Ayat
Terjemahan Per Kata
وَرَفَعۡنَٰهُ
dan Kami telah mengangkatnya
مَكَانًا
tempat/martabat
عَلِيًّا
yang tinggi
وَرَفَعۡنَٰهُ
dan Kami telah mengangkatnya
مَكَانًا
tempat/martabat
عَلِيًّا
yang tinggi
Terjemahan
Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.
Tafsir
(Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi) ia masih tetap hidup sampai sekarang bertempat di langit keempat atau keenam, atau ketujuh atau berada di dalam surga. Ia dimasukkan ke dalam surga setelah terlebih dahulu mencicipi rasanya mati lalu dihidupkan kembali, setelah itu ia tidak mau keluar lagi dari dalam surga.
Tafsir Surat Maryam: 56-57
Dan ceritakanlah (hai Muhammad, kepada mereka kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al-Qur'an. Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. Allah ﷻ menyebutkan tentang Idris dengan sebutan yang baik, bahwa ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan bahwa Allah ﷻ mengangkatnya ke tempat yang tinggi. Di dalam kitab sahih telah disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ bersua dengannya pada malam beliau menjalani isra, sedangkan Nabi Idris berada di langit yang keempat. Hadis ini telah kami kemukakan .dalam Bab "Isra". Dalam pembahasan ini Imam Ibnu Jarir telah mengetengahkan sebuah asar yang garib lagi mengherankan. Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus ibnu Abdul Ala, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Jarir ibnu Hazim, dari Sulaiman Al-A'masy, dari Syamir ibnu Atiyyah, dari Hilal ibnu Yasaf yang menceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah bertanya kepada Ka'b, sedangkan ia (Hilal ibnu Yasaf) hadir di majelis itu.
Ibnu Abbas berkata kepadanya bahwa apakah yang dimaksud oleh firman Allah ﷻ Tentang Idris: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Ka'b menjawab bahwa mengenai Idris, sesungguhnya Allah mewahyukan kepadanya, "Sesungguhnya Aku akan mengangkat bagimu setiap harinya amal perbuatan yang semisal dengan semua amal perbuatan anak-anak Adam (Seluruh manusia)." Maka Idris menginginkan agar amalnya terus bertambah. Kemudian datanglah seorang malaikat yang terdekat dengannya. Idris berkata kepada malaikat itu, "Sesungguhnya Allah telah mewahyukan anu dan anu kepadaku, maka bicaralah kamu kepada malaikat maut agar sudilah ia menangguhkan ajalku supaya amalku makin bertambah." Malaikat itu akhirnya mambawa Idris di antara kedua sayapnya, lalu naik ke langit.
Ketika sampai di langit keempat, malaikat maut yang sedang turun bersua dengannya. Maka malaikat yang membawanya mengemukakan apa yang dimaksudkan oleh Idris. Malaikat maut bertanya, "Sekarang Idris ada di mana?" Malaikat itu menjawab,"Dia sekarang ada di pundakku." Malaikat maut berkata,"Aku heran, mengapa aku diperintahkan untuk mencabut roh Idris di langit keempat. Pada mulanya aku bertanya, 'mengapa aku mencabut roh Idris di langit keempat, sedangkan ia berada di bumi?' Akhirnya roh Nabi Idris dicabut di langit yang keempat." Yang demikian itu adalah yang dimaksud oleh firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Hal ini merupakan salah satu dari cerita Ka'bul Ahbar yang dikutipnya dari kisah-kisah Israiliyat, di dalam sebagiannya terkandung hal yang tidak dapat diterima.
Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Tetapi Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkan melalui jalur lain dari Ibnu Abbas, bahwa ia pernah bertanya kepada Ka'b, lalu disebutkan hal yang semisal dengan kisah di atas. Hanya dalam riwayat ini disebutkan bahwa Idris berkata kepada malaikat yang terdekat dengannya, "maukah engkau menanyakan hal itu kepada malaikat maut?" Yakni berapa lama lagi masa yang tersisa dari ajalnya, dengan maksud Idris akan manambah amalnya.
