Ayat
Terjemahan Per Kata
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itulah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أَنۡعَمَ
telah memberi nikmat
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِم
atas mereka
مِّنَ
dari
ٱلنَّبِيِّـۧنَ
para nabi
مِن
dari
ذُرِّيَّةِ
keturunan
ءَادَمَ
Adam
وَمِمَّنۡ
dan dari orang-orang
حَمَلۡنَا
Kami bawa
مَعَ
bersama
نُوحٖ
Nuh
وَمِن
dan dari
ذُرِّيَّةِ
keturunan
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
وَإِسۡرَٰٓءِيلَ
dan Israil
وَمِمَّنۡ
dan dari orang-orang
هَدَيۡنَا
Kami telah beri petunjuk
وَٱجۡتَبَيۡنَآۚ
dan Kami telah pilih
إِذَا
tatkala/apabila
تُتۡلَىٰ
dibacakan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
ءَايَٰتُ
ayat-ayat
ٱلرَّحۡمَٰنِ
Maha Pengasih
خَرُّواْۤ
mereka tersungkur
سُجَّدٗاۤ
bersujud
وَبُكِيّٗا۩
dan menangis
أُوْلَٰٓئِكَ
mereka itulah
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
أَنۡعَمَ
telah memberi nikmat
ٱللَّهُ
Allah
عَلَيۡهِم
atas mereka
مِّنَ
dari
ٱلنَّبِيِّـۧنَ
para nabi
مِن
dari
ذُرِّيَّةِ
keturunan
ءَادَمَ
Adam
وَمِمَّنۡ
dan dari orang-orang
حَمَلۡنَا
Kami bawa
مَعَ
bersama
نُوحٖ
Nuh
وَمِن
dan dari
ذُرِّيَّةِ
keturunan
إِبۡرَٰهِيمَ
Ibrahim
وَإِسۡرَٰٓءِيلَ
dan Israil
وَمِمَّنۡ
dan dari orang-orang
هَدَيۡنَا
Kami telah beri petunjuk
وَٱجۡتَبَيۡنَآۚ
dan Kami telah pilih
إِذَا
tatkala/apabila
تُتۡلَىٰ
dibacakan
عَلَيۡهِمۡ
atas mereka
ءَايَٰتُ
ayat-ayat
ٱلرَّحۡمَٰنِ
Maha Pengasih
خَرُّواْۤ
mereka tersungkur
سُجَّدٗاۤ
bersujud
وَبُكِيّٗا۩
dan menangis
Terjemahan
Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yakni para nabi keturunan Adam, orang yang Kami bawa (dalam kapal) bersama Nuh, keturunan Ibrahim dan Israil (Ya‘qub), serta orang yang telah Kami beri petunjuk dan Kami pilih. Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih, mereka tunduk, sujud, dan menangis.
Tafsir
(Mereka itu) kalimat ini menjadi Mubtada (adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah) menjadi sifat daripada lafal Ulaaika (yaitu para nabi) menjadi Bayan atau keterangan dari lafal Ulaaika yang kedudukannya sama dengan sifat. Lafal-lafal yang sesudahnya sampai kepada Jumlah Syarat menjadi sifat dari lafal Nabiyyiin. Maka firman-Nya (dari keturunan Adam) yakni Nabi Idris (dan dari orang-orang yang Kami muatkan bersama Nuh) di dalam bahteranya, maksudnya adalah Nabi Ibrahim yaitu cucu daripada anak Nabi Nuh yang bernama Sam (dan dari keturunan Ibrahim) yakni Nabi Ismail dan Nabi Ishaq serta Nabi Yakub, (dan) dari keturunan (Israel) yang dimaksud adalah Nabi Musa, Nabi Harun, Nabi Zakaria, Nabi Yahya, dan Nabi Isa (dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih) daripada mereka. Khabar dari lafal Ulaaika yang di permulaan ayat tadi ialah ("Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis"). Lafal Sujjadan dan Bukiyyan adalah bentuk jamak dari lafal Saajidun dan Baakin. Maksudnya jadilah kalian orang-orang seperti mereka. Asal kata Bukiyyun adalah Bukiwyun, kemudian huruf Wawunya diganti menjadi Ya dan harakat Dhammahnya diganti pula dengan Kasrah, sehingga menjadi Buhiyyun.
Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.
Allah ﷻ menyebutkan bahwa para nabi itu tidak terbatas hanya nabi-nabi yang disebutkan dalam surat ini saja, melainkan semua nabi. Hal ini merupakan kebiasaan dalam bahasa Arab dengan menyebutkan beberapa orang, sedangkan makna yang dimaksud ialah predikatnya. Bahwa mereka itu: adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam. (Maryam: 58), hingga akhir ayat. As-Saddi mengatakan juga Ibnu Jarir bahwa yang dimaksud dengan keturunan Adam ialah Nabi Idris. Yang dimaksud dengan keturunan orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh adalah Nabi Ibrahim.
Dan yang dimaksud dengan keturunan Ibrahim ialah Ishaq, Ya'qub, dan Ismail. Sedangkan yang dimaksud dengan keturunan Israil (Ya'qub) ialah Musa, Harun, Zakaria, Yahya, dan Isa putra Maryam. Ibnu Jarir mengatakan bahwa karena itulah maka nasab mereka dibedakan, sekalipun pada garis besarnya nasab mereka terhimpun pada Adam a.s. Karena di antara mereka terdapat orang-orang yang bukan termasuk dari keturunan orang-orang yang diangkat bersama Nuh dalam bahteranya, yaitu Idris; karena sesungguhnya Idris adalah kakek dari Nabi Nuh.
Menurut kami, pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Abu Hatim ada benarnya dan merupakan pendapat yang terkuat, sebab Nabi Idris merupakan puncak dari nasab Nabi Nuh a.s. Dapat dikatakan pula bahwa sesungguhnya yang dimaksud dengan keturunan Israil ialah nabi-nabi dari keturunan Bani Israil. Hal ini tersimpul dari hadis isra yang menyebutkan bahwa Musa dalam salamnya kepada Nabi ﷺ mengucapkan, "Selamat datang dengan nabi yang saleh, saudara yang saleh." Ia tidak mengatakan anak yang saleh seperti yang dikatakan oleh Adam dan Ibrahim a.s.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Luhai'ah, dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Abdullah ibnu Umar, bahwa Nabi Idris lebih dahulu daripada Nabi Nuh. Allah mengutusnya kepada kaumnya. Maka Idris memerintahkan kepada mereka agar mengucapkan kalimat tauhid, yaitu: "Tidak ada Tuhan selain Allah." Akan tetapi, kaumnya berbuat semau mereka dan tidak mau menuruti perintah Nabi Idris, akhirnya Allah membinasakan mereka.
Di antara dalil yang memperkuat bahwa makna yang dimaksud oleh ayat ini adalah jenis nabi, ialah bahwa ayat ini semakna dengan firman Allah ﷻ di dalam surat Al-An'am, yaitu: Dan itulah hujah Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan siapa yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui. Dan Kami telah menganugerahkan Ishaq dan Yaqub kepadanya. Kepada keduanya masing-masing telah Kami beri petunjuk, dan kepada Nuh sebelum itu (juga) telah Kami beri petunjuk, dan kepada sebagian dari keturunannya (Nuh), yaitu Daud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa, dan Harun.
