Ayat
Terjemahan Per Kata
كَمَآ
sebagaimana
أَرۡسَلۡنَا
Kami telah mengutus
فِيكُمۡ
kepadamu
رَسُولٗا
seorang Rasul
مِّنكُمۡ
diantara kamu
يَتۡلُواْ
dia membacakan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
ءَايَٰتِنَا
ayat-ayat Kami
وَيُزَكِّيكُمۡ
dan dia mensucikan kamu
وَيُعَلِّمُكُمُ
dan dia mengajarkan kamu
ٱلۡكِتَٰبَ
Al Kitab
وَٱلۡحِكۡمَةَ
dan hikmah
وَيُعَلِّمُكُم
dan dia mengajarkan kamu
مَّا
apa
لَمۡ
belum
تَكُونُواْ
kalian menjadi
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
كَمَآ
sebagaimana
أَرۡسَلۡنَا
Kami telah mengutus
فِيكُمۡ
kepadamu
رَسُولٗا
seorang Rasul
مِّنكُمۡ
diantara kamu
يَتۡلُواْ
dia membacakan
عَلَيۡكُمۡ
atas kalian
ءَايَٰتِنَا
ayat-ayat Kami
وَيُزَكِّيكُمۡ
dan dia mensucikan kamu
وَيُعَلِّمُكُمُ
dan dia mengajarkan kamu
ٱلۡكِتَٰبَ
Al Kitab
وَٱلۡحِكۡمَةَ
dan hikmah
وَيُعَلِّمُكُم
dan dia mengajarkan kamu
مَّا
apa
لَمۡ
belum
تَكُونُواْ
kalian menjadi
تَعۡلَمُونَ
(kalian) mengetahui
Terjemahan
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat kepadamu), Kami pun mengutus kepadamu seorang Rasul (Nabi Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dan hikmah (sunah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.
Tafsir
(Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang rasul dari golonganmu) berhubungan dengan lafal 'utimma', yakni untuk menyempurnakan sebagaimana sempurnanya utusan Kami, yaitu Nabi Muhammad ﷺ (yang membacakan kepadamu ayat-ayat Kami) Al-Qur'an, (menyucikan kamu) membersihkan kamu dari kesyirikan, (mengajari kamu Alkitab) Al-Qur'an (dan hikmah) yakni hukum-hukum yang terkandung di dalamnya, (serta mengajari kamu apa-apa yang belum kamu ketahui).
Tafsir Surat Al-Baqarah: 151-152
Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kalian dan menyucikan kalian dan mengajarkan kepada kalian Al-Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kalian apa yang belum kalian ketahui.
Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian; dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat-Ku).
Ayat 151
Allah ﷻ mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin akan nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada mereka, yaitu diutus-Nya seorang Rasul yakni Nabi Muhammad ﷺ untuk membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah yang jelas; menyucikan serta membersihkan mereka dari akhlak-akhlak yang rendah, jiwa-jiwa yang kotor, dan perbuatan-perbuatan Jahiliah (bodoh); mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya, mengajarkan kepada mereka Al-Qur'an dan sunnah, serta mengajarkan kepada mereka banyak hal yang sebelumnya tidak mereka ketahui.
Di zaman Jahiliah mereka hidup dalam kebodohan yang menyesatkan. Akhirnya berkat barakah risalah Nabi ﷺ dan misi yang diembannya, mereka menjadi orang-orang yang dikasihi oleh Allah, berwatak sebagai ulama, dan menjadi orang-orang yang berilmu paling mendalam, memiliki hati yang suci, paling sedikit bebannya, dan paling jujur ungkapannya.
Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka.” (Ali Imran: 164), hingga akhir ayat. Allah ﷻ mencela orang yang tidak menghargai nikmat ini. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?” (Ibrahim: 28)
Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan nikmat ini ialah nikmat yang berupa diutus-Nya Nabi Muhammad ﷺ kepada mereka. Karena itulah maka Allah menyerukan kepada orang-orang mukmin agar mengakui nikmat ini dan membalasnya dengan banyak berzikir menyebut asma-Nya dan bersyukur kepada-Nya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian; dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah: 152)
Mujahid mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Sebagaimana Kami telah mengutus kepada kalian Rasul di antara kalian.” (Al-Baqarah: 151) Yakni sebagaimana Aku telah melimpahkan nikmat kepada kalian, maka ingatlah kalian kepada-Ku.