Di dalam riwayat ini disebutkan pula bahwa malaikat yang terdekat dengan Idris ketika menanyakan kepada malaikat maut tentang ajal yang masih tersisa bagi Idris, malaikat maut menjawab.Saya tidak tahu, nanti saya akan lihat dahulu." Malaikat maut melihat buku catatannya, kemudian berkata, "Sesungguhnya kamu menanyakan kepadaku tentang seorang lelaki yang tiada tersisa bagi ajalnya selain dari sekejap mata." Lalu malaikat maut memandang ke arah bawah kedua sayapnya, tiba-tiba ia melihat Idris telah dicabut nyawanya, sedangkan malaikat maut itu tidak menyadari bahwa dirinya telah mencabutnya.
Kemudian Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula dari jalur yang lainnya lagi dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Idris adalah seorang tukang jahit; tidak sekali-kali ia menusukkan jarumnya, melainkan ia membaca Subhdnallah (Mahasuci Allah). Dan Idris setiap harinya tiada seorang pun di muka bumi saat itu yang beramal lebih baik dan lebih utama daripadanya. Ibnu Abu Hatim menuturkan hadis selanjutnya dengan teks yang semakna dengan hadis di atas.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan melalui Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Nabi Idris diangkat ke langit dan tidak mati, perihalnya sama dengan pengangkatan Nabi Isa. Sufyan telah meriwayatkan dari Mansur, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa tempat yang tinggi itu adalah langit yang keempat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa Idris diangkat ke langit yang keenam dan wafat di tempat itu. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ad-Dahhak ibnu Muzahim. Al-Hasan dan lain-lainnya telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Maryam: 57) Bahwa yang dimaksud dengan martabat yang tinggi ialah surga."
Karena sifat-sifat dan akhlaknya yang terpuji, Kami muliakan dia dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi sehingga kelak Kami tempatkan dia di surga. 58. Kisah beberapa rasul pada ayat-ayat sebelumnya disusul dengan uraian tentang sifat-sifat mereka. Mereka yang dianugerahi kedudukan yang tinggi itulah orang-orang yang telah diberi nikmat duniawi dan ukhrawi oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Nabi Adam, dan dari keturunan orang-orang yang Kami bawa dan selamatkan dalam kapal bersama Nabi Nuh ketika terjadi banjir besar, dan dari keturunan Nabi Ibrahim dan Israil, yaitu Nabi Yakub, dan selain mereka ada juga di antaranya yang mendapat anugerah, yaitu dari orang yang telah Kami beri petunjuk sehingga selalu menaati ajaran Kami dan telah Kami pilih untuk berdakwah dan mengajak umat pada kebaikan. Mereka memiliki sifatsifat terpuji. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih atau diperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada mereka, maka mereka segera tunduk, ber-sujud, dan menangis dengan tulus dan khusyuk kepada-Nya.
Pada kedua ayat ini Nabi Muhammad diperintahkan supaya menerangkan pula sekelumit berita tentang Nabi Idris. Menurut sementara riwayat mengatakan bahwa Nabi Idris adalah nenek Nabi Nuh a.s. Menurut riwayat yang termasyhur ia adalah nenek bapak Nabi Nuh. Ia adalah orang yang pertama menyelidiki ilmu bintang-bintang dan ilmu hisab, sebagai salah satu mukjizat yang diberikan Allah kepadanya. Ia adalah rasul pertama yang diutus Allah sesudah Adam a.s., dan diturunkan kepadanya kitab yang terdiri atas tiga puluh lembar. Ia dianggap pula sebagai orang yang mula-mula menciptakan timbangan dan takaran, pena untuk menulis, pakaian berjahit sebagai ganti pakaian kulit binatang dan senjata untuk berperang. Allah menerangkan pada ayat ini posisi yang tinggi bagi Nabi Idris karena ia adalah seorang yang beriman membenarkan kekuasaan dan keesaan Allah dan diangkat-Nya menjadi nabi dan meninggikan derajatnya ke tingkat yang paling tinggi, baik di dunia maupun di akhirat. Adapun di dunia ialah dengan diterimanya risalah yang dibawanya oleh kaumnya dan keharuman namanya di kalangan umat manusia. Hal ini sama dengan karunia Allah kepada Nabi Muhammad seperti tersebut dalam firman Allah:
"Dan Kami tinggikan sebutan (nama)mu bagimu." (asy-Syarh/94: 4)
Di akhirat nanti ia ditempatkan di surga pada tempat yang paling tinggi dan mulia, tempat para nabi dan para shiddiqin seperti tersebut dalam ayat:
Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pecinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (an-Nisa`/4: 69).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
NABI IDRIS A.S.
