Ayat
Terjemahan Per Kata
أَيَوَدُّ
apakah ingin
أَحَدُكُمۡ
seorang diantaramu
أَن
bahwa
تَكُونَ
kamu adalah
لَهُۥ
baginya/ mempunyai
جَنَّةٞ
kebun
مِّن
dari
نَّخِيلٖ
kurma
وَأَعۡنَابٖ
dan anggur
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
لَهُۥ
baginya
فِيهَا
didalamnya
مِن
dari
كُلِّ
segala macam
ٱلثَّمَرَٰتِ
buah-buahan
وَأَصَابَهُ
dan menimpanya/datang
ٱلۡكِبَرُ
masa tua
وَلَهُۥ
dan baginya
ذُرِّيَّةٞ
keturunan
ضُعَفَآءُ
yang lemah
فَأَصَابَهَآ
maka menimpanya
إِعۡصَارٞ
angin keras
فِيهِ
didalamnya
نَارٞ
api
فَٱحۡتَرَقَتۡۗ
maka terbakar
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يُبَيِّنُ
menerangkan
ٱللَّهُ
Allah
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلۡأٓيَٰتِ
ayat-ayat(Nya)
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَتَفَكَّرُونَ
kamu memikirkan
أَيَوَدُّ
apakah ingin
أَحَدُكُمۡ
seorang diantaramu
أَن
bahwa
تَكُونَ
kamu adalah
لَهُۥ
baginya/ mempunyai
جَنَّةٞ
kebun
مِّن
dari
نَّخِيلٖ
kurma
وَأَعۡنَابٖ
dan anggur
تَجۡرِي
mengalir
مِن
dari
تَحۡتِهَا
bawahnya
ٱلۡأَنۡهَٰرُ
sungai-sungai
لَهُۥ
baginya
فِيهَا
didalamnya
مِن
dari
كُلِّ
segala macam
ٱلثَّمَرَٰتِ
buah-buahan
وَأَصَابَهُ
dan menimpanya/datang
ٱلۡكِبَرُ
masa tua
وَلَهُۥ
dan baginya
ذُرِّيَّةٞ
keturunan
ضُعَفَآءُ
yang lemah
فَأَصَابَهَآ
maka menimpanya
إِعۡصَارٞ
angin keras
فِيهِ
didalamnya
نَارٞ
api
فَٱحۡتَرَقَتۡۗ
maka terbakar
كَذَٰلِكَ
demikianlah
يُبَيِّنُ
menerangkan
ٱللَّهُ
Allah
لَكُمُ
bagi kalian
ٱلۡأٓيَٰتِ
ayat-ayat(Nya)
لَعَلَّكُمۡ
agar kalian
تَتَفَكَّرُونَ
kamu memikirkan
Terjemahan
Apakah salah seorang di antara kamu ingin memiliki kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di sana dia memiliki segala macam buah-buahan. Kemudian, datanglah masa tua, sedangkan dia memiliki keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu, kebun itu ditiup angin kencang yang mengandung api sehingga terbakar. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkan(-nya).