Abdullah ibnu Wahb meriwayatkan dari Hisyam ibnu Sa'id, dari Zaid ibnu Aslam, bahwa Nabi Musa pernah berkata, "Wahai Tuhan-ku, bagaimana aku bersyukur kepada-Mu?" Tuhan berfirman kepadanya, "Ingatlah Aku dan jangan kamu lupakan Aku. Maka apabila kamu ingat kepada-Ku, berarti kamu telah bersyukur kepada-Ku. Apabila kamu lupa kepada-Ku, berarti kamu ingkar kepada-Ku."
Al-Hasan Al-Basri, Abul Aliyah, As-Suddi, dan Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa Allah ﷻ selalu mengingat orang yang ingat kepada-Nya, memberikan tambahan nikmat kepada orang yang bersyukur kepada-Nya, dan mengazab orang yang ingkar terhadap-Nya.
Salah seorang ulama Salaf mengatakan sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya.” (Ali Imran: 102) Bahwa makna yang dimaksud ialah hendaknya kita taat kepada-Nya dan tidak durhaka terhadap-Nya, selalu ingat kepada-Nya dan tidak melupakan-Nya, selalu bersyukur kepada-Nya dan tidak ingkar terhadap-Nya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabbah, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Imarah As-Saidalani, telah menceritakan kepada kami Makhul Al-Azdi yang mengatakan atsar berikut, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Umar, "Bagaimanakah menurutmu tentang orang yang membunuh jiwa, peminum khamr, pencuri, dan pezina yang selalu ingat kepada Allah, sedangkan Allah ﷻ telah berfirman: 'Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian ' (Al-Baqarah: 152)?" Ibnu Umar menjawab, "Apabila Allah mengingat orang ini, maka Dia mengingatnya melalui laknat-Nya hingga dia diam (tidak berbuat maksiat lagi)."
Ayat 152
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian.” (Al-Baqarah: 152) Makna yang dimaksud ialah: "Ingatlah kalian kepada-Ku dalam semua apa yang telah Kuwajibkan atas kalian, maka niscaya Aku akan mengingat kalian dalam semua apa yang Aku wajibkan atas diri-Ku bagi kalian.”
Menurut Sa'id ibnu Jubair artinya: "Ingatlah kalian kepada-Ku dengan taat kepada-Ku, niscaya Aku selalu ingat kepada kalian dengan magfirah (ampunan)-Ku.” Menurut riwayat yang lain disebutkan "dengan rahmat-Ku.”
Dari Ibnu Abbas sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Karena itu, ingatlah kalian kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepada kalian.” (Al-Baqarah: 152) Disebutkan bahwa makna yang dimaksud ialah 'ingat Allah kepada kalian jauh lebih banyak daripada ingat kalian kepada-Nya'.
Di dalam sebuah hadits shahih disebutkan:
Allah ﷻ berfirman, "Barang siapa yang ingat kepada-Ku di dalam dirinya, niscaya Aku ingat (pula) kepadanya di dalam diri-Ku; dan barang siapa yang ingat kepada-Ku di dalam suatu golongan, niscaya Aku ingat (pula) kepadanya di dalam golongan yang lebih baik daripada golongannya."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah, dari Anas yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Allah ﷻ berfirman, "Wahai anak Adam, jika kamu ingat kepada-Ku di dalam dirimu, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam diri-Ku. Dan jika kamu mengingat-Ku di dalam suatu golongan, niscaya Aku ingat pula kepadamu di dalam golongan dari kalangan para malaikat - atau beliau ﷺ bersabda, 'Di dalam golongan yang lebih baik dari golonganmu' -. Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu jengkal, niscaya Aku mendekat kepadamu satu hasta. Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu hasta, niscaya Aku mendekat kepadamu satu depa. Dan jika kamu datang kepada-Ku berjalan kaki, niscaya Aku datang kepadamu dengan berlari kecil.”
