Ayat
Terjemahan Per Kata
أَمۡ
apakah
تُرِيدُونَ
kamu menghendaki
أَن
bahwa
تَسۡـَٔلُواْ
kamu meminta
رَسُولَكُمۡ
Rasul kamu
كَمَا
sebagaimana
سُئِلَ
ditanya
مُوسَىٰ
Musa
مِن
dari
قَبۡلُۗ
sebelum
وَمَن
dan barang siapa
يَتَبَدَّلِ
mengganti/menukar
ٱلۡكُفۡرَ
kekafiran
بِٱلۡإِيمَٰنِ
dengan iman
فَقَدۡ
maka sungguh
ضَلَّ
ia sesat
سَوَآءَ
lurus
ٱلسَّبِيلِ
jalan
أَمۡ
apakah
تُرِيدُونَ
kamu menghendaki
أَن
bahwa
تَسۡـَٔلُواْ
kamu meminta
رَسُولَكُمۡ
Rasul kamu
كَمَا
sebagaimana
سُئِلَ
ditanya
مُوسَىٰ
Musa
مِن
dari
قَبۡلُۗ
sebelum
وَمَن
dan barang siapa
يَتَبَدَّلِ
mengganti/menukar
ٱلۡكُفۡرَ
kekafiran
بِٱلۡإِيمَٰنِ
dengan iman
فَقَدۡ
maka sungguh
ضَلَّ
ia sesat
سَوَآءَ
lurus
ٱلسَّبِيلِ
jalan
Terjemahan
Ataukah kamu menghendaki untuk meminta Rasulmu (Nabi Muhammad) seperti halnya Musa (pernah) diminta (Bani Israil) dahulu? Siapa yang mengganti iman dengan kekufuran, sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus.
Tafsir
Tatkala warga Mekah meminta kepada Nabi ﷺ agar kota mereka diperluas dan bukit Shafa dijadikan sebuah bukit emas turunlah, (Atau) apakah (kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasulmu seperti yang diminta kepada Musa) maksudnya kaum Nabi Musa telah meminta kepadanya (dulu) seperti kata mereka, "Perlihatkanlah Allah kepada kami secara nyata!" Dan lain-lain. (Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran) artinya mengambil kekafiran sebagai ganti keimanan disebabkan tidak mau memperhatikan ayat-ayat yang jelas dan lebih memilih yang lainnya (maka sungguh ia telah sesat dari jalan yang benar) 'sawa' asalnya 'wasath', artinya pertengahan.
Tafsir Surat Al-Baqarah: 108
Apakah kalian mau meminta kepada Rasul kalian seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.
Ayat 108
Melalui ayat ini Allah ﷻ melarang kaum mukmin banyak bertanya kepada Nabi ﷺ mengenai hal-hal yang belum terjadi. Ayat ini semakna dengan ayat lainnya, yaitu firman-Nya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menanyakan (kepada Nabi kalian) hal-hal yang jika diterangkan kepada kalian, niscaya menyusahkan kalian; dan jika kalian menanyakannya di waktu Al-Qur'an itu sedang diturunkan, niscaya akan diterangkan kepada kalian.” (Al-Maidah: 101) Maksudnya, jika kalian menanyakannya secara rinci sesudah Al-Qur'an diturunkan, niscaya hal itu akan diterangkan kepada kalian.
Tetapi janganlah kalian menanyakan sesuatu sebelum ada keterangannya, karena barangkali hal itu akan diharamkan karena adanya pertanyaan kalian itu. Karena itu, di dalam sebuah hadits shahih disebutkan seperti berikut: Sesungguhnya orang muslim yang paling besar dosanya ialah seseorang yang menanyakan sesuatu yang (pada asal mulanya) tidak diharamkan, kemudian diharamkan karena pertanyaannya itu. Ketika Rasulullah ﷺ ditanya mengenai seorang lelaki yang menjumpai istrinya sedang bersama lelaki lain, beliau bingung; sebab jika menjawabnya berarti beliau membicarakan suatu perkara yang besar. Tetapi jika beliau diam, berarti beliau diam terhadap perbuatan tersebut. Maka beliau ﷺ tidak suka dengan orang yang menanyakan demikian, lalu beliau mencelanya. Setelah itu turunlah ayat Mula'anah, yakni ayat tentang lian.
