Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلۡحَقُّ
kebenaran
مِن
dari
رَّبِّكَ
Tuhanmu
فَلَا
maka jangan
تَكُونَنَّ
sekali-kali kamu adalah
مِنَ
dari
ٱلۡمُمۡتَرِينَ
orang-orang yang ragu
ٱلۡحَقُّ
kebenaran
مِن
dari
رَّبِّكَ
Tuhanmu
فَلَا
maka jangan
تَكُونَنَّ
sekali-kali kamu adalah
مِنَ
dari
ٱلۡمُمۡتَرِينَ
orang-orang yang ragu
Terjemahan
Kebenaran itu dari Tuhanmu. Maka, janganlah sekali-kali engkau (Nabi Muhammad) termasuk orang-orang yang ragu.
Tafsir
(Kebenaran itu) betapa pun (dari Tuhanmu, maka janganlah kamu berada dalam keragu-raguan) dalam kebimbangan, misalnya mengenai soal kiblat ini. Susunan kata seperti itu lebih kuat lagi daripada mengatakan, "Jangan kamu ragu!".
Tafsir Surat Al-Baqarah: 146-147
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah kami beri Al-Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.
Ayat 146
Allah ﷻ memberitahukan bahwa ulama Ahli Kitab mengenal kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ kepada mereka, sebagaimana mereka mengenal anaknya sendiri. Orang-orang Arab biasa membuat perumpamaan seperti ini untuk menunjukkan pengertian pengenalan yang sempurna. Seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadits, bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada seorang lelaki yang bersama anaknya: "Apakah ini adalah anakmu?" Si lelaki menjawab, "Benar, wahai Rasulullah, aku bersaksi bahwa dia adalah anakku." Rasulullah ﷺ bersabda, "Ingatlah, sesungguhnya dia tidak samar bagimu dan kamu tidak samar baginya."
Al-Qurthubi mengatakan, telah diriwayatkan dari Umar bahwa ia pernah bertanya kepada Abdullah ibnu Salam, "Apakah engkau dahulu mengenal Muhammad sebagaimana engkau mengenal anakmu sendiri?" Abdullah ibnu Salam menjawab, "Ya, dan bahkan lebih dari itu; malaikat yang dipercaya turun dari langit kepada orang yang dipercaya di bumi seraya membawa keterangan mengenai sifat-sifatnya. Karena itu, aku dapat mengenalnya, tetapi aku tidak mengetahui seperti apa yang diketahui oleh ibunya."
Menurut kami, firman-Nya berikut ini: “Mereka mengenalnya (Muhammad) sebagaimana mereka mengenal anak-anaknya sendiri.” (Al-Baqarah: 146) Dapat diartikan bahwa mereka mengenal Nabi Muhammad ﷺ seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri di antara anak-anak manusia lainnya. Dengan kata lain, tiada seorang pun yang bimbang dan ragu dalam mengenal anaknya sendiri jika dia melihatnya di antara anak-anak orang lain. Kemudian Allah ﷻ memberitahukan bahwa sekalipun mereka mengetahui kenyataan ini dengan pengenalan yang kuat, tetapi mereka benar-benar menyembunyikan kebenaran ini. Dengan kata lain, mereka menyembunyikan apa yang terdapat di dalam kitab-kitab mereka mengenai sifat-sifat Nabi Muhammad ﷺ dari pengetahuan umum, padahal mereka mengetahuinya, seperti yang disebutkan oleh firman selanjutnya: “Dan sesungguhnya sebagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.” (Al-Baqarah: 146)
Ayat 147
Kemudian Allah ﷻ mengukuhkan kedudukan Nabi-Nya dan kaum mukmin serta memberitahukan kepada mereka bahwa apa yang dibawa oleh Rasul ﷺ adalah kebenaran, tiada keraguan di dalamnya dan tiada pula kebimbangan. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Al-Baqarah: 147)"
Untuk memantapkan hati orang-orang yang baru masuk Islam dan umat Nabi Muhammad di masa mendatang tentang kebenaran ajaranNya, Allah menegaskan bahwa kebenaran itu datang dari Tuhanmu, wahai Nabi Muhammad, maka janganlah sekali-kali engkau termasuk orangorang yang ragu. Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya. Tidak ada kelebihan satu kiblat atas lainnya, karena yang terpenting dalam beragama adalah kepatuhan kepada Allah dan berbuat kebaikan terhadap orang lain. Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Terhadap semua itu Allah akan memberikan perhitungan. Di mana saja kamu berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Kebenaran itu adalah apa yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya, bukan apa yang dikatakan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.