Sanad hadits ini shahih, diketengahkan oleh Imam Al-Bukhari melalui hadits Qatadah yang di dalamnya disebutkan bahwa Qatadah mengatakan, "Makna yang dimaksud dari keseluruhannya ialah rahmat Allah lebih dekat kepadanya."
Firman Allah ﷻ: “Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian mengingkari (nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah: 152) Allah ﷻ memerintahkan bersyukur dan menjanjikan pahala bersyukur berupa tambahan kebaikan dari-Nya. Seperti yang disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya: Dan (ingatlah) tatkala Tuhanmu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat)-Ku, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (Ibrahim: 7)
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Al-Fudail ibnu Fudalah (seorang lelaki dari kalangan Bani Qais), telah menceritakan kepada kami Abu Raja Al-Ataridi yang mengatakan bahwa Imran Ibnu Husain keluar menemui kami memakai jubah kain sutra campuran yang belum pernah kami lihat dia memakainya, baik sebelum itu ataupun sesudahnya. Lalu ia mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: “Barang siapa dianugerahi suatu nikmat oleh Allah, maka sesungguhnya Allah menyukai bila melihat penampilan dari nikmat yang telah Dia berikan kepada makhluk-Nya.” Dan adakalanya Rauh mengatakan “kepada hamba-Nya"
Sebagaimana pengalihan kiblat, pengutusan seorang nabi dari bangsa Arab juga merupakan suatu kenikmatan yang besar. Kenikmatan yang besar itu adalah sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul, yakni Nabi Muhammad, dari kalangan kamu. Di antara tugasnya adalah membacakan ayat-ayat Kami, yaitu Al-Qur'an yang menjelaskan perkara yang hak dan yang batil, atau tanda-tanda kebesaran Allah, kenabian Nabi Muhammad, dan adanya hari kebangkitan. Rasul itu juga kami tugasi untuk menyucikan kamu dari kemusyrikan, kemaksiatan, dan akhlak yang tercela. Dia juga mengajarkan kepadamu Kitab Al-Qur'an dan hikmah, yakni sunah, serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui, yaitu segala pengetahuan yang terkait dengan kebaikan di dunia dan akhirat. Al-Qur'an juga menuturkan kisah para nabi terdahulu. Hal ini tidak mungkin didapat kecuali melalui wahyu. Atas semua kenikmatan itu, Allah menyuruh kaum muslim untuk selalu mengingat-Nya. Maka ingatlah kepada-Ku, baik melalui lisan dengan melafalkan pujian, melalui hati dengan mengingat kekuasaan dan kebijaksanaan Allah, maupun melalui fisik dengan menaati Allah. Jika kamu mengingatku, Aku pun pasti akan ingat kepadamu dengan melimpahkan pahala, pertolongan, dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Bersyukurlah pula kepada-Ku atas nikmat-Ku dengan menggunakannya di jalan-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku, kepada nikmatnikmatku, dan mempergunakannya untuk berbuat maksiat.
.
Di antara penyempurnaan nikmat itu ialah dengan mengutus seorang rasul, yaitu Muhammad saw, yang membacakan ayat-ayat Allah, membebaskan umat dari penyakit syirik dan kejahatan-kejahatan jahiliyah, mengajarkan Al-Qur'an serta hikmah, dan mengajarkan apa yang belum mereka ketahui, sehingga umat Islam menjadi umat yang memimpin manusia ke arah kemajuan dan kebahagiaan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 148
“Dan bagi tiap-tiapnya itu ada satu tujuan yang dia hadapi."
Dari Ibnu Abbas mengenai tafsir ayat ini, bahwa-bagi tiap-tiap pemeluk suatu agama ada kiblatnya sendiri. Bahkan tiap-tiap kabilah pun mempunyai tujuan dan arah sendiri, mana yang dia sukai. Namun, bagi orang yang beriman, tujuan atau kiblatnya hanya satu, yaitu mendapat ridha Allah.
Abul ‘Aliyah menjelaskan pula tafsir ayat ini demikian, “Orang Yahudi mempunyai arah yang ditujuinya, orang Nasrani pun mempunyai arah yang ditujuinya. Akan tetapi, kamu, wahai umat Muslimin, telah ditunjukkan Allah kepadamu kiblatmu yang sebenarnya."
