Ayat
Terjemahan Per Kata
لَّا
tidak
يَسۡمَعُونَ
mereka mendengar
فِيهَا
didalamnya (surga)
لَغۡوًا
perkataan sia-sia
إِلَّا
kecuali
سَلَٰمٗاۖ
selamat/sejahtera
وَلَهُمۡ
dan bagi mereka
رِزۡقُهُمۡ
rezki mereka
فِيهَا
didalamnya (surga)
بُكۡرَةٗ
pagi
وَعَشِيّٗا
dan petang
لَّا
tidak
يَسۡمَعُونَ
mereka mendengar
فِيهَا
didalamnya (surga)
لَغۡوًا
perkataan sia-sia
إِلَّا
kecuali
سَلَٰمٗاۖ
selamat/sejahtera
وَلَهُمۡ
dan bagi mereka
رِزۡقُهُمۡ
rezki mereka
فِيهَا
didalamnya (surga)
بُكۡرَةٗ
pagi
وَعَشِيّٗا
dan petang
Terjemahan
Di dalamnya mereka tidak mendengar perkataan yang tidak berguna, kecuali salam (ucapan kebaikan dan kedamaian). Di dalamnya mereka mendapatkan rezeki pada pagi dan petang.
Tafsir
(Mereka tidak mendengar perkataan yang tidak berguna di dalam surga) pembicaraan yang tak berarti (kecuali) mereka hanya mendengar (ucapan Salam) dari para Malaikat buat mereka, atau dari sebagian mereka kepada sebagian yang lain. (Bagi mereka rezekinya di surga itu tiap-tiap pagi dan petang) dalam perkiraan kedua waktu tersebut menurut perhitungan waktu di dunia, karena sesungguhnya di dalam surga itu tidak ada siang dan malam tetapi yang ada hanyalah cahaya dan nur yang abadi.
Tafsir Surat Maryam: 61-63
Yaitu surga Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati. Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga, kecuali ucapan salam. Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. Allah ﷻ menyebutkan bahwa surga yang kelak akan dimasuki oleh orang-orang yang bertobat dari dosa-dosanya adalah surga 'Adn, yakni sebagai tempat tinggal mereka yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pemurah kepada hamba-hamba-Nya secara gaib.
Bahwa surga itu termasuk perkara gaib yang diimani oleh mereka keberadaannya, sekalipun mereka tidak melihatnya. Demikian itu karena kuatnya keyakinan dan iman mereka yang telah berakar di dalam kalbu mereka. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya janji Allah itu pasti akan ditepati. (Maryam: 61) Kalimat ayat ini menguatkan pengertian kalimat sebelumnya, bahwa hal itu pasti terjadi dan telah ditetapkan; karena sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji-Nya, tidak akan pula menggantinya.
Makna ayat ini sama dengan apa yang terdapat di dalam firman-Nya: Adalah janji Allah itu pasti terlaksana. (Al-Muzzammil: 18) Yakni pasti terjadi Yang dimaksud dengan makna firman-Nya, "Ma'tiyyan" (pasti akan ditepati) ialah bahwa semua hamba akan kembali kepada-Nya dan pasti menghadap kepada-Nya. Sebagian lainnya mengartikannya sama dengan lafaz atiyan yang artinya datang (sedangkan kalau ma'tiyyan artinya didatangkan). Dikatakan demikian karena sesuatu hal yang menimpamu berarti datang kepadamu. Sama halnya dengan kata-kata orang-orang Arab, "Atat 'alayya khamsima sematan, dan 'Ataitu 'ala khamsina sanatan, artinya sama saja, yakni saya telah berusia lima puluh tahun.
Firman Allah ﷻ: Mereka tidak mendengar perkataan yang tak berguna di dalam surga. (Maryam: 62) Yakni di dalam surga tidak terdapat kata-kata yang kotor, tak berguna, lagi omong kosong, seperti yang banyak didapat di dunia. Firman Allah ﷻ: kecuali ucapan salam. (Maryam: 62) Istisna atau pengecualian ini bersifat munqati'. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: Mereka tidak mendengar di dalamnya perkataan yang sia-sia dan tidak pula perkataan yang menimbulkan dosa, tetapi mereka mendengar ucapan salam. (Al-Waqi'ah: 25-26) Adapun firman Allah ﷻ: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Yaitu semisal dengan waktu pagi dan waktu petang.
