Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذَا
dan apabila
طَلَّقۡتُمُ
kamu mentalak
ٱلنِّسَآءَ
isteri-isteri
فَبَلَغۡنَ
maka/lalu dia sampai
أَجَلَهُنَّ
masanya
فَأَمۡسِكُوهُنَّ
maka tahanlah/rujuklah mereka
بِمَعۡرُوفٍ
dengan cara yang baik
أَوۡ
atau
سَرِّحُوهُنَّ
ceraikan mereka
بِمَعۡرُوفٖۚ
dengan cara yang baik
وَلَا
dan jangan
تُمۡسِكُوهُنَّ
kamu tahan mereka
ضِرَارٗا
(untuk memberi) kemudharatan
لِّتَعۡتَدُواْۚ
karena kamu melewati batas/menganiaya
وَمَن
dan barang siapa
يَفۡعَلۡ
ia berbuat
ذَٰلِكَ
demikian
فَقَدۡ
maka sungguh
ظَلَمَ
ia menganiaya
نَفۡسَهُۥۚ
dirinya
وَلَا
dan jangan
تَتَّخِذُوٓاْ
kamu jadikan
ءَايَٰتِ
ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
هُزُوٗاۚ
permainan
وَٱذۡكُرُواْ
dan ingatlah
نِعۡمَتَ
nikmat
ٱللَّهِ
Allah
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَمَآ
dan apa yang
أَنزَلَ
Dia menurunkan
عَلَيۡكُم
atas kalian
مِّنَ
dari
ٱلۡكِتَٰبِ
Al Kitab
وَٱلۡحِكۡمَةِ
dan hikmah
يَعِظُكُم
Dia mengajarkan kamu
بِهِۦۚ
dengannya
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
بِكُلِّ
atas segala
شَيۡءٍ
sesuatu
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
وَإِذَا
dan apabila
طَلَّقۡتُمُ
kamu mentalak
ٱلنِّسَآءَ
isteri-isteri
فَبَلَغۡنَ
maka/lalu dia sampai
أَجَلَهُنَّ
masanya
فَأَمۡسِكُوهُنَّ
maka tahanlah/rujuklah mereka
بِمَعۡرُوفٍ
dengan cara yang baik
أَوۡ
atau
سَرِّحُوهُنَّ
ceraikan mereka
بِمَعۡرُوفٖۚ
dengan cara yang baik
وَلَا
dan jangan
تُمۡسِكُوهُنَّ
kamu tahan mereka
ضِرَارٗا
(untuk memberi) kemudharatan
لِّتَعۡتَدُواْۚ
karena kamu melewati batas/menganiaya
وَمَن
dan barang siapa
يَفۡعَلۡ
ia berbuat
ذَٰلِكَ
demikian
فَقَدۡ
maka sungguh
ظَلَمَ
ia menganiaya
نَفۡسَهُۥۚ
dirinya
وَلَا
dan jangan
تَتَّخِذُوٓاْ
kamu jadikan
ءَايَٰتِ
ayat-ayat
ٱللَّهِ
Allah
هُزُوٗاۚ
permainan
وَٱذۡكُرُواْ
dan ingatlah
نِعۡمَتَ
nikmat
ٱللَّهِ
Allah
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
وَمَآ
dan apa yang
أَنزَلَ
Dia menurunkan
عَلَيۡكُم
atas kalian
مِّنَ
dari
ٱلۡكِتَٰبِ
Al Kitab
وَٱلۡحِكۡمَةِ
dan hikmah
يَعِظُكُم
Dia mengajarkan kamu
بِهِۦۚ
dengannya
وَٱتَّقُواْ
dan bertakwalah
ٱللَّهَ
Allah
وَٱعۡلَمُوٓاْ
dan ketahuilah
أَنَّ
sesungguhnya
ٱللَّهَ
Allah
بِكُلِّ
atas segala
شَيۡءٍ
sesuatu
عَلِيمٞ
Maha Mengetahui
Terjemahan
Apabila kamu menceraikan istri(-mu), hingga (hampir) berakhir masa idahnya, tahanlah (rujuk) mereka dengan cara yang patut atau ceraikanlah mereka dengan cara yang patut (pula). Janganlah kamu menahan (rujuk) mereka untuk memberi kemudaratan sehingga kamu melampaui batas. Siapa yang melakukan demikian, dia sungguh telah menzalimi dirinya sendiri. Janganlah kamu jadikan ayat-ayat (hukum-hukum) Allah sebagai bahan ejekan. Ingatlah nikmat Allah kepadamu dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu, yaitu Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunah), untuk memberi pengajaran kepadamu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Tafsir
