Ayat
Terjemahan Per Kata
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itulah
لَهُمۡ
bagi mereka
نَصِيبٞ
(mendapat) bagian
مِّمَّا
dari apa
كَسَبُواْۚ
mereka usahakan
وَٱللَّهُ
dan Allah
سَرِيعُ
sangat cepat
ٱلۡحِسَابِ
perhitunganNya
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itulah
لَهُمۡ
bagi mereka
نَصِيبٞ
(mendapat) bagian
مِّمَّا
dari apa
كَسَبُواْۚ
mereka usahakan
وَٱللَّهُ
dan Allah
سَرِيعُ
sangat cepat
ٱلۡحِسَابِ
perhitunganNya
Terjemahan
Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan. Allah Mahacepat perhitungan-Nya.
Tafsir
(Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian), maksudnya pahala (dari), artinya disebabkan (apa yang mereka usahakan), yakni amal mereka dari haji dan doa (dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya). Menurut keterangan sebuah hadis, Allah melakukan hisab atau perhitungan bagi seluruh makhluk dalam tempo yang tidak lebih dari setengah hari waktu dunia.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 200-202
Apabila kalian telah menyelesaikan ibadah haji kalian, maka berzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyang kalian, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang mendoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia," dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang mendoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan perliharalah kami dari siksa neraka." Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Allah memerintahkan banyak berzikir kepada-Nya sesudah menunaikan manasik dan merampungkannya. Firman Allah subhanahu wa ta’ala: sebagaimana kalian menyebut-nyebut nenek moyang kalian. (Al-Baqarah: 200) Para ulama berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut Ibnu Jarir, dari ‘Atha’, disebutkan bahwa yang dimaksud ialah seperti ucapan seorang anak kecil kepada ayah dan ibunya. Yakni seperti anak kecil menyebut-nyebut ayah dan ibunya. Dengan kata lain, demikian pula kalian, maka sebut-sebutlah Allah dalam zikir kalian sesudah menunaikan semua manasik.
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Adh-Dhahhak dan Ar-Rabi' ibnu Anas. Ibnu Jarir meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas hal yang semisal. Sa'id ibnu Jubair meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa orang-orang Jahiliah di masa lalu melakukan wuquf dalam musim haji dan seseorang dari mereka mengatakan bahwa ayahnya dahulu suka memberi makan dan menanggung beban serta menanggung diat orang lain.
Tiada yang mereka sebut-sebut selain dari perbuatan bapak-bapak mereka. Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya kepada Nabi Muhammad ﷺ, yaitu: Maka berzikiriah dengan menyebut Allah, sebagaimana kalian menyebut-nyebut nenek moyang kalian atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. (Al-Baqarah: 200) Ibnu Abu Hatim mengatakan bahwa As-Suddi meriwayatkan dari Anas ibnu Malik, Abu Wail, dan ‘Atha’ ibnu Abu Rabbah menurut salah satu pendapatnya, juga Sa'id ibnu Jubair; serta Ikrimah menurut salah satu riwayatnya; juga Mujahid, As-Suddi, ‘Atha’ Al-Khurrasani, Ar-Rabi' ibnu Anas, Al-Hasan, Qatadah, Muhammad ibnu Ka'b, dan Muqatil ibnu Hayyan hal yang semisal dengan riwayat di atas.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, dari Jama'ah. Makna yang dimaksud dari ayat ini ialah anjuran untuk banyak berzikir kepada Allah subhanahu wa ta’ala Karena itu, maka lafal asyadda dibaca nasab sebagai tamyiz. Bentuk lengkapnya ialah seperti kalian menyebut-nyebut nenek moyang kalian atau bahkan lebih banyak lagi dari itu. Huruf au dalam ayat ini menunjukkan pengertian merealisasikan persamaan dalam berita. Perihalnya sama dengan pengertian yang terkandung di dalam firman lainnya, yaitu: hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (Al-Baqarah: 74) mereka (orang-orang munafik) takut kepada manusia (musuh), seperti takutnya kepada Allah, bahkan lebih sangat dari itu takutnya. (An-Nisa: 77) Dan Kami utus dia kepada seratus ribu orang atau lebih. (As-Saffat: 147) Dan firman Allah subhanahu wa ta’ala: Maka jadilah dia dekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung busur panah atau lebih dekat (lagi). (An-Najm: 9) Au di sini bukan menunjukkan makna syak (ragu), melainkan untuk merealisasikan subyek berita seperti apa adanya atau lebih banyak dari itu.