Tafsir
(Apakah ingin salah seorang kamu mempunyai suatu kebun) atau taman dari kurma dan anggur, sedang di bawahnya mengalir anak-anak sungai dan di dalamnya terdapat) buah-buahan (dari berbagai corak dan) sungguh (datanglah masa tuanya) sehingga ia menjadi lemah dan tak sanggup berusaha lagi, (sedangkan ia mempunyai keturunan yang lemah-lemah) anak-anak yang masih kecil yang masih dalam asuhannya. (Maka tiba-tiba kebun itu ditiup angin keras) atau topan (yang mengandung api hingga terbakar). Maka orang tadi kehilangan kebunnya di saat ia amat memerlukannya, hingga tinggallah ia bersama anak-anaknya dalam keadaan bingung dan putus asa, tidak berdaya. Ini merupakan tamsil bagi orang yang mengeluarkan nafkah dengan ria dan membangga-banggakan dirinya, yakni tentang hampa dan tiada bergunanya di saat ia amat memerlukannya nanti di akhirat. Pertanyaan di sini berarti tidak. Dari Ibnu Abbas diterima keterangan bahwa tamsil ini adalah bagi orang yang pada mulanya gemar mengerjakan kebaikan, tetapi tergoda oleh setan hingga berbalik mengerjakan kedurhakaan yang membakar hangus amal-amalannya tadi. (Demikianlah) sebagaimana dijelaskan-Nya apa yang kita sebutkan itu (Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu supaya kamu memikirkannya) hingga mendapat pelajaran darinya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 266
Apakah ada salah seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan, kemudian datanglah masa tua pada orang itu, sedangkan dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil dan lemah. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah (ia). Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian memikirkannya.
Ayat 266
Imam Al-Bukhari meriwayatkan sehubungan dengan tafsir ayat ini: Telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Hisyam (yakni Ibnu Yusuf), dari Ibnu Juraij, bahwa ia pernah mendengar Abdullah ibnu Abu Mulaikah menceritakan atsar berikut dari Ibnu Abbas, dan ia pernah mendengar pula dari saudaranya (yaitu Abu Bakar ibnu Abu Mulaikah) menceritakan atsar berikut dari Ubaid ibnu Umair yang menceritakan bahwa pada suatu hari Khalifah Umar ibnul Khattab pernah bertanya kepada sahabat-sahabat Nabi ﷺ mengenai orang yang dimaksud di dalam ayat berikut, yaitu firman-Nya:
“Apakah ada salah seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur.” (Al-Baqarah: 266)
Mereka menjawab bahwa Allah lebih mengetahui tentang maksudnya. Maka Khalifah Umar marah dan mengatakan, "Katakanlah oleh kalian, 'Kami mengetahui atau kami tidak mengetahui'." Maka Ibnu Abbas berkata, "Wahai Amirul Mukminin, aku mengetahui sedikit mengenainya." Maka Umar berkata, "Katakanlah wahai anak saudaraku, janganlah kamu merasa rendah diri." Ibnu Abbas berkata, "Makna ayat ini mengandung perumpamaan yang dibuat oleh Allah untuk menggambarkan suatu amal perbuatan." Khalifah Umar bertanya, "Amal apakah yang kamu maksudkan?" Ibnu Abbas menjawab bahwa hal itu ditujukan kepada seorang lelaki yang kaya, lalu ia beramal untuk ketaatan kepada Allah. Kemudian Allah mengirimkan setan kepadanya, akhirnya ia melakukan perbuatan-perbuatan maksiat hingga menghabiskan semua pahala amal kebaikannya.
Kemudian Imam Al-Bukhari meriwayatkannya dari Al-Hasan ibnu Muhammad Az-Za'farani, dari Hajjaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari Ibnu Juraij. Atsar ini termasuk salah satu di antara hadits yang hanya diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari sendiri. Makna hadits ini sudah cukup sebagai tafsir dari ayat ini, yang kesimpulannya menjelaskan perumpamaan suatu amal yang baik pada permulaannya, kemudian sesudah itu keadaannya berbalik, orang yang bersangkutan mengubah sepak terjangnya hingga amal baiknya diganti dengan amal buruk.
Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti ini. Amalnya yang terakhir menghapuskan semua upaya amal saleh yang telah mendahuluinya, lalu ia membutuhkan kembali sesuatu dari amal saleh yang pertama dalam keadaan yang sempit dan susah, sehingga ia tidak dapat menghasilkannya, padahal ia sangat membutuhkan amal salehnya. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
“Kemudian datanglah masa tua pada orang itu, sedangkan dia mempunyai keturunan yang masih kecil-kecil dan lemah. Maka kebun itu ditiup angin keras yang mengandung api, lalu terbakarlah kebunnya itu.” (Al-Baqarah: 266)
Yang dimaksud dengan lafal i'sar ialah angin yang kuat lagi keras. Angin tersebut mengandung panasnya api hingga terbakarlah semua buah berikut pepohonannya. Maka dapat digambarkan bagaimana keadaannya.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan dari jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah membuat suatu perumpamaan dengan cara yang baik, dan memang semua perumpamaan-Nya adalah baik.