(Apabila kamu menceraikan istri-istri, lalu sampai idahnya), maksudnya dekat pada berakhir idahnya (maka peganglah mereka), artinya rujuklah kepada mereka (secara baik-baik) tanpa menimbulkan kesusahan bagi mereka (atau lepaskanlah secara baik-baik pula), artinya biarkanlah mereka itu sampai habis idah mereka. (Janganlah kamu tahan mereka itu) dengan rujuk (untuk menimbulkan kesusahan) berfungsi sebagai maf`ul liajlih (sehingga menganiaya mereka) sampai mereka terpaksa menebus diri, minta cerai dan menunggu lama. (Barang siapa melakukan demikian, berarti ia menganiaya dirinya) dengan menghadapkannya pada siksaan Allah (dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah sebagai permainan), artinya berolok-olok dengan melanggarnya (dan ingatlah nikmat Allah kepadamu), yakni agama Islam (dan apa-apa yang telah diturunkan-Nya padamu berupa Kitab) Al-Qur'an (dan hikmah) artinya hukum-hukum yang terdapat padanya (Allah memberimu pengajaran dengannya) agar kamu bersyukur dengan mengamalkannya (Dan bertakwalah kamu kepada Allah serta ketahuilah bahwa Allah mengetahui segala sesuatunya) hingga tidak satu pun yang tersembunyi bagi-Nya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 231
Apabila kalian menalak istri-istri kalian, lalu mereka mendekati akhir idahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang baik atau ceraikanlah mereka dengan cara yang baik (pula). Janganlah kalian rujuki mereka untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kalian menzalimi mereka. Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Janganlah kalian jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah pada kalian, dan apa yang telah diturunkan Allah kepada kalian, yaitu Al-Kitab dan Al-Hikmah. Allah memberi pengajaran kepada kalian dengan apa yang diturunkan-Nya itu. Dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Ayat 231
Melalui ayat ini Allah memerintahkan kepada kaum lelaki apabila seseorang dari mereka menceraikan istrinya, sedangkan ia berhak merujuknya, hendaklah ia memperlakukannya dengan baik. Apabila idahnya hampir habis dan yang tinggal hanya sisa waktu yang memungkinkan bagi dia untuk merujuknya, maka dia dapat mempertahankannya (yakni merujuknya kembali ke dalam ikatan nikah) dengan cara yang baik. Hendaklah ia memakai saksi dalam rujuknya itu serta berniat mempergaulinya dengan cara yang baik. Atau ia bisa melepaskannya, yakni membiarkannya hingga habis masa idahnya serta mengeluarkannya dari rumah dengan cara yang lebih baik, tanpa percekcokan dan tanpa pertengkaran, tanpa saling mencaci.