Ayat 56
“Dan ingatlah di dalam Kitab dari hal Idris."
Nama Nabi Idris ini tersebut di dalam Al-Qur'an hanya dua kali. Pertama, pada ayat ini, Maryam ayat 56. Kedua, pada surah al-Anbiyaa' ayat 85; disebut nama beliau sesudah
Isma'il juga, dan sesudah Idris disebut al-Kifli. Ketika Rasulullah ﷺ Mi'raj ke langit beliau menyatakan bertemu Nabi Idris itu pada langit yang keempat.
Banyaklah cerita orang di sekitar diri nabi yang satu ini meskipun hanya dua kali tersebut dalam Al-Qur'an.
Menurut suatu riwayat dari lbnu Abbas Idris itu adalah seorang tukang jahit (Khayyath). Ibnu Abbas mengatakan pula bahwa setiap beliau menusukkan jarumnya ke kain selalu beliau membaca dzikir “Subhanallah" (Amat Sucilah Allah). Begitulah terus dia bekerja dan berusaha sehari-harian sampai petang. Dipujilah beliau oleh Allah di ujung ayat ini,
“Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat benar, lagi seorang Nabi."
Shiddiq kita artikan sangat benar, atau sangat jujur, tidak banyak bahkan tidak ada belat dan belit. Dan beliau pun adalah Nabi Allah, orang yang dipercayai oleh Allah menyampaikan wahyu-Nya.
Di dalam Tafsir al-Qurthubi disebutkan bahwa Nabi Idris itulah manusia yang mula-mula menulis dengan qalam. Yang mula-mula menjahit dengan jarum. Yang mula-mula mengetahui ilmu bintang dan ilmu hisab. Dia bernama Idris yang diartikan belajar karena dia banyak sekali belajar Kitab Allah. Ada disebut bahwa kepadanya diturunkan tiga puluh shuhuf.
Ada yang mengatakan Idris itu ialah Ukhnukh. Nenek dari Nabi Nuh. Nuh anak Lamakanak Matusyalakh anak Ukhnukh!
Dalam silsilah keturunan itu ada disebut bahwa Lamak itu anak dari Matusyalakh dan Matusyalakh anak dari Ukhnukh atau disebut juga Henokh, anak dari Jared, anak dari Mahlael, anak dari Qinan, anak dari Syits, anak dari Adam.
Mungkin karena menyangka bahwa Idris ini adalah Ukhnukh, atau disebut juga
Henokh, terbiasalah orang menyebut susunan nama nabi-nabi sejak Nabi Adam sampai Nabi Muhammad, nama Idris selalu terletak pada nomor dua; Adam, Idris, Nuh, Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub, Yusuf, Luth, Syu'aib, dan seterusnya.
Tetapi tampaknya menetapkan Idris adalah Ukhnukh (Henokh) hanyalah kemungkinan saja, bukan kepastian.
Maiah Sayyid Jamaluddiri al-Qasimi di dalam tafsirnya, Mahasin at-Ta'wil, berkata, ‘Tdris itu ialah Ilyas yang akan datang sebutannya kelak dalam surah ash-Shaaffaat. Di dalam Taurat Ilyas itu disebut Elya."
Tetapi Syekh Thanthawi Jauhari di dalam Tafsir Jawahir-nya menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan Idris ialah Oziris atau Azoris, dan kalimat Idris adalah ucapan nama itu dalam bahasa Arab. Serupa juga dengan Yesoa atau Yesus diucapkan dalam bahasa Arab dengan Isa; Yohannes dalam bahasa Yunani diucapkan dalam bahasa Arab Yahya. Menurut Syekh Thanthawi, Oziris atau Idris ini seorang Nabi yang diutus Allah kepada bangsa Mesir purbakala dan membawa ajaran-ajaran dan perubahan yang besar-besar. Di dalam sejarah-sejarah kuno Mesir disebutkan bahwa Idris itu meninggal karena dibunuh oleh saudaranya sendiri karena dengki akan pengaruhnya yang besar. Lalu dipotong-potong badannya untuk dihancurkan. Tetapi sepotong dari badan itu dipelihara oleh istrinya dan dibalsem; pem-balseman mayat itulah kelaknya yang menjadi kepandaian yang utama dari orang Mesir purbakala.