Karena itu, maka di dalam kitab Shahihain melalui hadits Al-Mugirah ibnu Syu'bah telah ditetapkan: Bahwa Rasulullah ﷺ melarang perbuatan qil dan qal, memboroskan harta, dan banyak bertanya. Di dalam kitab Shahih Muslim disebutkan: “Biarkanlah aku dengan apa yang aku tinggalkan buat kalian, karena sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian hanya karena mereka banyak bertanya dan banyak menentang nabi-nabi mereka. Oleh karena itu, apabila aku perintahkan suatu perintah kepada kalian, kerjakanlah oleh kalian apa yang kalian mampu darinya. Dan jika aku larang kalian dari sesuatu, maka jauhilah ia.”
Hal ini beliau ucapkan setelah beliau ﷺ memberitahukan kepada mereka (kaum muslim) bahwa Allah ﷻ memfardukan ibadah haji atas mereka. Lalu ada seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah setiap tahun?" Rasulullah ﷺ diam, tidak menjawab. Setelah tiga kali bertanya, baru Rasulullah ﷺ bersabda: "Tidak. Seandainya aku katakan, ‘Ya,’ niscaya menjadi wajib. Dan sekiranya diwajibkan, niscaya kalian tidak akan mampu." Kemudian Rasulullah ﷺ bersabda, "Biarkanlah daku dengan apa yang aku tinggalkan buat kalian" hingga akhir hadits.
Karena itu, Anas ibnu Malik mengatakan, "Kami dilarang menanyakan sesuatu kepada Rasulullah ﷺ" Anas sangat senang bila ada seorang lelaki dari kalangan penduduk Badui (perkampungan), lalu lelaki itu bertanya kepada Rasulullah ﷺ, maka kami akan mendengarkannya dengan penuh perhatian.
Al-Hafidzh Abu Yala Al-Mausuli mengatakan di dalam kitab Musnad-nya, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Sulaiman, dari Abu Sinan, dari Abu Ishaq, dari Al-Barra ibnu Azib yang mengatakan, "Sesungguhnya telah berlalu masa satu tahun memendam perasaan ingin bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang suatu masalah, tetapi aku merasa takut dan segan kepadanya. Sesungguhnya aku benar-benar berharap semoga ada orang Badui datang bertanya kepadanya (lalu aku mendengarnya)."
Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari ‘Atha’ ibnus Sa-ib, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Aku belum pernah melihat suatu kaum yang lebih baik daripada sahabat-sahabat Muhammad ﷺ. Mereka tidak pernah bertanya kecuali dua belas masalah, yang semuanya itu terdapat di dalam Al-Qur'an." Yaitu firman-Nya: “Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang khamr dan judi.” (Al-Baqarah: 219) “Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram.” (Al-Baqarah: 217) “Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim.” (Al-Baqarah: 220) Yakni hal ini dan lain-lainnya yang serupa.
Firman Allah ﷻ: “Apakah kalian mau meminta kepada Rasul kalian seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu?” (Al-Baqarah: 108) Yakni memang kalian menghendakinya.