Allah ﷻ berfirman: “Janganlah kalian rujuki mereka untuk memberi kemudaratan, karena dengan demikian kalian menzalimi mereka.” (Al-Baqarah: 231)
Ibnu Abbas, Mujahid, Masruq, Al-Hasan, Qatadah, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi', dan Muqatil ibnu Hayyan serta lain-lainnya yang tidak hanya seorang telah mengatakan, "Dahulu ada seorang lelaki yang menceraikan istrinya; apabila masa idahnya hampir habis, maka si lelaki itu merujuknya untuk menimpakan kemudaratan agar si istri tidak terlepas dari tangannya. Setelah itu ia menceraikannya lagi dan si istri melakukan masa idahnya. Maka apabila masa idahnya hampir habis, si suami merujuknya kembali, lalu menceraikannya lagi agar masa idahnya bertambah panjang. Maka Allah ﷻ melarang mereka berbuat demikian, dan mengancam pelakunya melalui firman-Nya: 'Barang siapa berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri' (Al-Baqarah 231) karena telah melanggar perintah Allah ﷻ"
Firman Allah ﷻ: “Janganlah kalian permainkan hukum-hukum Allah.” (Al-Baqarah: 231)
Sehubungan dengan ayat ini Ibnu Jarir mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Mansur, dari Abdus Salam ibnu Harb, dari Yazid ibnu Abdur Rahman, dari Abul Ala Al-Audi, dari Humaid ibnu Abdur Rahman, dari Abu Musa, bahwa Rasulullah ﷺ marah terhadap orang-orang Asy-'ariyyin. Lalu Abu Musa datang kepadanya dan berkata, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau marah kepada orang-orang Asy-'ariyyin?" Maka Nabi ﷺ menjawab: “Seseorang di antara kalian mengatakan, ‘Aku telah menceraikan dan aku telah merujuknya kembali.’ Hal ini bukanlah talak orang-orang muslim. Mereka menalak istrinya sebelum masa idahnya.”
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya pula melalui jalur yang lain dari Abu Khalid Ad-Dallal (yaitu Yazid ibnu Abdur Rahman), tetapi keadaan dirinya masih perlu dipertimbangkan. Masruq mengatakan, yang dimaksud oleh hadits ini ialah lelaki yang menceraikan istrinya bukan dalam keadaan yang sewajarnya, tujuannya ialah menimpakan mudarat kepada istrinya melalui talak dan rujuk, dengan maksud agar masa idahnya panjang.
Al-Hasan, Qatadah, ‘Atha’ Al-Khurrasani, Ar-Rabi', dan Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa yang dimaksud ialah seorang lelaki yang menalak istrinya seraya mengatakan, "Aku hanya bermain-main." Atau dia memerdekakan atau nikah, lalu mengatakan, "Aku hanya main-main." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Janganlah kalian permainkan hukum-hukum Allah.” (Al-Baqarah: 231) Maka Allah ﷻ memastikan hal tersebut (yakni talak, merdeka, dan nikahnya dihukumi sah).
Ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad As-Sairafi, telah menceritakan kepadaku Ja'far ibnu Muhammad As-Simsar, dari Ismail ibnu Yahya, dari Sufyan, dari Al-Laits, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki menalak istrinya dengan maksud bermain-main yang pada kenyataannya dia tidak bermaksud menalak istrinya.
Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Janganlah kalian permainkan hukum-hukum Allah.” (Al-Baqarah: 231) Maka Rasulullah ﷺ memastikan talaknya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Isam ibnu Rawwad, telah menceritakan kepada kami Adam, telah menceritakan kepada kami Al-Mubarak ibnu Fudalah, dari Al-Hasan (yaitu Al-Basri) yang menceritakan bahwa dahulu ada seorang lelaki menalak istrinya, lalu mengatakan, "Aku hanya bermain-main." Ia memerdekakan, lalu mengatakan, "Aku hanya bermain-main." Dan ia nikah, lalu mengatakan, "Aku hanya bermain-main." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Janganlah kalian permainkan hukum-hukum Allah.” (Al-Baqarah: 231)
Rasulullah ﷺ bersabda: “Barang siapa yang menjatuhkan talak atau memerdekakan atau nikah atau menikahkan dengan sungguhan dan main-main, maka apa yang dikatakannya adalah sah atas dirinya.”
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari jalur Az-Zuhri, dari Sulaiman ibnu Arqam, dari Al-Hasan dengan lafal yang serupa. Hadits ini berpredikat mursal. Akan tetapi, Ibnu Mardawaih meriwayatkannya melalui jalur Amr ibnu Ubaid, dari Al-Hasan, dari Abu Darda secara mauquf sampai kepada Abu Darda.
