Ayat
Terjemahan Per Kata
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
وَٱبۡعَثۡ
dan utuslah
فِيهِمۡ
pada/untuk mereka
رَسُولٗا
seorang Rasul
مِّنۡهُمۡ
dari (kalangan) mereka
يَتۡلُواْ
akan membacakan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
ءَايَٰتِكَ
ayat-ayat Engkau
وَيُعَلِّمُهُمُ
dan ia mengajar mereka
ٱلۡكِتَٰبَ
Al Kitab
وَٱلۡحِكۡمَةَ
dan hikmat
وَيُزَكِّيهِمۡۖ
dan mensucikan mereka
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
أَنتَ
Engkau
ٱلۡعَزِيزُ
Maha Perkasa
ٱلۡحَكِيمُ
Maha Bijaksana
رَبَّنَا
ya Tuhan kami
وَٱبۡعَثۡ
dan utuslah
فِيهِمۡ
pada/untuk mereka
رَسُولٗا
seorang Rasul
مِّنۡهُمۡ
dari (kalangan) mereka
يَتۡلُواْ
akan membacakan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
ءَايَٰتِكَ
ayat-ayat Engkau
وَيُعَلِّمُهُمُ
dan ia mengajar mereka
ٱلۡكِتَٰبَ
Al Kitab
وَٱلۡحِكۡمَةَ
dan hikmat
وَيُزَكِّيهِمۡۖ
dan mensucikan mereka
إِنَّكَ
sesungguhnya Engkau
أَنتَ
Engkau
ٱلۡعَزِيزُ
Maha Perkasa
ٱلۡحَكِيمُ
Maha Bijaksana
Terjemahan
Ya Tuhan kami, utuslah di antara mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu, mengajarkan kitab suci dan hikmah (sunah) kepada mereka, dan menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Tafsir
(Ya Tuhan kami! Utuslah untuk mereka) yakni Ahlulbait (seorang rasul dari kalangan mereka) ini telah dikabulkan Allah dengan dibangkitkannya kepada mereka Nabi Muhammad ﷺ (yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat-Mu) Al-Qur'an (dan mengajari mereka Alkitab) yakni Al-Qur'an (dan hikmah) maksudnya hukum-hukum yang terdapat di dalamnya (serta menyucikan mereka) dari kemusyrikan (sesungguhnya Engkau Maha Kuasa) sehingga mengungguli siapa pun (lagi Maha Bijaksana") dalam segala tindakan dan perbuatan.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 129
Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan hikmah serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Ayat 129
Allah ﷻ memberitakan tentang kesempurnaan doa Nabi Ibrahim buat penduduk Tanah Suci, yaitu dia memohon kepada Allah semoga Allah mengutus untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri. Dengan kata lain, dari keturunan Ibrahim sendiri. Ternyata doa yang mustajab ini bertepatan dengan takdir Allah yang terdahulu yang telah menentukan Nabi Muhammad ﷺ sebagai seorang rasul untuk bangsa yang ummi dari kalangan mereka sendiri, juga untuk semua bangsa Ajam lainnya dari kalangan manusia dan jin.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Sa'id ibnu Suwaid Al-Kalbi, dari Abdul Ala ibnu Hilal As-Sulami, dari Al-Irbad ibnu Sariyah yang menceritakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya aku di sisi Allah benar-benar sudah tercatat sebagai penutup para nabi, sedangkan Adam waktu itu benar-benar masih berupa tanah liat. Dan aku akan menceritakan kepada kalian awal mula dari hal tersebut, yaitu doa ayahku Ibrahim, berita gembira Isa mengenaiku, dan impian diriku yang pernah dilihat oleh ibuku, demikian pula ibu-ibu para nabi semua melihatnya.”
Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Wahb dan Al-Laits serta dicatat oleh Abdullah ibnu Saleh, dari Mu'awiyah ibnu Saleh, kemudian diikuti oleh Abu Bakar ibnu Abu Maryam, dari Sa'id ibnu Suwaid dengan lafal yang sama.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Abun Nadr, telah menceritakan kepada kami Al-Faraj, telah menceritakan kepada kami Luqman ibnu Amir yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Umamah menceritakan hadis berikut: Aku bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah permulaan dari kejadianmu? Nabi ﷺ menjawab, "Doa bapakku Ibrahim, berita gembira Isa mengenaiku, dan ibuku melihat dalam mimpinya telah keluar dari tubuhnya suatu nur yang cahayanya dapat menerangi gedung-gedung negeri Syam."
Makna yang dimaksud ialah, orang yang mula-mula sengaja menyebutnya dan memperkenalkannya kepada umat manusia adalah Ibrahim a.s.. Nama beliau ﷺ terus-menerus menjadi buah bibir manusia hingga namanya disebutkan dengan jelas oleh penutup nabi-nabi kalangan Bani Israil, yaitu Nabi Isa ibnu Maryam a.s. Ia berkhutbah di kalangan umat Bani Israil. Ucapannya ini disitir oleh firman-Nya: “Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)” (Ash-Shaff: 6). Karena itulah Nabi ﷺ bersabda di dalam hadis ini bahwa dia adalah doa Nabi Ibrahim dan berita gembira yang disampaikan oleh Isa ibnu Maryam.
Sabda Nabi ﷺ yang mengatakan, "Dan ibuku telah melihat ada sebuah nur (cahaya) keluar dari tubuhnya yang cahayanya menyinari gedung-gedung negeri Syam." Menurut suatu pendapat, hal itu terjadi di dalam mimpinya ketika ibu Nabi ﷺ sedang mengandungnya, lalu beliau menceritakannya kepada kaumnya, maka hal itu tersiar dan terkenal di kalangan mereka.