Atau istifham (kata tanya) di sini mempunyai arti sesuai dengan babnya, yakni istifham inkari (kata tanya yang mengandung kecaman). Hal ini bersifat menyeluruh mencakup kaum mukmin, juga orang-orang kafir, karena sesungguhnya Rasulullah ﷺ diutus untuk kesemuanya, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: “Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah kitab dari langit. Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, ‘Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata.’ Maka mereka disambar petir karena kezalimannya.” (An-Nisa: 153)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Ikrimah atau Sa'id, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Raff ibnu Huraimilah dan Wahb ibnu Zaid (keduanya adalah orang-orang Yahudi) bertanya, "Wahai Muhammad, datangkanlah kepada kami sebuah kitab yang engkau turunkan dari langit kepada kami untuk kami baca, dan alirkanlah buat kami sungai-sungai, niscaya kami akan mengikuti kamu dan percaya kepadamu." Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya sebagai jawaban terhadap ucapan mereka itu, yaitu: “Apakah kalian mau meminta kepada Rasul kalian seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu? Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.” (Al-Baqarah: 108)
Abu Ja'far Ar-Razi meriwayatkan dari Ar-Rabi' ibnu Anas, dari Abul Aliyah sehubungan dengan takwil firman-Nya: “Apakah mau meminta kepada Rasul kalian seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada masa dahulu?” (Al-Baqarah: 108) Bahwa ada seorang lelaki berkata, "Wahai Rasulullah, sekiranya kifarat kita sama dengan kifarat kaum Bani Israil." Maka Nabi ﷺ menjawab: “Ya Allah, kami tidak menginginkannya sebanyak tiga kali, apa yang diberikan oleh Allah kepada kalian lebih baik daripada apa yang diberikan kepada Bani Israil. Dahulu orang-orang Bani Israil apabila seseorang dari mereka melakukan perbuatan dosa, maka ia menjumpai dosanya itu tertulis di atas pintu rumahnya dan tertulis pula kifaratnya. Jika dia membayar kifarat-nya, maka baginya kehinaan di dunia; dan jika dia tidak membayar kifarat dosanya, maka baginya kehinaan di akhirat. Apa yang diberikan oleh Allah kepada kalian lebih baik daripada apa yang diberikan kepada Bani Israil.”
Selanjutnya Abul Aliyah membacakan firman-Nya: “Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa: 110)
Sabda Nabi ﷺ yang mengatakan: “Salat lima waktu dari suatu Jumat ke Jumat yang lainnya merupakan kifarat bagi dosa-dosa di antara keduanya.” Sabda Rasulullah ﷺ yang mengatakan: “Barang siapa yang berniat melakukan suatu perbuatan dosa, lalu ia tidak mengerjakannya, maka tidak dicatatkan kepadanya; dan jika dia mengerjakannya, maka dicatatkan kepadanya satu dosa. Dan barang siapa yang berniat akan mengerjakan kebaikan, lalu ia tidak melakukannya, maka dicatatkan baginya sebuah pahala; dan jika ia melakukannya, maka dicatatkan baginya pahala sepuluh kali lipat yang serupa dengannya. Dan tidak akan binasa karena Allah melainkan hanya orang (yang ditakdirkan) binasa.” Maka Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: “Apakah kalian mau meminta kepada Rasul kalian seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu?” (Al-Baqarah: 108)
Mujahid menyatakan sehubungan dengan firman-Nya: “Apakah kalian mau meminta kepada Rasul kalian seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada zaman dahulu.” (Al-Baqarah: 108) Yakni ketika mereka meminta kepada Musa a.s. agar memperlihatkan Allah secara terang-terangan kepada mereka.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Quraisy pernah meminta kepada Muhammad ﷺ agar menjadikan Bukit Safa menjadi emas buat mereka. Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Ya, Bukit Safa menjadi emas bagi kalian seperti maidah (hidangan dari langit) buat Bani Israil." Dan ternyata mereka menolak serta mencabut kembali permintaan mereka. Hal yang mirip diriwayatkan dari As-Suddi dan Qatadah.
Makna yang dimaksud dalam ayat ini ialah bahwa Allah mencela orang yang meminta sesuatu hal kepada Rasulullah ﷺ dengan permintaan yang menyusahkan dan menggurui, seperti permintaan yang diajukan oleh Bani Israil kepada Nabi Musa a.s. dengan permintaan yang menyusahkan, mendustakan, dan mengingkarinya.