Ibnu Jarir meriwayatkan pula, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hasan ibnu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Abu Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abdul Hamid, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Ismail ibnu Salamah, dari Al-Hasan, dari Ubadah ibnus Samit sehubungan dengan firman-Nya: “Janganlah kalian permainkan hukum-hukum Allah.” (Al-Baqarah: 231) Bahwa dahulu di masa Nabi ﷺ ada seorang lelaki mengatakan, "Aku kawinkan kamu dengan anak perempuanku," lalu ia berkata, "Aku hanya bermain-main." Ia mengatakan (kepada budaknya), "Aku merdekakan kamu," lalu ia berkata, "Aku hanya bermain-main." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Janganlah kalian permainkan hukum-hukum Allah.” (Al-Baqarah: 231);
Karena itu Rasulullah ﷺ bersabda: “Ada tiga perkara, barang siapa yang mengatakannya baik secara main-main atau sungguhan, maka semuanya jadi sungguhan atas dirinya, yaitu talak, memerdekakan (budak), dan nikah.”
Hal yang terkenal mengenai hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, Imam At-Tirmidzi, dan Imam Ibnu Majah melalui jalur Abdur Rahman ibnu Habib ibnu Adrak, dari ‘Atha’, dari Ibnu Mahik, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Ada tiga perkara yang sungguhan dan main-mainnya dianggap sungguhan, yakni nikah, talak, dan rujuk.” Imam At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan gharib.
Firman Allah ﷻ: “Dan ingatlah nikmat Allah kepada kalian.” (Al-Baqarah: 231)
Yakni karena Dia telah mengutus seorang rasul yang membawa hidayah dan keterangan-keterangan kepada kalian.
“Dan apa yang telah diturunkan Allah kepada kalian, yaitu Al-Kitab dan Al-Hikmah.” (Al-Baqarah: 231) Yang dimaksud dengan Al-Kitab ialah Al-Qur'an, dan yang dimaksud dengan Al-Hikmah adalah sunnah.
“Allah memberi pengajaran kepada kalian dengan apa yang diturunkan-Nya itu.” (Al-Baqarah: 231) Yakni Dia memerintahkan kepada kalian, melarang kalian, serta memperingatkan kalian agar jangan melakukan perbuatan-perbuatan yang diharamkan.
“Dan bertakwalah kepada Allah.” (Al-Baqarah: 231) Yaitu dalam semua amal perbuatan yang kalian kerjakan dan hal-hal yang kalian tinggalkan.
“Serta ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 231) Artinya, tiada sesuatu pun yang samar bagi-Nya dari semua urusan kalian, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan; dan kelak Dia akan memberikan balasannya kepada kalian atas perbuatan tersebut.
Pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan perintah memilih untuk rujuk atau menceraikan istri, berikutnya Allah menjelaskan batas akhir pilihan itu. Dan apabila kamu menceraikan istri-istri kamu dengan talak yang memungkinkan rujuk, setelah talak pertama atau kedua, lalu sampai akhir idahnya5 mendekati habis, maka tahanlah mereka dengan merujuk jika kamu yakin mampu memperbaiki hubungan itu kembali dengan cara yang baik sesuai tuntunan agama dan adat, atau ceraikanlah mereka apabila hubungan itu tidak dapat dilanjutkan dengan cara yang baik pula. Dan janganlah kamu tahan untuk merujuk mereka dengan maksud ingin berbuat jahat atau untuk menzalimi mereka selama hidup bersama. Barang siapa melakukan demikian, yaitu tindakan jahat dan zalim, maka pada hakikatnya dia telah menzalimi dirinya sendiri sehingga ia berhak mendapat murka Allah, kebencian keluarga dan orang sekelilingnya, dan semuanya itu berimbas pada dirinya. Dan janganlah kamu jadikan ayat-ayat Allah tentang petunjuk hukum talak sebagai bahan ejekan yang dapat dipermainkan. Ingatlah nikmat Allah yang telah Dia karuniakan kepada kamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepada kamu yaitu petunjuk tentang hukum keluarga yang terdapat dalam Kitab Al-Qur'an dan Hikmah atau Sunah. Ketentuan-ketentuan tersebut adalah untuk memberi pengajaran kepadamu. Dan bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Setelah