Kemudian Allah subhanahu wa ta’ala memberikan petunjuk kepada mereka untuk berdoa kepada-Nya sesudah banyak berzikir kepada-Nya, karena keadaan seperti itu sangat dekat untuk diperkenankan. Dan Allah mencela orang yang tidak mau meminta kepada-Nya kecuali hanya mengenai urusan duniawinya, sedangkan urusan akhiratnya dia kesampingkan. Untuk itu Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Maka di antara manusia ada orang yang mendoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia," dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. (Al-Baqarah: 200) Yang dimaksud dengan khalaq ialah bagian, yakni tiada keberuntungan baginya di akhirat nanti. Di dalam kalimat ini terkandung makna celaan dan menanamkan rasa antipati terhadap perbuatan seperti itu.
Sa'id ibnu Jubair meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa dahulu ada suatu kaum dari kalangan orang-orang Arab datang ke tempat wuquf, lalu mereka berdoa, "Ya Allah, jadikanlah tahun ini tahun yang penuh dengan hujan, tahun kesuburan, dan tahun banyak anak yang baik-baik," mereka tidak menyinggung permintaan untuk akhiratnya barang sedikit pun. Maka Allah menurunkan firman-Nya: Maka di antara manusia ada yang mendoa, "Ya Tuhan kami, berikanlah kami (kebaikan) di dunia," dan tiadalah baginya bagian (yang menyenangkan) di akhirat. (Al-Baqarah: 200) Lain halnya dengan orang-orang yang datang sesudah mereka dari kalangan kaum mukmin.
Maka doa mereka ialah seperti yang disebutkan di dalam firman-Nya: Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. (Al-Baqarah: 201) Maka Allah subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya berkenaan dengan mereka itu, yaitu: Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Al-Baqarah: 202) Karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala memuji mereka yang meminta kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat melalui firman-Nya: Dan di antara mereka ada orang yang mendoa, "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka." (Al-Baqarah: 201) Doa ini mencakup semua kebaikan di dunia dan memalingkan semua keburukan, karena sesungguhnya kebaikan di dunia itu mencakup semua yang didambakan dalam kehidupan dunia, seperti kesehatan, rumah yang luas, istri yang cantik, rezeki yang berlimpah, ilmu yang bermanfaat, amal saleh, kendaraan yang mudah, dan sebutan yang baik serta lain-lainnya; semuanya itu tercakup di dalam ungkapan mufassirin.
Semua hal yang kami sebutkan tadi termasuk ke dalam pengertian kebaikan di dunia. Adapun mengenai kebaikan di akhirat, yang paling tinggi ialah masuk surga dan hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti aman dari rasa takut yang amat besar di padang mahsyar, dapat kemudahan dalam hisab, dan lain sebagainya. Bagi orang yang menghendaki keselamatan, dituntut mengerjakan hal-hal yang membawa dirinya ke jalan keselamatan itu, misalnya menjauhi hal-hal yang diharamkan, perbuatan-perbuatan yang berdosa, serta meninggalkan hal-hal yang syubhat dan yang diharamkan.
Sehubungan dengan hal ini Abul Qasim Abu Abdur Rahman pernah mengatakan, "Barang siapa yang dianugerahi hati yang selalu bersyukur, lisan yang selalu berzikir, dan tubuh yang sabar, maka sesungguhnya dia telah dianugerahi kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, serta dipelihara dari siksa neraka." Karena itulah maka banyak anjuran di dalam sunnah yang memerintahkan membaca doa ini.
