Ayat
Terjemahan Per Kata
فَأَجَآءَهَا
maka mendatangkan/memaksakan
ٱلۡمَخَاضُ
rasa sakit akan melahirkan
إِلَىٰ
kepada
جِذۡعِ
batang/pangkal
ٱلنَّخۡلَةِ
pohon kurma
قَالَتۡ
ia berkata
يَٰلَيۡتَنِي
kiranya dulu
مِتُّ
aku mati
قَبۡلَ
sebelum
هَٰذَا
ini
وَكُنتُ
dan adalah aku
نَسۡيٗا
terlupa
مَّنسِيّٗا
yang dilupakan
فَأَجَآءَهَا
maka mendatangkan/memaksakan
ٱلۡمَخَاضُ
rasa sakit akan melahirkan
إِلَىٰ
kepada
جِذۡعِ
batang/pangkal
ٱلنَّخۡلَةِ
pohon kurma
قَالَتۡ
ia berkata
يَٰلَيۡتَنِي
kiranya dulu
مِتُّ
aku mati
قَبۡلَ
sebelum
هَٰذَا
ini
وَكُنتُ
dan adalah aku
نَسۡيٗا
terlupa
مَّنسِيّٗا
yang dilupakan
Terjemahan
Rasa sakit akan melahirkan memaksanya (bersandar) pada pangkal pohon kurma. Dia (Maryam) berkata, “Oh, seandainya aku mati sebelum ini dan menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan (selama-lamanya).”
Tafsir
(Maka sewaktu datang kepadanya) ketika ia mengalami (rasa sakit akan melahirkan) yaitu rasa mulas karena akan melahirkan (-terpaksa ia bersandar- pada pangkal pohon kurma) yakni menyandarkan diri padanya, lalu ia melahirkan. Perlu diketahui bahwa sejak peniupan malaikat Jibril hingga melahirkan hanya memakan waktu sesaat saja (dia berkata, "Aduhai alangkah baiknya aku) lafal Ya di sini menunjukkan makna Tanbih atau ungkapan kekecewaan (mati sebelum ini) yakni sebelum perkara ini (dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan)" sebagai sesuatu yang tiada artinya, tidak dikenal dan tidak disebut-sebut.
Tafsir Surat Maryam: 22-23
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma,ia berkata, "Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti, lagi dilupakan. Allah ﷻ berfirman, menceritakan tentang Maryam, bahwa ketika Jibril telah menyampaikan firman Allah kepadanya, maka Maryam dengan segenap jiwa dan raganya berserah diri kepada takdir Allah ﷻ Banyak ulama yang menceritakan dari ulama terdahulu, bahwa malaikat tersebut adalah Jibril a.s. Saat itu Jibril melakukan tiupan ke dalam baju kurung Maryam, lalu tiupan itu turun kebagian bawah tubuhnya hingga masuk ke dalam farjinya, maka dengan serta-merta Maryam mengandung anak dengan seizin Allah ﷻ Setelah Maryam merasakan dirinya berbadan dua, terasa sempitlah dadanya karena kebingungan, ia tidak mengetahui apa yang harus dikatakannya kepada orang-orang.
Maryam merasa yakin bahwa orang-orang tidak akan mempercayai ucapannya bila ia ceritakan hal itu kepada mereka. Hanya Maryam menceritakan rahasia dirinya itu kepada saudara perempuannya yang menjadi istri Zakaria, karena Zakaria a.s. pernah memohon dikaruniai seorang anak kepada Allah, dan Allah memperkenankan permintaannya sehingga istrinya mengandung. Maryam masuk ke dalam rumah saudara perempuannya. Saudara perempuannya itu bangkit menyambutnya dengan hangat, lalu memeluknya dan berkata, "Hai Maryam, tidakkah engkau merasakan bahwa saya sedang hamil?" Maryam menjawab, "Apakah engkau tidak merasakan pula bahwa diriku sedang mengandung juga?" Kemudian Maryam menceritakan kepada saudara perempuannya itu tentang kejadian yang dialaminya; keluarga Zakaria adalah keluarga yang beriman dan percaya kepada kebenaran.
