Ayat
Terjemahan Per Kata
إِلَّا
kecuali
مَن
orang
تَابَ
ia bertaubat
وَءَامَنَ
dan ia beriman
وَعَمِلَ
dan ia berbuat/beramal
صَٰلِحٗا
kebajikan/saleh
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
يَدۡخُلُونَ
mereka masuk
ٱلۡجَنَّةَ
surga
وَلَا
dan tidak
يُظۡلَمُونَ
mereka dianiaya
شَيۡـٔٗا
sesuatu/sedikitpun
إِلَّا
kecuali
مَن
orang
تَابَ
ia bertaubat
وَءَامَنَ
dan ia beriman
وَعَمِلَ
dan ia berbuat/beramal
صَٰلِحٗا
kebajikan/saleh
فَأُوْلَٰٓئِكَ
maka mereka itu
يَدۡخُلُونَ
mereka masuk
ٱلۡجَنَّةَ
surga
وَلَا
dan tidak
يُظۡلَمُونَ
mereka dianiaya
شَيۡـٔٗا
sesuatu/sedikitpun
Terjemahan
Kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh, mereka akan masuk surga dan tidak dizalimi sedikit pun.
Tafsir
(Kecuali) yakni berbeda halnya dengan (orang yang bertobat, beriman dan beramal saleh, mereka itu akan masuk surga dan mereka tidak dianiaya) tidak dirugikan (barang sedikit pun) dari pahala mereka.
Tafsir Surat Maryam: 59-60
Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan, kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh, maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun. Setelah menyebutkan tentang golongan orang-orang yang berbahagia, yaitu para nabi dan para pengikutnya yang mengikuti jejak mereka dan menegakkan batasan-batasan Allah lagi menunaikan perintah-perintahNya serta mengerjakan semua yang difardukan-Nya dan meninggalkan semua yang dilarang oleh-Nya, lalu Allah menyebutkan dalam firman selanjutnya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek). (Maryam: 59) Yakni generasi yang buruk sesudah mereka.
yang menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59) Apabila mereka menyia-nyiakan salat, berarti terhadap kewajiban-kewajiban lainnya lebih menelantarkan lagi; karena salat adalah tiang agama dan pilar penyanggahnya serta amal yang paling baik. Akibatnya mereka menjadi orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya dan memburu kesenangan serta rela dengan kehidupan dunia; mereka merasa tenang dengan kehidupan dunia. Orang-orang yang berperangai demikian kelak akan menemui kesesatan, yakni kerugian di hari kiamat.
Para ulama berbeda pendapat sehubungan dengan pengertian menyia-nyiakan salat dalam ayat ini. Sebagian dari mereka berpendapat bahwa yang dimaksud dengan menyia-nyiakan salat ialah meninggalkannya sama sekali, yakni tidak pernah mengerjakannya sama sekali. Demikianlah menurut pendapat Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, Ibnu Zaid ibnu Aslam, serta As-Saddi; dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Karena itulah ada sebagian ulama Salaf dan Khalaf serta para Imam Mujtahid seperti yang dikatakan oleh pendapat yang terkenal dari Imam Ahmad, dan menurut suatu pendapat yang bersumber dari Imam Syafii.
Mereka mengatakan bahwa orang yang meninggalkan salat hukumnya kafir. Pendapat mereka berlandaskan kepada sebuah hadis yang mengatakan: Di antara seorang hamba dan syirik adalah meninggalkan salat. Dan hadis lainnya yang mengatakan: Perjanjian di antara kami dan mereka adalah mengerjakan salat, maka barang siapa yang meninggalkan salat, sungguh ia telah kafir. Kami tidak akan membahas lebih lanjut masalah ini, karenanya kami cukupkan hingga di sini.