Syekh Thanthawi menguraikan panjang lebar bahwa di zaman purbakala bangsa Mesir itu di antara kerajaan dengan agama adalah satu, sehingga Idris itu pun merangkap juga raja. Itulah sebab dia didengki oleh saudaranya. Namun setelah dia mati orang Mesir memuliakan sekalian jasanya yang besar-besar. Kata dongeng mereka, setelah seorang raja besar atau orang besar mati, bersidanglah hakim-hakim empat puluh dua orang banyak anggotanya memusyawarahkan dan mempertimbangkan tentang kebaikan atau keburukan raja semasa hidupnya. Rupanya kebaikan Oziris atau Idris itu lebih banyak dan lebih berat daripada keburukannya, maka ditempatkanlah dia pada tempat yang amat tinggi dan agung di alam lain. Dan beratus tahun lamanya sesudah Oziris mati, selalu dipertimbangkan kebaikan dan keburukan penguasa. Kalau ternyata kebaikannyalah yang banyak, dianggaplah bahwa tempatnya di alam lain ialah di tempat yang ditempati oleh Oziris.
Sayyid Quthub di dalam Fi Zhilalil Qur'an pun memberatkan pendapatnya kepada pen-dapat Syekh Thanthawi Jauhari ini, bahwa besar kemungkinan bahwa Idris ialah Oziris yang ternama dalam sejarah Mesir purbakala itu.
Niscaya di dalam tafsir-tafsir yang lama sejak Thabari, ar-Razi, al-Qurthubi, Ibnu Katsir dan yang sezaman tidak bertemu kemungkinan Oziris itu, dan baru bertemu pada tafsir Syekh Thanthawi Jauhari pada sekitar tahun 1928, atau pada tafsir Sayyid Quthub selepas tahun 1955. Sedang Tafsir al-Manar Sayyid Rasyid Ridha hanya sampai pada surah Yuusuf saja (Juz 13). Karena ilmu hasil penyelidikan kebudayaan dan peradaban bangsa Mesir kuno, yang terkenal dengan nama Egyptologi barulah tumbuh sejak permulaan abad kesembilan belas, sejak para sarjana dapat membuka kunci rahasia huruf Heliogrif, huruf bangsa Mesir Kuno itu. Dari hasil penyelidikan yang baru berusia 165 tahun itulah didapat cerita tentang orang besar Mesir yang bernama Oziris itu. Dari ajaran-ajaran Oziris yang didapat dari huruf-huruf kuno itu bertemu pokok ajaran tauhid. Cuma setelah lama kemudian sepeninggal dia, setelah pada mulanya hakim-hakim mengakui bahwa jasanya sangat besar, maka beliau ditempatkan di tempat yang mahatinggi di alam lain, maka beliau pulalah yang dipertuhan orang, dipuja dan disembah, seperti yang dilakukan orang Kristen kepada Isa al-Masih atau orang Buddha kepada Bodhisatwa.
Maka tersebutlah pada lanjutan ayat,
Ayat 57
“Dan telah Kami angkatkan dia ke tempat yang tinggi"
Sedianya akan sederhana sajalah penafsiran daripada ayat ini. Di ayat 56 sebelumnya, Allah telah memuji keistimewaan Idris, bahwa dia adalah seorang yang sangat benar, sangat jujur, artinya seorang yang lurus sesuai dengan pengangkatan Allah atas dirinya menjadi Nabi. Oleh karena sangat jujur, sangat benar dan sangat lurusnya itu, sudah pastilah martabatnya diangkatkan Allah kepada tempat yang tinggi dan agung. Di dalam surah al-Mujaadilah ayat 11 Allah berfirman,
“Akan diangkatkan oleh Allah orang-orang yang beriman dari kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat" (al-Mujaadilah: 11)
Maka tinggilah kedudukan Idris itu karena jujurnya dan lurusnya.
Tetapi rupanya tidaklah mereka itu merasa puas kalau tempatnya yang diangkatkan tinggi itu tidak ditafsirkan dengan ganjil.
Di sini akan kita salinkan beberapa cerita tentang diangkatkan Nabi Idris ini yang ganjil-ganjil.