Hal tersebut merupakan pendahuluan dan pengkhususan bagi negeri Syam, bahwa nur Nabi ﷺ akan menyinarinya. Hal ini merupakan isyarat yang menunjukkan bahwa agama dan kenabian beliau ﷺ kelak akan menetap di negeri Syam. Karena itu, maka negeri Syam di akhir zaman kelak akan menjadi benteng bagi Islam dan para pemeluknya. Di negeri Syam-lah kelak Nabi Isa ibnu Maryam diturunkan, yaitu di kota Damaskus, tepatnya di menara putih sebelah Timur. Di dalam sebuah hadis Shahihain (Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim) disebutkan: “Segolongan dari umatku masih terus-menerus berjuang membela kebenaran, tidak membahayakan mereka orang yang menghina mereka dan tidak pula orang yang menentang mereka hingga datang perintah Allah (hari kiamat), sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian (membela kebenaran).” Di dalam Shahih Al-Bukhari disebutkan: “Sedangkan mereka tinggal di negeri Syam.”
Abu Ja'far Ar-Razi menceritakan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah, sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka.” (Al-Baqarah: 129) Yang dimaksud dengan mereka adalah umat Nabi Muhammad ﷺ. Lalu dikatakan kepada Ibrahim bahwa permintaannya telah dikabulkan. Apa yang dimintanya itu terbukti di akhir zaman (yakni zaman Nabi Muhammad ﷺ). Hal yang sama dikatakan pula oleh As-Suddi dan Qatadah.
Firman Allah ﷻ: “Dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan hikmah” (Al-Baqarah: 129).
Yang dimaksud adalah kitab Al-Qur'an. Sedangkan yang dimaksud dengan al-hikmah ialah sunnah. Demikianlah menurut Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, Muqatil ibnu Hayyan, Abu-Malik serta lain-lainnya.
Menurut pendapat lain, yang dimaksudkan ialah pengertian dalam agama. Akan tetapi, kedua pendapat tersebut tidaklah bertentangan.
Wayuzakkihim, menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah taat kepada Allah dan ikhlas kepada-Nya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab (Al-Qur'an) dan hikmah” (Al-Baqarah: 129). Bahwa yang dimaksud ialah mengajarkan kepada mereka Al-Qur'an dan kebaikan agar mereka mengerjakannya, juga keburukan agar mereka menjauhinya, serta menyampaikan kepada mereka bahwa Allah akan rida kepada mereka jika taat kepada-Nya. Demikian itu agar mereka banyak melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi semua hal yang membuat-Nya murka, juga menjauhi perbuatan durhaka terhadap-Nya.
Firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Baqarah: 129). Yakni Yang Maha Perkasa, tiada sesuatu pun yang dapat menghalangi-Nya; dan Dia adalah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu, lagi Maha Bijaksana dalam semua firman dan perbuatan-Nya. Dia selalu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya karena pengetahuan, kebijaksanaan dan keadilan-Nya.
Mereka melanjutkan doanya, Ya Tuhan kami, utuslah di tengah mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, baik keturunan kami maupun bukan, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayatMu dan mengajarkan Kitab Al-Qur'an dan Hikmah, yakni sunah yang berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi, kepada mereka, dan menyucikan jiwa mereka dari syirik dan akhlak yang buruk. Sungguh, Engkaulah Yang Mahaperkasa karena tidak seorang pun dapat membatalkan ketetapan-Mu, Mahabijaksana karena Engkau selalu menem pat kan sesuatu pada tempatnya.
Ayat-ayat sebelum ini memperlihatkan betapa agung dan mulianya Nabi Ibrahim. Ia dan ajarannya amat pantas untuk diteladani dan tidak sedikit pun pantas dibenci. Dan, karena itu, orang yang membenci agama Nabi Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya, Ibrahim, di dunia ini sebagai rasul. Dan sesung guhnya di akhirat dia termasuk orang-orang saleh yang memiliki tempat dan derajat yang amat tinggi.
Orang-orang Arab diingatkan bahwa yang membangun Baitullah itu adalah nenek moyang mereka yang bernama Ibrahim dan putranya Ismail. Ibrahim adalah nenek moyang orang-orang Arab melalui putranya Ismail. Sedangkan orang Israil melalui putranya Ishak. Seluruh orang Arab mengikuti agama Ibrahim.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa yang membangun Baitullah ialah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Tujuannya adalah untuk beribadah kepada Allah bukan untuk yang lain, sebagai peringatan bagi dirinya, yang akan diingat-ingat oleh anak cucunya di kemudian hari. Bahan-bahan untuk membangun Ka'bah itu adalah benda-benda biasa sama dengan benda-benda yang lain, dan bukan benda yang sengaja diturunkan Allah dari langit. Semua riwayat yang menerangkan Ka'bah secara berlebih-lebihan, adalah riwayat yang tidak benar, diduga berasal dari Isra'i1iyat. ) Mengenai al-hajar al-Aswad ) 'Umar bin al-Khatthab r.a. berkata pada waktu ia telah menciumnya:
"Dari Umar semoga Allah meridainya, bahwa dia telah mencium Hajarul Aswad dan berkata: "Sesungguhnya aku telah mengetahui bahwa engkau batu yang tidak dapat memberi mudarat dan tidak pula memberi manfaat. Kalau aku tidak melihat Rasulullah ﷺ mencium engkau, tentu aku tidak akan mencium engkau." (Muttafaq 'Alaih)
Menurut riwayat ad-Daraqutni, Rasulullah ﷺ pernah menyatakan sebelum mencium Hajar Aswad bahwa itu adalah batu biasa. Demikian pula halnya Abu Bakar r.a., dan sahabat-sahabat yang lain. Dari riwayat-riwayat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa Hajar Aswad adalah batu biasa saja. Perintah menciumnya berhubungan dengan ibadah, seperti perintah salat menghadap ke Ka'bah, perintah melempar jamrah di waktu melaksanakan ibadah haji dan sebagainya. Semuanya dilaksanakan semata-mata melaksanakan perintah Allah.