Firman Allah ﷻ: “Dan barang siapa yang menukar iman dengan kekufuran.” (Al-Baqarah: 108) Maksudnya, membeli kekufuran dengan menukamya dengan keimanan. “Maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus.” (Al-Baqarah: 108) Yakni dia benar-benar telah menyimpang dari jalan yang lurus dan menuju kepada kebodohan dan kesesatan.
Memang demikianlah keadaan orang-orang yang menyimpang dari percaya kepada nabi-nabi, tidak mau mengikuti dan tidak mau taat kepada mereka, bahkan menentang dan mendustakan mereka serta menyusahkan mereka dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak diperlukan yang tujuannya tiada lain hanya ingkar dan memberatkan mereka. Seperti yang dinyatakan di dalam firman lainnya, yaitu: “Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya, dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.” (Ibrahim: 28-29)
Abul Aliyah mengatakan bahwa makna ayat ini (yakni Al-Baqarah: 108) ialah barang siapa yang menukar kebahagiaan dengan kesengsaraan.
Ataukah kamu hendak meminta kepada Rasulmu, yakni Muhammad, untuk mendatangkan kepa damu ayat-ayat Al-Qur'an lebih daripada apa yang telah dibawakannya kepadamu, seperti halnya Musa pernah diminta oleh Bani Israil dahulu sesuatu yang tidak pantas mereka minta' Barang siapa mengganti iman kepada ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kepada Nabi Muhammad dengan kekafiran, maka sungguh, dia telah tersesat dari jalan yang lurus, dengan memilih kufur daripada iman, kesesatan daripada petunjuk, serta jauh dari kebenaran dan kebajikanBanyak di antara Ahli Kitab menginginkan sekiranya mereka dapat mengembalikan atau mema lingkan kamu setelah kamu beriman kepada Allah dan Nabi Muhammad, menjadi kafir kembali seperti yang kamu lakukan dahulu, karena rasa dengki dalam diri mereka, setelah kebe naran jelas bagi mereka dengan adanya dalil-dalil kuat yang menunjukkan Nabi Muhammad benar-benar menyampaikan ayat-ayat Allah seperti yang diberitakan dalam kitab-kitab mereka. Maka maafkanlah kesalahankesalahan mereka, pergaulilah mereka dengan akhlak yang baik, dan berlapangdadalah dengan mengabaikan cacian dan tentangan mereka sampai Allah memberi kan perintah-Nya dengan bantuan dan dukunganNya. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. Ia akan menguatkan kedudukanmu dan memberimu kekuatan yang lebih besar.
Allah mencela sikap orang Yahudi yang menghina orang-orang Islam, karena adanya penasakhan hukum karena perintah Allah. Dalam hal ini Allah menyindir mereka, apakah mereka ingin mengulang perbuatan nenek moyang mereka, yaitu mengemukakan persoalan kepada Rasul, sebagaimana nenek moyang mereka menanyakan sesuatu kepada Nabi Musa ataukah mereka itu ingin meminta kepada Nabi Muhammad saw, agar ia mendatangkan hukum yang lain dari hukum yang telah ditetapkan, seperti halnya nenek moyang mereka itu mengajukan yang tidak semestinya kepada Nabi Musa. Firman Allah swt:
(Orang-orang) Ahli Kitab meminta kepadamu (Muhammad) agar engkau menurunkan sebuah kitab dari langit kepada mereka. Sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata, "Perlihatkanlah Allah kepada kami secara nyata." ? (an-Nisa'/4:153)
Kemudian Allah mengingatkan orang Yahudi bahwa orang yang tidak berpegang pada perintah Allah dengan alasan ingin mencari hukum yang lain, yang menurut pertimbangannya lebih baik, berarti dia telah mengganti imannya dengan kekafiran, lebih mencintai kesesatan daripada hidayah, serta dia telah jauh dari kebenaran. Barang siapa melampaui hukum-hukum Allah, berarti dia telah jatuh ke dalam lembah kesesatan.
