan ruku'lah bersama-sama orang-orang yang ruku'."
Setelah diperingatkan kepada mereka kesalahan-kesalahan dan kecurangan mereka yang telah lalu itu, sekarang mereka diajak membersihkan jiwa dan mengadakan ibadah tertentu kepada Allah, dengan mengerjakan shalat dan mengeluarkan zakat. Dengan shalat, hati terhadap Allah menjadi bersih dan khu-syu, sedangkan dengan mengeluarkan zakat, penyakit bakhil menjadi hilang dan timbullah hubungan batin yang baik dengan masyarakat, terutama orang-orang fakir miskin, yang selama ini hanya mereka peras tenagarya, dan mana yang terdesak mereka pinjami uang dengan memungut riba.
Apabila Tuhan Allah telah memerintahkan supaya iman kepada keesaan Allah itu lebih di dalamkan dengan mengerjakan shalat kemudian dengan mengeluarkan zakat, akan tumbuhlah iman itu dengan suburnya. Karena ada juga orang yang telah mengaku beriman kepada Allah, tetapi dia malas shalat. Berbahayatah bagi iman itu, karena kian lama dia akan runtuh kembali. Dan hendaklah dididik diri bermurah hati dengan mengeluarkan zakat karena bakhil adalah musuh yang terbesar dari iman. Apabila berperangai bakhil, nyatalah orang itu tidak beriman!
Kemudian mengapa disuruh lagi ruku' bersama dengan orang yang ruku'? Tidakkah cukup dengan perintah shalat saja? Apakah ini bukan kata berulang?
Bukan! Ada juga orang yang berpaham bahwa asal aku sudah shalat sendiri di rumahku, tidak perlu lagi aku bercampur dengan orang lain. Itulah yang salah! Shalat sendiri pun belum sempurna, tetapi ruku'lah bersama -sama dengan orang yang ruku', bawalah diri ke tengah masyarakat. Pergilah berjamaah!
Maksud yang kedua, arti ruku' ialah khusyu. Jangan hanya shalat asal shalat, shalat mencukupi kebiasaan sehari-hari saja, tidak dijiwai oleh rasa khusyu dan ketundukan.
Kemudian itu, Allah meneruskan lagi firman-Nya kepada Bani Israil dengan mengingatkan kesalahan selama ini,
Ayat 44
“Apakah kamu suruh manusia berbuat kebajikan dan kamu lupakan dirimu (sendiri), padahal kamu membaca Kitab; apakah kamu tidak pikirkan?"
Teguran keras ini adalah kepada pemuka-pemuka dan pendeta-pendeta mereka. Bukan main keras larangan mereka, “Ini haram!" Bukan main keras perintah mereka, “Ini wajib," seakan-akan merekalah yang empunya agama itu, padahal diri mereka sendiri mereka lupakan. Hanya mulut mereka yang keras mempertahankan agama untuk dipakai oleh orang lain. Adapun untuk diri mereka sendiri, tidak usahlah dipersoalkan. Padahal mereka membaca Kitab, hafal nomor ayatnya, ingat pasalnya, bahkan salah titik dan salah baris sedikit saja, mereka tabu. Tetapi apa isi dan inti sari dari Kitab itu, apa maksudnya yang sejati, tidaklah mereka mau mengetahui dan tidak mereka pikirkan.
Inilah penyakit pemuka-pemuka atau yang disebut pendeta atau ahbar mereka pada waktu itu. Dengan keras mengoyak mulut mempertahankan apa yang mereka katakan agama, padahal sudah tinggal hanya mempertahankan kata (textbook), tetapi tidak ada paham rnereka sama sekali akan maksud. Paham menjadi sempit dan fanatik, takut akan perubahan, dan gentar mendengar pendapat baru. Maka datanglah teguran: apakah tidak kamu pikirkan? Atau lebih tegas lagi: apakah kamu tidak mempergunakan akalmu?