Allah ﷻ berfirman: “Apakah ada salah seorang di antara kalian yang ingin mempunyai kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dia mempunyai dalam kebun itu segala macam buah-buahan.” (Al-Baqarah: 266).
Ibnu Abbas mengatakan bahwa hal tersebut dibuatkan oleh Allah untuknya di saat ia masih berusia muda.
“Kemudian datanglah masa tua pada orang itu.” (Al-Baqarah: 266) sedangkan anak-anak dan keturunannya masih lemah di saat ia berada di penghujung usianya. Lalu datanglah angin topan yang mengandung api hingga terbakarlah semua kebunnya, sedangkan dia tidak lagi memiliki kemampuan dan kekuatan untuk menggarap kembali lahan kebunnya itu; sementara itu di kalangan keturunannya tiada seorang pun yang dapat diandalkan.
Demikianlah keadaan orang kafir di hari kiamat kelak; jika ia dikembalikan kepada Allah ﷻ, maka ia tidak mempunyai suatu kebaikan pun yang dapat diandalkannya. Sebagaimana ia pun tidak memiliki kekuatan yang dengan kekuatan itu ia dapat menggarap kebunnya kembali seperti keadaan semula. Dia tidak menemukan suatu kebaikan pun pada kebunnya itu yang bermanfaat bagi dirinya, seperti halnya keadaan anak-anaknya yang tidak dapat diharapkan lagi di saat dia sangat memerlukan pertolongan mereka. Sedangkan keadaan kebunnya tidak dapat diharapkan lagi di saat usianya telah tua dan keadaan keturunannya masih lemah, belum dapat berbuat banyak yang berarti.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Hakim di dalam kitab Mustadrak-nya, bahwa Rasulullah ﷺ acapkali berkata dalam doanya:
“Ya Allah, jadikanlah rezekiku yang paling lapang di saat usiaku telah tua dan ketika aku berada di penghujung usiaku.”
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: “Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian supaya kalian memikirkannya.” (Al-Baqarah: 266)
Yakni agar kalian mengambil pelajaran dan memahami perumpamaan-perumpamaan serta makna-makna yang tersirat di dalamnya dan kalian memahaminya dengan benar sesuai dengan makna yang dimaksud.
Perihalnya sama dengan yang diungkapkan oleh ayat lain-nya, yaitu firman-Nya: “Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (Al-Ankabut 43)
Sekali lagi Allah memberikan perumpamaan tentang orang yang tidak ikhlas dalam berderma. Ayat ini dimulai dengan sebuah pertanyaan yang ditujukan kepada siapa pun, adakah salah seorang di antara kamu yang ingin memiliki kebun yang terdapat di dalamnya pohon kurma dan pohon anggur yang mengalir di bawah pohon-pohon-nya sungaisungai yakni memiliki sumber air yang cukup. Bahkan di sana dia memiliki segala macam buah-buahan. Kemudian datanglah masa tuanya sehingga dia tidak bisa lagi bekerja di kebun tersebut dan hanya bisa mengandalkan hasil kebun sedang dia memiliki keturunan yang masih kecil-kecil yang belum bisa bekerja dan masih membutuhkan hasil dari kebun tersebut. Lalu dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba kebun itu ditiup angin keras yang me-ngandung api, sehingga terbakar-lah kebun tersebut dan mengha-nguskan semua pohon yang ada. Begitulah perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya karena ria, membangga-banggakan pemberiannya kepada orang lain dan menyakiti hati orang yang diberi. Nanti di akhirat saat dia sangat membutuhkan ganjaran amal tersebut, dia tidak menjumpainya. Amal perbuatannya hangus dan punah karena niat yang tidak ikhlas dan sikap yang menyakiti orang lain. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkannya sehingga kamu berupaya untuk ikhlas dalam berinfak. Sifat ria merusak pahala amal seseorang seperti halnya kebakaran menghanguskan kebun.
Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik' dan diperoleh dengan cara yang halal, sebab Allah itu baik dan hanya menerima yang baik-baik. Dan sedekahkanlah sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi berupa hasil pertanian, tambang, dan lainnya, untukmu. Pilihlah yang baik-baik dari apa yang kamu nafkahkan itu, walaupun tidak harus semuanya baik, tetapi janganlah kamu memilih secara sengaja yang buruk untuk kamu keluarkan guna disedekahkan kepada orang lain, padahal kamu sendiri kalau diberi yang buruk-buruk seperti itu tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata karena rasa enggan terhadapnya. Cobalah berempati. Posisikan dirimu seperti orang yang diberi. Jika kamu tidak mau menerima yang buruk-buruk, mengapa kamu berikan yang seperti itu kepada orang lain. Dan ketahuilah dan yakinlah bahwa Allah Mahakaya, tidak membutuhkan sedekah kamu, baik pemberian untukNya maupun untuk makhluk-makhluk-Nya, sebab Dia bisa memberi secara langsung. Sedekah itu justru untuk kemaslahatan orang yang memberi. Dia juga Maha Terpuji, antara lain karena Dia memberi ganjaran terhadap hamba-hamba-Nya yang bersedekah.
.
Dalam ayat ini Allah ﷻ memberikan perumpamaan pula bagi orang yang menafkahkan hartanya bukan untuk mendapatkan rida Allah, melainkan karena ria, atau sedekahnya disertai dengan ucapan-ucapan yang melukai perasaan atau suka menyebut-nyebut sedekah yang telah diberikannya. Orang ini diumpamakan sebagai orang yang mempunyai sebidang kebun yang berisi bermacam-macam tumbuhan, dan kebun itu mendapatkan air yang cukup dari sungai yang mengalir, sehingga menghasilkan buah-buahan yang banyak. Orang tersebut sudah lanjut usianya, dan mempunyai anak-anak dan cucu-cucu yang masih kecil-kecil yang belum dapat mencari rezeki sendiri. Dengan demikian, orang itu dan anak cucunya sangat memerlukan hasil kebun itu. Tapi tiba-tiba datanglah angin samum yang panas. Sehingga pohon-pohon dan tanaman-tanaman menjadi rusak, tidak mendatangkan hasil apa pun, padahal dia sangat mengharapkannya.
Demikianlah keadaan orang yang menafkahkan hartanya bukan karena Allah. Dia mengira akan mendapatkan pahala dari sedekah dan infaknya. Akan tetapi yang sebenarnya bukan demikian, pahalanya akan hilang lenyap karena niatnya yang tidak ikhlas. Dia berinfak hanya karena riya, mengikuti bisikan setan. Bukan karena mengharapkan rida Allah ﷻ
Dengan keterangan-keterangan dan perumpamaan yang jelas ini Allah ﷻ menerangkan ayat-ayatnya kepada hamba-Nya agar mereka berpikir dan dapat mengambil iktibar dan pelajaran dari perumpamaan-perumpamaan itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 264
“Wahai, orang-orang yang beriman! Janganlah kamu rusakkan sedekah kamu dengan membangkit-bangkit dan menyakiti."