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, dan Zakaria, Yahya, Isa, dan Ilyas. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh, dan Ismail, Alyasa', Yunus, dan Luth. Masing-masingnya Kami lebihkan derajatnya di atas umat (di masanya), dan Kami lebihkan (pula) derajat sebagian dari bapak-bapak mereka, keturunan mereka, dan saudara-saudara mereka. Dan Kami telah memilih mereka (untuk menjadi nabi-nabi dan rasul-rasul) dan Kami menunjuki mereka ke jalan yang lurus. (Al-An'am: 83-87) Sampai dengan firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 90) Dan firman Allah ﷻ yang mengatakan: di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. (Al-Mumin: 78) Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Mujahid, ia pernah bertanya kepada Ibnu Abbas, "Apakah di dalam surat Shad terdapat ayat Sajdah?" Maka Ibnu Abbas menjawab, "Ya." Kemudian Ibnu Abbas membacakan firman-Nya: Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka. (Al-An'am: 90) Ibnu Abbas selanjutnya mengatakan, "Nabi kalian adalah termasuk orang yang diperintahkan untuk mengikuti jejak mereka." Ibnu Abbas mengatakan bahwa termasuk di antara mereka ialah Nabi Daud.
Di dalam ayat surat ini Allah ﷻ berfirman: Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis. (Maryam: 58) Yakni apabila mereka mendengar Kalamullah yang mengandung hujah-hujah-Nya, dalil-dalil-Nya, dan bukti-bukti-Nya, maka mereka bersujud kepada Tuhannya dengan penuh rendah diri dan ketenangan sebagai ungkapan puji syukur mereka atas nikmat-nikmat yang telah dilimpahkanNya kepada mereka. Bukiyyun adalah bentuk jamak dari bakin, yakni menangis. Para ulama sepakat menetapkan dianjurkannya melakukan sujud setelah membaca ayat ini karena mengikuti jejak mereka dan menelusuri pekerti mereka yang disebutkan dalam ayat ini.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Al-A'masy, dari Ibrahim, dari Abu Ma'mar yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab r.a. membaca surat Maryam, (dan ketika sampai pada ayat ini) lalu ia bersujud, dan ia mengatakan, "Inilah sujud, tetapi susah melakukan tangisannya." Dia bermaksud bahwa sulit melakukan tangisan (barangkali karena tidak adanya munasabah menangis pada ayat). Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir telah meriwayatkan asar ini, tetapi dalam riwayat Ibnu Jarir tidak disebutkan Abu Ma'mar menurut penglihatan kamr (penulis), hanya Allah yang mengetahui kebenarannya."
Kisah beberapa rasul pada ayat-ayat sebelumnya disusul dengan uraian tentang sifat-sifat mereka. Mereka yang dianugerahi kedudukan yang tinggi itulah orang-orang yang telah diberi nikmat duniawi dan ukhrawi oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Nabi Adam, dan dari keturunan orang-orang yang Kami bawa dan selamatkan dalam kapal bersama Nabi Nuh ketika terjadi banjir besar, dan dari keturunan Nabi Ibrahim dan Israil, yaitu Nabi Yakub, dan selain mereka ada juga di antaranya yang mendapat anugerah, yaitu dari orang yang telah Kami beri petunjuk sehingga selalu menaati ajaran Kami dan telah Kami pilih untuk berdakwah dan mengajak umat pada kebaikan. Mereka memiliki sifatsifat terpuji. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih atau diperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada mereka, maka mereka segera tunduk, ber-sujud, dan menangis dengan tulus dan khusyuk kepada-Nya. 59. Usai menjelaskan sifat para nabi, rasul, dan orang yang mendapat karunia Allah, pada ayat ini Allah menerangkan balasan bagi orang yang sesat dan ganjaran bagi orang yang bertobat. Kemudian datanglah setelah mereka pengganti mereka, yaitu generasi baru yang berperangai buruk. Mereka termasuk golongan yang mengabaikan salat, baik dengan meninggalkannya atau melaksanakannya secara menyimpang dari ajaran para nabi dan rasul, dan mereka selalu mengikuti keinginan hawa nafsu-nya sehingga terjerumus ke dalam dosa. Karena perbuatan dan perilaku mereka yang buruk, maka mereka kelak di akhirat akan termasuk kelompok orang yang tersesat dan mendapat balasan neraka.