Adapun yang pokok, yang masuk di akal dan dapat dipikirkan ialah sebuah riwayat yang dirawikan oleh Bukhari yang diterimanya dari Syarik bin Abdullah bin Abu Namir, bahwa dia mendengar sahabat Rasulullah ﷺ Anas bin Malik r.a. berkata, bahwa Nabi ﷺ menceritakan tatkala beliau Mi'raj ke langit, beliau bertemu nabi-nabi Allah di tiap-tiap langit dan bertemu Nabi Idris di langit yang keempat. Demikian juga dalam riwayat yang disampaikan oleh Muslim dari Malik bin Sha'sha'ah.
Beberapa ahli tafsir menjadikan hadits-hadits Miraj itu akan alasan menguatkan bahwa Nabi Idris itu diangkatkan Allah ke tempat yang tinggi. Maka kalau hadits-hadits itu yang dijadikan alasan, niscaya bukanlah Nabi Idris saja yang diangkatkan martabatnya. Sudahlah selayaknya sekalian nabi diangkatkan kemuliaannya, sehingga Nabi kita ﷺ berjumpa dengan setengah mereka pada langit ketujuh tingkatnya itu; ada yang di langit pertama, kedua, ketiga, keempat dan seterusnya sampai yang ketujuh.
Tetapi cerita tentang Idris tidaklah dicukupkan orang hingga itu saja. Beberapa cerita akan kita salinkan dalam tafsir ini tentang diri Nabi Idris itu.
1. Disalinkan oleh al-Qurthubi di dalam tafsirnya sebuah riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Abbas dan Ka'ab al-Ahbar bahwa Nabi Idris itu diangkatkan ke langit. Sebabnya maka beliau diangkat ke langit ialah, karena pada suatu hari beliau berjalan kaki menuju suatu maksud maka sangatlah lelahnya dalam perjalanan itu karena dari teriknya matahari. Lalu berkatalah dia, “Ya Tuhanku! Berjalan baru satu hari aku telah sangat lelah, bagaimanalah halnya yang memikul bumi ini lima tahun! Ringankanlah kiranya bagi yang memikul bumi ini akan beratnya."
Yang dia maksud ialah malaikat yang ditugaskan Allah memikul falak matahari ini. Dan Idris menyambung doanya pula,
“Ya Allah ringankanlah keberatannya dan kurangi kiranya panasnya."
Tatkala hari mulai pagi terasalah oleh malaikat yang memikul matahari itu bahwa yang dipikulnya lebih ringan dari biasa dan cahayanya tidak begitu panas lagi menimpa dirinya, yang sebelum ini belum pernah dialaminya. Lalu berdatang sembahlah malaikat itu kepada Allah, “Ya Tuhan! Engkau ciptakan daku untuk memikul matahari. Sekarang apa yang telah terjadi makanya dia jadi lebih ringan?" Maka berfirmanlah Allah, “Hamba-Ku yang bernama Idris memohon kepada-Ku agar matahari itu diringankan dan panasnya dikurangi, lalu Aku kabulkan!" Maka berkata malaikat itu, “Ya Tuhan, pertemukan kiranya aku dengan dia, dan jadikan kiranya di antara kami berdua persahabatan yang kekal!"
Permohonan malaikat itu dikabulkan Allah, sehingga datanglah malaikat itu menemui Nabi Idris. Lalu Idris berkata kepadanya, “Aku mendengar berita bahwa persahabatan engkau dengan Malaikat Maut sangat karib pula. Maukah engkau memintakan kepada Malaikat Maut itu agar dia suka melambatkan ajalku, supaya bertambah-tambah aku bersyukur kepada Allah dan bertambah-tambah pula aku beribadah?"
Malaikat itu menjawab, “Tidak Allah menta'khirkan ajal seseorang bilamana ajal itu telah datang."
Lalu Idris berkata, “Aku tahu hal itu, tetapi ingin juga aku berkenalan dengan Malaikat Maut itu untuk menyenangkan hatiku."
Maka dibawalah Idris oleh malaikat pemikul matahari itu di dalam sayapnya lalu digunggungnya terbang ke langit, dan diletakkannya di dekat tempat matahari terbit. Setelah itu dia pun pergi menemui Malaikat Maut, seraya berkata, “Hai Malaikat Maut! Saya ada mempunyai seorang sahabat dan anak Adam, dia meminta tolong kepadaku agar aku menyampaikan permohonannya kepada engkau, supaya ajalnya diperlambatkan."
Malaikat Maut menjawab, “Kewajibanku tidaklah sampai begitu jauh. Tetapi kalau engkau ingin mengetahui, aku dapat memberitahukan kepada engkau bila dia akan mati, supaya engkau sampaikan berita itu kepadanya."