Hal ini bukan berarti bahwa di surga ada siang dan ada malam, tetapi mereka berada dalam waktu-waktu yang silih berganti, mereka mengetahuinya melalui sinar dan cahaya yang beraneka ragam, (yakni mereka berada dalam alam yang selalu bercahaya dan terang-benderang oleh nur). ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Gelombang pertama yang masuk surga, rupa mereka bagaikan rembulan di malam purnama; mereka tidak pernah meludah di dalamnya dan tidak pernah ingusan serta tidak pernah buang air di dalamnya.
Perabotan mereka dan sisir mereka terbuat dari emas dan perak, dan tempat dupa mereka penuh dengan kemenyan, keringat mereka adalah minyak kesturi. Setiap orang dari mereka mempunyai dua orang istri, yang sumsum kedua betisnya dapat terlihat dari balik dagingnya karena keindahannya. Tidak ada perselisihan dan tidak ada pertengkaran di antara mereka. Hati mereka sama dengan hati seorang lelaki; mereka bertasbih menyucikan Allah setiap pagi dan petangnya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing melalui hadis Ma'mar dengan sanad yang sama. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Al-Haris ibnu Fudail Al-Ansari, dari Mahmud ibnu Labid Al-Ansari, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Para syuhada berada di pinggir sungai di dekat pintu surga di dalam sebuah kemah hijau; dikirimkan kepada mereka rezeki mereka dari dalam surga setiap pagi dan petangnya.
Imam Ahmad dari jalur ini telah meriwayatkannya secara munfarid. Ad-Dahhak telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Bahwa yang dimaksud dengan pagi dan petang adalah perkiraan malam dan siang hari. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Muslim yang mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Zuhair ibnu Muhammad tentang makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Maka ia menjawab, "Di surga tidak ada malam hari, para penghuninya selalu berada dalam cahaya selama-lamanya, tetapi mereka mempunyai perkiraan malam dan siang hari.
Hal tersebut diketahui melalui tertutupnya tirai-tirai dan pintu-pintu rumah-rumah mereka. Pertanda siang hari diketahui dengan diangkatnya semua tirai dan dibukanya semua pintu rumah mereka." Masih dalam sanad yang sama telah disebutkan dari Al-Walid ibnu Muslim, dari Khulayyid, dari Al-Hasan Al-Basri yang menceritakan tentang pintu-pintu surga. Ia mengatakan bahwa pintu-pintu surga bagian luarnya dapat terlihat dari bagian dalamnya.
Bila diajak bicara, maka pintu-pintu itu dapat menjawab dan mengerti; bila dikatakan kepadanya, "Terbukalah atau tertutuplah," maka pintu-pintu itu membuka dan menutup dengan sendirinya. Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Di dalam surga ada dua saat, yaitu saat pagi dan saat sore; tetapi bukan seperti siang dan malam hari di dunia ini, sebab sesungguhnya yang ada di dalam surga hanyalah sinar dan cahaya, tidak ada kegelapan.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud bukan pagi dan petang, melainkan mereka diberi hidangan sesuai dengan kesukaan mereka ketika di dunia. Al-Hasan dan Qatadah serta lain-lainnya mengatakan bahwa dahulu ada segolongan orang Arab yang hidup serba mewah, biasa makan pagi dan makan malam. Maka turunlah Al-Qur'an sesuai dengan kemewahan yang dialami oleh mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: 62) Ibnu Mahdi telah meriwayatkan dari Hammad ibnu Zaid, dari Hisyam, dari Al-Hasan sehubungan dengan makna firman-Nya: Bagi mereka rezekinya di surga tiap-tiap pagi dan petang. (Maryam: .62) Yaitu setiap pagi sampai sore dan setiap sore sampai pagi, tetapi tidak ada malam harinya di dalam surga.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Mansur ibnu Ammar, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Ziyad (kadi penduduk Syammat), dari Abdullah ibnu Hadir, dari Abu Salamah ibnu Abdur Rahman, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang telah bersabda: Tiada suatu pagi hari pun dari hari-hari surga yang semuanya adalah bagaikan pagi hari (keindahannya), melainkan disuguhkan kepada seorang kekasih Allah di dalam surga pengantin wanita berupa bidadari yang bermata jeli, yang paling rendahnya di antara para bidadari itu terciptakan dari za'faran (minyak wangi yang semerbak baunya).