Setelah Ibrahim dan Ismail selesai meletakkan fondasi Ka'bah, mereka berdua berdoa: "Terimalah dari kami", (maksudnya ialah terimalah amal kami sebagai amal yang saleh, ridailah dan berilah pahala ...) "Allah Maha Mendengar" (maksudnya: Allah Maha Mendengar doa kami), dan "Allah Maha Mengetahui" (maksudnya: Allah Maha Mengetahui niat-niat dan maksud kami membangun dan mendirikan Ka'bah ini).
Dari ayat di atas dapat diambil hukum bahwa sunah hukumnya berdoa dan menyerahkan semua amal kita kepada Allah apabila telah selesai mengerjakannya. Dengan penyerahan itu berarti tugas seorang hamba ialah mengerjakan amal-amal yang saleh karena Allah, dan Allah-lah yang berhak menilai amal itu dan memberinya pahala sesuai dengan penilaian-Nya.
Dari ayat di atas juga dapat dimengerti bahwa Ibrahim a.s. dan putranya, Ismail a.s., berdoa kepada Allah setelah selesai mengerjakan amal yang saleh dengan niat dan maksud perbuatan itu semata-mata dilakukan dan dikerjakan karena Allah. Karena sifat dan bentuk perbuatan yang dikerjakannya itu diyakini sesuai dengan perintah Allah, maka ayah dan anak itu yakin pula bahwa amalnya itu pasti diterima Allah. Hal ini berarti bahwa segala macam doa yang dipanjatkan kepada Allah yang sifat, bentuk dan tujuannya sama dengan yang dilakukan oleh Ibrahim a.s. dengan putranya, pasti diterima Allah pula dan pasti diberi pahala yang baik dari sisi-Nya.
Pada ayat berikutnya (128) Ibrahim a.s. melanjutkan doanya, agar keturunannya menjadi umat yang tunduk dan patuh kepada Allah. Di dalam perkataan "Muslim" (tunduk patuh) terkandung pengertian bahwa umat yang dimaksud Ibrahim a.s. itu mempunyai sifat-sifat:
1. Memurnikan kepercayaan hanya kepada Allah. Hati seorang Muslim hanya mempercayai bahwa yang berhak disembah dan dimohonkan pertolongan hanya Allah Yang Maha Esa. Kepercayaan ini bertolak dari kesadaran Muslim bahwa dirinya berada di bawah pengawasan dan kekuasaan Allah. Allah saja yang dapat memberi keputusan atas dirinya.
2. Semua perbuatan, kepatuhan dan ketundukan, dilakukan hanya karena dan kepada Allah saja, bukan karena menurut hawa nafsu, bukan karena ingin dipuji dan dipandang baik oleh orang, bukan karena pangkat dan jabatan, dan bukan pula karena keuntungan duniawi.
Bila kepercayaan dan ketundukan itu tidak murni kepada Allah, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung bagi mereka. Allah berfirman:
Sudahkah engkau (Muhammad) melihat orang yang menjadikan keinginannya sebagai tuhannya. Apakah engkau akan menjadi pelindungnya? (al-Furqan/25:43)
Allah membiarkan sesat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan mengunci mati hatinya, karena Allah mengetahui bahwa mereka tidak menerima petunjuk-petunjuk yang diberikan kepadanya. Allah berfirman:
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya dan Allah telah mengunci pendengaran dan hatinya serta meletakkan tutup atas penglihatannya? ?. (al-Jasiyah/45:23)
Pada ayat 124 yang lalu, Ibrahim a.s. berdoa agar keturunannya dijadi-kan imam, Allah menjawab, "Keturunan Ibrahim yang zalim tidak termasuk di dalam doa itu." Karena itu pada ayat 128 ini Ibrahim a.s. mendoakan agar sebagian keluarganya dijadikan orang yang tunduk patuh kepada Allah.
Dalam hubungan ayat di atas terdapat petunjuk bahwa yang dimaksud dengan keturunannya itu ialah Ismail a.s. dan keturunannya yang akan ditinggalkan di Mekah, sedang ia sendiri kembali ke Syam. Keturunan Ismail a.s. inilah yang menghuni Mekah dan sekitarnya, termasuk Nabi Muhammad ﷺ Inilah yang dimaksud dengan firman Allah.
?. (Ikutilah) agama nenek moyangmu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamakan kamu orang-orang Muslim sejak dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al-Qur'an) ini? (al-hajj/22:78)
Ibrahim dan Ismail memohon kepada Allah agar ditunjukkan cara-cara mengerjakan segala macam ibadah dalam rangka menunaikan ibadah, tempat wuquf, tawaf, sa'i, dan sebagainya, sehingga dia dan anak cucunya dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan yang diperintahkan Allah.