Al-Auza'i telah meriwayatkan dari Musa ibnu Sulaiman, dari Al-Qasim ibnu Mukhaimirah sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat. (Maryam: 59) Makna yang dimaksud ialah sesungguhnya mereka hanya menyia-nyiakan waktu-waktu salat; karena seandainya mereka menyia-nyiakan salat, tentulah perbuatan itu merupakan perbuatan orang kafir. Waki' telah meriwayatkan dari Al-Mas'udi, dari Al-Qasim ibnu Abdur Rahman dan Al-Hasan ibnu Sa'id, dari Ibnu Mas'ud, bahwa pernah dikatakan kepadanya mengapa Allah banyak menyebut masalah salat di dalam Al-Qur'an yang antara lain ialah firman-Nya: (yaitu) orang-orang yang lalai dari salatnya. (Al-Ma'un: 5) yang mereka itu tetap mengerjakan salatnya. (Al-Ma'arij 23) dan firman Allah ﷻ lainnya, yaitu: Dan orang-orang yang memelihara salatnya. (Al-Ma'arij: 34) Maka Ibnu Mas'ud menjawab bahwa yang dimaksudkan dengan memelihara ialah memelihara waktu-waktunya, yakni mengerjakannya pada waktunya masing-masing.
Mereka yang bertanya mengatakan, "Menurut kami, makna yang dimaksud tiada lain meninggalkan salat." Ibnu Mas'ud menjawab, "Yang demikian itu adalah perbuatan kafir." Masruq mengatakan bahwa seseorang yang tidak memelihara salat lima waktunya, maka ia dicatat termasuk orang-orang yang lalai. Menelantarkan salat lima waktu menyebabkan kebinasaan, dan menelantarkannya berarti menyia-nyiakan dari waktunya masing-masing. Al-Auza'i telah meriwayatkan dari Ibrahim, dari Yazid, bahwa Umar ibnu Abdul Aziz membaca firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Kemudian Umar ibnu Abdul Aziz mengatakan bahwa yang dimaksud dengan menyia-nyiakannya bukanlah meninggalkannya, melainkan menyia-nyiakannya dari waktu-waktunya.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. (Maryam: 59) Bahwa hal ini terjadi di saat menjelang hari kiamat dan lenyapnya orang-orang saleh dari umat Nabi Muhammad; maka sebagian dari mereka menerkam sebagian lainnya di jalan-jalan (seperti layaknya hewan liar). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dari Mujahid. Jabir Al-Ju'fi telah meriwayatkan dari Mujahid dan Ikrimah serta Ata ibnu Abu Rabaah, bahwa mereka adalah dari kalangan umat ini, tetapi mereka berada di akhir zaman.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan Al-Asy-yab, telah menceritakan kepada kami Syarik, dari Ibrahim ibnu Muhajir, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya. (Maryam: 59) Bahwa mereka yang disebutkan dalam ayat ini adalah orang-orang dari kalangan umat Nabi Muhammad (di akhir zaman). Mereka saling menaiki di antara sesamanya, sebagaimana layaknya hewan ternak dan unta di jalan-jalan, tanpa rasa takut kepada Allah di langit dan tidak malu kepada manusia di bumi.
". Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Sinan Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Abu Amr Al-Khaulani; Al-Walid ibnu Qais pernah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah mendengar Abu Sa'id Al-Khudri mengatakan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: Kelak akan ada generasi pengganti sesudah enam puluh tahun; mereka menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.
Kemudian akan muncul pula pengganti lainnya yang pandai membaca Al-Qur'an, tetapi tidak sampai meresap ke dalam hati mereka. Saat itu yang membaca Al-Qur'an ada tiga macam orang, yaitu orang mukmin, orang munafik, dan orang durhaka. Basyir mengatakan bahwa ia bertanya kepada Al-Walid tentang pengertian dari ketiga macam orang tersebut, "Siapa sajakah mereka itu?" Maka Al-Walid menjawab, "Orang mukmin adalah orang yang beriman kepada Al-Qur'an; orang munafik adalah orang yang kafir kepada Al-Qur'an; sedangkan orang yang durhaka ialah orang yang mencari makan (nafkah) dengannya." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ahmad, dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri.
Ibnu Abu Hatim telah mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Abdur Rahman ibnu Wahb, dari Malik, dari Abur Rijal, bahwa Aisyah mengirimkan sedekah berupa sesuatu makanan kepada ahli suffah (orang-orang miskin yang tinggal di teras masjid). Lalu Siti Aisyah mengatakan, "Janganlah kalian berikan sedekah ini kepada orang Barbar laki-laki dan perempuan, karena sesungguhnya ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda bahwa merekalah pengganti yang jelek yang disebutkan oleh Allah ﷻ di dalam firman-Nya: 'Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat' (Maryam: 59) hadis ini berpredikat garib.