Ayat 45
“Dan mohonlah pertolongan dengan sabar dan shalat"
Dipesankan dalam rangka nasihat kepada pemuka-pemuka Yahudi, sebagai merangkul mereka ke dalam suasana Islam, supaya meminta tolong kepada Tuhan, pertama dengan sabar, tabah, tahan hati dan teguh, sehingga tidak berkucak bila datang gelombang kesulitan. Maka adalah sabar sebagai benteng. Dengan shalat, supaya jiwa itu selalu dekat dan lekat kepada Tuhan.
Ingatlah, betapa pun sabarnya hati, terkadang karena beratnya yang dihadapi, jiwa bisa bergoncang juga. Maka dengan shalat khusyu sekurang-kurangnya lima waktu sehari semalam, hati yang tadinya nyaris lemah, nis-caya akan kuat kembali. Maka sabar dan shalat itulah alat pengukuh pribadi bagi orang Islam.
Akan tetapi, ayat selanjutnya mengatakan, “Dan sesungguhnya hal itu memang berat" Yang dimaksud ialah shalat; bahwa mengerjakan shalat itu amat berat. Orang disuruh sabar, padahal hatinya sedang susah. Lalu dia disuruh shalat; maka dengan kesalnya dia menjawab, “Hati saya sedang susah, saya tidak bisa shalat." Mengapa dia merasa berat shalat? Sebab jiwanya masih gelap, sukarlah menerima nasihat supaya sabar dan shalat. Kalau nasihat yang benar itu ditolaknya, tidaklah dia akan terlepas dari kesukaran yang tengah dihadapinya. Lalu datang penutup ayat,
“Kecuali bagi orang-orang yang khusyu."
Khusyuk artinya tunduk, rendah hati, dan insaf bahwa kita ini adalah hamba Allah. Dan Allah itu cinta kasih kepada kita. Nikmat-Nya lebih banyak daripada cobaan-Nya. Saat kita menerima nikmat itu lebih banyak daripada saat menerima susah. Lantaran yang demikian itu, jika diajak supaya sabar dan shalat, orang yang khusyu itu tidak bertingkah lagi. Sebab dia insaf bahwa memang keselamatan jiwanya amat bergantung kepada belas kasihan Tuhannya. Jika datang percobaan Tuhan, bukanlah dia menjauhi Tuhan, melainkan bertambah mendekati-Nya.
Dan, siapakah orang yang bisa menjadi khusyu?
Ayat 46
“(Yaitu) orang-orang yang sungguh percaya bahwasanya Mereka akan bertemu dengan Tuhan Mereka, dan bahwasanya kepada-Nya Mereka akan kembali."
Untuk menambahkan khusyu, hendaklah kita ingat, sampai menjadi keyakinan bahwasanya kita ini datang ke dunia atas kehendak Tuhan dan akan kembali ke akhirat, dan akan bertemu dengan Tuhan. Di hadapan Tuhan akan kita pertanggungjawabkan semua amal dan usaha kita selama di dunia. Maka, dari sekarang hendaklah kita latih diri mendekati Tuhan. Ibaratnya ialah sebagai apa yang disebut di zaman sekarang dengan kalimat relasi (relation). Datang tiba-tiba saja kita berhadapan dengan Tuhan, padahal makrifat terlebih dahulu tidak ada, dan hubungan kontak jarang sekali, tentu akan membuat bingung karena tidak ada persiapan. Sampailah Imam Ghazali mengatakan bahwa jika kamu berdiri shalat, hendaklah sebelum kamu takbir kamu ingat seakan-akan itulah shalatmu yang terakhir. Mungkin nanti engkau akan mati. Sebab itu, engkau khusyukan hatimu menghadap Tuhan.
Inilah beberapa seruan kepada Bani Israil untuk mengembalikan mereka kepada pangkalan agama yang sejati. Sebab inti agama yang mereka peluk selama ini itulah dia inti Islam dan marilah menjadi Islam. Kamulah yang lebih patut mula-mula menyambutnya.