Di dalam ayat ini, Ibrahim a.s. memohon kepada Allah agar diterima tobatnya, padahal Ibrahim adalah seorang nabi dan rasul, demikian pula putranya. Semua nabi dan rasul dipelihara Allah dari segala macam dosa (ma'sum). Karena itu maksud dari doa Ibrahim dan putranya ialah:
1. Ibrahim a.s. dan putranya Ismail a.s. memohon kepada Allah agar diampuni segala kesalahan yang tidak disengaja, yang tidak diketahui dan yang dilakukannya tanpa kehendaknya sendiri.
2. Sebagai petunjuk bagi keturunan dan pengikutnya di kemudian hari, agar selalu menyucikan diri dari segala macam dosa dengan bertobat kepada Allah, dan menjaga kesucian tempat mengerjakan ibadah haji.
"Allah Maha Penerima tobat" ialah Allah sendirilah yang menerima tobat hamba-hamba-Nya, tidak ada yang lain. Dia selalu menerima tobat hamba-hamba-Nya yang benar-benar bertobat serta memberi taufik agar selalu mengerjakan amal-amal yang saleh. "Allah Maha Penyayang" ialah Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang bertobat dengan menghapus dosa dan azab dari mereka.
Selanjutnya Ibrahim a.s. berdoa agar Allah mengangkat seorang rasul dari keturunannya yang memurnikan ketaatan kepada-Nya, untuk memberi berita gembira, memberi petunjuk dan memberi peringatan. Allah ﷻ mengabulkan doa Nabi Ibrahim dengan mengangkat dari keturunannya nabi-nabi dan rasul termasuk Nabi Muhammad saw, nabi yang terakhir. Rasulullah ﷺ bersabda:
Aku adalah doa Ibrahim dan yang diberitakan sebagai berita gembira oleh Isa. (Riwayat Ahmad).
Sifat dari rasul-rasul yang didoakan Ibrahim a.s. ialah:
1. Membacakan ayat-ayat Allah yang telah diturunkan kepada mereka, agar ayat-ayat itu menjadi pelajaran dan petunjuk bagi umat mereka. Ayat-ayat itu mengandung ajaran tentang keesaan Allah, adanya hari kebangkitan dan hari pembalasan, adanya pahala bagi orang yang beramal saleh dan siksaan bagi orang yang ingkar, petunjuk ke jalan yang baik, dan sebagainya.
2. Mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Al-Kitab ialah Al-Qur'an. Al-Hikmah ialah mengetahui rahasia-rahasia, faedah-faedah, hukum-hukum syariat, serta maksud dan tujuan diutusnya para rasul, yaitu agar menjadi contoh yang baik bagi mereka sehingga mereka dapat menempuh jalan yang lurus.
3. "Menyucikan mereka" ialah menyucikan diri dan jiwa mereka dari segala macam kesyirikan, kekufuran, kejahatan, budi pekerti yang tidak baik, sifat suka merusak masyarakat dan sebagainya.
Ibrahim a.s. menutup doanya dengan memuji Tuhannya, yaitu dengan menyebut sifat-sifat-Nya, Yang Mahaperkasa, dan Yang Mahabijaksana. "Mahaperkasa" ialah yang tidak seorang pun dapat membantah perkataan-Nya, dan tidak seorang pun dapat mencegah perbuatan-Nya. "Maha-bijaksana" ialah Yang Maha Menciptakan segala sesuatu dan penggunaan-nya sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya.
Dari doa Nabi Ibrahim ini dapat dipahami bahwa ia memohonkan agar keturunannya diberi taufik dan hidayah, sehingga dapat melaksanakan dan mengembangkan agama Allah, membina peradaban umat manusia dan mengembangkan ilmu pengetahuan menurut yang diridai Allah.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERJUANGAN NABI IBRAHIM
Setelah menyampaikan peringatan-peringatan yang semacam itu banyaknya, terlebih dikhususkan kepada Bani Israil, yang diharapkan moga-moga ada perhatian mereka menerima ajaran kebenaran yang dibawa Nabi Muhammad ﷺ, di samping pengharapan kepada kaum musyrikin Arab sendiri, tetapi tidak juga lepas pertaliannya dengan Bani Israil, maka dengan ayat yang akan datang ini, di antara Bani Isma'il (Arab) diper-temukan dengan Bani Israil pada pokok asal, yaitu Nabi Ibrahim. Sebab orang Arab sendiri, terutama Arab Adnan atau Arab Musta'ribah, mengakui dan membanggakan bahwa mereka adalah keturunan Ibrahim dan Isma'il diikuti oleh Arab yang lain (Qahthan).
Ayat 124
“Dan (Ingatlah) tatkala telah diuji Ibrahim oleh Tuhan-Nya dengan berapa kalimat."
Dengan ini, diperingatkan kembali siapa Ibrahim, yang dibanggakan oleh kedua suku bangsa Bani Israil dan Bani Isma'il sebagai nenek moyang mereka. Itulah seorang besar yang telah lulus dari berbagai ujian. Allah telah mengujinya dengan beberapa kalimat, artinya beberapa ketentuan dari Allah. Dia telah diuji ketika menentang orang negerinya dan ayahnya sendiri yang menyembah berhala. Dia telah diuji sampai dibakar orang. Dia telah diuji, apakah kampung halaman yang lebih dikasihinya atau keyakinannya?