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Dahhak, telah menceritakan kepada kami Al-Walid ibnu Jarir, dari seorang syekh (guru) dari kalangan ulama Madinah, bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek). (Maryam: 59), hingga akhir ayat. Bahwa mereka adalah orang-orang barat (Magrib) yang menjadi raja. Mereka adalah raja-raja yang jahat. Ka'bul Ahbar mengatakan, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar menjumpai sifat orang-orang munafik di dalam Kitabullah, bahwa mereka adalah orang-orang yang suka minum kopi, suka meninggalkan salat lima waktu, suka main dadu, suka tidur meninggalkan salat isya, suka menyia-nyiakan salat subuh, dan suka meninggalkan salat berjamaah." Kemudian ia membacakan firman-Nya: Maka datanglah sesudah mereka pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Al-Hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka menelantarkan masjid-masjid dan menetapi perbuatan yang sia-sia.
Abul Asyhab Al-Ataridi mengatakan bahwa Allah ﷻ mewahyukan kepada Daud a.s., "Hai Daud, berilah peringatan dan larangan kepada teman-temanmu terhadap perbuatan memperturutkan hawa nafsu, karena sesungguhnya hati yang menggandrungi syahwat dunia, akal mereka terhalang dari-Ku. Dan sesungguhnya hal yang paling mudah yang akan Kulakukan terhadap seseorang dari hamba-hamba-Ku bila ia memperturutkan salah satu dari nafsu syahwatnya, ialah Aku haramkan dia taat kepadaKu." [] Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Zaid ibnul Habbab, telah menceritakan kepada kami Abu Zaid At-Tamimi, dari Abu Qabil; ia pernah mendengar Uqbah ibnu Amir mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ telah bersabda: Sesungguhnya aku mengkhawatirkan dua perkara atas umatku, yaitu Al-Qur'an dan Al-laban (air susu).
Al-Laban menurut salinan Makkiyyah, sedangkan menurut salinan Al-Amiriyah disebutkan Al-Kuna, bukan Al-Laban. Yang dimaksudkan dengan Al-Laban ialah mereka mengikuti hal yang batil, memperturutkan hawa nafsunya, dan meninggalkan salat. Adapun yang dimaksud dengan Al-Qur'an ialah orang-orang munafik mempelajarinya, lalu mereka jadikan sebagai senjata untuk mendebat orang-orang mukmin. Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Hasan ibnu Musa, dari Ibnu Luhai'ah, bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Qabil, dari Uqbah dengan sanad yang sama secara marfu' dan lafaz yang semisal, hanya Imam Ahmad meriwayatkannya secara munfarid.
Firman Allah ﷻ: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Bahwa yang dimaksud dengan gayyan ialah kerugian. Sedangkan menurut Qatadah yang dimaksud gayyan ialah keburukan. Sufyan As-Sauri, Syu'bah, dan Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Abu Ishaq As-Subai'i, dari Abu Ubaidah, dari Abdullah ibnu Mas'ud sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Gayyan adalah nama sebuah lembah di dalam neraka Jahanam, letaknya sangat dalam dan baunya sangat busuk.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Ziyad, dari Abu Iyad sehubungan dengan makna firman-Nya: maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Maryam: 59) Gayyan adalah nama sebuah lembah di neraka Jahanam yang berisikan nanah dan darah. ". Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abbas ibnu Abu Talib, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ziyad, telah menceritakan kepada kami Syarqi ibnu Qutami, dari Luqman ibnu Amir Al-Khuza'i yang mengatakan bahwa ia datang kepada Abu Umamah (yaitu Sada ibnu Ajlan Al-Bahili), lalu ia berkata,"Ceritakanlah kepada kami sebuah hadis yang pernah engkau dengar dari Rasulullah ﷺ" Maka Abu Umamah memerintahkan kepada pelayannya agar menghidangkan jamuan, setelah itu ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Seandainya sebuah batu seberat sepuluh auqiyah dilemparkan ke dalam neraka Jahanam dari pinggirnya, tentulah batu itu masih belum sampai ke dasarnya selama lima puluh tahun, kemudian batu itu akan sampai di Gay dan Asam.