Abu Muhammad mengatakan bahwa hadis ini berpredikat garib lagi munkar. Firman Allah ﷻ: Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa. (Maryam: 63) Artinya, surga yang telah Kami sebutkan gambarannya dengan gambaran yang agung itu akan Kami anugerahkan kepada hamba-hamba Kami yang bertakwa. Mereka adalah orang-orang yang taat kepada Allah ﷻ dalam suka dan duka, lagi mampu meredam amarahnya serta suka memaafkan orang lain. Dan seperti apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ di dalam surat Al-Muminun, melalui firman-Nya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya. (Al-Muminun: 1-2) Sampai dengan firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi (yaitu) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. (Al-Muminun: 10-11)"
Surga yang Kami janjikan itu penuh kesenangan. Di dalamnya mereka tidak pernah berbicara atau mendengar perkataan yang tidak berguna, kecuali ucapan salam yang menyejukkan dan mendamaikan. Banyak nikmat Allah di dalamnya, dan di dalamnya bagi mereka ada rezeki pagi dan petang, yang telah Allah tetapkan sebagai pahala atas kebaikan mereka. 63. Itulah surga yang Kami janjikan kepada mereka yang taat. Surga itu akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa dengan sepenuh hati.
Allah menerangkan pula bahwa di dalam surga tidak akan terjadi pertengkaran, tidak akan terdengar kata-kata yang tidak berguna seperti yang terjadi di dunia di mana manusia untuk kepentingan dirinya sendiri atau untuk kepentingan keluarga dan kelompoknya selalu berselisih, bertengkar, dakwa- mendakwa dan tuduh-menuduh yang tiada akhirnya, mengakibatkan mereka kehilangan ketenteraman dan kesejahteraan. Bahkan mereka diliputi kecemasan dan kekhawatiran. Lain halnya dengan surga karena manusia telah memasuki dunia yang lain, semua keinginan dapat dicapai dan dinikmati, tidak ada lagi permusuhan atau adu kekuatan antara sesama mereka untuk mencapai sesuatu, maka yang terdengar hanya ucapan salam (selamat sejahtera), baik ucapan itu datang dari malaikat atau dari sesama mereka. Semuanya merasa aman dan tenteram karena pada setiap pagi dan petang mereka diberi rezeki oleh Tuhan mereka, rezeki yang tidak dapat dibayangkan dalam pikiran seseorang bagaimana nikmat dan lezat cita rasanya. Allah melukiskan nikmat yang disediakan bagi penghuni surga, sebagaimana disebut dalam Hadis Qudsi:
Aku sediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh nikmat-nikmat yang belum pernah di lihat oleh mata, yang belum pernah di dengar oleh telinga dan tidak dapat dibayangkan dalam lintasan hati manusia. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KETURUNAN YANG DI BELAKANG
Biasanya sesudah meninggal nenek moyang tinggallah keturunan atau cucu yang hanya berbangga dengan keharuman nama neneknya, tetapi tidak tahu lagi inti sari apa yang diperjuangkan nenek moyangnya itu. Demikian juga rupanya terjadi pada nabi-nabi itu.
Ayat 59
“Tetapi datanglah sesudah mereka suatu keturunan yang mereka telah melalaikan shalat."
Bahaya melalaikan shalat inilah yang diperingatkan benar-benar oleh Nabi kita Muhammad ﷺ di kala beliau akan meninggal dunia. Adalah dua perkara yang sangat beliau pesankan. Pertama shalat, kedua dari hal urusan perempuan.