Dia telah tinggalkan kampong halaman karena menegakkan keyakinan. Dia telah diuji karena sampai tua tidak beroleh putra. Dan setelah dia tua mendapatkan putra yang diharapkan, maka diuji pula, disuruh me-nyembelih putranya yang dicintainya itu. Dan berbagai ujian yang lain."Maka telah dipenuhinya semuanya" Artinya, telah dipenuhinya sekalian ujian itu, telah dilaluinya dengan selamat dan jaya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Abi Hatim dari Ibnu Abbas, “Kalimat-kalimat yang diujikan kepadanya itu dan telah dipenuhinya semuanya. Dia telah memisahkan dari kaumnya karena Allah memerintahkannya memisahkan diri. Perdebatannya dengan Raja Nambrudz tentang kekuasaan Allah meng-hidupkan dan mematikan. Kesabaran hatinya tatkala dia dilemparkan ke dalam api bernyala, tidak lain karena mempertahankan pendiriannya tentang keesaan Allah. Setelah itu, dia hijrah dari kampung halamannya karena Allah yang menyuruh. Ujian Allah kepadanya ketika dia didatangi tetamu (ketika tetamu itu singgah kepadanya dalam perjalanan membawa adzab kepada kaum Luth) dan ujian kepadanya dengan menyuruh menyembelih putranya."
Di dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abdullah bin Humaid, Ibnu |arir, dan Ibnu Abi Hatim dari al-Hasan, dia berkata, “Ibrahim telah diuji dengan kelap-kelipnya bintang, dia pun lulus. Dia diuji dengan bulan, dia pun lulus. Kemudian diuji dengan matahari, itu pun dia lulus. Diuji dengan hijrah, dia pun lulus. Diuji pula dengan menyuruh menyembelih anak kandungnya sendiri, itu pun dia lulus. Padahal waktu itu usianya telah delapan puluh tahun."
Setelah dilaluinya segala ujian itu dan dipenuhinya dengan sebaik-baiknya, “Dia pun berfirman, ‘Sesungguhnya, Aku hendak menjadikan engkau imam bagi manusia!"
Di sini, kita mendapat suatu pelajaran yang dalam sekali tentang jabatan yang begitu mulia yang dianugerahkan Allah kepada seorang di antara rasul-Nya. Setelah beliau lulus dalam berbagai ujian yang berat itu dan diatasinya segala ujian itu dengan jaya, barulah Allah memberikan jabatan kepadanya, yaitu menjadi imam bagi manusia. Imam ialah orang yang diikut, orang yang menjadi pelopor, yang patut ditiru diteladari, baik berkenaan dengan agama, ibadah, maupun akhlak.
Setelah jabatan imam itu diberikan Allah, Ibrahim pun mengemukakan permohonan, “Dan juga dari antara anak-cucuku." Sebagai seorang ayah atau nenek yang besar yang bercita-cita jauh, Ibrahim memohonkan supaya jabatan imam itu pun diberikan pula kepada orang-orang yang dipilih Allah dari kalangan anak-cucunya. Moga-moga timbullah kiranya orang-orang yang akan menyambung usahanya. Permohonan itu disambut oleh Allah,
“Tidaklah akan mencapai perjanjian-Ku itu kepada orag-orang yang zalim."
Permohonannya dikabulkan Allah bahwasanya dalam kalangan anak-cucu keturunannya memang akan ada yang dijadikan Imam pula, sebagai pelanjut dari usahanya. Akan ada imam, tetapi janji itu tidak akan berlaku pada anak-cucunya yang zalim. Keutamaan budi, ketinggian agama, dan ibadah bukanlah didapat karena keturunan. Yang akan naik hanyalah orang yang sanggup menghadapi ujian, sebagaimana Ibrahim juga. Ibrahim telah memenuhi segala ujian dengan selamat; baru setelah itu diangkat menjadi imam. Bagaimana anak-cucunya akan langsung saja menjadi imam kalau mereka tidak lulus dalam ujian atau zalim di dalam hidup. Imam yang dimaksud di sini adalah imamat agama, bukan kerajaan dan bukan dinasti yang dapat diturunkan kepada anak. Sebab itu, keturunan Ibrahim tidaklah boleh membanggakan diri karena mereka keturunan imam besar. Malahan kalau mereka zalim, bukanlah kemuliaan yang didapat lantaran mereka keturunan Ibrahim, melainkan berlipat gandalah dosa yang akan mereka pikul, kalau mereka yang terlebih dahulu melanggar apa yang dianjurkan oleh amanah nenek moyangnya.
Keturunan Ibrahim terbagi dua, yaitu Bani Isma'il dan Bani Israil. Pada kedua cabang turunan ini, terdapAllah beberapa orang imam ikutan orang banyak. Terakhir sekali Muhammad ﷺ, imam dunia dari keturunan Isma'il.
Ayat 125
“Dan (Ingatlah) tatkala telah Kami jadikan rumah itu tempat berhimpun bagi manusia."
