Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمِنۡ
dan dari
حَيۡثُ
mana saja
خَرَجۡتَ
kamu keluar
فَوَلِّ
maka hadapkanlah
وَجۡهَكَ
wajahmu
شَطۡرَ
kearah
ٱلۡمَسۡجِدِ
Masjidil
ٱلۡحَرَامِۖ
Haram
وَإِنَّهُۥ
dan sesungguhnya
لَلۡحَقُّ
benar-benar hak
مِن
dari
رَّبِّكَۗ
Tuhanmu
وَمَا
dan tidak
ٱللَّهُ
Allah
بِغَٰفِلٍ
dengan lalai/lengah
عَمَّا
dari apa yang
تَعۡمَلُونَ
kamu kerjakan
وَمِنۡ
dan dari
حَيۡثُ
mana saja
خَرَجۡتَ
kamu keluar
فَوَلِّ
maka hadapkanlah
وَجۡهَكَ
wajahmu
شَطۡرَ
kearah
ٱلۡمَسۡجِدِ
Masjidil
ٱلۡحَرَامِۖ
Haram
وَإِنَّهُۥ
dan sesungguhnya
لَلۡحَقُّ
benar-benar hak
مِن
dari
رَّبِّكَۗ
Tuhanmu
وَمَا
dan tidak
ٱللَّهُ
Allah
بِغَٰفِلٍ
dengan lalai/lengah
عَمَّا
dari apa yang
تَعۡمَلُونَ
kamu kerjakan
Terjemahan
Dari mana pun engkau (Nabi Muhammad) keluar, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Sesungguhnya (hal) itu benar-benar (ketentuan) yang hak (pasti, yang tidak diragukan lagi) dari Tuhanmu. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.
Tafsir
(Dan dari mana saja kamu keluar) untuk sesuatu perjalanan, (maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan sesungguhnya itu merupakan ketentuan yang hak dari Tuhanmu dan Allah tidak lalai terhadap apa yang kamu kerjakan) dibaca dengan ta dan ya. Ayat seperti ini telah kita temui dulu dan diulang-ulang untuk menyatakan persamaan hukum dalam perjalanan dan lain-lainnya.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 149-150
Dan dari arah mana saja kamu keluar (datang), maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar suatu kebenaran dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan.
Dan dari arah mana saja kamu berangkat, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kalian berada, maka hadapkanlah wajah kalian ke arahnya, agar tidak ada hujah (argumen) bagi manusia atas kalian, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian dan agar kalian mendapat petunjuk.
Ayat 149
Apa yang disebutkan oleh ayat ini adalah perintah yang ketiga dari Allah ﷻ yang memerintahkan agar semuanya dari berbagai penjuru dunia menghadap ke arah kiblat. Mufassirin berbeda pendapat mengenai hikmah yang terkandung di dalam pengulangan sebanyak tiga kali ini. Menurut suatu pendapat, hal ini merupakan taukid (pengukuhan), mengingat ia merupakan permulaan nasikh yang terjadi di dalam Islam, menurut apa yang di-nas-kan oleh Ibnu Abbas dan lain-lain.
Menurut pendapat yang lain bahkan hal ini merupakan tahapan dari berbagai keadaan. Tahapan yang pertama ditujukan kepada orang yang menyaksikan Ka'bah, tahapan yang kedua ditujukan kepada orang yang berada di dalam kota Mekah tetapi tidak melihat Ka'bah, dan tahapan yang ketiga ditujukan bagi orang yang berada di kota-kota lainnya. Demikianlah menurut pengarahan yang diketengahkan oleh Fakhrud Din Ar-Razi.
Menurut Al-Qurthubi, tahapan yang pertama ditujukan kepada orang yang berada di dalam kota Mekah, tahapan yang kedua ditujukan kepada orang yang tinggal di kota-kota lainnya, sedangkan tahapan yang ketiga ditujukan kepada orang yang berada di dalam perjalanannya. Demikianlah menurut apa yang ditarjihkan oleh Imam Qurtubi dalam jawabannya.