pada ayat sebelumnya Allah menjelaskan perihal wanitawanita yang dicerai sebelum idahnya habis, maka pada ayat ini Allah menjelaskan status mereka setelah habis masa idahnya. Dan apabila kamu, para suami, menceraikan istri-istri kamu lalu sampai idahnya habis, maka jangan kamu, mantan suami dan para wali atau siapa pun, halangi atau paksa mereka yang ditalak suaminya untuk kembali rujuk. Biarkanlah ia menetapkan sendiri masa depannya untuk menikah lagi dengan calon suaminya,6 baik suami yang telah menceraikannya atau pria lain yang menjadi pilihannya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Wanita yang dicerai suaminya dan telah habis masa idahnya mempunyai hak penuh atas dirinya sendiri, seperti dijelaskan dalam sabda Rasulullah, Janda lebih berhak atas dirinya daripada orang lain atau walinya. Itulah yang dinasihatkan kepada orangorang di antara kamu yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Apabila mengikuti petunjuk-petunjuk dan nasihat tentang pemenuhan hak wanita yang diceraikan untuk kembali kepada suaminya atau memilih pasangan baru, itu lebih suci bagimu dan lebih bersih terhadap jiwamu. Dan Allah mengetahui sesuatu yang dapat membawa kemaslahatan bagi hamba-Nya, sedangkan kamu tidak mengetahui di balik ketentuan hukum yang ditetapkan Allah. Wali atau mantan suami tidak boleh memaksa perempuan itu baik untuk rujuk dengan mantan suaminya dengan ketentuan harus memperbarui nikahnya, maupun menikah dengan laki-laki lain.
Ayat ini mengutarakan cara yang mesti dilakukan oleh suami yang telah menjatuhkan talak kepada istrinya sebagai penjelasan ayat-ayat sebelumnya. Adapun sebab turunnya ayat ini ada dua riwayat. Pertama, Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa pada masa Rasulullah ﷺ ada seorang laki-laki yang menalak istrinya, kemudian sebelum masa idah istrinya itu habis, dia merujuknya kembali. Setelah itu dijatuhkannya talak lagi kemudian rujuk kembali. Hal ini dilaksanakan untuk menyakiti dan menganiaya istrinya tersebut, maka turunlah ayat di atas.
Riwayat kedua diceritakan oleh as-Suddi bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan tindakan seorang sahabat dari golongan Ansar yaitu sabit bin Yasar yang telah menalak istrinya. Setelah masa idah istrinya tinggal dua atau tiga hari lagi ia rujuk kepada istrinya tersebut, kemudian dijatuhkannya talak kembali dengan tujuan untuk menyusahkan istrinya, maka turunlah ayat ini, melarang perbuatan tersebut.
Apabila seorang suami telah menjatuhkan talak kepada istrinya, maka ketika masa idah dari istrinya itu telah hampir berakhir hendaklah ia memilih salah satu dari dua pilihan, yaitu melakukan rujuk atau tetap bercerai dengan cara yang baik. Dengan habisnya idah maka putuslah perkawinan suami istri, dan bekas istrinya itu bebas memilih jodoh yang lain.
Selanjutnya ayat ini melarang seorang suami melakukan rujuk kepada istrinya dengan tujuan untuk menyakiti dan menganiaya. Larangan Allah ini selain menggambarkan tingkah laku masyarakat pada masa jahiliah di mana suami menjatuhkan talak kepada istrinya tanpa batas tertentu dan setiap akan mendekati akhir dari masa idah, suami melakukan rujuk kembali dan demikianlah seterusnya. Juga menjadi penjelasan dari tindakan sahabat Sabit bin Yasar yang telah diuraikan dalam hal sebab turunnya ayat ini. Suami yang berbuat demikian adalah menganiaya dirinya sendiri, suatu perbuatan yang dapat menimbulkan permusuhan dengan kaum kerabat keluarga istrinya dan juga dibenci oleh masyarakat, dan akhirnya nanti ia tidak luput dari kemurkaan Allah.
Dalam ayat ini Allah melarang manusia mempermainkan hukum-hukum-Nya termasuk hukum-hukum yang mengatur hubungan suami istri untuk membawa manusia kepada hidup bahagia di dunia dan di akhirat. Ketentuan-ketentuan itu merupakan suatu nikmat dari Allah yang wajib diingat dan diamalkan sebagai tanda bersyukur kepada-Nya.