Terlebih dahulu Allah menyebut tuah dari manusia yang diseru dengan ayat ini, yaitu orang yang beriman. Dengan menyebut itu terlebih dahulu, dapatlah orang merasakan, kalau dia mengaku beriman, membangkit-bangkit dan menyakiti pihak yang diberi sedekah adalah merusakkan sedekah itu sendiri. Shadaqah (sedekah), baik kepada orang yang perlu dibantu maupun pada jalan lain, yakni keperluan-keperluan umum untuk pembangunan masyarakat Islam, gunanya ialah untuk membantu dan untuk menunjukkan kesucian hati. Tidak untuk yang lain. Maka, kalau dimulai membangkit-bangkit atau menyakiti, niscaya habislah arti sedekah itu. Lebih baik tidak memberi, tetapi dengan budi yang baik, daripada memberi, tetapi dihamun dicerca-kan. Maka, kalau telah ditentukan oleh Allah sedekah itu telah rusak karena dirusakkan sendiri oleh yang memberikannya dengan membangkit-bangkit dan memaki, apa artinya lagi? “.Sebagaimana orang yang membelanjakan hartanya dalam keadaan riya terhadap manusia, dan tidak dia beriman kepada Allah dan Hari Kemudian." Dengan lanjutan ini sudah terang bahwa membangkit dan menyakiti orang yang diberi bukanlah sedekah orang yang beriman, melainkan sedekah orang yang riya, yaitu orang beramal karena mengharapkan pujian dan sanjungan dari manusia, mencari nama dan sebagainya. Dia memberi bukan karena Allah, melainkan memasang reklame. Terutama sebagaimana di zaman kita sekarang ini; surat-surat kabar dapat menyiarkan berita si anu menderma sekian juta. Orang seperti ini berderma bukanlah karena percaya kepada Allah dan Hari Kemudian. Sehingga, kalau datanglah orang di satu waktu memohonkan bantuannya, tetapi tidak akan tersiar di surat-surat kabar, tidaklah dia akan memberi, dan kalaupun diberinya, hanyalah pemberian yang menambah sakit hati saja. Untuk perbuatan foya-foya, dia berderma sepuluh juta dan langsung masuk ke surat-surat kabar, sedangkan untuk mendirikan sebuah rumah sakit dalam dakwah Islam diberinya saja 500 ribu rupiah, itu pun dengan berjanji berulang-ulang dan dijemput berulang-ulang.
“Perumpamaan orang ini adalah laksana satu batu tandus yang di atasnya ada tanah-debu, lalu dia ditimpa oleh hujan lebat maka jadilah dia licin."
Suatu perumpamaan yang amat jitu dari Allah; hati orang yang seperti ini diumpamakan dengan sebuah batu besar yang tandus, yang walaupun ada tanah di atas datarannya, hanyalah tanah-debu dibawa angina. Karena, itu, tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di atas tanah singgah itu bukanlah tumbuh-tumbuhan yang bisa berurat ke bawah sebab yang menanti di bawahnya hanya batu belaka. Kemudian datanglah hujan yang sangat lebat. Maka, tanah yang tertumpuk di atas batu tandus itu pun disapu habis oleh air, turut mengalir dengan air hujan itu ke bawah sehingga batu itu menjadi licin kembali. Kalaupun ada terkumpul pula tanah di sana kemudiannya, tidaklah diharap dia akan menumbuhkan apa-apa sebab hujan akan datang pula membersihkan tanah itu dari atas batu itu dan dia pun akan licin kembali."Tidaklah mereka berdaya sesuatu pun atas apa yang telah mereka usahakan itu." Artinya, janganlah mengharapkan hasil baik dari batu licin, tandus, dan gersang. Memang dasar untuk tumbuh urat itu benarlah yang tidak ada padanya.
Yang dimaksud di sini ialah penderma-penderma yang menghamun, mencerca sedekah itu, membangkit-bangkitkan dan menyakiti, walaupun berulang-ulang dia memberi sedekah, samalah saja dengan berulang-ulang tumbuh rumput di atas tanah yang disinggahkan angin di atas batu gersang tadi, hartanya keluar, tetapi nilainya di sisi Allah dan di sisi manusia tidak ada.