Imam Al-Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mamar, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, dari Abdul Aziz, dari Anas ibnu Malik yang menceritakan bahwa Nabi ﷺ acapkali mengucapkan doa berikut: Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Suhaib yang menceritakan bahwa Qatadah pernah bertanya kepada Anas suatu doa yang paling banyak dibaca oleh Nabi ﷺ Maka Anas menjawab bahwa Nabi ﷺ acapkali membaca doa berikut, yaitu: Ya Allah, Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Anas apabila hendak mengucapkan suatu doa, ia pasti membaca doa ini; atau bila dia hendak mengucapkan suatu doa, maka ia mengikutkan doa ini di dalamnya. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Muslim. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Abdus Salam ibnu Syaddad (yakni Abu Talut), bahwa ia pernah berada di rumah Anas ibnu Malik, lalu Sabit berkata kepadanya, "Sesungguhnya saudara-saudaramu menginginkan agar engkau berdoa untuk mereka." Maka Anas membaca doa berikut: Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Lalu mereka mengobrol selama sesaat; dan ketika mereka hendak bubar dari rumah sahabat Anas, mereka berkata, "Wahai Abu Hamzah, sesungguhnya saudara-saudaramu hendak bubar, maka doakanlah kepada Allah buat mereka." Sahabat Anas menjawab, "Apakah kalian menghendaki agar aku memecah-belah semua urusan kalian? Apabila Allah memberi kalian kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat serta Allah memelihara diri kalian dari siksa neraka, berarti kalian telah diberi semua kebaikan."
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abu Addi, dari Humaid, dari Sabit, dari Anas, bahwa Rasulullah ﷺ menjenguk seorang lelaki dari kaum muslim yang keadaannya sudah sangat lemah. Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: "Pernahkah engkau mendoakan sesuatu kepada Allah atau kamu meminta sesuatu kepada-Nya?" Lelaki itu menjawab, "Ya, aku sering mengucapkan, 'Ya Allah, jika Engkau akan menyiksaku di akhirat, maka kumohon agar Engkau menyegerakannya di dunia ini bagiku." Rasulullah ﷺ bersabda, "Mahasuci Allah, kamu tidak akan kuat, atau kamu tidak akan mampu. Mengapa engkau tidak katakan, 'Ya Allah, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka' Perawi melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu lelaki tersebut mendoa kepada Allah dengan doa itu; akhirnya Allah menyembuhkannya.
Hadits ini hanya Imam Muslim sendiri yang mengetengahkannya. Imam Muslim meriwayatkannya melalui hadits Ibnu Abu Addi dengan lafal yang telah disebutkan di atas. Imam Syafii mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Salim Al-Qaddah, dari Ibnu Juraij, dari Yahya ibnu Ubaid maula As-Saib, dari ayahnya, dari Abdullah ibnus Saib, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ mengucapkan doa berikut di antara rukun Bani Jumah dan rukun Aswad, yaitu: Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.
Ats-Tsauri meriwayatkannya pula dari Ibnu Juraij dengan lafal yang sama. Imam Ibnu Majah meriwayatkannya pula dari Abu Hurairah dan Nabi ﷺ dengan makna yang semisal, tetapi di dalam sanadnya terdapat kelemahan. Ibnu Mardawaih mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdul Baqi, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Qasim ibnu Musawir, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Sulaiman, dari Abdullah ibnu Hurmuz, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tidak sekali-kali aku melewati rukun melainkan aku melihat padanya seorang malaikat yang mengucapkan amin. Karena itu, apabila kalian melewatinya, maka katakanlah, "Wahai Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka." Imam Hakim di dalam kitab mustadraknya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zakaria Al-Anbari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdus Salam, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Jarir, dari Al-A'masy, dari Muslim Al-Batin, dari Sa'id ibnu Juhair yang menceritakan bahwa ada seorang lelaki datang kepada Ibnu Abbas, lalu lelaki itu berkata, "Sesungguhnya aku telah memberikan bayaran kepada suatu kaum agar mereka mau menanggungku.