Abu Umamah bertanya, "Apakah yang dinamakan Gay dan Asam itu?" Rasulullah ﷺ menjawab: Dua buah sumur yang berada di dasar neraka Jahanam, mengalir ke dalamnya keringat (nanah) ahli neraka. Kedua sumur itulah yang disebutkan oleh Allah ﷻ di dalam firman-Nya: yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka akan menemui gay (kesesatan). (Maryam: 59) Dan firman Allah ﷻ di dalam surat Al-Furqan, yaitu: dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa (nya). (Al-Furqan: 68) Yang dimaksud dengan pembalasan dosanya ialah Asam, salah satu dari kedua sumur itu. Hadis ini berpredikat garib dan sehubungan dengan predikat marfu'-nya masih belum dapat diterima. Firman Allah ﷻ: kecuali orang yang bertobat, beriman, dan beramal saleh. (Maryam: 60) Yakni kecuali orang yang bertobat, tidak meninggalkan salat lagi, dan tidak lagi memperturutkan hawa nafsunya; maka sesungguhnya Allah menerima tobatnya dan menjadikan baginya akhir yang baik, serta menjadikannya sebagai salah seorang yang berhak menghuni surga yang penuh dengan kenikmatan.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: maka mereka itu akan masuk surga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikit pun. (Maryam: 60) Dikatakan demikian karena tobat itu menghapuskan dosa-dosa yang sebelumnya. Di dalam hadis yang lain disebutkan: Orang yang bertobat dari dosa, sama halnya dengan orang yang tidak punya dosa. Karena itulah mereka yang bertobat tidak dikurangi dari amal kebajikan mereka barang sedikit pun, tidak pula dibandingkan dengan dosa yang sebelumnya yang menyebabkan amal perbuatan sesudahnya dikurangi.
Demikian itu karena dosa yang telah dilakukannya dianggap sia-sia dan dilupakan serta dihapuskan sama sekali, sebagai karunia dari Allah Yang Mahamulia lagi Maha Penyantun terhadap hamba-hamba-Nya yang bertobat. Pengecualian ini sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan di dalam surat Al-Furqan melalui firman-Nya: Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar.(Al-Furqan: 68) Sampai dengan firman-Nya: Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Furqan: 70)"
Orang yang sesat dan berbuat maksiat akan mendapat balasan sesuai perbuatannya, kecuali orang yang bertobat dengan sepenuh hati dan tidak mengulangi keburukannya, sedang mereka beriman dan membuktikan keimanannya dengan mengerjakan kebajikan, maka mereka itu akan masuk surga sebagai balasan atas kebaikannya, dan mereka tidak dizalimi dan dirugikan sedikit pun. 61. Kami beri mereka anugerah, yaitu surga 'Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya yang taat dan melaksanakan ajaran-Nya. Mereka mengimani eksistensinya, sekalipun surga itu tidak tampak dan tidak mereka lihat di dunia. Sungguh, mereka meyakini bahwa janji Allah itu pasti ditepati. Mereka tahu Allah tidak pernah mengingkari janji.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa orang tersebut pada ayat 59 bila mereka bertobat dan kembali mengerjakan amal yang saleh maka Allah akan mengampuni dosa mereka dan akan dimasukkan ke dalam surga dan mereka tidak akan dirugikan sedikitpun. Demikianlah ketetapan Allah Yang Mahaadil, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Meskipun seseorang telah berlarut-larut terjerumus ke dalam jurang kemaksiatan karena tertipu dan teperdaya dengan kelezatan duniawi yang fana, tetapi bila mereka insaf dan kembali ke jalan yang benar dan bertobat kepada Allah sebenar-benar tobat Allah akan menerima tobat mereka dengan ketentuan dan syarat-syarat yang diterangkan pada ayat-ayat lain.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KETURUNAN YANG DI BELAKANG
Biasanya sesudah meninggal nenek moyang tinggallah keturunan atau cucu yang hanya berbangga dengan keharuman nama neneknya, tetapi tidak tahu lagi inti sari apa yang diperjuangkan nenek moyangnya itu. Demikian juga rupanya terjadi pada nabi-nabi itu.