Di dalam ayat ini disuruh mengingat kembali bahwasanya Allah Ta'aala telah menyuruhkan kepada Ibrahim menjadikan berjadikan rumah itu, yaitu Ka'bah atau Masjidil Haram, menjadi tempat berhimpun manusia, yaitu tempat beribadah dari seluruh manusia yang telah memercayai keesaan Allah, supaya mereka dapat berkumpul ke sana mengerjakan haji setiap tahun, sebagaimana yang dijelaskan pula di dalam surah al-Hajj, “Dan (tempat) aman." Sekalian dari tempat berkumpul seluruh manusia mengerjakan ibadah, tempat itu pun dijadikan tempat yang aman sentosa. “Dan jadikanlah sebagian dari makam Ibrahim menjadi tempat shalat Di sini tersebutlah pula suatu tanda sejarah yang amat penting, yaitu Makam (Maqam) Ibrahim. Banyaklah bertemu hadits-hadits dan riwayat tentang Makam Ibrahim itu. Di dalam hadits-hadits yang shahih ada tersebut yang menunjukkan bahwa Makam Ibrahim, yang berarti tempat berdiri Ibrahim, ialah sebuah batu tempat Nabi Ibrahim berdiri ketika beliau membangun Ka'bah. Bilamana bertambah tinggi dinding Ka'bah itu, datanglah Isma'il putranya mengantarkan batu-batu bangunan ke tangan beliau dan naiklah pula Isma'il ke atas batu itu. Demikian riwayat Bukhari. Menurut sebuah riwayat dari Ibnu Abbas, dahulu batu Makam Ibrahim itu termasuk menjadi dinding Ka'bah. Menurut suatu riwayat dari al-Baihaqi dari Abdul Razzaq, Umar bin Khaththablah yang membawa batu itu dari Ka'bah dan membinanya di tempat tersendiri. Menurut Ibnu Abi Hatim dari hadits Jabir, ketika Rasulullah ﷺ mengerjakan haji dan thawaf, di antara yang mengiringkan beliau ialah Umar bin Khaththab. Sesampai di makam itu, beliau bertanya kepada Rasulullah ﷺ, “Makam Ibrahim?" Rasulullah menjawab, ‘Ya!" Menurut hadits yang dirawikan oleh Muslim, setelah selesai beliau thawaf, lalu beliau shalat dua rakaat di belakang Makam Ibrahim itu.
Menurut suatu riwayat lagi dari tabi'in yang terkenal, Mujahid, yang dikatakan Makam Ibrahim itu ialah seluruh pekarangan Masjidil Haram itu. Maka terIngatlah kita tentang usaha Raja Saud dari Saudi Arabia pada tahun 1958 merombak dan memperbesar Masjidil Haram, yang menurut bentuk maketnya yang baru, terpaksa letak Makam Ibrahim digeser, tetapi ulama-ulama Mekah tidak mau Makam Ibrahim digeser. Rupanya pihak Kerajaan berpegang kepada pendapat Mujahid dan ulama-ulama mempertahankan tradisi. Di dalam rangka memperluas tempat thawaf mengelilingi Ka'bah, pada bulan Rajab 1387 (1967 Masehi), Raja Faisal Ibnu Abdil Aziz telah merombak bangunan yang melingkungi makam yang lama lalu menggantinya dengan satu bangunan kecil memakai keranda tembaga. Di dalamnya beliau lingkungi dengan keranda kaca (kaca pembesar) sehingga batu makam itu telah jelas kelihatan. Di zaman raja-raja yang dahulu, rupanya di bekas jejak kaki Nabi Ibrahim tempat beliau berdiri itu telah diberi pertanda dengan perak sehingga bekas telapak kaki itu lebih jelas kelihatan.
“Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Isma'il supaya mereka berdua membersihkan rumah-Ku itu untuk orang-orang berthawaf dan orang-orang yang iktikaf dan orang-orang yang ruku' serta sujud."
Pertama sekali, bersihkan rumah-Ku. Tuhan menyebut rumah itu sebagai rumah-Ku sehingga dia pun disebut Baitullah, rumah Allah, untuk mengangkat kehormatan rumah itu. Dia wajib bersih daripada persembahan yang selain Allah. Ketika Ibrahim telah meninggalkan negeri Babil dan Mesir serta tempat-tempat yang lain, sudah terang beliau menolak tegas segala persembahan kepada berhala. Maka di tanah yang telah diamankan ini, di sana rumah Allah telah berdiri, hendaklah dia bersih dari berhala. Ini diingatkan kembali kepada bangsa Arab sebab mereka telah tersesat menyembah berhala. Rumah itu mesti dibersihkan dari syirik dan perbuatan yang tidak patut sehingga tetaplah dia untuk orang yang thawaf, yaitu mengelilingi Ka'bah itu tujuh kali, dengan mengambil jalan kanan, serta untuk orang yang iktikaf, artinya orang yang duduk bermenung tafakur mengingat Allah di dalam masjid itu. Juga untuk mereka mengerjakan ruku' dan sujud, yaitu mengerjakan shalat.
Dengan demikian, bertambah jelaslah bahwa Ibrahim yang dibantu oleh putranya Isma'il telah diperintahkan Allah menjadikan tanah itu menjadi Tanah Haram.
Ayat 126
“Dan (Ingatlah) tatkala bericala Ibrahim, ‘Ya, Tuhanku! Jadikanlah negeri ini negeri yang aman."
Dimohonkanlah oleh Ibrahim, hendaknya negeri itu tetap aman sentosa selama-lamanya sehingga tenteramlah jiwa orang-orang yang melakukan ibadah berthawaf dan beriktikaf, shalat dengan ruku' dan sujudnya, menurut peraturan shalat yang ada pada masa itu."Dan karuniakanlah pada penduduknya dari berbagai buah-buahanOleh karena wadi (lembah) itu amat kering, tidak ada sesuatu yang dapat tumbuh di dalamnya, dimohonkan pula oleh Nabi Ibrahim agar penduduk lembah itu jangan sampai kekurangan makanan, supaya hati mereka pun tidak bosan tinggal di sana menjaga peribadahan yang suci mulia itu. Akan tetapi. Nabi Ibrahim memberi alasan permohonannya, “Yaitu barangsiapa yang beriman di antara mereka itu kepada Allah dan Hari Kemudian." Sebagai seorang hamba Allah yang patuh, Nabi Ibrahim memohonkan agar yang diberi makanan cukup dan buah-buahan yang segar ialah yang beriman kepada Allah saja. Namun, Allah telah menjawab, “Dan orang-orang yang kafir pun, akan Aku beri kesenangan untuk dia sementara." Dengan penjawaban ini Allah telah memberikan penjelasan bahwasanya dalam soal makanan atau buah-buahan, Allah akan berlaku adil juga. Semuanya akan diberi makanan, semuanya akan diberi buah-buahan, baik mereka beriman kepada Allah dan Hari Akhirat maupun mereka kufur. Oleh sebab itu, dalam urusan dunia ini, orang beriman dan orang kafir akan sama-sama diberi makan. Beratus tahun Nabi Ibrahim dan Nabi Isma'il wafat, telah banyak penduduk di dalam lembah Mekah itu yang menyembah berhala, namun makanan dan buah-buahan mereka dapat juga. Sebab, demikianlah keadilan Allah dalam kehidupan dunia ini,
“Kemudian akan Kami Unikkan dia kepada siksaan neraka (yaitu) seburuk-buruk tujuan."