Menurut pendapat yang lain, sesungguhnya yang demikian itu dikemukakan hanyalah karena ia berkaitan dengan konteks sebelum dan sesudahnya.
Pada awalnya Allah ﷻ berfirman: “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai” (Al-Baqarah: 144) sampai dengan firman-Nya: “Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) benar-benar mengetahui bahwa berpaling menghadap ke Masjidil Haram itu adalah kebenaran dari Tuhannya, dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (Al-Baqarah: 144) Dalam ayat ini Allah menyebutkan tentang permintaan Nabi ﷺ yang dikabulkan-Nya dan Allah memerintahkannya untuk menghadap ke arah kiblat yang disukainya. Kemudian dalam tahapan yang kedua Allah ﷻ berfirman: “Dan dari mana saja kamu keluar (datang), maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar suatu kebenaran dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kalian kerjakan.” (Al-Baqarah: 149) Maka Allah ﷻ menyebutkan bahwa perintah tersebut adalah kebenaran yang datang dari Allah. Pada tahapan pertama disebutkan bahwa kiblat Ka'bah tersebut sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Rasul ﷺ sendiri, dan padanya disebutkan bahwa hal tersebut merupakan kebenaran yang disukai dan diridai Allah pula.
Kemudian dalam tahapan yang ketiga disebutkan suatu hikmah yang mematahkan hujah (argumen) orang-orang yang menentangnya dari kalangan orang-orang Yahudi, yaitu mereka yang memprotes perkara Rasul ﷺ yang menghadap ke arah kiblat mereka, padahal mereka mengetahui melalui kitab-kitab mereka bahwa kelak Rasul ﷺ akan dipalingkan ke arah kiblat Nabi Ibrahim a.s., yaitu ke Ka'bah. Demikian pula terpatahkan hujah orang-orang musyrik Arab ketika Rasulullah ﷺ dipalingkan dari kiblat orang-orang Yahudi ke kiblat Nabi Ibrahim a.s., yaitu kiblat yang lebih mulia daripada kiblat Yahudi. Mereka mengagungkan Ka'bah dan merasa takjub dengan menghadap-nya Rasul ke arah Ka'bah. Menurut pendapat yang lain tidak demikian alasan hikmah yang terkandung dalam pengulangan ini, seluruhnya dikemukakan oleh Ar-Razi dan lain-lain dengan bahasan yang terinci.
Ayat 150
Firman Allah ﷻ: “Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian.” (Al-Baqarah: 150) Yang dimaksud dengan manusia adalah Ahli Kitab, karena sesungguhnya mereka mengetahui bahwa salah satu dari sifat umat ini ialah menghadap ke arah Ka'bah dalam ibadahnya. Apabila umat ini (Nabi ﷺ) tidak mempunyai sifat tersebut, barangkali mereka (Ahli Kitab) akan menjadikannya sebagai senjata buat menghujah (membantah) orang-orang muslim. Agar mereka tidak menghujah kaum muslim pula, karena kaum muslim mempunyai kiblat yang sesuai dengan kiblat mereka, yaitu Baitul Maqdis. Hal ini jelas.
Abul Aliyah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: ‘Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian.” (Al-Baqarah: 150) Yang dimaksud dengan manusia dalam ayat ini ialah kaum Ahli Kitab, yaitu di kala mereka mengatakan “Muhammad telah dipalingkan ke arah Ka'bah.” Mereka mengatakan pula, "Lelaki ini merindukan rumah ayahnya dan agama kaumnya." Tersebutlah bahwa hujah mereka terhadap Nabi ﷺ ialah berpalingnya Nabi ﷺ ke arah Baitul Haram, lalu mereka mengatakan, "Kelak dia akan kembali lagi kepada agama kita, sebagaimana dia kembali lagi kepada kiblat kita."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Mujahid, ‘Atha’, Adh-Dhahhak, Ar-Rabi' ibnu Anas, Qatadah, dan As-Suddi hal yang sama.