Untuk itu aku berikan kepada mereka semua perongkosanku dengan syarat mereka harus menghajikan aku bersama-sama mereka, apakah hal itu sudah dianggap cukup (yakni dihajikan oleh orang lain dengan perongkosan dari orang yang bersangkutan)?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Engkau termasuk orang-orang yang disebut oleh Allah subhanahu wa ta’ala di dalam firman-Nya: 'Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan; dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya' (Al-Baqarah: 202)." Kemudian Imam Hakim mengatakan bahwa atsar ini shahih dengan syarat Syaikhain, tetapi keduanya tidak mengetengahkannya."
Mereka itulah yang memperoleh bagian dari apa yang telah mereka kerjakan dengan memperoleh kebaikan di dunia dan keselamatan di akhirat, dan Allah Maha cepat perhitungan-Nya atas semua amal perbuatan manusia. Dan berzikirlah kepada Allah dengan membaca takbir sesudah salat lima waktu dan ketika melontar pada hari yang telah ditentukan jumlahnya, yaitu hari tasyriq, tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah. Barang siapa mempercepat meninggalkan Mina setelah dua hari, tanggal 11 dan 12 Zulhijah, maka tidak ada dosa baginya. Dan barang siapa mengakhirkannya hingga tanggal 13 Zulhijah, tidak ada dosa pula baginya, yakni bagi orang yang bertakwa, yaitu orang-orang menjalankan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya di dalam berhaji. Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan-Nya, yakni kamu semua akan dikumpulkan kepada-Nya kelak pada hari Kiamat. Demikianlah, Allah menjelaskan tata cara yang benar dalam melaksanakan ibadah haji yang disyariatkan bagi orang-orang yang beriman.
Mereka yang meminta kebahagiaan hidup di dunia dan kebahagiaan hidup di akhirat itulah yang akan mendapat nasib yang baik dan beruntung karena kesungguhannya dalam berusaha dan beramal. Artinya mereka sudah dapat menyamakan permintaan hatinya yang diucapkan oleh lidahnya dengan kesungguhan jasmaninya dalam berusaha dan beramal. Buahnya ialah keberuntungan dan kebahagiaan. Ayat ini ditutup dengan peringatan bahwa Allah sangat cepat perhitungan-Nya.
Maksudnya, agar setiap manusia tidak ragu-ragu dalam berusaha dan beramal, sebab seluruhnya akan diperhitungkan Allah dan tidak akan dirugikan seorang pun juga. Perhitungan Allah sangat cepat dan tepat sehingga dalam waktu sekejap saja, setiap manusia sudah dapat melihat hasil usaha dan amalnya dan sekaligus akan dapat menerima balasan dari usaha dan amalnya itu dari Allah.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 200
“Maka, apabila telah selesai manasik kamu."
Sekalian ibadah haji itu dinamai manasik, “Maka, sebutlah nama Allah sebagaimana kamu menyebut-nyebut nama nenek moyang kamu, atau lebih lagi sebutan." Karena menurut riwayat lbnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, orang di zaman jahiliyyah bila selesai wukuf di Arafah dan telah berhenti berhari raya di Mina, berkumpullah mereka dengan gembira karena telah selesaiyangpokokdalam ibadah haji. Lalu, banyak mereka beromong, bercengkerama, terutama membangga-banggakan nama ayah dan nenek moyang mereka, bahwa bapaknya dahulu seorang dermawan dan menghormati tamu, bahwa neneknya dahulu seorang yang disegani. Tentu saja cerita yang demikian lebih melebihi dan terdiamlah orang yang tidak ada yang akan dibanggakan. Maka, datanglah ayat ini, disuruhlah orang yang telah beribadah karena Allah untuk meneguhkan takwa dan iman supaya di waktu di Mina itu pun perbanyakkan menyebut Allah sebagaimana dahulu menyebut nama ayah dan nenek moyang. Malahan lebih hendaknya dari itu. Karena apabila orang telah Islam, kebanggaannya bukanlah nenek moyang, melainkan iman dan amal saleh.