Pada ayat ini Allah menerangkan bahwa para nabi dan rasul yang telah disebutkan namanya pada ayat-ayat yang lalu mereka itulah orang-orang yang telah diberi karunia dan nikmat oleh Allah dengan meninggikan derajat mereka dan mengharumkan nama mereka di kalangan umat manusia. Pada umumnya semua nabi dan rasul mendapat karunia seperti itu semenjak dari Nabi Adam bapak pertama sampai kepada Nabi Nuh bapak kedua, sampai kepada Nabi Ibrahim dan anak cucunya termasuk Ishak, Yakub, Ismail, Musa, Harun, Zakaria, Isa dan semua orang pilihan-Nya, semuanya mempunyai sifat yang jarang dimiliki oleh orang lain yaitu apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Allah mereka segera menjatuhkan diri (tersungkur) untuk sujud dan menangis serta merendahkan diri karena mengingat kebesaran Allah. Mereka adalah manusia yang penuh takwa, sangat tajam pendengaran dan perasaan mereka bila mendengar nama Allah dan bergetar hati mereka bila dibacakan ayat-ayat-Nya tidak memiliki kata-kata yang akan mereka ucapkan untuk melukiskan apa yang terasa dalam hati sehingga meneteskan air mata di pipi mereka dan tersungkur bersujud kehadirat Allah Yang Mahabesar, Mahakuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Demikianlah sifat yang dimiliki oleh para nabi dan rasul itu dan wajarlah bila Allah memberikan kepada mereka karunia dan nikmat yang besar. Hal ini disebutkan pula dalam firman Allah:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal. (an-Anfal/8: 2)
Rasulullah saw, bersabda:
Bacalah Al-Qur'an dan menangislah, jika kamu tidak bisa menangis, berusahalah menangis. (Riwayat Ibnu Majah).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
HAMBA-HAMBA ALLAH PILIHAN
Pada ayat 58 ini, sesudah AlJah menyuruh-kan Rasul-Nya mengingat kembali nabi-nabi yang utama itu, Allah menjelaskan betapa tinggi kedudukan beliau-beliau. Moga-moga shalawat dan salam Allah atas mereka semua di sisi Allah.
Ayat 58
“Mereka itulah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah ke atas diri mereka."
Mereka itu adalah manusia, bukan malaikat dan bukan jenis makhluk yang lain, tetapi mereka terpilih untuk menyampaikan seruan kepada sesamanya manusia di muka bumi ini."Yaitu dari antara nabi-nabi," dalam kalimat ini diterangkanlah martabat apa yang diberikan Allah kepada mereka, yaitu nubuwwah. Nabi artinya orang yang diturunkan Allah wahyu kepadanya. Mereka berhubungan dengan Allah dengan perantaraan Malaikat Jibril yang ditugaskan buat menyampaikan wahyu itu. Tidaklah manusia yang lain mencapai nikmat tertinggi itu, menerima wahyu; yang menerima wahyu itu hanyalah nabi dan rasul saja."Dari keturunan Adam" Itulah yang disebut terlebih dahulu. Ahli-ahli tafsir mengatakan bahwa nabi yang langsung dari keturunan Adam ialah Idris. Kemudian dari Idris ialah Nuh. Yang kedua ialah “Dan dari (keturunan) orang-orang yang Kami angkut bersama Nuh." Yaitu Nuh sendiri dan keturunannya dan keturunan orang-orang yang ada bersama beliau diselamatkan Allah, diangkut atau diangkat belayar di dalam bahtera Nabi Nuh. Maka keturunan dari yang diangkut dalam bahtera
Nabi Nuh itu, menurut tafsir dari Ibnu Jarir hanya seorang nabi saja: Ibrahim."Dan dari keturunan Ibrahim." Sekali lagi Ibnu Jarir menyatakan dalam tafsirnya bahwa yang dimaksud dengan keturunan Ibrahim itu ialah tiga orang: (1) Isma'il, anak tertua. Dialah yang kelaknya menurunkan bangsa Arab Musta'ribah, dari perkawinan beliau dengan Arab Jurhum. Dari keturunan Isma'il inilah timbul Arab Adnan yang menurunkan Nabi kita Muhammad ﷺ, (2) Ishaq, dan (3) anak dari Ishaq, cucu dari Ibrahim, yaitu Ya'qub. Nama Ya'qub itu di waktu kecilnya ialah Israil."Dan Israil;" keturunan dari Ya'qub yang bernama Israil itulah yang banyak di antara nabi-nabi Bani Israil. Sejak dari putra beliau Nabi Yusuf, Musa, dan Harun, Dawud dan Sulaiman, Zakariya dan Yahya dan Isa al-Masih dari pihak ibu beliau.