Ibnu Abu Hatim mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka.” (Al-Baqarah: 150) Menurut mereka, yang dimaksud dengan orang-orang yang zalim di antara mereka adalah orang-orang musyrik Quraisy. Salah seorang dari mereka menghipotesiskan hujah orang-orang yang zalim itu, padahal hujah mereka dapat dipatahkan. Mereka mengatakan, "Sesungguhnya lelaki ini menduga bahwa dirinya berada dalam agama Nabi Ibrahim. Maka jika dia menghadap ke arah Baitul Maqdis karena memeluk agama Nabi Ibrahim, lalu mengapa dia berpaling darinya?" Sebagai jawabannya dapat dikatakan bahwa Allah ﷻ memerintahkannya untuk menghadap ke arah Baitul Maqdis pada mulanya karena hikmah yang tertentu, lalu Nabi ﷺ menaati Tuhannya dalam hal tersebut.
Setelah itu Allah memalingkannya ke arah kiblat Nabi Ibrahim, yaitu Ka'bah; maka beliau menjalankan pula perintah Allah ﷻ dalam hal tersebut. Nabi ﷺ dalam semua keadaannya selalu taat kepada Allah, beliau tidak pernah menyimpang dari perintah Allah barang sekejap pun, dan umatnya berjalan mengikuti jejaknya.
Firman Allah ﷻ: “Maka janganlah kalian takut kepada mereka, dan takutlah kalian kepada-Ku.” (Al-Baqarah: 150) Artinya, janganlah kalian merasa takut terhadap tuduhan yang dilancarkan oleh orang-orang zalim yang ingkar itu, dan takutlah kalian hanya kepada-Ku, karena sesungguhnya Allah ﷻ lebih berhak untuk ditakuti.
Firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Dan agar Kusempurnakan nikmat-Ku atas kalian.” (Al-Baqarah: 150) di-ataf-kan kepada firman-Nya: “Agar tidak ada hujah bagi manusia atas kalian.” (Al-Baqarah: 150) Dengan kata lain, Aku akan menyempurnakan kepada kalian nikmat-Ku, yaitu dengan mensyariatkan kepada kalian agar menghadap ke arah Ka'bah, agar syariat yang kalian jalani merupakan syariat yang paling sempurna dari segala seginya. “Dan supaya kalian mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 150) Yakni agar kalian tidak sesat seperti apa yang dialami oleh umat-umat terdahulu dari apa yang telah Kami tunjukkan kepada kalian dan Kami khususkan hal itu buat kalian. Karena itu, maka umat ini merupakan umat yang paling mulia dan paling utama.
Allah mengulangi lagi perintah untuk menghadap Masjidilharam. Dan dari mana pun engkau keluar, wahai Nabi Muhammad, hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam, sesungguhnya itu benar-benar ketentuan dari Tuhanmu. Allah tidak lengah terhadap apa yang kamu kerjakan. Pengulangan ini penting karena peralihan kiblat merupkan peristiwa nasakh (penghapusan hukum) yang pertama kali terjadi dalam Islam. Dengan diulang maka hal ini akan tertanam dalam hati kaum mukmin sehingga mereka tidak terpengaruh oleh hasutan orang Yahudi yang tidak rela kiblat mereka ditinggalDan dari mana pun engkau keluar, wahai Nabi Muhammad, maka hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu berada, wahai umat Islam, maka hadapkanlah wajahmu ke arah itu. Demikianlah, Allah mengalihkan kiblat agar tidak ada alasan bagi manusia untuk menentangmu; agar orang Yahudi tidak bisa lagi berkata, Mengapa Muhammad menghadap Baitulmakdis, padahal disebutkan dalam kitab-kitab kami bahwa dia menghadap Kakbah' dan agar orang musyrik tidak bisa lagi berkata, Mengapa Muhammad menghadap ke Baitulmakdis dan meninggalkan Kakbah yang dibangun oleh kakeknya sendiri' Dengan pengalihan ini maka ucapan-ucapan itu terjawab, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Mereka akan terus mendebat Nabi dan berkata, Muhammad menghadap Kakbah karena mencintai agama kaumnya dan tanah airnya. Terkait sikap orang-orang tersebut, Allah berkata kepada Nabi dan para sahabatnya, Janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, agar Aku sempurnakan nikmat-Ku kepadamu, dan agar kamu mendapat petunjuk. Pengalihan kiblat ke Kakbah adalah kenikmatan yang besar karena umat Islam mempunyai kiblat sendiri sampai akhir zaman, dan dengan demikian mereka mendapatkan hidayah dari Allah dalam melaksanakan perintah-perintah Allah.