Tak ada perselisihan ulama dalam lingkungan mazhab empat tentang sahnya talak yang dijatuhkan oleh suami dengan jalan main-main (tidak sungguh-sungguh). Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah saw:
Ada tiga masalah, jika dilakukan dengan sungguh-sungguh, maka hal itu akan terjadi sungguh-sungguh, dan jika dilakukan dengan cara main-main, maka hal itu akan terjadi sungguh-sungguh, yaitu: nikah, talak dan rujuk. (Riwayat al-Arba'ah kecuali an-Nasa'i dari Abu Hurairah)
Bersetubuh dengan istri yang masih dalam idah raj'i haram hukumnya menurut mazhab Syafi'i, karena sahnya rujuk adalah dengan ucapan (lafal). Sedang menurut mazhab Hanafi dan Hanbali, persetubuhan dianggap rujuk meskipun tanpa lafal (ucapan).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
RUJUK SEBELUM LEPAS IDDAH
Ayat 231
“Dan apabila kamu menalak perempuan-perempuan itu, lantas sampai janji mereka (idelah) maka rujuklah kepada mereka dengan yang patut atau lepaskan mereka dengan patut (pula). Dan, jangan kamu rujuk kepada mereka dengan (maksud) menyusahkan, karena kamu hendak melanggar (peraturan Allah) “
Rupanya sejak zaman jahiliyyah sudah ada juga peraturan bahwa perempuan yang telah diceraikan itu memakai iddah tiga kali suci (quru'). Maka, di zaman jahiliyyah itu— demikian menurut suatu riwayat dari Jbnu Abbas— ada laki-laki yang demikian rendah budinya, diceraikannya istrinya, lalu perempuan itu dalam iddah. Dekat dua tiga hari iddah akan sampai, dia pun rujuk. Beberapa hari kemudian diceraikannya lagi, sehingga beriddah pula, dengan maksud semata-mata untuk menganiaya. Sekarang, nikah, talak, dan rujuk telah diatur oleh agama. Rujuk pun jangan dijadikan permainan. Sebab itu, kalau iddah perempuan itu telah dekat sampai, silakan kamu rujuk kepadanya kembali.
Di ayat ini disebut “sampai janji mereka", adalah dimaksud telah hampir sampai, tinggal dua tiga hari, seumpama orang menuju kota dalam perjalanan, musafir, setelah kelihatan kota itu dari jauh, orang itu berkata, “Kita telah sampai." Atau lepaskan dengan sepatutnya, yaitu jika tidak rujuk, biarkan selesai iddahnya supaya dia bersuami lain. Janganlah rujuk dengan maksud menyusahkan sebagaimana perbuatan hina dari orang-orang jahiliyyah itu, yang memandang orang perempuan sebagai makhluk yang biasa dipermain-mainkan saja atau disiksa melepaskan sakit hati.
“Dan barangsiapa yang berbuat demikian, sesungguhnya dia telah menganiaya dirinya (sendiri)"
Dia dengan berbuat demikian adalah menyusahkan dirinya. Sebagaimana pepatah bangsa kita “laki-laki semalu, perempuan serasa". Penderitaan yang ditimpakannya kepada istri yang dianiayanya itu akan dilihat dan di-perhatikan oleh perempuan yang lain. Akan sukar orang perempuan lain menerimanya menjadi suami karena dikenal sebagai penganiaya perempuan."Dan janganlah kamu ambil ayat-ayat Allah jadi permainan!' Sebab perbuatan yang demikian adalah mempermainkan ayat Allah namanya; dibuka Tuhan pintu iddah dengan peraturan, tetapi kamu permainkan peraturan itu untuk melepaskan hawa nafsumu yang buruk. Dengan demikian, pelanggar yang seperti ini diberi dua ancaman, pertama ancaman karena dia menganiaya diri sendiri dengan menimbulkan kebencian masyarakat kepadanya, terutama masyarakat kaum perempuan, kedua dipandang sebagai orang yang mempermainkan peraturan Allah sehingga menjadi kebencian Tuhan. Akhir hidupnya atau hari tuanya akan melarat dia. Sebab, di masa muda mempermainkan perempuan, di masa tua tidak ada lagi orang yang akan menolong menyelenggarakannya.