Di dunia kian lama nilainya kian jatuh, sedangkan di akhirat tidak mendapat pahala dari Allah. Sehingga, satu waktu dia akan dijadikan orang catatan, dijadikan peringatan, “Jangan meminta bantuan kepadanya. Dia suka membangkit dan menyakiti."
Penutup ayat,
“Dan Allah tidaklah memberikan petunjuk kepada orang yang kafir."
Teranglah bahwa kalau dia tidak dipuji, dia akan berhenti bersedekah. Walaupun dia mengakui beragama Islam, sudah sama saja keadaannya dengan orang yang kafir. Kian lama dia akan kian hanyut, petunjuk tidak akan datang. Sebab itu, harta bendanya tidak akan membawa berkah baginya.
Sebaliknya,
Ayat 265
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan harta benda mereka karena mengharapkan ridha Allah dan untuk meneguhkan (keyakinan) dalam diri mereka, adalah laksana sebuah kebun di tanah subur, ditimpa dia oleh hujan maka datanglah hasilnya berlipat dua."
Orang-orang yang mengeluarkan harta benda karena mengharapkan ridha Allah, sebab insaf bahwa benda itu adalah semata-mata pemberian Allah kepadanya. Dia insaf bahwa dia hanya sebagai saluran saja dari
Allah untuk menyampaikan bantuan Tuhan kepada hamba-Nya dan dia merasa berbahagia sekali karena dapat berbuat baik. Di kala memberikan bantuan kepada orang yang susah, dibawanyalah perbandingan kepada dirinya sendiri bahwa Allah pun Mahakuasa membuat nasibnya jelek sebagaimana nasib orang yang dibantunya itu. Dahulu, ketika dia lahir ke dunia, tidaklah dia membawa apa-apa. Sekarang, dia telah hidup berusaha; usahanya itu diberi hasil oleh Allah, padahal banyak orang lain berusaha pula, tetapi belum diberi hasil. Tanda syukurnya kepada Allah, dia pun sudi mengeluarkan hartanya, dan lagi, memberikan bantuan kepada orang lain atau kepada maslahat umum itu diambilnya untuk menambah teguh keyakinan dalam dirinya sendiri. Sebab, setiap dia memberi, tiap terasa pula olehnya kepalanya menjadi ringan, pikirannya terbuka. Tidak pernah dia merasa bahwa dengan banyak memberi, dia menjadi rugi. Malahan bertambah banyak diperbuat muara, bertambah besarlah timbul hulunya.
Orang yang seperti ini diumpamakan kebun juga, tetapi kebun di tanah subur, sebagaimana lawan dari tanah yang diterbangkan angin ke atas batu tandus tadi, yang habis mengalir bersama air hujan, hingga licin kembali batu yang dia tinggalkan. Ini adalah kebun di tanah subur. Tanah yang subur ialah yang baik bunga tanahnya dan teratur pula embusan angin serta cahaya matahari menyinari tempat itu. Tanah yang memang subur ditimpa lagi oleh air hujan niscaya bertambah subur dan mendatangkan hasil lipat dua. Kesuburannya sendiri sebe-lum datang hujan telah mendatangkan hasil; sekarang turun pula hujan maka dia pun memberi hasil lagi lebih banyak, bahkan lipat dua."Maka walaupun dia tidak ditimpa hujan, hujan rintik pun jadilah!' Namun dia akan subur juga sebab memang dasarnya yang subur, bahkan embun yang turun tengah malam dan naik lagi ke udara apabila matahari mulai tinggi, sudah cukup juga.buat membasahinya.
“Dan Allah, atas apa yang kamu kerjakan adalah melihat."