Menurut riwayat dari Abu Ubaidah, yang diterimanya dari Hajjaj, dia menerima dari lbnu Juraij, dan dia ini menerima dari Mujahid. Mujahid menafsirkan ayat ini, “Bahwa hal demikian, yaitu melalaikan shalat akan kejadian bila Kiamat telah dekat dan bila umat Muhammad yang saleh sudah sama meninggal, yang satu mengelakkan diri dari yang lain dan pergi ke lorong-lorong tempat berzina."
Kemudian ayat ini bersambung, “Dan memperturutkan syahwat." Tentu saja apabila shalat telah mulai dilalaikan orang tidak sanggup lagi menguasai syahwatnya. Sebab shalat itu adalah laksana benteng untuk memagar diri dari kejahatan. Seperti tersebut dengan jelas dalam firman Allah di surah al-'Ankabuut
“Dan dirikanlah olehmu shalat; sesungguhnya shalat itu akan mencegah dari yang keji-keji dan yang mungkar." (al-'Ankabuut: 45)
Kalau shalat telah dilalaikan, bocorlah pertahanan jiwa dan mulailah lemah mengekang nafsu dan syahwat. Dan kalau shalat telah mulai lalai, dan syahwat sudah diperturutkan, niscayatah mereka akan sampai kepada akibat yang buruk.
“Maka mereka itu akan bertemu kesesatan."
Tersesatlah dari jalan yang lurus, terperosok kepada hidup yang gelap.
Dalam ayat ini nyatalah bahwa shalatlah yang menjadi tiang dari agama. Semata-mata percaya bahwa Allah itu ada, belumlah cukup, kalau jiwa tidak selalu mendekati-Nya menurut jalan yang dibimbingkan-Nya dengan perantaraan nabi-nabi. Maka janganlah kita menyangka bahwa ancaman ini hanya kepada umat daripada nabi-nabi yang terdahulu. Malahan Mujahid, seperti yang diriwayatkan di atas tadi, demikian juga Ka'ab Qurazhi dan ‘Atha' merekankan bahwa yang diberi isyarat dengan ayat ini bukan semata-mata umat Yahudi dan Nashara, melainkan umat Muhammad sendiri.
Tentang pengertian melalaikan shalat, pun banyak penafsiran tentang itu. Al-Qurazhi mengatakan yaitu orang yang mengakui juga bahwa shalat itu memang tiang agama, tetapi dia tidak mengerjakannya lagi. Abdullah bin Mas'ud dan al-Qasim bin Mukahimarah menafsirkan, “Yaitu yang melalaikan waktu-waktunya dan tidak mendirikan kewajiban-kewajiban shalat itu dengan benar, dan bahwa jika pun engkau kerjakan shalat padahal rukun syaratnya itu tidak engkau penuhi tidaklah sah shalatmu itu dan tidaklah diberi pahala." Dan kepada orang yang mengerjakan shalat seperti itu Nabi pernah mengatakan,
“Kembali dan shalat! Karena tadi engkau belum shalat."
Beliau peringatkan itu kepada orang tersebut sampai tiga kali. Demikian menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim.
Huzaifah pernah bertemu orang shalat semacam itu. Yaitu shalat secara kilat saja, banyak yang patut-patut yang dia tinggalkan. Lalu beliau bertanya, “Sudah berapa lama engkau shalat semacam ini?" orang itu menjawab, “Sudah empat puluh tahun!" Maka berkatalah beliau, “Engkau belum pernah shalat dan kalau engkau mati dengan shalat seperti ini, engkau mati bukan dalam agama Muhammad." Hadits ini dirawikan Bukhari, lafalnya pun ada pada an-Nasa'i.
Dan menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Tirmidzi yang diterima dari Abu Masud al-Anshari, berkata Rasulullah ﷺ,
“Tidak diberi pahala shalat yang tidak didirikan oleh orang itu." (HR Tirmidzi)
Artinya tidak sempurna ruku'nya dan sujudnya.
Imam asy-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ishaq bin Ruaihi berpendapat bahwa shalat yang tidak disempurnakan ruku'nya dan sujudnya itu tidaklah sah.