Perintah untuk menghadap ke arah Masjidilharam diulangi dalam kedua ayat ini untuk menjelaskan, bahwa perintah itu bersifat umum untuk seluruh umat, masa serta tempat, karena sangat penting serta ada hikmah yang terkandung di dalamnya yaitu agar tidak ada lagi alasan bagi ahli kitab, kaum musyrikin dan munafikin untuk menentang Nabi dalam persoalan pemindahan kiblat.
Hal yang sama berlaku untuk kaum musyrikin yang berpendapat bahwa Nabi dari keturunan Ibrahim akan datang menghidupkan agamanya, sehingga tidak pantas apabila berkiblat kepada selain Ka'bah yang telah didirikan oleh Nabi Ibrahim.
Dengan demikian, batallah alasan-alasan para Ahli Kitab dan kaum musyrikin itu. Orang zalim di antara mereka yang melontarkan cemoohan dan bantahan-bantahan tanpa alasan yang berdasarkan akal sehat dan keterangan dari wahyu tidak perlu dipikirkan dan dihiraukan. Adapun cemoohan mereka itu adalah sebagai berikut:
Pihak Yahudi berkata, "Tiadalah Muhammad itu berpindah kiblat ke Ka'bah, melainkan karena kecenderungan kepada agama kaumnya dan kecintaan kepada negerinya; sekiranya dia berada di atas kebenaran, tentulah ia akan tetap berkiblat ke kiblat para nabi sebelumnya."
Pihak musyrik berkata, "Ia telah kembali kepada kiblat kita dan akan kembali kepada agama kita." Dan orang-orang munafik berkata, "Berpindah-pindah kiblat itu menunjukkan bahwa Muhammad dalam keragu-raguan dan tidak berpendirian." Demikianlah alasan-alasan yang dibuat-buat oleh para penentang agama Islam pada waktu itu.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 148
“Dan bagi tiap-tiapnya itu ada satu tujuan yang dia hadapi."
Dari Ibnu Abbas mengenai tafsir ayat ini, bahwa-bagi tiap-tiap pemeluk suatu agama ada kiblatnya sendiri. Bahkan tiap-tiap kabilah pun mempunyai tujuan dan arah sendiri, mana yang dia sukai. Namun, bagi orang yang beriman, tujuan atau kiblatnya hanya satu, yaitu mendapat ridha Allah.
Abul ‘Aliyah menjelaskan pula tafsir ayat ini demikian, “Orang Yahudi mempunyai arah yang ditujuinya, orang Nasrani pun mempunyai arah yang ditujuinya. Akan tetapi, kamu, wahai umat Muslimin, telah ditunjukkan Allah kepadamu kiblatmu yang sebenarnya."