Ayat 59
“Tetapi datanglah sesudah mereka suatu keturunan yang mereka telah melalaikan shalat."
Bahaya melalaikan shalat inilah yang diperingatkan benar-benar oleh Nabi kita Muhammad ﷺ di kala beliau akan meninggal dunia. Adalah dua perkara yang sangat beliau pesankan. Pertama shalat, kedua dari hal urusan perempuan.
Menurut riwayat dari Abu Ubaidah, yang diterimanya dari Hajjaj, dia menerima dari lbnu Juraij, dan dia ini menerima dari Mujahid. Mujahid menafsirkan ayat ini, “Bahwa hal demikian, yaitu melalaikan shalat akan kejadian bila Kiamat telah dekat dan bila umat Muhammad yang saleh sudah sama meninggal, yang satu mengelakkan diri dari yang lain dan pergi ke lorong-lorong tempat berzina."
Kemudian ayat ini bersambung, “Dan memperturutkan syahwat." Tentu saja apabila shalat telah mulai dilalaikan orang tidak sanggup lagi menguasai syahwatnya. Sebab shalat itu adalah laksana benteng untuk memagar diri dari kejahatan. Seperti tersebut dengan jelas dalam firman Allah di surah al-'Ankabuut
“Dan dirikanlah olehmu shalat; sesungguhnya shalat itu akan mencegah dari yang keji-keji dan yang mungkar." (al-'Ankabuut: 45)
Kalau shalat telah dilalaikan, bocorlah pertahanan jiwa dan mulailah lemah mengekang nafsu dan syahwat. Dan kalau shalat telah mulai lalai, dan syahwat sudah diperturutkan, niscayatah mereka akan sampai kepada akibat yang buruk.
“Maka mereka itu akan bertemu kesesatan."
Tersesatlah dari jalan yang lurus, terperosok kepada hidup yang gelap.
Dalam ayat ini nyatalah bahwa shalatlah yang menjadi tiang dari agama. Semata-mata percaya bahwa Allah itu ada, belumlah cukup, kalau jiwa tidak selalu mendekati-Nya menurut jalan yang dibimbingkan-Nya dengan perantaraan nabi-nabi. Maka janganlah kita menyangka bahwa ancaman ini hanya kepada umat daripada nabi-nabi yang terdahulu. Malahan Mujahid, seperti yang diriwayatkan di atas tadi, demikian juga Ka'ab Qurazhi dan ‘Atha' merekankan bahwa yang diberi isyarat dengan ayat ini bukan semata-mata umat Yahudi dan Nashara, melainkan umat Muhammad sendiri.
Tentang pengertian melalaikan shalat, pun banyak penafsiran tentang itu. Al-Qurazhi mengatakan yaitu orang yang mengakui juga bahwa shalat itu memang tiang agama, tetapi dia tidak mengerjakannya lagi. Abdullah bin Mas'ud dan al-Qasim bin Mukahimarah menafsirkan, “Yaitu yang melalaikan waktu-waktunya dan tidak mendirikan kewajiban-kewajiban shalat itu dengan benar, dan bahwa jika pun engkau kerjakan shalat padahal rukun syaratnya itu tidak engkau penuhi tidaklah sah shalatmu itu dan tidaklah diberi pahala." Dan kepada orang yang mengerjakan shalat seperti itu Nabi pernah mengatakan,
“Kembali dan shalat! Karena tadi engkau belum shalat."
Beliau peringatkan itu kepada orang tersebut sampai tiga kali. Demikian menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Muslim.
Huzaifah pernah bertemu orang shalat semacam itu. Yaitu shalat secara kilat saja, banyak yang patut-patut yang dia tinggalkan. Lalu beliau bertanya, “Sudah berapa lama engkau shalat semacam ini?" orang itu menjawab, “Sudah empat puluh tahun!" Maka berkatalah beliau, “Engkau belum pernah shalat dan kalau engkau mati dengan shalat seperti ini, engkau mati bukan dalam agama Muhammad." Hadits ini dirawikan Bukhari, lafalnya pun ada pada an-Nasa'i.