Di dalam hadits pun tersebut ketika orang bertanya kepada Rasulullah ﷺ apakah amalan yang paling baik? Beliau menjawab, “Shalat di awal waktunya." Maka termasuklah pula dalam golongan orang yang melalaikan shalat, orang yang selalu shalat ketika waktu telah hampir habis. Dengan kebiasaan yang demikian, ditakutilah kemantapan dalam jiwa orang yang demikian akan hilang.
Tersebut dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh an-Nasa'i, diterimanya dengan sanadnya dari Abu Hurairah. Bersabda Nabi ﷺ,
“Yang mula-mula akan diperhitungkan pada seorang hamba di hari Kiamat ialah shalatnya. Kalau shalatnya itu disempurnakannya, beruntunglah dia. Tetapi kalau tidak, maka Allah ‘A zzawajalla bersabda. Perhatikanlah pada hamba-Ku ini kalau-kalau dia mengerjakan shalat yang tathawwu' (shalat-shalat sunnah). Kalau ada didapati dia mengerjakan shalat-shalat yang tathawwu' itu, maka sempurnakanlah shalatnya yang fardhu dengan yang tathawwu' itu." (HR an-Nasa'i)
Ketika menjelaskan hadits ini berkatalah Abu Amer bin Abdil Barr di dalam kitabnya yang bernama at-Tamhid, “Adapun menyempurnakan yang fardhu dengan yang tathawwu' itu ialah—tetapi Allah lebih tahu—bagi orang yang ada kelupaan dalam bagian-bagian yang fardhu, atau kurang bagus ruku'nya dan sujudnya, dan dia tidak tahu hingganya yang demikian. Tetapi barangsiapa yang meninggalkannya, atau mulanya dia lupa kemudian dia ingat, lalu dengan sengaja tidak disempurnakannya, dan dia kerjakan saja yang tathawwu' lebih penting daripada yang fardhu, padahal dia sadar, maka dalam hal yang demikian tidaklah dapat yang fardhu di-sempurnakan dengan yang tathawwu'."
Dari keterangan yang luas ini dapatlah kita mencamkan bagaimana pentingnya shalat sebagai tiang agama, dan bagaimana pula akibatnya, baik bagi jiwa orang seorang ataupun bagi masyarakat kaum Muslimin kalau shalat sudah mulai dipandang enteng.
Saya pernah berkeliling pada kota-kota besar negeri-negeri Islam dan bergaul dengan orang-orang terkemukanya. Banyak dibicarakan soal agama; tampak teguh hati mereka mempertahankan keyakinan Islam. Tetapi bila datang waktu shalat hati mereka tidak tergerak. Dan di Indonesia sendiri pun banyak orang berkumpul, musyawarah memperbincangkan soal-soal yang berkenaan dengan agama, tetapi bila datang waktu shalat, bila bang sudah kedengaran, musyawarah itu tidak dihentikan.
Maka bertemulah sekarang apa yang ditafsirkan oleh seorang tabi'in yang besar di atas tadi, Syekh Mujahid, bahwa ayat ini bukanlah semata-mata untuk khalfun (keturunan) dari nabi-nabi yang dahulu, tetapi telah bertemu pada umat Muhammad di akhir zaman ini.
Ayat 60
“Kecuali barangsiapa yang tobat."
Tobat sudah kita ketahui artinya, yaitu kembali kepada jalanyangbenar.Karenaapalah keistimewaannya orang Islam kalau shalat telah mulai dilalaikan. Sebagaimana pernah dikatakan oleh Hasan al-Bishri, “Masjid-masjid mereka telah mereka kosongkan. Hari mereka dihabiskan untuk urusan yang lain dan sebab-sebab yang lain belaka."
Ketika orang Thaif mengirim utusannya kepada Nabi ﷺ di Madinah buat berdamai, dan mereka telah mau memeluk Islam, tetapi mereka mengemukakan beberapa syarat. Di antaranya, bahwa mereka mau masuk Islam, tetapi supaya perintah shalat tidak berlaku bagi mereka, maka Nabi ﷺ telah menolak persyaratan itu. Beliau berkata, “Tidak ada artinya masuk Islam kalau tidak shalat."