Malaikat pemikul matahari menjawab, “Baiklah!"
Maka mulailah Malaikat Maut memeriksa daftarnya. Setelah diperiksanya lalu Malaikat Maut berkata, “Telah saya selidiki dengan teliti, tampaknya kawanmu itu tidak akan mati selama-lamanya."
“Mengapa begitu," tanya Malaikat pemikul matahari.
“Saya dapati dia akan mati di tempat matahari terbit."
Dengan herannya Malaikat pemikul matahari berkata, “Ketika saya datang kepada engkau ini, dia saya tinggalkan di dekat tempat matahari terbit" Malaikat Maut menjawab, “Segeralah engkau kembali ke sana. Sesampai engkau di sana nanti akan engkau dapati dia telah mati, maka demi Allah, tidak ada lagi sisa dari ajal Idris."
Setelah Malaikat pemikul matahari melihatnya ke sana, didapati memang dia telah mati."
Sekian cerita dari Ka'ab al-Ahbar.
2. Cerita dari as-Suddi lain lagi. Dia berkata,
“Pada suatu hari Idris itu tidur nyenyak. Tiba-tiba dia terbangun karena sangat teriknya panas matahari, lalu dia bangun sangat kepayahan lantaran panas. Lalu dia berdoa, “Ya Allah, rjngankanlah kiranya bagi Malaikat yang memikul matahari ini akan beratnya dan kurangi kiranya panasnya, karena telah sama rasanya dengan gejala api neraka."
Tiba-tiba setelah hari pagi Malaikat pemikul matahari itu pun telah didudukkan Allah di atas kursi dari nur, dikelilingi oleh 70.000 malaikat sebelah kanannya dan 70.000 pula sebelah kirinya. Semua berkhidmat kepadanya, melaksanakan apa yang diperintahkannya. Maka berkata-lah Malaikat pemikul matahari itu, “Ya Tuhanku, dari sebab apa semuanya ini?" 3.
Allah berfirman, “Seorang Anak Adam bernama Idris mendoakan untukmu!" (Lalu as-Suddi bercerita pula menurut jalan cerita pada hadits Ka'ab al-Ahbar di atas tadi. Yaitu sampai malaikat itu datang menjumpai Idris).
Lalu berkatalah Malaikat pemikul matahari itu, “Adakah sesuatu hajatmu yang akan dapat aku tolong?"
Idris menjawab, “Memang ada! Aku ingin sekali hendak melihat bagaimana rupanya dalam surga itu."
Permintaan Idris itu dikabulkannya. Lalu Idris dibawanya terbang dalam sayapnya. Sesampai mereka pada langit tingkat keempat, tiba-tiba berseloboklah mereka dengan Malaikat Maut sedang me-mandang-mandang ke langit, ke kanan dan ke kiri. Melihat dia datang, Malaikat matahari mengucapkan salam kepadanya. Dan kepada Idris dia berkata, “Hai Idris! Ini Malaikat Maut datang, ucapkan pulalah salam kepadanya."
Mendengar perkataan Malaikat pemikul matahari itu berkatalah Malaikat Maut, “Subhanallah! Dengan maksud apa dia engkau bawa terbang kemari?"
Maka berkatalah Malaikat Maut, “Heran! Allah memerintahkan kepadaku pergi menjemput nyawa Idris itu di langit keempat. Lalu aku bertanya kepada Allah, “Ya Tuhanku! Mengapa pula Idris itu akan sampai ke langit keempat? Tiba-tiba dia sudah berada di sini bersama engkau!"
Maka diambillah ruhnya oleh Malaikat Maut di langit keempat itu, lalu diangkat ke surga, dan dikuburkan jasmaninya oleh malaikat-malaikat pada langit yang keempat itu. Itulah artinya ayat Allah, “Dan Kami angkatkan dia ke tempat yang amat tinggi."
Sekian pula cerita as-Suddi.