Dalam hal ini kaum Muslimin tidak boleh ragu. Masalah kiblat ini sebenarnya bukanlah masalah prinsip sebagai asas agama seperti tauhid, iman kepada hari kiamat dan lain-lain, tetapi kiblat ini hanya merupakan suatu arah yang masing-masing umat diperintahkan untuk menghadap kepadanya dalam salat mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 144
“Sesungguhnya, telah Kami lihat muka engkau menengadah-nengadah ke langit."
Menurut riwayat Ibnu Majah, setiap akan shalat, beliau menghadapkan wajah ke langit, yang diketahui oleh Tuhan bahwa hati beliau amat rindu jika kiblat itu dialihkan ke Ka'bah. Tiap-tiap malaikat Jibril turun dari langit atau naik kembali ke langit selalu Rasulullah mengikutinya dengan pandangannya, menunggu-nunggu bilakah agaknya akan datang perintah Allah tentang peralihan kiblat itu, sampai turun ayat ini, “Sesungguhnya, telah Kami lihat muka engkau menengadah-nengadah ke langit," sampai kepada akhir ayat, “Maka, Kami palingkanlah engkau kepada kiblat yang engkau ingini!' Suatu keinginan yang timbul sebagai suatu risalah yang beliau bawa ke dunia ini, yaitu menyempurnakan ajaran agama yang dibawa Nabi Ibrahim. Sebab, wadin ghairi dzi zarin atau lembah yang tidak ditumbuhi tumbuhan di dekat rumah Allah yang suci itu adalah pokok tempat bertolak pertama dari Nabi Ibrahim seketika beliau memulai risalahnya. Rumah itulah yang beliau jadikan pusat pertama dari seluruh masjid tempat menyembah Allah Yang Tunggal."Sebab itu, palingkanlah muka engkau ke pihak Masjidil Haram."
Dengan perintah pada ayat ini maka mulai saat itu beralihlah kiblat dari Baitul Maqdis (rumah suci) yang di Palestina (Qudus), yang didirikan oleh Nabi Sulaiman, ke Masjidil Haram yang didirikan oleh Nabi Ibrahim, nenek moyang Sulaiman dan nenek moyang Muhammad ﷺ yang berdiri di Mekah."Dan di mana saja kamu semuanya berada palingkanlah muka kamu ke pihaknya." Dalam suku kata perintah pertama disebutlah engkau yaitu perintah pertama kepada Nabi Muhammad ﷺ Dan, dalam lanjutan perintah tersebutlah kamu, yaitu perintah kepada seluruh umat Nabi Muhammad yang tadi telah disebut keistimewaannya, yaitu ummatan wasathan, umat jalan tengah. Di kedua perintah itu disebut syathr yang kami artikan pihak atau dapat juga disebut jurusan. Artinya, mulai sekarang alihkan kiblat kamu ke jurusan Masjidil Haram."Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi kitab mengetahui bahwasanya itu adalah kebenaran dari Tuhan mereka." Artinya, orang-orang Ahlul Kitab Yahudi dan Nasrani, terutama orang-orang Yahudi yang tinggal di Madinah, ketika ayat ini turun sudah mengetahui bahwa memang dari Ka'bah itu Nabi Ibrahim sebagai nenek moyang bangsa Syam (Semit) yang menurunkan Bani Israil dan Bani Ismail memulai perjuangannya mendirikan tauhid, kepercayaan tentang keesaan Allah. Kalau mereka kembali kepada pokok asal yaitu sejarah perkawinan Ibrahim dengan Hajar dan beliau membawa Hajar ke tempat suci itu, yang dengan beberapa kerat roti dan satu qirbat air sampai Hajar tersesat di Bersyeba, sampai Malaikat Jibril datang membujuk Hajar dan mencegahnya dari rasa takut, sebab budak yang dalam kandungannya itu akan dijadikan Allah suatu bangsa yang besar; kalau semuanya itu mereka ingat kembali dan itu tertulis di dalam kitab mereka sendiri (Kitab Kejadian, Pasal 21, dari ayat 13 sampai ayat 21), niscaya mereka tidaklah akan heran jika Nabi Muhammad ﷺ diperintahkan mengembalikan kiblat kepada asalnya karena mereka memang sudah mengetahui bahwa di sanalah tempatnya. Di ayat 21 Kejadian, Pasal 21 disebutkan nama tempat itu, yaitu Paran. Pembaca kitab Taurat tahu bahwa Paran itu adalah Mekah al-Mukarramah,
Lalu, Allah berfirman pada ujung ayat,
“Dan tidaklah Allah melengahkan dari apapun yang kamu amalkan."