Meski demikian, kiblat bukanlah pokok, sebagaimana di ayat-ayat di atas telah diterangkan. Bagi Allah, timur dan barat adalah sama, sebab itu kiblat berubah karena perubahan nabi. Yang pokok ialah menghadapkan hati langsung kepada Allah."Sebab itu, berlomba-lombalah kamu pada serba kebaikan." Jangan kamu berlarut-larut berpanjang-panjang bertengkar perkara peralihan kiblat. Kalau orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mau mengikuti kiblat kamu, biarkanlah. Sama-sama setialah pada kiblat masing-masing. Dalam agama tidak ada paksaan. Cuma berlombaiah berbuat serba kebajikan, sama-sama beramal dan membuat jasa di dalam perikehidupan ini."Di mana saja kamu berada, niscaya akan dikumpulkan Allah kamu sekalian" Baikpun kamu dalam Yahudi, dalam Nasrani, dalam Shabi'in, dan dalam iman kepada Muhammad ﷺ, berlombaiah kamu berbuat berbagai kebajikan dalam dunia ini meskipun kiblat tempat kamu menghadap dalam sembahyang berlain-lain. Kalau kamu akan dipanggil menghadap kepada Allah, tidak peduli apakah dia dalam kalangan Yahudi, Nasrani, Islam, dan lain-lain, berkiblat ke Ka'bah atau ke Baitul Maqdis, di sana pertang-gungjawabkanlah amalan yang telah dikerjakan dalam dunia ini. Moga-moga dalam perlombaan berbuat kebajikan itu terbukalah hidayah Allah kepada kamu dan terhenti sedikit demi sedikit pengaruh hawa nafsu serta kepentingan golongan; mana tahu, akhirnya kamu kembali juga kepada kebenaran,
“Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahakuasa."
Perlombaan manusia berbuat baik di dunia ini belumlah berhenti. Segala sesuatu bisa kejadian. Kebenaran Allah makin lama makin tampak. Allah Mahakuasa berbuat se-kehendak-Nya.
Kemudian, kembali lagi kepada pemantapan soal kiblat itu.
Ayat 149
“Dan dari mana saja engkau keluar, hadapkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram."
Meskipun ke penjuru yang mana engkau menujukan perjalananmu, bila datang waktu shalat, teruslah hadapkan mukamu ke pihak Masjidil Haram itu. Ayat ini sudahlah menjadi perintah yang tetap kepada Rasulullah dan umatnya terus-menerus di belakang beliau. Sebab itu, ditegaskan pada lanjutnya, “Dan sesungguhnya (perintah) itu adalah kebenaran dari Tuhan engkau" Tidak akan berubah lagi selama-lamanya,
“Dan tidaklah Allah lengah dari apa pun yang kamu amalkan."
Kesungguhan kamu melaksanakan perintah ini tidaklah Allah akan melengahkannya. Gelap malam tak tentu arah lalu kamu lihat pedoman pada bintang-bintang, kamu kira-kira di sanalah arah kiblat lalu kamu sha-lat. Allah tidaklah melengahkan kesungguhan kamu itu. Kamu datang ke negeri orang lain, kamu tanyakan kepada penduduk Muslim di situ, ke mana kiblat? Lalu mereka tunjukkan. Kamu pun shalat. Allah tidak lengah dengan kepatuhan kamu itu. Sengaja engkau beli sebuah kompas (pedoman), engkau kundang dalam sakumu ke mana saja engkau pergi. Lalu, orang bertanya, “Buat apa kompas itu, padahal tuan bukan nakhoda kapal?" Engkau jawab, “Penentuan kiblat jika aku shalat!" Tuhan tidak melengahkan perhatianmu itu. Sampai ada di antara kamu yang khas belajar ilmu falak, yang pada asalnya sengaja buat mengetahui hai kiblat saja, sampai berkembang jadi ilmu yang luas. Allah tidak melengahkan kesungguhanmu itu.