Kata Ibnu Jarir ketika menguraikan ini semuanya."Demikianlah serpih belahan mereka, meskipun semuanya pulang kembali kepada satu nenek saja, yaitu Adam." Dan bunyi ayat selanjutnya, “Dan dari (keturunan) orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan yang telah Kami pilih." Setelah di pangkal ayat, Allah menerangkan bahwa mereka itu adalah orang-orang yang dianugerahi Allah nikmat, maka sesudah serpih belahan mereka diuraikan satu demi satu, diiringkan lagi dengan pujian ini. Yaitu bahwa mereka itu adalah orang-orang yang diberi petunjuk semuanya. Mereka itu adalah orang-orang terpilih semuanya. Orang bukan sembarang orang.
Kata al-Qurthubi dalam tafsirnya, Mereka itu semua diberi petunjuk. Petunjuk itu ialah Islam. Dan mereka adalah orang-orang yang terpilih, sebab hidup mereka diperhiasi dengan iman dan takwa."(Yang) apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Rahman (Pengasih)" Yaitu apabila nabi-nabi orang pilihan Allah itu didatangi oleh Malaikat Jibril, membacakan wahyu yang akan mereka sampaikan kelaknya kepada umat manusia.
“Berlututlah mereka itu dalam keadaan sujud dan menangis."
Mereka semuanya adalah orang-orang yang diberi nikmat, diberi petunjuk dan orang-orang pilihan di sisi Allah, namun mereka adalah tunduk tadharru' kepada Aliah. Menjadi hamba yang setia, bukan sombong mengangkat diri.
Di sinilah Allah dengan secara tidak lang' sung memberikan didikan yang tinggi sekali bagi orang yang beriman.
Nabi-nabi itu diberi nikmat tertinggi, dijadikan nabi dan rasul, mereka selalu diberi petunjuk dan mereka diakui sebagai orang-orang pilihan. Tetapi adakah mereka menyombong karena kemuliaan yang dilimpahkan itu?
Tidak! Bahkan mereka selalu insaf bagaimana hubungan semestinya di antara mereka dengan Allah. Betapapun tinggi kemuliaan yang diberikan, namun mereka lain tidak, hanyalah ‘Ibaadullah, hamba sahaya dari Allah. Bila malaikat datang membawa wahyu, mereka bertelut atau berlutut merendahkan diri, mereka bersujud mensyukuri nikmat bahkan mereka menangis, mungkin saja lantaran terharu menerima kepercayaan yang begitu tinggi yang dilimpahkan Allah ke atas diri mereka.
Teringatlah kita akan sebuah hadits yang diriwayatkan dari Aisyah, istri Nabi kita ﷺ bahwa banyak kali beliau melihat Nabi kita ﷺ shalat malam lama sekali, sampai pegal atau gembung kaki beliau. Lalu Aisyah bertanya, mengapa masih shalat selama itu, padahal sederhana saja pun tak mengapa. Sebab Allah telah berjanji juga hendak mengampuni jika beliau bersalah. Tetapi beliau menjawab, dengan kata-kata beliau yang terkenal,
“Tidakkah, patut aku menjadi seorang Kamba yang bersyukur?"