Setelah peristiwa itu istri Zakaria apabila berhadapan dengan Maryam merasakan bahwa kandungan yang ada di dalam perutnya bersujud kepada kandungan yang ada di dalam perut Maryam, yakni mengagungkan dan berendah diri kepada anak yang dikandung oleh Maryam. Karena sesungguhnya bersujud menurut syariat mereka merupakan hal yang diperbolehkan saat memberi salam. Sebagaimana telah bersujud kepada Yusuf, kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya.
Sebagaimana Allah telah memerintahkan kepada para malaikat untuk bersujud kepada Adam a.s. Akan tetapi, hal seperti itu diharamkan di dalam syariat agama Islam, demi menyempurnakan pengagungan kepada Allah ﷻ Yang Mahaagung. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnul Husain yang mengatakan, "Telah dibacakan kepada Al-Haris ibnu Miskin, sedangkan saya (Ali ibnul Husain) mendengarkan bahwa telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnul Qasim, bahwa Imam Malik rahimahullah pernah mengatakan bahwa telah sampai suatu berita kepadanya bahwa sesungguhnya Isa putra Maryam dan Yahya ibnu Zakaria a.s.
adalah saudara sepupu dari pihak ibu, dan kedua-duanya dikandung dalam masa yang bersamaan." Imam Malik mengatakan, "Telah sampai suatu berita kepadaku bahwa ibu Yahya berkata kepada Maryam,' Sesungguhnya saya merasakan anak yang ada dalam kandunganku bersujud kepada anak yang ada dalam kandunganmu'." Imam Malik mengatakan bahwa menurut pendapatnya, demikian itu karena keutamaan yang dimiliki oleh Isa a.s., sebab Allah memberinya keistimewaan dapat menghidupkan orang-orang yang baru mati, dapat menyembuhkan orang yang buta dan orang yang berpenyakit supak.
Kemudian para ahli tafsir berbeda pendapat tentang masa kandungan yang dialami oleh Isa a.s. Menurut pendapat yang terkenal dari jumhur ulama, Maryam mengandung Isa selama sembilan bulan. Ikrimah mengatakan delapan bulan, karena itulah menurutnya bayi yang dilahirkan dalam usia kandungan delapan bulan tidak ada yang dapat bertahan hidup. Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Mugirah ibnu Utbah ibnu Abdullah As-Saqafi yang mendengar Ibnu Abbas berkata saat ditanya mengenai kandungan Maryam, bahwa begitu Maryam mengandung, langsung melahirkan dalam waktu yang singkat.
Tetapi pendapat ini aneh sekali, seakan-akan pendapat ini tersimpulkan dari makna lahiriah firman Allah ﷻ yang mengatakan: Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. (Maryam: 22-23) Sekalipun huruf fa yang ada dalam ayat menunjukkan makna ta'qib (urutan), tetapi pengertiannya disesuaikan dengan tradisi yang berlaku. Seperti halnya pengertian yang terdapat di dalam firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan sari pati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
Kemudian air mani itu Kami jadikan 'alaqah, lalu alaqah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang. (Al-Muminun: 12-14) Huruf fa yang ada dalam ayat ini sama bermakna ta'qib (menunjukkan) urutan kejadian), tetapi jarak tenggang masanya berdasarkan kebiasaan yang berlaku. Telah ditetapkan di dalam kitab Sahihain, bahwa di antara kedua tahap tersebut jarak masanya empat puluh hari. Dan Allah ﷻ telah berfirman dalam ayat lain, yaitu: Apakah kamu tidak melihat bahwasanya Allah menurunkan air dari langit, lalu jadilah bumi itu hijau? (Al-Hajj: 63) Menurut pendapat yang terkenal, makna yang dimaksud sesuai dengan makna lahiriah ayat, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.