Allah kemudian mempergunakan lagi suatu perumpamaan yang lebih menyinggung perasaan halus manusia, jika ia memang sudi mempergunakan perasaan, yaitu,
Ayat 266
“Adakah suka seseorang di antara kamu bahwa ada baginya sebuah kebun dari kurma dan anggun, yang mengalir padanya sungai-sungai, dan ada pula baginya di kebun itu berbagai macam buah-buahan."
Di pangkal ayat ini digambarkanlah suatu kebun yang sangat disukai oleh peladang dan petani. Di negeri tempat ayat diturunkan, di Tanah Arab dan seluruh Timur Tengah, kebun kurma dan anggur yang di dalamnya ada pula sungai mengalir, adalah kebun yang sangat dicita-citakan. Kadang-kadang dapat pula disisipi dengan buah-buahan yang lain. Kita pun dapatlah mengambil kias bandingan dengan kebun kelapa di Minahasa atau kebun karet di Kalimantan, atau sawah-sawah yang luas di Sulawesi yang cukup pengairannya, atau kebun cengkeh di Solok Sumatra Barat yang memberi hasil tiap pekan, dapat pembeli makanan dan pakaian.
“Dan dia pun telah dijelang tua, dan dia pun mempunyai anak-cucu yang lemah-lemah." Bertambah terasalah kepentingan kebun tadi; kebun satu-satunya yang telah diusahakan oleh seorang ayah di kala badannya masih kuat dan sekarang kebun itu telah memberi hasil, tetapi si ayah yang berusaha telah pula mulai tua. Hanya inilah satu-satunya yang diharapkan oleh orang tua itu, akan menjadi peninggalan kepada anak-cucunya yang melarat karena kekayaan lain tidak ada. Kalau kebun itu tidak ada lagi atau tidak memberikan hasil yang menyenangkan lagi, akan sengsaralah anak-cucu si tua itu. Tiba-tiba, “Maka menyeranglah kepadanya angin puting beliung" Artinya, sedang segala pengharapan, baik oleh si tua maupun anak-cucu sangat digantungkan kepada kebun satu-satunya yang subur itu, tiba-tiba datanglah angin puting beliung, yaitu angin yang berpusar-pusar dengan cepatnya, di se-tumpak tanah, lalu membongkari sekalian apa yang dilandanya. Kalau angin puling beliung itu beredar di laut, dia pun mengisap air ke udara, tiang kapal bisa dipatahkannya, bahkan perahu bisa diangkatnya dua-tiga meter ke udara dan kelak jatuh dan terbalik atau pecah. Kalau di darat, dia pun bisa membongkar pohon-pohon hingga tumbang, bahkan rumah-rumah bisa hancur, diangkat dan diterbangkannya."Yang padanya ada api." Angin itu pun membawa api atau ada api di dekat itu yang menjadi bertambah menyala oleh karena pusaran angin itu. Ketika angin itu saja yang berpusar, buah-buahan jadi gugur. Kalau ada pula api, segalanya akan terbakar."Maka terbakarlah (kebun itu)" Demikianlah Allah mengemukakan suatu perumpamaan yang seram atas sedekah yang rusak dan hancur, karena dihamun dicercakan, dibangkit-bangkit dan dijadikan sebab buat menyakiti orang yang dibantu atau pekerjaan yang disokong. Pikirkanlah bagaimana perasaan orang tua tadi, awak sudah tua dan anak-cucu pun banyak, tiba-tiba kebun harapan satu-satunya habis terbakar dengan tidak disangka-sangka. Akan dimulai lagi membuka kebun baru, tenaga pun tak ada lagi sebab awak sudah tua, sedangkan anak-cucu sudah melarat. Sampai demikianlah bahaya ngeri yang menimpa orang yang mengeluarkan harta benda karena riya, karena membangkit-bangkit dan menyakiti itu. Sangat berbeda dengan orang yang berkebun di tanah subur tadi. Di penutup ayat berfirmanlah Tuhan,
“Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepada kamu, supaya kamu berpikir."
(ujung ayat 266)