Maka beliau beribadah kepada Allah itu bukanlah semata-mata karena ingin banyak pahala. Bukanlah layaknya demikian seorang nabi, apakah nabi penutup segala nabi, Muhammad ﷺ Beliau beribadah sebanyak itu ialah karena belum puas kalau tidak banyak-banyak menyatakan syukur kepada Allah.
Perasaan hati seorang nabi yang tergambar dalam ayat ini, yaitu bila ayat Allah dibacakan mereka tersungkur atau bertelutlah sujud lalu menangis, banyaklah contohnya kita lihat pada Nabi ﷺ.
Beliau tidak membiarkan sahabat-sahabatnya hendak beribadah sampai ber-susah payah. Ketika beliau masuk ke dalam masjid didapatinya ada tali terentang, tempat bergantung seorang perempuan bernama Zainab kalau dia telah payah duduk dan akan berdiri memulai shalat lagi, lalu Rasulullah ﷺ menyuruh tanggalkan tali itu dan singkirkan. Dan beliau nasihatkan supaya sesudah payah shalat jangan memaksa diri. Kalau terasa payah istirahatlah atau tidurlah. Padahal beliau sendiri, seperti yang diriwayatkan Aisyah itu, shalat malam sampai pegal atau bengkak kakinya.
Beliau larang ketika ada sahabatnya mencoba puasa secara wishal, yaitu terus-menerus tanpa berbuka dan tanpa makan sahur. Beliau larang keras menyiksa diri demikian rupa. Padahal ada orang yang melihat beliau tidak makan tidak minum, tidak berbuka dan tidak sahur beberapa hari, namun badannya sekuat itu juga. Ketika ditanyai dengan senyum beliau jawab, bahwa makanan selalu disediakan malaikat buat dia.
Sampai dalam Al-Qur'an datang teguran terhadap sahabat-sahabat beliau yang menjauhi bersetubuh dengan istrinya di malam bulan puasa. Puasa hanya siang. Malam orang boleh bersenda-gurau lagi sebagai suami dan istri. Namun orang menyaksikan, dan hadits-hadits shahih banyak menerangkan bahwa sepuluh hari yang akhir dari bulan puasa Nabi ﷺ memperketat ikat pinggangnya dan memperbanyak i'tikafnya. Sampai ditafsirkan oleh ahli hadits, maksudnya ialah bahwa karena tekunnya beribadah di sepuluh hari yang akhir Ramadhan itu, beliau tidak ada waktu lagi mencampuri istri.
Bersyukurlah kita dan merasa bangga membaca tarikh beliau ﷺ. Beliau larang umatnya beribadah melebihi kekuatan, supaya jangan menimbulkan bosan kelaknya, padahal beliau sendiri beribadah selalu lebih dari umatnya.
Dan dari ayat ini pula kita pengikut Nabi Muhammad dapat memahamkan kedua tugas kita sebagai anak keturunan Adam.
Dengan jelas Allah menyatakan bahwa Adam dan keturunannya ialah Khalifah Allah di permukaan bumi ini.
Tetapi Allah menjelaskan pula bahwa kita ini adalah hamba-Nya belaka.
Bukanlah selayaknya kita membesarkan diri karena Allah menyatakan manusia adalah khalifah-Nya di muka bumi ini (surah al-Baqarah ayat 30), atau dikatakan bahwa isi bumi ini semuanya disediakan buat manusia (surah al-Baqarah ayat 29). Atau dikatakan bahwa Allah memuliakan anak Adam di antara sebagian terbanyak makhluk di muka bumi ini (surah al-lsraa' ayat 70). Atau dikatakan bahwa kejadian insan adalah dalam sebaik-baik bentuk (surah at-Tiin ayat 4). Karena yang demikian itu adalah buat manusia seluruhnya. Mukminnya dan kafirnya, taatnya dan fasiknya. Tetapi barulah berarti hidup ini kalau kita sudah insaf benar bahwa kita ini adalah hamba Allah, budak Allah, sahaya Allah.