Artinya, kesediaan dan kesetiaan kamu segera mengalihkan kiblat karena perintah Allah telah datang, tidaklah dilengah atau diabaikan oleh Allah, bahkan sangat dihargai. Ini karena pelaksanaan perintah Allah dengan segera adalah tanda dari iman yang teguh.
Kemudian, datang lanjutan ayat seterusnya.
Ayat 145
Dan, meskipun engkau berikan kepada orang-orang yang diberi kitab itu dengan tiap-tiap ketenangan, tidaklah Mereka akan mengikuti kiblat engkau itu."
Meskipun mereka telah mengetahui sebab-sebab peralihan kiblat itu, mereka tidaklah mau mengikut kamu sebab mereka telah mempertahankan golongan, bukan mempertahankan kebenaran."Dan engkau pun tidaklah akan mengikuti kiblat mereka," sebab perintah Allah sudah datang menyuruh alihkan kiblat.
Niscaya Nabi Muhammad ﷺ Dan, umatnya tidaklah akan mengikut kiblat pemeluk agama yang lain sebab Allah telah menentukan kepadanya kiblat Masjidil Haram dengan wahyu, “Dan tidaklah yang sebagian mereka akan mengikut kiblat yang sebagian" Orang Yahudi tidaklah hendak mengikut kiblat orang Nasrani dan orang Nasrani pun tidaklah akan mengikut kiblat orang Yahudi.
“Dan jikalau engkau perturutkan kemauan-kemauan Mereka sesudah datang kepada engkau sebagian dari pengetahuan, sesungguhnya adalah engkau di masa itu dari orang-orang yang aniaya."
Artinya, garis yang akan beliau lalui sebagai seorang rasul, terutama berkenaan dengan kiblat, telah terang, yaitu kembali menghadap kepada rumah suci yang telah didirikan oleh Nabi Ibrahim, Kalau menurut kemauan Yahudi hendaklah kembalikan ke Baitul Maqdis, niscaya ini tidak akan diperhatikan walaupun telah banyak sanggahan atau gerutu yang mereka sampaikan. Seorang rasul sebagai pemimpin umatnya tidak mempunyai pendirian yang ragu. Bagaimana Nabi Muhammad ﷺ akan ragu, padahal peralihan kiblat itu adalah pengharapan dari beliau sendiri. Yang dituju dengan ujung ayat ini adalah sekadar penguatkan hati beliau dalam perjuangan yang maha hebat itu, untuk diberikan teladan kepada umat beliau buat sepanjang masa.
Bagaimana kemauan dan hawa nafsu mereka akan diperturutkan? Padahal mereka sendiri pun telah tahu bahwa dia inilah, Nabi Muhammad ﷺ, nabi yang ditunggu-tunggu itu. Dijelaskan pada ayat yang selanjutnya,
Ayat 146
“(orang-orang yang diberi kepada Mereka kitab, mengenallah mereka akan dia sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka (sendiri)."
Baik dalam wahyu yang disampaikan oleh Nabi Musa maupun wahyu yang disampaikan oleh Nabi Isa al-Masih, demikian juga wahyu yang disampaikan kepada nabi yang lain, seumpama Yesaya, disebutkan bahwa akan datang nabi itu. Tanda-tandanya pun akan disebutkan dan dari kaum mana dia akan timbul pun akan disebutkan, sehingga mereka mengenalnya sebagaimana mengenai anak mereka sendiri. Akan tetapi, mereka memungkiri itu, Artinya, mereka tafsirkan isi ayat kitab suci mereka kepada maksud yang lain: memang seorang nabi akan datang, tetapi bukan Muhammad ini!
“Dan sesungguhnya sebagian dari Mereka, Mereka sembunyikan kebenaran, padahal Mereka mengetahui."
Inilah sebab terutama mengapa tidak akan dapat kecocokan. Inilah soal yang terutama mengapa soal kiblat menjadikan heboh mereka. Sebagian dari mereka telah sengaja menyembunyikan kebenaran: ayat-ayat yang menyebutkan tentang kedatangan rasul penutup itu sampai sekarang ada dalam kitab-kitab mereka itu, tetapi kalau ditanyakan kepada mereka, tidak mau mereka berterus terang mengakui kebenaran.
Akan tetapi, Allah berfirman dengan tegas,
Ayat 147
“Kebenaran adalah dari Tuhan engkau maka sekali-kali janganlah engkau termasuk dari orang-orang yang ragu."
Tegasnya, memang engkaulah rasul itu. Betapapun mereka menyembunyikan kebenaran, tetapi kebenaran datang dari Allah. Tidak ada satu kekuatan dalam dunia ini yang dapat menghalangi atau menyembunyikan kebenaran itu.