Kemudian, ayat pun meneruskan,
“Maka, adalah di antara manusia yang berkata, ‘Ya, Tuhan kami! Berilah kepada kami (kebaikan) di dunia!' Namun, tidak ada baginya di akhirat pembagian."
Menurut penafsiran ibnu Abbas, adalah beberapa golongan dari Arab Badui itu, ketika mengerjakan wukuf, telah berdoa kepada, “Ya, Allah! Turunkan kiranya hujan di tahun ini, jadilah tahun ini tahun subur, jadikanlah tahun ini beroleh anak yang bagus." Tidak seorang jua pun yang mengingat berdoa untuk keselamatan di Hari Akhirat.
Menurut Abdullah bin Zubair, orang-orang yang di zaman jahiliyyah itu, bila mereka berhenti di Muzdalifah, mereka pun berdoa. Ada yang berkata, “Ya, Allah! Berilah aku rezeki unta!" Ada yang berdoa, “Ya, Allah! Berilah aku rezeki kambing-kambing!" Tegasnya tidak ada yang berdoa, “Ya, Allah! Berilah akan ke-selamatan di akhirat!"
Menurut Anas bin Malik, di zaman jahiliyyah itu mereka thawaf dalam keadaan telanjang sambil berdoa, “Ya, Allah! Berilah kami air hujan lebat untuk minum! Ya, Allah! Berilah kami kemenangan menghadapi musuh-musuh kami dan kembalikanlah kami dalam keadaan baik kepada keluarga kami!"
Begitulah kebiasaan orang di zaman jahiliyyah, yang diterangkan dalam ayat ini. Segala sesuatu yang berkenaan dengan dunia mereka mohonkan kepada Allah. Tanda yang mereka pentingkan ialah benda dan tidak sedikit juga mengingat memohon keselamatan untuk akhirat. Begitulah keadaan orang jahiliyyah, yang meskipun karena naik haji juga, karena haji itu memang sunnah sejak Nabi Ibrahim, tetapi yang mereka pentingkan hanyalah dunia. Lantaran yang mereka mohonkan itu hanya semata-mata dunia maka dunia itulah yang akan mereka dapat. Adapun di akhirat, mereka tidak akan mendapat bagian apa-apa.
Di sini, kita mendapat pengetahuan bahwa orang jahiliyyah pun naik haji, tetapi hanya semata-mata karena telah menjadi adat kebiasaan sejak dahulu. Hati mereka lebih terpaut kepada dunia.