Maka akan terbangkitlah umat ini dari kesesatan asai mereka telah tobat. Yaitu kembali kepada pangkalan kebenaran. Insaf lalu menegakkan kembali shalat dengan sesungguhnya, sempurnakan ruku'dan sujudnya, bukan semata-mata sebagai shalat cotok ayam."Dan beriman." Yaitu sebagai kelanjutan dari tobat, dari turut kepada jalan yang benar lalu mendirikan shalat hendaklah pula ditegakkan Iman kembali. Percaya kepada Allah disertai kasih, ikhlas dan tawakal. Dikuatkan kembali aqidah kepada Ilahi."Dan beramal yang saleh." Tobat niscaya disempurnakan dengan kembali menegakkan iman dan iman belum pula ada artinya kalau tidak diikuti oleh amal yang saleh, perbuatan yang baik, atau pekerjaan yang ada faedahnya.
“Maka meieka itulah orang yang akan masuk ke surga dan tidaklah mereka akan dianiaya sedikit pun."
Kalau kita pikirkan ayat-ayat ini lebih mendalam, akan insaflah kita bahwa kita manusia ini tidaklah akan sunyi daripada alpa dan lalai. Akan ada saja kekhilafan kita dalam hidup ini; namanya manusia. Oleh sebab itu maka pada tiap-tiap sesudah mengerjakan shalat yang lima waktu pun kita disuruhkan Allah mengucapkan doa-doa tobat. Setiap hari kita dianjurkan tobat Nabi ﷺ sendiri pun setelah selesai tugas risalahnya, setelah melihat manusia berbondong-bondong datang menyatakan diri memeluk agama Allah, pun disuruhkan Allah supaya mengucapkan tasbih pujian kepada Allah dan memohon ampun.
“Sesungguhnya Allah itu adalah amat suka memberikan tobat"
Ayat 61
“(Yaitu) surga-surga yang kekal."
Bukan jannatin (satu surga saja), bahkan jannaatin (dengan panjang na-nya), berarti jamak, yaitu banyak surga, “Yang telah dijanjikan oleh Allah Pengasih kepada hamba-hamba-Nya dengan secara gaib." Artinya, meskipun dia masih gaib sekarang ini, belum nyata oleh pancaindra, tegasnya penglihatan dan pendengaran, namun dia sudah pasti ada. Sebab mustahillah berdusta Tuhan Rabbul ‘Alamin dan mustahil berbohong Nabi yang menyampaikannya.
“Sesungguhnya adalah janji-Nya itu akan ditemui."
Artinya, bahwa janji dari Allah yang bersifat dan bernama Pengasih (ar-Rahman) pastilah akan ditemui dengan sempurna oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberinya janji itu.
Ingatlah, bahwa di dalam kesempatan-kesempatan seperti ini, Allah lebih banyak menyebut salah satu dari sifat-Nya yang utama, atau salah satu dari Asmaul husna; Nama-namanya yang baik. Maka di sini Dia menyebut diri-Nya Allah Pengasih; ar-Rahman! Sebab yang akan dianugerahkannya kepada hamba-Nya yang taat itu ialah surga-surga yang kekal (‘Adnin) sampai selama-lamanya.
Ayat 62
“Tidaklah mereka akan mendengar di dalamnya kata-kata yang sia-sia"
Syarat mutlak dari nikmat kekal yang akan diterima ialah sunyi sama sekali, tidak terdengar sama sekali kata-kata yang sia-sia, yang laghaa. Lihatlah keadaan dunia ini. Betapapun mewah hidup orang, namun jiwa selalu gelisah, karena selalu juga, tidak sunyi-sunyinya mendengar kata-kata yang sia-sia, kata-kata yang tidak berfaedah, kata-kata yang penuh berisi fitnah dan sakit hati. Yang kaya mengeluh tak puas, yang miskin dengki. Mulut orang penuh dengan membicarakan aib orang lain dan melupakan aib yang ada pada dirinya sendiri. Atau mengomel kalau kekurangan, atau mencerca atas barang yang telah diberikan, atau berbangga atas kelebihan diri sendiri dan mencela atas kekurangan orang lain. Atau berebut kekuasaan dengan memfitnah. Atau berkata bohong untuk mencari keuntungan. Dan banyak lagi yang lain. Di dalam surga tidak akan ada kata-kata sia-sia semacam itu. “Melainkan kata yang baik belaka/' kata yang penuh berisi kedamaian dan kesyukuran memuji nikmat yang diberikan Ilahi.