Dan menurut sebuah hadits yang dirawikan oleh Tirmidzi yang diterima dari Abu Masud al-Anshari, berkata Rasulullah ﷺ,
“Tidak diberi pahala shalat yang tidak didirikan oleh orang itu." (HR Tirmidzi)
Artinya tidak sempurna ruku'nya dan sujudnya.
Imam asy-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ishaq bin Ruaihi berpendapat bahwa shalat yang tidak disempurnakan ruku'nya dan sujudnya itu tidaklah sah.
Di dalam hadits pun tersebut ketika orang bertanya kepada Rasulullah ﷺ apakah amalan yang paling baik? Beliau menjawab, “Shalat di awal waktunya." Maka termasuklah pula dalam golongan orang yang melalaikan shalat, orang yang selalu shalat ketika waktu telah hampir habis. Dengan kebiasaan yang demikian, ditakutilah kemantapan dalam jiwa orang yang demikian akan hilang.
Tersebut dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh an-Nasa'i, diterimanya dengan sanadnya dari Abu Hurairah. Bersabda Nabi ﷺ,
“Yang mula-mula akan diperhitungkan pada seorang hamba di hari Kiamat ialah shalatnya. Kalau shalatnya itu disempurnakannya, beruntunglah dia. Tetapi kalau tidak, maka Allah ‘A zzawajalla bersabda. Perhatikanlah pada hamba-Ku ini kalau-kalau dia mengerjakan shalat yang tathawwu' (shalat-shalat sunnah). Kalau ada didapati dia mengerjakan shalat-shalat yang tathawwu' itu, maka sempurnakanlah shalatnya yang fardhu dengan yang tathawwu' itu." (HR an-Nasa'i)
Ketika menjelaskan hadits ini berkatalah Abu Amer bin Abdil Barr di dalam kitabnya yang bernama at-Tamhid, “Adapun menyempurnakan yang fardhu dengan yang tathawwu' itu ialah—tetapi Allah lebih tahu—bagi orang yang ada kelupaan dalam bagian-bagian yang fardhu, atau kurang bagus ruku'nya dan sujudnya, dan dia tidak tahu hingganya yang demikian. Tetapi barangsiapa yang meninggalkannya, atau mulanya dia lupa kemudian dia ingat, lalu dengan sengaja tidak disempurnakannya, dan dia kerjakan saja yang tathawwu' lebih penting daripada yang fardhu, padahal dia sadar, maka dalam hal yang demikian tidaklah dapat yang fardhu di-sempurnakan dengan yang tathawwu'."
Dari keterangan yang luas ini dapatlah kita mencamkan bagaimana pentingnya shalat sebagai tiang agama, dan bagaimana pula akibatnya, baik bagi jiwa orang seorang ataupun bagi masyarakat kaum Muslimin kalau shalat sudah mulai dipandang enteng.
Saya pernah berkeliling pada kota-kota besar negeri-negeri Islam dan bergaul dengan orang-orang terkemukanya. Banyak dibicarakan soal agama; tampak teguh hati mereka mempertahankan keyakinan Islam. Tetapi bila datang waktu shalat hati mereka tidak tergerak. Dan di Indonesia sendiri pun banyak orang berkumpul, musyawarah memperbincangkan soal-soal yang berkenaan dengan agama, tetapi bila datang waktu shalat, bila bang sudah kedengaran, musyawarah itu tidak dihentikan.
Maka bertemulah sekarang apa yang ditafsirkan oleh seorang tabi'in yang besar di atas tadi, Syekh Mujahid, bahwa ayat ini bukanlah semata-mata untuk khalfun (keturunan) dari nabi-nabi yang dahulu, tetapi telah bertemu pada umat Muhammad di akhir zaman ini.
Ayat 60
“Kecuali barangsiapa yang tobat."
Tobat sudah kita ketahui artinya, yaitu kembali kepada jalanyangbenar.Karenaapalah keistimewaannya orang Islam kalau shalat telah mulai dilalaikan. Sebagaimana pernah dikatakan oleh Hasan al-Bishri, “Masjid-masjid mereka telah mereka kosongkan. Hari mereka dihabiskan untuk urusan yang lain dan sebab-sebab yang lain belaka."