Kemudian, dijelaskan lagi,
Ayat 150
“Dan dari mana saja pun kamu keluar maka hadapkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram"
Dijelaskan sekali lagi kepada seluruh umat Muhammad ﷺ supaya mereka pegang teguh peraturan itu di mana saja pun mereka berada."Dan di mana saja pun kamu berada." Hai umat Muhammad ﷺ, “Hendaklah kamu hadapkan muka kamu ke pihaknya." Jangan diubah-ubah lagi dan tidak akan berubah-ubah lagi peraturan ini selama-lamanya. Baik sedang kamu di lautan, carilah arah kiblat, shalatlah menghadap ke sana. Baik kamu sedang di Kutub Utara atau Kutub Selatan, carilah arah kiblat dan shalAllah menghadap ke pihak sana. Di pangkal ayat dipakai “engkau" untuk Muhammad. Di tengah ayat dipakai “kamu" untuk kita umatnya."Supaya jangan ada alasan bagi manusia hendak mencela kamu." Karena penetapan kiblat itu sudah pasti diterima oleh manusia yang sudi menjunjung tinggi kebenaran. Sebagaimana tadi telah diterangkan, orang-orang yang keturunan kitab sudah paham akan kebenaran hal ini. Sebab, di rumah Allah yang pertama didirikan ialah Masjidil Haram di Mekah itulah mereka berkumpul tiap-tiap tahun mengerjakan haji, menjalankan wasiat nenek moyang mereka Nabi Ibrahim. Pendeknya, tidaklah akan ada bantahan dan sanggahan dari orang yang berpikir sehat tentang penetapan kiblat itu."Kecuali orang-orang yang aniaya di antara mereka maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada Aku" Orang-orang yang aniaya, yang lidah tidak bertulang tentu akan ada saja bantahannya. Orang-orang yang aniaya dari kalangan Yahudi akan berkata, “Muhammad memutar kiblatnya ke Ka'bah, padahal di sana berderet 360 berhala yang selalu dicela-celanya itu. Rupanya dia akan kembali pada agama nenek moyang orang Quraisy." Orang-orang yang aniaya di kalangan musyrikin akan berkata."Dialihnya kiblat ke Mekah karena rupanya dia hendak menarik-narik kita atau telah insaf atas kesalahannya." Orang munafik di Madinah akan berkata, “Memang pendiriannya tidak tetap, sebentar begini sebentar begitu." Maka, janganlah dipedulikan itu semuanya dan jangan takut akan serangan-serangan yang demikian, tetapi kepada Aku sajalah takut, kata Allah. Perintah-Ku sajalah yang akan dilaksanakan.
“Dan Aku sempurnakan nikmal-Ku kepada kamu, dan supaya kamu mendapat petunjuk."
Di ujung ayat itu Allah membayangkan janji-Nya bahwa nikmat perihal kiblat itu akan disempurnakan-Nya. Nikmat pertama baru peralihan kiblat, padahal di Ka'bah waktu itu masih ada berhala. Akan tetapi, Aku janjikan lagi, negeri itu akan Aku serahkan ke tangan kamu, Ka'bah akan kamu bersihkan dari berhala dan akan tetap buat selama-lamanya menjadi lambang kesatuan arah dari seluruh uma tyang bertauhid.
Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 151
“Sebagaimana telah Kami utus kepada kamu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri."