Maryam mengandung Isa sebagaimana biasanya kaum wanita mengandung anak-anaknya. Karena itulah setelah kelihatan tanda kehamilan pada diri Maryam, sedangkan di dalam masjid tempat ia berada terdapat seorang lelaki saleh dari kalangan kerabatnya, yang juga ikut berkhidmat mengurusi masjid Baitul Muqaddas; ia dikenal dengan nama Yusuf An-Najjar. Maka ketika Yusuf melihat perut Maryam semakin besar ia tidak mempercayai hal tersebut karena sepanjang pengetahuannya Maryam adalah wanita yang bersih suci lagi rajin beribadah dan kuat agamanya.
Tetapi kejadian yang dialami oleh Maryam selalu menghantui pikirannya, tanpa dapat ia enyahkan. Akhirnya dengan memberanikan diri ia bertanya kepada Maryam dengan bahasa sindiran, "Hai Maryam, sesungguhnya aku hendak bertanya kepadamu tentang suatu perkara, tetapi janganlah engkau menyimpulkan hal yang tidak baik terhadap diriku." Maryam berkata, "Apakah yang hendak engkau tanyakan itu?" Yusuf berkata, "Apakah ada pohon tanpa biji, dan apakah ada tanaman tanpa benih, dan apakah ada seorang anak tanpa ayah?" Maryam menjawab, "Ya." Maryam memahami apa yang dimaksud oleh Yusuf dalam kata sindirannya itu.
Maryam melanjutkan perkataannya, "Adapun tentang pertanyaanmu yang mengatakan bahwa bisakah ada pohon tanpa biji, tanaman tanpa benih? Sesungguhnya Allah menciptakan pepohonan dan tanam-tanaman pada pertama kalinya tanpa biji dan tanpa benih. Dan mengenai pertanyaanmu, bisakah lahir anak tanpa ayah? Sesungguhnya Allah ﷻ telah menciptakan Adam tanpa melalui ayah juga ibu." Akhirnya Yusuf percaya kepada kesucian Maryam dan memaklumi keadaannya. Setelah Maryam merasakan bahwa kaumnya telah menuduh tidak baik terhadap dirinya, akhirnya ia menjauhkan diri dari mereka ke tempat yang jauh, agar dia tidak melihat mereka dan mereka tidak melihat dirinya.
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan bahwa ketika Maryam mengandung Isa dan Maryam telah mengisi penuh wadah airnya, lalu kembali, dia tidak berhaid lagi dan merasakan keadaan seperti yang biasa dirasakan oleh wanita yang sedang mengandung anak; tubuhnya terasa letih, berat badannya bertambah dan pucat, hingga lisannya terasa berat untuk berbicara. Maka tiada suatu cobaan pun yang seberat apa yang sedang menimpa keluarga Zakaria.
Berita kehamilannya telah tersiar di kalangan kaum Bani Israil. Mereka mengatakan bahwa sesungguhnya yang menghamilinya tiada lain adalah si Yusuf. Mereka mengatakan demikian karena di dalam gereja itu tiada yang bersama dengan Maryam selain Yusuf. Akhirnya Maryam bersembunyi dari orang banyak dan membuat hijab penghalang bagi dirinya sehingga orang-orang tidak dapat melihatnya dan dia pun tidak dapat melihat mereka.
Firman Allah ﷻ: Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma. (Maryam: 23) Yakni rasa sakit yang dialaminya karena akan melahirkan anak memaksanya untuk bersandar pada pangkal pohon kurma di tempat pengasingannya. Para ulama berbeda pendapat mengenai tempat tersebut, As-Saddi mengatakan bahwa tempat tersebut terletak di sebelah timur mihrabnya yang merupakan tempat ia biasa melakukan ibadahnya di Baitul Maqdis. Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa Maryam pergi melarikan diri, dan ketika ia berada di antara negeri Syam dan negeri Mesir, ia merasakan sakit akan melahirkan anak.