Ketika orang Thaif mengirim utusannya kepada Nabi ﷺ di Madinah buat berdamai, dan mereka telah mau memeluk Islam, tetapi mereka mengemukakan beberapa syarat. Di antaranya, bahwa mereka mau masuk Islam, tetapi supaya perintah shalat tidak berlaku bagi mereka, maka Nabi ﷺ telah menolak persyaratan itu. Beliau berkata, “Tidak ada artinya masuk Islam kalau tidak shalat."
Maka akan terbangkitlah umat ini dari kesesatan asai mereka telah tobat. Yaitu kembali kepada pangkalan kebenaran. Insaf lalu menegakkan kembali shalat dengan sesungguhnya, sempurnakan ruku'dan sujudnya, bukan semata-mata sebagai shalat cotok ayam."Dan beriman." Yaitu sebagai kelanjutan dari tobat, dari turut kepada jalan yang benar lalu mendirikan shalat hendaklah pula ditegakkan Iman kembali. Percaya kepada Allah disertai kasih, ikhlas dan tawakal. Dikuatkan kembali aqidah kepada Ilahi."Dan beramal yang saleh." Tobat niscaya disempurnakan dengan kembali menegakkan iman dan iman belum pula ada artinya kalau tidak diikuti oleh amal yang saleh, perbuatan yang baik, atau pekerjaan yang ada faedahnya.
“Maka meieka itulah orang yang akan masuk ke surga dan tidaklah mereka akan dianiaya sedikit pun."
Kalau kita pikirkan ayat-ayat ini lebih mendalam, akan insaflah kita bahwa kita manusia ini tidaklah akan sunyi daripada alpa dan lalai. Akan ada saja kekhilafan kita dalam hidup ini; namanya manusia. Oleh sebab itu maka pada tiap-tiap sesudah mengerjakan shalat yang lima waktu pun kita disuruhkan Allah mengucapkan doa-doa tobat. Setiap hari kita dianjurkan tobat Nabi ﷺ sendiri pun setelah selesai tugas risalahnya, setelah melihat manusia berbondong-bondong datang menyatakan diri memeluk agama Allah, pun disuruhkan Allah supaya mengucapkan tasbih pujian kepada Allah dan memohon ampun.
“Sesungguhnya Allah itu adalah amat suka memberikan tobat"
Ayat 61
“(Yaitu) surga-surga yang kekal."
Bukan jannatin (satu surga saja), bahkan jannaatin (dengan panjang na-nya), berarti jamak, yaitu banyak surga, “Yang telah dijanjikan oleh Allah Pengasih kepada hamba-hamba-Nya dengan secara gaib." Artinya, meskipun dia masih gaib sekarang ini, belum nyata oleh pancaindra, tegasnya penglihatan dan pendengaran, namun dia sudah pasti ada. Sebab mustahillah berdusta Tuhan Rabbul ‘Alamin dan mustahil berbohong Nabi yang menyampaikannya.
“Sesungguhnya adalah janji-Nya itu akan ditemui."
Artinya, bahwa janji dari Allah yang bersifat dan bernama Pengasih (ar-Rahman) pastilah akan ditemui dengan sempurna oleh hamba-hamba-Nya yang telah diberinya janji itu.
Ingatlah, bahwa di dalam kesempatan-kesempatan seperti ini, Allah lebih banyak menyebut salah satu dari sifat-Nya yang utama, atau salah satu dari Asmaul husna; Nama-namanya yang baik. Maka di sini Dia menyebut diri-Nya Allah Pengasih; ar-Rahman! Sebab yang akan dianugerahkannya kepada hamba-Nya yang taat itu ialah surga-surga yang kekal (‘Adnin) sampai selama-lamanya.
Ayat 62
“Tidaklah mereka akan mendengar di dalamnya kata-kata yang sia-sia"
Syarat mutlak dari nikmat kekal yang akan diterima ialah sunyi sama sekali, tidak terdengar sama sekali kata-kata yang sia-sia, yang laghaa. Lihatlah keadaan dunia ini. Betapapun mewah hidup orang, namun jiwa selalu gelisah, karena selalu juga, tidak sunyi-sunyinya mendengar kata-kata yang sia-sia, kata-kata yang tidak berfaedah, kata-kata yang penuh berisi fitnah dan sakit hati. Yang kaya mengeluh tak puas, yang miskin dengki. Mulut orang penuh dengan membicarakan aib orang lain dan melupakan aib yang ada pada dirinya sendiri. Atau mengomel kalau kekurangan, atau mencerca atas barang yang telah diberikan, atau berbangga atas kelebihan diri sendiri dan mencela atas kekurangan orang lain. Atau berebut kekuasaan dengan memfitnah. Atau berkata bohong untuk mencari keuntungan. Dan banyak lagi yang lain. Di dalam surga tidak akan ada kata-kata sia-sia semacam itu. “Melainkan kata yang baik belaka/' kata yang penuh berisi kedamaian dan kesyukuran memuji nikmat yang diberikan Ilahi.