Ayat 201
“Dan setengah mereka (pula) ada yang berkata, ‘Ya, Tuhan kami! Berilah kami di dunia ini kebaikan dan di akhirat pun kebaikan (pula) dan peliharalah kami dari siksaan neraka.'“
Mereka ini bersama-sama naik haji, wukuf, mabit, dan berhenti di Mina dengan golongan yang pertama tadi. Mereka sama-sama mengenakan pakaian ihram. Akan tetapi, yang pertama hanya menuntut kebaikan dunia saja. Minta perkembangan harta benda, binatang ternak, dan kekayaan. Minta hujan banyak turun supaya tanah ladang mereka subur dan memberikan hasil berganda. Namun, golongan yang kedua bukan saja meminta kebaikan duniawi, melainkan memohonkan pula kebaikan ukhrawi, Hari Akhirat. Dan, kebaikan Hari Akhirat itu hendaklah dibangunkan dari sekarang. Mereka pun memohonkan hujan turun supaya sawah ladang subur. Dan, kalau hasil setahun keluar berlipat ganda, mereka pun akan dapat berkah lebih besar dari tahun yang lalu. Kalau mereka dapat berzakat, mendapat bahagialah mereka di akhirat dengan memakai kebaikan yang ada di dunia. Maka, kebaikan di dunia itu ialah harta kekayaan, kedudukan yang tinggi, badan yang sehat, dan sebagainya. Lantaran keinsafan mereka beragama maka kesehatan badan, kekayaan, dan kesuburan akan dapat mereka jadikan untuk amal bekal di Hari Akhirat kelak. Akan tetapi, kalau mereka hanya mencari kebaikan dunia saja, harta itu akan habis percuma untuk perkara yang tidak berfaedah. Kesehatan badan akan hilang di dalam senda gurau yang tidak menentu. Penyakit bakhil akan datang menimpa jiwa. Kalau tidak dapat mempertanggungjawabkan di akhirat kelak, sudah terang segala kebaikan dunia itu akan menjadi bala bencana dan adzab di akhirat. Itu sebabnya, di ujung permohonan mereka kepada Allah, mereka memohonkan agar terhindar kiranya dari adzab api neraka di akhirat.
Doa yang kedua inilah yang baik. Niat mengerjakan haji dengan sikap jiwa yang kedua inilah yang akan diterima Allah. Sebab itu, walaupun sampai kepada zaman kita sekarang ini, masihlah akan didapati kedua golongan itu di dalam masyarakat kita.
Ayat 202
“Mereka itu, untuk mereka adalah pembagian dari apa yang mereka usahakan."
Golongan pertama berusaha mencari kebajikan dunia saja. Golongan kedua berusaha mencari kebaikan dunia untuk beroleh kebaikan akhirat. Tiap langkah yang mereka langkahkan di dunia adalah untuk akhirat. Oleh sebab itu, di dalam ayat ini Allah telah memberikan janji-Nya dengan tegas bahwa segala usaha kepada yang baik tidak akan disia-siakan Allah. Yang mengejar kebaikan dunia saja akan dapat juga, tetapi mendapat anugerah duniawi yang tidak kekal, sedangkan yang mengusahakan dunia untuk akhirat, dia akan mendapat kedua kebaikan itu.
"Dan Allah yang amat cepat perkiraannya."
Tegasnya, ke mana pun haluan hidup manusia itu, baik semata-mata hanya menuju dunia maupun menuju dunia dan akhirat, tetapi jumlah perkiraan Tuhan akan cepat sekali didapati. Tidak akan lama dapat disembunyikan oleh manusia. Orang yang bertujuan hidup baik, dia akan segera jelas kebaikannya dan orang yang pura-pura akan segera pula kelihatan kepura-puraannya.
Amat cepat perkiraan Allah sehingga yang asal sabut akan lekas terbuntang, yang asal batu akan lekas terbenam. Di dalam orang mengerjakan haji pun akan demikian pula. Walaupun di zaman modern kita ini segala alat pengetahuan sudah sangat mudah, sehingga siapa yang mau sudah bisa naik haji, tetapi sepulang dari haji akan cepat juga diketahui yang haji untuk semata menuju kebaikan dunia dan mana pula yang haji menuju kebaikan dunia dan akhirat.
Ayat 203
“Dan sebutlah nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan itu."