Dalam ayat ini terdapat petunjuk bagi orang-orang Islam, yaitu agar mereka mengerjakan apa yang diperintahkan Rasul ﷺ dan menjauhi segala larangannya. Juga terdapat larangan meminta sesuatu di luar ketentuan hukum yang sudah ada.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Setelah Allah memberi ajaran sopan santun kepada umat yang beriman supaya mereka memilih kata-kata yang baik, yang tidak bisa disalahartikan, dilanjutkan lagi sekarang supaya mereka jangan meniru perangAl-perangai Bani israil yang suka banyak tanya, banyak soal, yang bukan semata-mata untuk menghilangkan keraguan;
Ayat 108
“Atau apakah kamu hendak bertanya kepada rasul kamu sebagai telah ditanyai Musa di waktu dulu?"
Nabi ﷺ akan bersedia menjawab pertanyaan-pertanyaan dan mana yang musykil akan ditunggunya wahyu Ilahi memberikan penjelasan. Tetapi dapAllah dipahami bahwa ada pula orang yang datang bertanya hendak menyoal guru, hendak mengukur dalam-dangkal ilmunya. Ada pula yang bertanya karena hendak mencari helah dan memutar-mutar. Ada pula yang bertanya di hadapan orang banyak supaya kelihatan bahwa dia orang istimewa. Semuanya ini telah dilakukan oleh Bani Israil kepada Musa. Sekarang, timbul pertanyaan kepada orang yang beriman, apakah kamu akan bertanya seperti itu pula kepada Nabi kamu Muhammad ﷺ Apakah perangai demikian akan kamu contoh pula? Maka dengan adanya pertanyaan secara demikian, jelas sajalah maksudnya bahwa orang yang beriman jangan menanya secara Bani Israil kepada Musa itu terhadap Muhammad ﷺ sebab perbuatan yang demikian nyatalah bukan timbul dari iman, melainkan dari perangai kufur jua adanya. Jika datang perintah laksanakanlah dengan baik. Kalau tersangkut, pecahkan sendiri sangkutan itu, seakal budimu. Kalau ada hal yang tidak dibicarakan, bukanlah itu karena lupa, melainkan disengaja untuk meringankan kamu. Maka barangsiapa yang mau juga menanya-nanya seperti pertanyaan Yahudi itu, berartilah dia menukar iman dengan kafir,
“Dan barangsiapa yang menukarkan dengan kekafiran akan iman itu, maka sungguh telah sesAllah dia dari jalan yang lurus."
Sesat dari jalan yang lurus lalu memilih jalan yang berbelit-belit dengan banyak mengemukakan pertanyaan, guna melepaskan diri, akhirnya tersesat kepada kufur, terlepas dari kebenaran, tenggelam dalam keingkaran. Dan memang kalau kita dalam masyarakat kerap kali orang yang banyak pertanyaan itu adalah dengan maksud mencari jalan untuk melepaskan diri.
Ayat 109
“Sukalah kebanyakan Ahlul Kitab itu kalau (dapat) mereka mengembalikan kamu sesudah iman menjadi kafir, karena dengki dari dalam diri mereka, sesudah nyata kepada mereka kebenaran."