“Dan untuk mereka di dalam surga itu rezeki mereka, pagi dan petang."
Berkata Ibnu Jarir, “Telah menyampaikan kepada kami Ali bin Sahal, dia menerimanya dari al-Walid bin Muslim. Berkata dia, “Aku bertanya kepada Zuhair bin Muhammad tentang tafsir ayat yang mengatakan “untuk mereka di dalam surga itu, rezeki mereka, pagi dan petang," apakah maksudnya? Beliau menjawab, “Di dalam surga itu tidak ada malam. Mereka selalu diliputi cahaya, dan malam dan siang hanyalah perhinggaan saja. Mereka mengetahui telah malam karena tabir-tabir telah diturunkan dan pintu-pintu ditutup. Dan mereka mengetahui telah siang kalau tabir-tabir diangkatkan kembali dan pintu-pintu dibuka."
Dan satu isnad lagi dari al-Walid bin Muslim dan Khulaid, dia terima dari al-Hasan al-Bishri tentang pintu-pintu surga. Berkata beliau al-Hasan al-Bishri, “Pintu-pintu, yang orang yang di dalam dapat mengetahui apa yang di luar. Orang berkata-kata di luar, meskipun jauh, dapat juga dipahamkan. Pintu itu bisa diberi isyarat saja, disuruh terbuka, dia pun terbuka sendirinya. Disuruh tertutup, dia pun tertutup sendirinya."
Qatadah menafsirkan pula, “Di sana ada saat-saat seperti pagi dan seperti petang, tetapi di sana tidak ada hitungan malam dan siang. Sebab selalu bersinar dan selalu bercahaya," Kata Mujahid, “Tidak ada apa yang kita namai pagi, tidak ada apa yang kita namai petang. Tetapi kepada mereka dibawakan apa saja yang mereka ingini di dunia ini."
Menurutketeranganal-Hasan al-Bishri dan Qatadah pula, “Karena kebiasaan orang Arab hidup bersenang-senang dengan makanan pagi dan makanan malam, maka diturunkanlah Al-Qur'an memberikan penjelasan menurut apa yang mereka kenangkan tentang nikmat dalam surga itu."
Ayat 63
“Itulah dia sutga, yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami, barangsiapa yang bertakwa."
Artinya, bahwasanya surga yang telah dijelaskan setengah dari sifat-sifat dan keadaannya yang agung itu akan Kami wariskan kepada hamba Kami yang bertakwa, yaitu yang taat dengan tidak separuh hati, yang percaya dengan bulat, yang menyerah dengan ridha, baik di waktu senang atau di waktu susah. Hamba-hamba Kami yang dapat menahan marahnya, yang suka memberi maaf kepada sesamanya manusia, “yang shalat dengan khusyu',yang menolak segala perbuatan sia-sia, yang mengeluarkan zakat, yang memelihara kemaluan atau farajnya, kecuali terhadap istri atau sahaya yang halal, yang memegang amanat meneguhi janji, yang memelihara baik-baik waktu shalat." (Yang memakai tanda kutip ini tersebut di permulaan surah al-Mu'minuun dari ayat 2 sampai 9) yang ditutup dengan ayat 10 dan 11,
“Itulah orang-orang yang akan mewarisi. Yaitu mewarisi Firdaus, yang mereka di dalamnya itu akan kekal." (al-Mu'minuun: 10-11)
Dan inilah warisan sejati yang kekal dan tidak akan pindah lagi ke tangan lain buat selama-lamanya. Karena persediaan untuk itu telah ada sejak dari masa hidup di dalam dunia.