Apabila kita telah membebaskan diri dan jiwa kita dari perbudakan benda, berhala manusia dan segala macam thagut, maka kita dengan segala kerendahan hati, dengan bertelut dan berlutut, beruku' dan bersujud mengakui diri sebagai hamba dari Allah, dan minta diakui .oleh Allah sebagai hamba-Nya.
Bilamana Allah hendak mengangkat martabat hamba-Nya, dipanggil-Nya hamba-Nya itu dengan abdi, artinya hamba atau sahaya atau budak. Ketika Allah menceritakan anugerah tertinggi yang Dia karuniakan kepada Nabi kita ﷺ pada ayat 1 dari surah al-lsraa', dengan mengisra'kan beliau ﷺ malam hari dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha, di-sebutnyalah Nabi kita itu ‘“Abdihi" yang berarti hamba-Nya. Dan seketika Allah memperingatkan kisah permohonan Nabi Zakariya, disebut-Nya lagi ‘“Abduhu Zakariya", hamba-Nya Zakariya. Di surah al-lsraa' juga ayat 3, Nabi Nuh disebut Aliah “Abdan Syakuraa", hamba yang bersyukur selalu. Ketika Nabi Musa disuruh datang menuntut ilmu pengetahuan (surah al-Kahf ayat 66) disebut bahwa guru ialah “Abdan min ‘Ibaadina", seorang hamba di antara hamba-hamba Kami. Sulaiman disebut-Nya “Ni'mal Abdu", hamba yang paling baik, (surah Shaad ayat 30). Ayyub pun disebut-Nya demikian (surah Shaad ayat 45). Dan Isa al-Masih sendiri, yang dianggap Tuhan oleh umat Nashara, ketika beliau membuka mulut dan berkata-kata sedang sarat menyusu, ucapan beliau yang pertama terdengar ialah “Ana Abdullah" aku adalah Hamba Allah! Beliau bukan anak Allah, seperti yang dijadikan dasar kepercayaan oleh orang Nasrani.
Demikian nabi-nabi itu, bertambah diberi Allah nikmat, petunjuk dan menjadi orang terpilih, bertambah mereka bertelut sujud sambil berurai air mata karena tunduk dan cinta kepada Allah, dan mengakui diri mereka adalah Hamba Allah. Dan inilah contoh teladan yang ditinggalkan oleh nabi-nabi pada kita, untuk kita turuti. Jangan membangga karena disebut Khalifatullah, karena itu belum cukup. Tetapi senantiasalah mendekati Allah, sehingga berhak buat dipanggilkan Allah hamba-Nya.
Maka samalah pendapat ulama, bahwa sesampai di ujung ayat ini, dianjurkanlah kita sujud ketika kita membaca Al-Qur'an.
Menurut keterangan al-Qurthubi dalam tafsirnya, ulama menganjurkan ketika kita melakukan sujud (sajadah) di surah Alif-Lam-Mim Tanzil (surah as-Sajdah ayat 15), sebaiknya kita baca
“Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang yang sujud kepada wajah Engkau, yang mengucapkan tasbih memuji Engkau, dan Aku berlindung kepada Engkau, jangan termasuk orang yang sombong dari perintah Engkau." (as-Sajdah: 15)
Dan bilamana melakukan sujud yang di “Subhanal ladzi" (surah al-lsraa' ayat 109) kita baca
“Ya Allah, jadikanlah aku orang yang menangis karena cinta akan Engkau dan yang khusyu' kepada Engkau." (al-Israa': 109)
Dan jika sampai pada sajadah ayat ini (surah Maryam ayat 58) baca
“Ya Allah, jadikanlah kiranya akan daku termasuk hamba-hamba Engkau yang Engkau nikmati atas mereka, yang mendapat petunjuk lagi sujud kepada Engkau, yang menangis bila membaca ayat-ayat Engkau." (Maryam: 58)