Ayat ini menegaskan bahwa ayat-ayat Allah tidak boleh dijadikan permainan dan olok-olok. Rasulullah ﷺ telah bersabda,
“Tiga perkara yang barangsiapa mengucapkannya berlakulah apa yang diucapkannya itu, baik ucapannya itu sambil bermain-main maupun tidak bermain-main, yaitu talak, nikah, dan memerdekakan budak." (HR Ibnu Mundzir dan Ibnu Abi Hatim)
Menurut riwayat Ibnu Mardawaihi dari Abid Darda', beliau ini berkata, “Ada orang yang menalak istrinya lalu dia berkata, Aku menalak main-main saja.' Dan dia merdekakan budaknya lalu dia katakan pula bahwa dia hanya berolok-olok saja. Maka, datanglah ayat ini, yang berkata jangan kamu ambil ayat-ayat Allah menjadi permainan dan bersabda Rasulullah ﷺ,
“Barangsiapa yang menalak atau memerdekakan lalu dia berkata bahwa itu hanya diucapkannya secara main-main maka perkataannya itu tidak diterima sedikit pun melainkan perkataannya itu berlaku dan wajib dipenuhi."
“Dan ingatlah olehmu akan nikmat Allah atas kamu." Nikmat yang menjadi puncak segala nikmat ialah dikirim-Nya kepada kamu Rasul untuk membimbingmu menjadi manusia yang baik, membimbing peraturan dalam rumah tangga dan persuami-istrian kamu, yang dipatrikan atas mawaddah, yaitu kasih sayang, dan rahmah belas kasihan."Dan apa yang telah Dia turunkan kepada kamu daripada kitab dan hikmah,yang telah dinasihatkan-Nya kepada kamu dengan dia." Demikian besar nikmat itu, ada Rasul, ada kitab, ada hikmah, dan ada pengajaran. Apa kurangnya lagi? Apa guna kamu menjadi orang Islam kalau nafsu serakah kamu sebagai seorang Laki-laki kamu gunakan menindas hak perempuan yang lemah, padahal dia adalah teman hidupmu, belahan dari jiwamu.
Padahal Nabi diutus, Al-Qur'an diturunkan, dan hikmah dibukakan oleh Nabi dan pelajaran disampaikan ialah untuk membentuk budimu, mengeluarkan kamu dari sifat-sifat dan perangai buruk serta adat-adat yang keji di zaman jahiliyyah. Maka, kalau perangaimu terhadap perempuan tidak juga berubah, padahal tidak ada yang kurang peraturan dalam Al-Qur'an, apa artinya, kamu menjadi orang Islam?
“Dan takwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwasanya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah mengetahui."
Bukan saja perintah berpuasa untuk memupuk rasa takwa dalam hatimu, mengatur pernikahan dan perceraian serta rujuk pun untuk takwa. Payahlah membangunkan takwa pada orang yang memandang enteng kepada perempuan. Sampai kepada zaman kita sekarang ini pun demikian halnya; yah, apatah lagi setelah jauh dari zaman Nabi. Setelah peraturan-peraturan yang indah dari Al-Qur'an itu dengan maksud yang baik telah ditambahi oleh ulama-ulama dengan ijtihad mereka, tetapi diterima dengan salah oleh umat karena jauhnya mereka dari takwa. Sampai pernah kejadian ada orang perempuan yang sengaja murtad, pergi ke masjid sehabis shalat Jum'at ketika orang akan pulang dari shalat Jum'at, memaklumkan kepada orang banyak bahwa dia mulai hari itu keluar dari Islam, tidak percaya lagi kepada Allah dan Rasul, bohong Hari Akhirat itu, dengan maksud supaya masyarakat memandangnya telah kafir, sehingga dengan demikian tanggal dengan sendirinya nikahnya dengan suaminya yang menganiaya.