Di dunia mendapat bagian yang sama di antara Mukmin dan kafir. Malahan kadang-kadang rezeki yang diberikan kepada kafir lebih banyak daripada yang diberikan kepada orang yang beriman. Tetapi banyak atau sedikit pemberian Allah di atas dunia ini, dalam soal kebendaan belumlah boleh dijadikan ukuran. Nanti di akhirat baru akan diperhitungkan di antara iman dan kufur. Yang kufur kepada Allah, habislah reaksinya sehingga hidup ini saja. Ujian akan diadakan lagi di akhirat. Betapapun kaya raya banyaknya tanam-tanaman, buah-buahan di dunia ini, tidak akan ada lagi setelah gerbang maut dimasuki. Orang yang kaya kebendaan, tetapi miskin jiwa, gersang dan sunyi daripada iman, adalah neraka yang menjadi tempatnya.
Semuanya itu disuruh-ingatkan kembali kepada kaum musyrikin Arab supaya mereka kenangkan bahwasanya kedudukan yang aman sentosa di negeri Mekah itu adalah atas kehendak dari karunia Allah, yang disuruh laksanakan kepada kedua rasul-Nya, Ibrahim dan isma'il,yaitu nenek moyang mereka. Negeri itu telah mereka dapati aman, buah-buahan dan sayur-sayuran diangkut orang dari negeri-negeri di luar Mekah, dari Thaif ataupun lembah-lembah yang lain. Diperingatkan kepada mereka asal mula segala kejadian itu, yaitu supaya mereka menyembah Allah Yang Maha Esa, bersih dari berhala dan segala macam kemusyrikan. Mereka akan dapati sentosa, makmur dan subur, tempat kediaman mereka menjadi pusat peribadatan seluruh manusia sejak zaman purbakala, telah beratus beribu tahun.
Lalu, diperingatkan lagi tentang asal-usul berdirinya Ka'bah itu,
Ayat 127
“Dan Ingatlah tatkala Ibrahim mengangkat sendi-sendi dari rumah itu, dan Isma'il."
Di sini diperingatkan kembali bahwa lbrahimlah, dibantu oleh putranya Isma'il, yang mengangkat sendi-sendi rumah itu, yaitu Ka'bah. Sendi-sendi atau batu pertama, Ibrahim sendiri yang meletakkannya. Kemudian ber-angsur-angsur sehingga menjadi dinding. Sebab itu, disebut beliau mengangkatnya seterusnya membangun sampai tinggi.
Di dalam kitab-kitab tafsir, macam-macamlah ditulis tentang bagaimana caranya sendi-sendi itu dibangun dan dari batu-batu mana diambil serta diangkut. Ibnu Katsir menulis di dalam tafsirnya, demikian juga Ibnu Jarir. Dengan mengingatkan ini, terkenanglah hendaknya mereka kembali bahwa nenek moyang mereka Nabi Ibrahim, dibantu oleh putranya Isma'il, bukan saja meramaikan dan mengamankan negeri itu atas perintah Allah, bahkan lebih dari itu, merekalah yang memulai membangun rumah yang pertama di tempat itu, yaitu rumah yang pertama ditentukan buat tempat beribadah kepada Allah Yang Maha Esa.
Demi setelah selesai ibrahim dibantu oleh Isma'il mendirikan rumah itu, mereka pun bermunajat kepada Allah,
“Ya, Tahan kami. Terimalah daripada kami!' Artinya bahwa pekerjaan yang Engkau perintahkan kepada kami berdua, ayah dan anak, mendirikan Ka'bah sudah selesai. Sudilah kiranya menerima pekerjaan itu."Sesung-guhnya, Engkau adalah Maha Mendengar," akan segala pemohonan kami dan doa kami.
“Maha Mengetahui."
Yaitu, Maha Mengetahui jika terdapat kekurangan di dalam pekerjaan kami ini, Engkaulah yang lebih tahu.
Setelah dengan segenap kerendahan hati, kedua makhluk bapak dan anak itu, Ibrahim dan Isma'il, yang telah menjadi manusia terpilih di sisi Allah, memohonkan supaya amalan mereka diterima oleh Allah, mereka teruskanlah munajat itu. Si ayah yang berdoa dan si anak mengaminkan.
Ayat 128
“Ya, Tuhan kami! Jadikanlah kami keduanya ini orang-orang yang berserah diri kepada Engkau."
Setelah rumah atau Ka'bah itu selesai mereka dirikan, mereka berdua pulalah orang yang pertama sekali menyatakan bahwa mereka keduanya: muslimaini laka ‘muslimin kami keduanya kepada Engkau'! Yang berpokok kepada kata-kata Islam yang berarti berserah diri. Berjanjilah keduanya bahwa rumah yang suci itu hanyalah untuk beribadah dari pada orang-orang yang berserah diri kepada Allah, tidak bercampur dengan penyerahan diri kepada yang lain.