Tadi Allah telah menyatakan bahwa nikmat-Nya telah dilimpahkan kepada kamu, sekarang kamu telah mempunyai kiblat yang tetap, pusaka Nabi Ibrahim, sebagaimana umat-umat yang lain pun telah mempunyai kiblat. Ini adalah suatu nikmat dari Allah. Ber-lombalah kamu dengan umat yang lain itu menuju kebajikan di dunia ini. Kamu tidak usah takut-takut akan gangguan dan kritik, baik dari Yahudi maupun dari orang-orang yang masih jahiliyyah yang akan mencela perubahan kiblat itu dengan caranya masing-masing karena safih, yaitu bercakap dengan tidak bertanggung jawab. Dan, Allah pun telah menjanjikan pula bahwa nikmat ini akan Dia sempurnakan. Di belakang perubahan kiblat akan menyusul lagi nikmat yang lain, yaitu satu waktu Mekah itu akan dapat kamu taklukkan. Di samping nikmat itu, ada terlebih dahulu nikmatyang lebih besar, puncaknya segala nikmat, yaitu diutusnya seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, “Yang mengajarkan kepada kamu ayat-ayat Kami" yaitu perintah agar berbuat baik dan larangan berbuat jahat, “dan yang akan membersihkan kamu" bersih dari kebodohan dan kerusakan akhlak, bersih dari kekotoran kepercayaan dan musyrik, sehingga kamu diberi gelar umat yang menempuh jalan tengah di antara umat-umat yang ada di dalam dunia ini, “dan akan mengajarkan kepada kamu Kitab dan Hikmah." Kitab itu ialah Al-Qur'an, yang akan menjadi pembimbing dan pedoman hidupmu di tengah-tengah permukaan bumi ini dan Hikmah ialah kebijaksanaan dan rahasia-rahasia kehidupan, yang dicantumkan di dalam sabda-sabda yang dibawa oleh Rasul itu,
“Dan akan mengajarkan kepada kamu perkara-perkara yang (selama ini) tidak kamu ketahui."
Dalam ayat ini diterangkan bahwa peralihan kiblat adalah suatu nikmat, tetapi nikmat ini kelak akan disempurnakan lagi. Akan tetapi, di samping itu sudah ada nikmat yang paling besar, yaitu kedatangan Rasul itu sendiri. Dengan berpegang teguh kepada ajaran yang dia bawa, derajatmu akan lebih baik lagi. Dari lembah jahiliyyah dan kegelapan, kamu dinaikkan Allah ke atas martabat yang tinggi, dengan ayat-ayat, dengan Kitab, dan dengan Hikmah. Tidak cukup hingga itu saja, bahkan banyak lagi perkara-perkara yang tadinya tidak kamu ketahui, akan kamu ketahui juga berkat bimbingan dan pimpinan Rasul itu.
Maka, banyaklah soal-soal besar yang dulunya belum diketahui kemudian jadi diketahui berkat pimpinan Rasul. Ada yang diketahui karena ditunjukkan oleh wahyu Ilahi, seumpama kisah nabi-nabi yang dahulu dan umat yang dibinasakan Allah lantaran menentang ajaran seorang rasul. Ada juga soal-soal besar yang diketahui setelah melalui berbagai pengalaman, baik karena berperang maupun karena berdamai. Diketahui juga beberapa rahasia yang hanya diisyaratkan secara sedikit oleh Al-Qur'an, lama kemudian baru diketahui artinya.
Bernabi, berqur'an, berkiblat sendiri yang tertentu, kemudian disuruh berlomba-lomba berbuat kebajikan, dan tidaklah boleh takut atau berjiwa kecil menghadapi berbagai rintangan dan halangan. Dengan begini, akan kamu penuhi tugas yang ditentukan Allah sebagai umat yang menempuh jalan tengah.
Dengan ini, telah timbul satu umat dengan cirinya yang tersendiri, untuk jadi pelopor menyembah Allah Yang Esa.
Yang dimaksud dengan di antara kamu di sini bukanlah di antara orang Arab saja atau di antara Quraisy saja, melainkan lebih luas, yaitu mengenai manusia seluruhnya. Nabi Muhammmad diutus dalam kalangan manusia dan dibangkitkan di antara manusia sendiri, bukan dia Malaikat yang diutus dari langit. Dengan sebab beliau diutus di antara manusia, mudahlah bagi manusia meniru meneladan sikap beliau.
Ayat 152
“Maka, Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu."
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan ad-Dailami dari jalan Jubair diterimanya dari adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas menafsirkan demikian, “Ingatlah kepada-Ku, wahai sekalian hamba-Ku, dengan taat kepada-Ku, niscaya Aku pun akan ingat kepadamu dengan memberimu ampun."
“Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu menjadi kufur."
Karena suatu nikmat apabila telah disyukuri, Allah berjanji akan menambahnya lagi. Dan, janganlah sampai berbudi rendah, tidak mengingat terima kasih. Tidak bersyukur atas nikmat adalah suatu kekufuran.