Maka, kalau baru tidak suka jika kaum beriman beroleh kebaikan, belumlah begitu berbahaya. Tetapi kalau mereka telah mulai berusaha agar kamu kembali menjadi kafir, ini sudah lebih berbahaya. Kalau semata-mata tidak suka kaum beriman mendapat kebaikan, itu namanya masih pasif. Tetapi kalau sudah berusaha menarikmu kembali ke dalam suasana kekafiran, itu namanya sudah mulai aktif. Artinya, sudah mulai dijadikan usaha. Perasaan hati mereka tidak mereka benamkan lagi, tetapi telah dijadikan rencana. Yang menjadi sebab yang pokok ialah karena dengki. Hal itu wajib, sewajib-wajibnya oleh kaum yang beriman, supaya tetap awas dan waspada. Dan hendaklah senantiasa kamu perdalam imanmu, perkuat agamamu. Kalau imanmu bertambah kuat, usaha mereka itu tidaklah akan berhasil. Hanya orang yang bodoh yang akan suka mengganti kembali Allah Yang Maha Esa dengan berhala atau dengankemegahan dunia yang fana."Maka beri maaflah mereka dan biarkanlah, sehingga Allah menunjukan kuasa-Nya
“Sesungguhnya, Allah atas tiap-tiap sesuatu adalah Mahakuasa."
Tuhan Allah yang menguasai langit dan bumi yang begitu besar dan luas pada pandangan kita manusia. Maka bagi Tuhan Allah Yang Mahakuasa itu, soal kekufuran orang yang kafir itu hanyalah sekelumit soal kecil saja. Mudah sajalah bagi-Nya memutarkan keadaan. Kadang-kadang daripada yang tidak disangka-sangka. Dan, itu selalu terjadi dan telah beberapa kali dialami oleh Rasul ﷺ dan setiap orang yang beriman. Ingatlah bagaimana orang Quraisy berusaha hendak mengepung Rasul dan hendak membunuhnya. Ingatlah kisah kejadian-kejadian kecil yang terjadi seketika beliau bersembunyi di dalam gua. Kekuasaan siapa yang menghambat mata mereka sehingga mereka tidak merungkukkan kepala di pintu gua sehingga mereka tidak melihat Rasul dan sahabatnya Abu Bakar yang tengah sembunyi, sedangkan Rasul dan Abu Bakar melihat kaki-kaki mereka hingga lutut? Oleh sebab itu, yang amat penting ialah memperteguh hati sebab benteng keislaman dan keimanan itu wajib diperteguh. Maka untuk memperteguhkannya ialah,
Ayat 110
“Dan dirikanlah olehmu shalat."
Selama ibadah shalatmu masih tegak, selama suara adzan masih berdengung memenuhi udara, shalat jamaah masih berdiri, jumat masih ramai dikunjungi dengan shafnya yang teratur, tidaklah ada satu usaha Ahlul Kitab itu yang berhasil sebab shaf umat beriman itu rapat dan teguh."Dan keluarkanlah akan zakat" Artinya, janganlah bakhil Mukmin yang kaya, mengeluarkan harta membantu orang yang miskin, sebab miskin itu adalah pintu kepada kufur. Asal perut berisi kadang-kadang orang tidak keberatan menjual agamanya. Bukan saja zakat yang wajib, malahan segala sedekah, hadiah, dan hibah tandanya hati murah, demikian juga memberikan harta benda untuk pembangunan segala usaha menegakkan agama, jangan ditahan-tahan, “Dan apa pun yang kamu dahulukan untuk dirimu dari kebaikan, niscaya akan kamu dapatiiah dia di sisi Allah."
Artinya, jika diberi Allah rezeki di zaman sekarang ini, keluarkan terlebih dahulu sekarang juga. Ini namanya telah dikirimkan terlebih dahulu untuk persiapan diri sendiri di hadapan hadhrat Allah; semuanya tidak akan hilang sia-sia. Semuanya kelak akan engkau dapati kembali di sisi Allah.
“Sesungguhnya, Allah adalah melihat apa yang kamu kerjakan."
Dengan berusaha terus dan bergiat terus menunjukkan dan mengamalkan iman, merapatkan hubungan dengan Allah dengan mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat bagi merapatkan hubungan sesama sendiri, maka usaha mereka hendak mengafirkan kamu kembali niscaya akan gagal. Allah selalu melihat bagaimana kegiatan kamu.