“Dan untuk mereka di dalam surga itu rezeki mereka, pagi dan petang."
Berkata Ibnu Jarir, “Telah menyampaikan kepada kami Ali bin Sahal, dia menerimanya dari al-Walid bin Muslim. Berkata dia, “Aku bertanya kepada Zuhair bin Muhammad tentang tafsir ayat yang mengatakan “untuk mereka di dalam surga itu, rezeki mereka, pagi dan petang," apakah maksudnya? Beliau menjawab, “Di dalam surga itu tidak ada malam. Mereka selalu diliputi cahaya, dan malam dan siang hanyalah perhinggaan saja. Mereka mengetahui telah malam karena tabir-tabir telah diturunkan dan pintu-pintu ditutup. Dan mereka mengetahui telah siang kalau tabir-tabir diangkatkan kembali dan pintu-pintu dibuka."
Dan satu isnad lagi dari al-Walid bin Muslim dan Khulaid, dia terima dari al-Hasan al-Bishri tentang pintu-pintu surga. Berkata beliau al-Hasan al-Bishri, “Pintu-pintu, yang orang yang di dalam dapat mengetahui apa yang di luar. Orang berkata-kata di luar, meskipun jauh, dapat juga dipahamkan. Pintu itu bisa diberi isyarat saja, disuruh terbuka, dia pun terbuka sendirinya. Disuruh tertutup, dia pun tertutup sendirinya."
Qatadah menafsirkan pula, “Di sana ada saat-saat seperti pagi dan seperti petang, tetapi di sana tidak ada hitungan malam dan siang. Sebab selalu bersinar dan selalu bercahaya," Kata Mujahid, “Tidak ada apa yang kita namai pagi, tidak ada apa yang kita namai petang. Tetapi kepada mereka dibawakan apa saja yang mereka ingini di dunia ini."
Menurutketeranganal-Hasan al-Bishri dan Qatadah pula, “Karena kebiasaan orang Arab hidup bersenang-senang dengan makanan pagi dan makanan malam, maka diturunkanlah Al-Qur'an memberikan penjelasan menurut apa yang mereka kenangkan tentang nikmat dalam surga itu."
Ayat 63
“Itulah dia sutga, yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami, barangsiapa yang bertakwa."
Artinya, bahwasanya surga yang telah dijelaskan setengah dari sifat-sifat dan keadaannya yang agung itu akan Kami wariskan kepada hamba Kami yang bertakwa, yaitu yang taat dengan tidak separuh hati, yang percaya dengan bulat, yang menyerah dengan ridha, baik di waktu senang atau di waktu susah. Hamba-hamba Kami yang dapat menahan marahnya, yang suka memberi maaf kepada sesamanya manusia, “yang shalat dengan khusyu',yang menolak segala perbuatan sia-sia, yang mengeluarkan zakat, yang memelihara kemaluan atau farajnya, kecuali terhadap istri atau sahaya yang halal, yang memegang amanat meneguhi janji, yang memelihara baik-baik waktu shalat." (Yang memakai tanda kutip ini tersebut di permulaan surah al-Mu'minuun dari ayat 2 sampai 9) yang ditutup dengan ayat 10 dan 11,
“Itulah orang-orang yang akan mewarisi. Yaitu mewarisi Firdaus, yang mereka di dalamnya itu akan kekal." (al-Mu'minuun: 10-11)
Dan inilah warisan sejati yang kekal dan tidak akan pindah lagi ke tangan lain buat selama-lamanya. Karena persediaan untuk itu telah ada sejak dari masa hidup di dalam dunia.