Meski demikian, kiblat bukanlah pokok, sebagaimana di ayat-ayat di atas telah diterangkan. Bagi Allah, timur dan barat adalah sama, sebab itu kiblat berubah karena perubahan nabi. Yang pokok ialah menghadapkan hati langsung kepada Allah."Sebab itu, berlomba-lombalah kamu pada serba kebaikan." Jangan kamu berlarut-larut berpanjang-panjang bertengkar perkara peralihan kiblat. Kalau orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak mau mengikuti kiblat kamu, biarkanlah. Sama-sama setialah pada kiblat masing-masing. Dalam agama tidak ada paksaan. Cuma berlombaiah berbuat serba kebajikan, sama-sama beramal dan membuat jasa di dalam perikehidupan ini."Di mana saja kamu berada, niscaya akan dikumpulkan Allah kamu sekalian" Baikpun kamu dalam Yahudi, dalam Nasrani, dalam Shabi'in, dan dalam iman kepada Muhammad ﷺ, berlombaiah kamu berbuat berbagai kebajikan dalam dunia ini meskipun kiblat tempat kamu menghadap dalam sembahyang berlain-lain. Kalau kamu akan dipanggil menghadap kepada Allah, tidak peduli apakah dia dalam kalangan Yahudi, Nasrani, Islam, dan lain-lain, berkiblat ke Ka'bah atau ke Baitul Maqdis, di sana pertang-gungjawabkanlah amalan yang telah dikerjakan dalam dunia ini. Moga-moga dalam perlombaan berbuat kebajikan itu terbukalah hidayah Allah kepada kamu dan terhenti sedikit demi sedikit pengaruh hawa nafsu serta kepentingan golongan; mana tahu, akhirnya kamu kembali juga kepada kebenaran,
“Sesungguhnya Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahakuasa."
Perlombaan manusia berbuat baik di dunia ini belumlah berhenti. Segala sesuatu bisa kejadian. Kebenaran Allah makin lama makin tampak. Allah Mahakuasa berbuat se-kehendak-Nya.
Kemudian, kembali lagi kepada pemantapan soal kiblat itu.
Ayat 149
“Dan dari mana saja engkau keluar, hadapkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram."
Meskipun ke penjuru yang mana engkau menujukan perjalananmu, bila datang waktu shalat, teruslah hadapkan mukamu ke pihak Masjidil Haram itu. Ayat ini sudahlah menjadi perintah yang tetap kepada Rasulullah dan umatnya terus-menerus di belakang beliau. Sebab itu, ditegaskan pada lanjutnya, “Dan sesungguhnya (perintah) itu adalah kebenaran dari Tuhan engkau" Tidak akan berubah lagi selama-lamanya,
“Dan tidaklah Allah lengah dari apa pun yang kamu amalkan."
Kesungguhan kamu melaksanakan perintah ini tidaklah Allah akan melengahkannya. Gelap malam tak tentu arah lalu kamu lihat pedoman pada bintang-bintang, kamu kira-kira di sanalah arah kiblat lalu kamu sha-lat. Allah tidaklah melengahkan kesungguhan kamu itu. Kamu datang ke negeri orang lain, kamu tanyakan kepada penduduk Muslim di situ, ke mana kiblat? Lalu mereka tunjukkan. Kamu pun shalat. Allah tidak lengah dengan kepatuhan kamu itu. Sengaja engkau beli sebuah kompas (pedoman), engkau kundang dalam sakumu ke mana saja engkau pergi. Lalu, orang bertanya, “Buat apa kompas itu, padahal tuan bukan nakhoda kapal?" Engkau jawab, “Penentuan kiblat jika aku shalat!" Tuhan tidak melengahkan perhatianmu itu. Sampai ada di antara kamu yang khas belajar ilmu falak, yang pada asalnya sengaja buat mengetahui hai kiblat saja, sampai berkembang jadi ilmu yang luas. Allah tidak melengahkan kesungguhanmu itu.