“Dan dari keturunan-keturunan kami pun (hendaknya) menjadi orang-orang yang berserah diri kepada Engkau." Bukan saja Ibrahim mengharapkan agar penyerahan dirinya dan putranya Isma'il kepada Allah agar diterima Allah. Bahkan dia pun memohonkan kepada Allah agar anak-cucu dan keturunannya yang datang di belakang pun menjadi orang-orang yang berserah diri, menjadi orang-orang yang Muslim atau Islam, Sehingga cocoklah dan sesuailah hendaknya langkah dan sikap hidup anak-cucu keturunannya dengan dasar pertama ketika rumah itu didirikan,
“Dan tunjukkan kiranya kepada kami cara-cara kami beribadah" Cara-cara kami beribadah, kita artikan dari manasikana."
Setelah Ibrahim dan membawa juga nama putranya lsma'il mengakui bahwa Allah-lah tempat mereka berserah diri serta telah bulat hati mereka kepada Allah, tidak bercampur dengan yang lain, dan diharapkannya pula kepada Allah agar anak-cucu keturunannya yang tinggal di sekeliling rumah itu semuanya mewarisi keislaman itu pula, barulah Ibrahim memohonkan kepada Allah agar ditunjuki bagaimana caranya beribadah, yang disebut juga manasik. Manasik bisa diartikan umum untuk seluruh ibadah dan bisa pula dikhususkan untuk seluruh upacara ibadah haji.
“Dan ampunilah kiranya kami, sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Penyayang."
Kita sudah maklum bahwasanya Rasul Allah adalah ma'shum, suci dari dosa, terutama dosa yang besar. Tetapi orang-orang yang telah mencapai derajat iman yang sempurna sebagai Ibrahim dan Isma'il, tidaklah berbangga dengan anugerah Allah kepada mereka dengan ma'shum itu.
Nabi Ibrahim memohonkan tobat untuk dirinya dan untuk anaknya ini adalah suatu teladan bagi kita agar selalu ingat dan memohonkan ampun kepada Allah. Makna yang asal daripada tobat ialah kembali. Kita bertobat kepada Allah. Dan Allah mengabulkan permohonan kita dengan memakai perkataan ‘ala, yang berarti ke atas. Bertambah suci manusia, bertambah pula mereka merasa kekurangan.
Ayat 129
“Ya, Tuhan kami! Bangkitkanlah di antara Mereka itu seorang rasul dari Mereka sendiri."
Di dalam beberapa ayat disebut bahwa salah satu bawaan budi Nabi Ibrahim itu ialah awwaah, artinya penghiba, amat halus perasaan, tidak tega hati. Dan perasaan beliau yang halus itu terdapat di dalam nama beliau sendiri, yaitu Ibrahim.
Maka ayah yang penyayang ini tidaklah merasa puas dengan menyatakan menyerahkan dirinya bersama putranya Isma'il saja kepada Allah, menjadi muslimaini laka (berdua menyerahkan diri kepada Engkau), malahan mohonkannya pula anak-cucunya sehingga tetaplah terpelihara Rumah Allah atau Ka'bah itu, jangan sampai menjadi rumah-rumah tempat berhala. Tetapi ayah yang penyayang itu rupanya amat jauh pandangannya ke zaman depan, berkat berkat tuntunan Allah. Tidak puas hanya memohon anak-cucunya menjadi Islam semua, bahkan beliau memohonkan pula agar di antara anak dan cucunya itu di kemudian hari dibangkitkan seorang yang menjadi rasul Allah, “yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau' yaitu perintah-perintah Ilahi untuk memupuk dasar yang telah ditinggalkan oleh beliau di dalam mengakui keesaan Allah.
“Dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmat." Kitab ialah kumpulan daripada wahyu-wahyu yang diturunkan Ilahi, yang bernama Al-Qur'an itu, sedangkan hikmat ialah kebijaksanaan di dalam cara menjalankan perintah, baik di dalam perkataan maupun perbuatan atau sikap hidup Nabi itu sendiri, yang akan dijadikan contoh dan teladan bagi umatnya."Dan yang akan membersihkan mereka" Baik ayat-ayat maupun kitab itu, ataupun hikmat kebijaksanaan yang dibawakan oleh Rasul itu adalah maksudnya membersihkan mereka seluruhnya. Bersih daripada kepercayaan yang karut-marut, syirik dan menyembah berhala, dan bersih pula kehidupan sehari-hari daripada rasa benci, dengki, dan khianat. Yuzakkihim, untuk membersihkan mereka pada ruhani dan jasmani. Sehingga dapat memperbedakan mana kepercayaan yang kotor dengan yang bersih. Kebersihan itulah yang akan membuka akal dan budi sehingga selamat dalam kehidupan.
“Sesungguhnya, Engkau adalah Mahagagah, lagi Mahabijaksana."
Kepada Allah yang satu di antara sifat-Nya ialah Aziz, yaitu Mahagagah, Ibrahim telah menggantungkan pengharapan kepada Allah di dalam sifat kegagahan-Nya itu bahwa meskipun betapa besarnya rintangan dan halangan akan bertemu di dalam perjalanan sejarah, namun kehendak Allah mesti terjadi. Tetapi di samping sifat gagah perkasa itu, Allah pun mempunyai sifat bijaksana, yaitu bahwa kehendak-Nya mesti berlaku, tetapi menurut arah jalan yang masuk di akal dan mengagumkan.