Hari yang berkenaan dengan haji sudahlah ditentukan. Hari-hari itu ialah: pertama hari wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Sesudah itu, yang dinamai Hari Nahar, hari kesepuluh Dzulhijjah di Mina. Nahar berarti menyembelih kurban, yaitu setelah selesai melempar jamratul Aqabah sesampai kita di Mina, menurun dari Muzdalifah. Sesudah itu, bernama hari-hari Tasyriq, yaitu tanggal 11 dan tanggal 12 atau dilanjutkan sampai kepada tanggal 13. Tasyriq berarti menjemur dendeng ketika matahari naik sebab banyak binatang yang disembelih. Selama hari-hari yang telah ditentukan itu hendaklah dipenuhi dengan menyebut nama Allah atau berdzikir. Dan, semuanya telah ditentukan oleh Allah, diajarkan oleh Nabi. Ketika wukuf di Arafah sampai kepada mabit di Muzdalifah kita mengucapkan talbiyah. Selama hari berhenti di Mina kita mengucapkan takbir (Allahu Akbar), tahmid (alhamdulillah), dan tahlil (laa ilaaha illallah), “Allahu Akbar, Allahu Akbar Allahu Akbar; laa ilaaha illallah, wallahu Akbar. Allahu Akbar wa lillahil-hamd." Dan berbagai dzikir yang lain. Dan, selama di Mina itu kita melontar (melempar) jamrah ketiganya: Jamratul Aqabah, Jamratul Ula, dan Jamratul Wustha, dengan batu kecil-kecil, masing-masing tujuh kali, menurut sunnah Nabi Ibrahim. Tiap-tiap batu kita lemparkan, kita ucapkan, “Bismillahi Allahu Akbar!"
“Maka, barangsiapa yang mempercepat dalam dua hari maka tidakkiah ada dosa atasnya." Mempercepat dua hari ialah sehabis tanggal 10 yang dinamai Hari Nahar lalu ditambah lagi dua hari, yaitu hari 11 dan 12 Dzulhijjah. Tidaklah salah dan tidaklah berdosa jika pulang saja sebab rukun-rukun yang penting telah selesai dikerjakan.
Supaya lekas terlepas dari kewajiban yang berat, sebaiknya sehabis melemparkan Jamratul Aqabah di hari kesepuluh, lekas-lekas ke Mekah langsung mengerjakan Thawaf Ifadhah dan sa'i. Dengan demikian, bila selesai sa'i boleh terus tahallul (mencukur atau menggunting rambut), terus tanggalkan pakaian ihram, dan kembali he Mina buat bermalam yang dua hari atau tiga hari itu. Apatah lagi di sana sekarang hubungan kendaraan-kendaraan bermotor telah sangat lancar. "Dan barangsiapa yang mentakhirkan yaitu memenuhi sampai hari ketiga belas, “Maka, tidaklah (pula) ada dosa atasnya" Sebab mempercepat atau mentakhirkan pulang bukanlah oleh karena sebab-sebab yang tidak baik. Misalnya, hendak lekas-lekas pulang karena telah bosan! Niscaya itu salah! Atau, mentakhirkan pulang karena riya, itu pun tidak baik. Sebab itu, dikunci dengan perkataan, “Yaitu, bagi barangsiapa yang takwa" Pendeknya, baik pulang terdahulu atau pulang terkemudian, pokoknya ialah takwa. Dan, takwa adalah dalam hati. Mungkin ada yang terburu pulang karena ada satu keperluan lain, apalah salahnya. Sebab, rukun-rukun penting telah selesai. Mungkin telah menunggu kapal terbang yang akan membawa kembali pulang ke tanah air akan berangkat nanti malam. Segera pulang tanggal dua belas ke Mekah, selesaikan Thawaf Ifadhah petang itu bagi siapa yang belum thawaf dan Thawaf Wada' (selamat tinggal) sekali, terus berangkat menuju Jeddah. Malamnya berangkat pulang. "Dan, takwalah kamu kepada Allah." Moga-moga berkesanlah ibadah hajimu ini, terlukis dengan indahnya dalam jiwamu.
“Dan ketahuilah bahwasanya kamu sekalian, kepada-Nyalah akan dikumpulkan."
Semuanya kita akan berkumpul kelak ke hadapan Allah di Hari Akhirat. Moga-moga berkumpul di Arafah, berkumpul di Muzdalifah, dan tiga hari di Mina menghidupkan dalam kenanganmu bahwa kelak akan berkumpul lagi kita ini, jauh lebih ramai, bahkan jauh lebih ramai dari perkumpulan yang sekarang.