Kemudian, dijelaskan lagi,
Ayat 150
“Dan dari mana saja pun kamu keluar maka hadapkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram"
Dijelaskan sekali lagi kepada seluruh umat Muhammad ﷺ supaya mereka pegang teguh peraturan itu di mana saja pun mereka berada."Dan di mana saja pun kamu berada." Hai umat Muhammad ﷺ, “Hendaklah kamu hadapkan muka kamu ke pihaknya." Jangan diubah-ubah lagi dan tidak akan berubah-ubah lagi peraturan ini selama-lamanya. Baik sedang kamu di lautan, carilah arah kiblat, shalatlah menghadap ke sana. Baik kamu sedang di Kutub Utara atau Kutub Selatan, carilah arah kiblat dan shalAllah menghadap ke pihak sana. Di pangkal ayat dipakai “engkau" untuk Muhammad. Di tengah ayat dipakai “kamu" untuk kita umatnya."Supaya jangan ada alasan bagi manusia hendak mencela kamu." Karena penetapan kiblat itu sudah pasti diterima oleh manusia yang sudi menjunjung tinggi kebenaran. Sebagaimana tadi telah diterangkan, orang-orang yang keturunan kitab sudah paham akan kebenaran hal ini. Sebab, di rumah Allah yang pertama didirikan ialah Masjidil Haram di Mekah itulah mereka berkumpul tiap-tiap tahun mengerjakan haji, menjalankan wasiat nenek moyang mereka Nabi Ibrahim. Pendeknya, tidaklah akan ada bantahan dan sanggahan dari orang yang berpikir sehat tentang penetapan kiblat itu."Kecuali orang-orang yang aniaya di antara mereka maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada Aku" Orang-orang yang aniaya, yang lidah tidak bertulang tentu akan ada saja bantahannya. Orang-orang yang aniaya dari kalangan Yahudi akan berkata, “Muhammad memutar kiblatnya ke Ka'bah, padahal di sana berderet 360 berhala yang selalu dicela-celanya itu. Rupanya dia akan kembali pada agama nenek moyang orang Quraisy." Orang-orang yang aniaya di kalangan musyrikin akan berkata."Dialihnya kiblat ke Mekah karena rupanya dia hendak menarik-narik kita atau telah insaf atas kesalahannya." Orang munafik di Madinah akan berkata, “Memang pendiriannya tidak tetap, sebentar begini sebentar begitu." Maka, janganlah dipedulikan itu semuanya dan jangan takut akan serangan-serangan yang demikian, tetapi kepada Aku sajalah takut, kata Allah. Perintah-Ku sajalah yang akan dilaksanakan.
“Dan Aku sempurnakan nikmal-Ku kepada kamu, dan supaya kamu mendapat petunjuk."
Di ujung ayat itu Allah membayangkan janji-Nya bahwa nikmat perihal kiblat itu akan disempurnakan-Nya. Nikmat pertama baru peralihan kiblat, padahal di Ka'bah waktu itu masih ada berhala. Akan tetapi, Aku janjikan lagi, negeri itu akan Aku serahkan ke tangan kamu, Ka'bah akan kamu bersihkan dari berhala dan akan tetap buat selama-lamanya menjadi lambang kesatuan arah dari seluruh uma tyang bertauhid.
Selanjutnya Allah berfirman,
Ayat 151
“Sebagaimana telah Kami utus kepada kamu seorang rasul dari kalangan kamu sendiri."
Tadi Allah telah menyatakan bahwa nikmat-Nya telah dilimpahkan kepada kamu, sekarang kamu telah mempunyai kiblat yang tetap, pusaka Nabi Ibrahim, sebagaimana umat-umat yang lain pun telah mempunyai kiblat. Ini adalah suatu nikmat dari Allah. Ber-lombalah kamu dengan umat yang lain itu menuju kebajikan di dunia ini. Kamu tidak usah takut-takut akan gangguan dan kritik, baik dari Yahudi maupun dari orang-orang yang masih jahiliyyah yang akan mencela perubahan kiblat itu dengan caranya masing-masing karena safih, yaitu bercakap dengan tidak bertanggung jawab. Dan, Allah pun telah menjanjikan pula bahwa nikmat ini akan Dia sempurnakan. Di belakang perubahan kiblat akan menyusul lagi nikmat yang lain, yaitu satu waktu Mekah itu akan dapat kamu taklukkan. Di samping nikmat itu, ada terlebih dahulu nikmatyang lebih besar, puncaknya segala nikmat, yaitu diutusnya seorang rasul dari kalangan kamu sendiri, “Yang mengajarkan kepada kamu ayat-ayat Kami" yaitu perintah agar berbuat baik dan larangan berbuat jahat, “dan yang akan membersihkan kamu" bersih dari kebodohan dan kerusakan akhlak, bersih dari kekotoran kepercayaan dan musyrik, sehingga kamu diberi gelar umat yang menempuh jalan tengah di antara umat-umat yang ada di dalam dunia ini, “dan akan mengajarkan kepada kamu Kitab dan Hikmah." Kitab itu ialah Al-Qur'an, yang akan menjadi pembimbing dan pedoman hidupmu di tengah-tengah permukaan bumi ini dan Hikmah ialah kebijaksanaan dan rahasia-rahasia kehidupan, yang dicantumkan di dalam sabda-sabda yang dibawa oleh Rasul itu,
“Dan akan mengajarkan kepada kamu perkara-perkara yang (selama ini) tidak kamu ketahui."