Menurut riwayat Wahab bin Munabbih pula, “Idris itu sangat saleh. Setiap hari amal ibadahnya yang saleh itu dilaporkan ke langit sebagaimana laporan amal-amal makhluk yang lain juga. Oleh karena banyak amal yang dilaporkan, maka sangat kagumlah sekalian malaikat yang ada di langit atas orang yang bernama Idris ini. Siapa benarkah orangnya. Sampai Malaikat Maut sendiri sangat ingin hendak berkenalan dengan dia. Maka pada suatu hari minta izinlah Malaikat Maut itu hendak datang menziarahi Idris, lalu diberi izin oleh Allah. Lalu datanglah Malaikat Maut menziarahinya dengan merupakan dirinya sebagai seorang anak Adam saja. Waktu tetamunya itu datang, beliau sedang puasa.
Ketika datang waktu berbuka Idris mengajak tetamunya itu bersama makan, tetapi tetamu itu tidak mau. Sudah sampai tiga hari berturut-turut, Idris puasa, tetamu diajak makan dan ketiga harinya dia tidak mau. Maka heranlah Idris, lalu dia bertanya: “Siapa sebenarnya engkau ini? Katakanlah!" Malaikat Maut menjawab, “Saya ini adalah Malaikat Maut! Saya telah minta izin kepada Tuhanku hendak menziarahi engkau dan telah diberi izin."
Idris berkata, “Saya ada keinginan kepada engkau, sudilah engkau mengabulkannya."
“Apakah itu?" tanya Malaikat Maut.
Idris menjawab, “Cabutlah nyawaku!"
Maka datanglah wahyu Allah kepada Malaikat Maut mengabulkan permohonan Idris itu, nyawanya pun dicabut. Tetapi hanya sesaat seketika saja, nyawa itu pun dikembalikan ke dalam dirinya, sehingga dia hidup kembali.
Lalu Malaikat Maut bertanya, “Apakah faedah nyawamu dicabut lalu dikembalikan pula?"
Jawab Idris, “Supaya aku rasakan kesukaran maut itu, supaya aku lebih bersedia lagi menunggunya."
Sesaat kemudian Idris berkata pula, “Ada pula permintaanku yang lain sekarang!"
“Apa yang engkau minta?" tanya Malaikat Maut.
jawab Idris, “Angkat aku ke langit, supaya aku dapat melihat surga dan neraka."
Maka diberi izinlah Malaikat Maut oleh Allah membawa Idris terbang ke langit. Mulanya dibawalah beliau melihat neraka. Setelah dilihatnya bagaimana hebatnya, pingsanlah Idris. Setelah dia siuman dari pingsannya, dia berkata, “Segera bawa aku melihat surga!"
Permintaannya itu pun dikabulkan. Dia dibawa oleh Malaikat Maut melihat surga. Sampai masuk ke dalamnya. Setelah lama menunggu Malaikat Maut berkata, “Keluarlah lekas, supaya aku hantarkan engkau kembali ke tempatmu."
Idris menjawab, “Aku tidak mau keluar lagi dari sini! “Lalu dia berpegang teguh pada satu pohon kayu.
Setelah terjadi soal-jawab yang demikian di antara Malaikat Maut dengan Idris, diutus Allah-lah seorang malaikat akan menjadi perantara dan pendamai.
Lalu Malaikat itu bertanya, “Mengapa engkau tidak mau keluar?" Idris menjawab, “Karena Allah telah berfirman,
“Tiap-tiap nyawa akan merasakan maut." (Aali Tmraan: 185, al-Anbiyaa': 35, al-Ankabuut: 57)
“Dan saya telah merasakannya."
Dan Allah pun berfirman,
“Tidak seorang pun di antara kamu melainkan akan melaluinya." (Maryam: 71) “Dan saya telah melalui neraka itu"
“Dan tidaklah mereka dari dalamnya akan dikeluarkan lagi." (al-Hijr:48)
“Sekarang saya telah masuk ke dalam surga ini, mengapa saya akan dikeluarkan lagi?"
Berkata Wahab bin Munabbih selanjutnya.
“Maka berfirmanlah Allah, “Dengan izin-Ku dia masuk ke dalam surga, maka dengan izin-Ku pula baru dia boleh dikeluarkan."
Maka hiduplah dia di sana sekarang ini.
Kata Wahab bin Munabbih seterusnya, “Idris itu kadang-kadang berkeliling-keliling dalam surga, dan kadang-kadang dia beribadah kepada Allah bersama-sama dengan beribu malaikat di langit." Sekian cerita Wahab bin Munabbih.
Begitulah tafsir dari Wahab bin Munabbih tentang Nabi Idris diangkat Allah ke maqam yang tinggi itu.