Dalam ayat ini diterangkan bahwa peralihan kiblat adalah suatu nikmat, tetapi nikmat ini kelak akan disempurnakan lagi. Akan tetapi, di samping itu sudah ada nikmat yang paling besar, yaitu kedatangan Rasul itu sendiri. Dengan berpegang teguh kepada ajaran yang dia bawa, derajatmu akan lebih baik lagi. Dari lembah jahiliyyah dan kegelapan, kamu dinaikkan Allah ke atas martabat yang tinggi, dengan ayat-ayat, dengan Kitab, dan dengan Hikmah. Tidak cukup hingga itu saja, bahkan banyak lagi perkara-perkara yang tadinya tidak kamu ketahui, akan kamu ketahui juga berkat bimbingan dan pimpinan Rasul itu.
Maka, banyaklah soal-soal besar yang dulunya belum diketahui kemudian jadi diketahui berkat pimpinan Rasul. Ada yang diketahui karena ditunjukkan oleh wahyu Ilahi, seumpama kisah nabi-nabi yang dahulu dan umat yang dibinasakan Allah lantaran menentang ajaran seorang rasul. Ada juga soal-soal besar yang diketahui setelah melalui berbagai pengalaman, baik karena berperang maupun karena berdamai. Diketahui juga beberapa rahasia yang hanya diisyaratkan secara sedikit oleh Al-Qur'an, lama kemudian baru diketahui artinya.
Bernabi, berqur'an, berkiblat sendiri yang tertentu, kemudian disuruh berlomba-lomba berbuat kebajikan, dan tidaklah boleh takut atau berjiwa kecil menghadapi berbagai rintangan dan halangan. Dengan begini, akan kamu penuhi tugas yang ditentukan Allah sebagai umat yang menempuh jalan tengah.
Dengan ini, telah timbul satu umat dengan cirinya yang tersendiri, untuk jadi pelopor menyembah Allah Yang Esa.
Yang dimaksud dengan di antara kamu di sini bukanlah di antara orang Arab saja atau di antara Quraisy saja, melainkan lebih luas, yaitu mengenai manusia seluruhnya. Nabi Muhammmad diutus dalam kalangan manusia dan dibangkitkan di antara manusia sendiri, bukan dia Malaikat yang diutus dari langit. Dengan sebab beliau diutus di antara manusia, mudahlah bagi manusia meniru meneladan sikap beliau.
Ayat 152
“Maka, Ingatlah kepada-Ku, niscaya Aku akan ingat pula kepadamu."
Diriwayatkan oleh Abusy Syaikh dan ad-Dailami dari jalan Jubair diterimanya dari adh-Dhahhak bahwa Ibnu Abbas menafsirkan demikian, “Ingatlah kepada-Ku, wahai sekalian hamba-Ku, dengan taat kepada-Ku, niscaya Aku pun akan ingat kepadamu dengan memberimu ampun."
“Dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu menjadi kufur."
Karena suatu nikmat apabila telah disyukuri, Allah berjanji akan menambahnya lagi. Dan, janganlah sampai berbudi rendah, tidak mengingat terima kasih. Tidak bersyukur atas nikmat adalah suatu kekufuran.