Di dalam riwayat lain dari Wahb ibnu Munabbih disebutkan bahwa tempat tersebut jauhnya delapan mil dari Baitul Maqdis di sebuah dusun yang dikenal dengan nama Baitul Lahm. Menurut kami, dalam hadis isra melalui riwayat Imam Nasai dari Anas dan riwayat Imam Baihaqi dari Syaddad ibnu Aus telah disebutkan bahwa hal itu terjadi di Baitul Lahm (tempat penyembelihan hewan alias pejagalan).
Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Pendapat inilah yang terkenal dikalangan orang banyak dan diterima oleh mereka. Kalangan kaum Nasrani pun tidak meragukan bahwa Isa dilahirkan di Baitul Lahm; pendapat ini diterima di kalangan mereka. Adapula sebuah hadis yang menceritakan tentang hal ini, jika hadis tersebut memang berpredikat sahih. Firman Allah ﷻ yang menceritakan perkataan Maryam: dia berkata, "Aduhai alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Ayat ini mengandung pengertian yang menunjukkan boleh mengharapkan mati di saat tertimpa fitnah; karena Maryam merasakan bahwa dirinya akan mendapat cobaan dan ujian dengan kelahiran anaknya, yang membuat orang-orang keheranan dan tidak akan mempercayai cerita yang sebenarnya.
Sehingga kejadian tersebut membuat pandangan mereka terhadap dirinya menjadi terbalik; dahulu mereka menganggapnya sebagai wanita ahli ibadah dan bertakwa, kemudian mereka menganggapnya sebagai seorang wanita pelacur, menurut dugaan mereka. Karena itulah Maryam berkata kepada dirinya sendiri: Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini. (Maryam: 23) Maksudnya, sebelum kejadian dia mengandung. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni diriku tidak diciptakan dan bukan berupa sesuatu apa pun.
Demikianlah menurut Ibnu Abbas. As-Saddi mengatakan bahwa saat Maryam merasa sakit akan melahirkan, ia berkata kepada dirinya sendiri, "Aduhai, sekiranya aku mati sebelum musibah ini, dan kesedihanku karena melahirkan anak tanpa suami." Ia mengatakan demikian karena malu kepada orang-orang. dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Maksudnya, dilupakan sehingga tidak ada yang mencarinya; perihalnya sama dengan kain pembalut haid bila sudah terpakai, dibuang begitu saja tanpa pikir panjang lagi.
Demikian pula halnya segala sesuatu yang dilupakan dan dibiarkan, ia tidak disebut-sebut lagi. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yakni sesuatu yang tidak dikenal, tidak disebut-sebut, dan tidak diketahui jati dirinya. Ar-Rabi' ibnu Anas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan. (Maryam: 23) Yaitu menjadi bayi yang mati keguguran.
Ibnu Zaid mengatakan bahwa Maryam bermaksud seandainya saja dirinya tidak ada sama sekali. Dalam pembahasan terdahulu telah diketengahkan hadis-hadis yang melarang mengharapkan mati kecuali di saat tertimpa fitnah (yang menimpa agama orang yang bersangkutan), yaitu pada firman-Nya: Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh. (Yusuf: 101)"
Setelah beberapa lama tinggal di tempatnya yang baru, kemudian Maryam mulai merasakan rasa sakit akibat kontraksi yang menjadi pertanda dia akan melahirkan. Keadaan ini memaksanya bersandar pada pangkal pohon kurma. Ketika itu, dia membayangkan cemoohan orangorang di sekelilingnya saat mereka tahu dia melahirkan anak tanpa suami. Dia berkata, 'Wahai, betapa baiknya bila aku mati sebelum kehamilanku ini dan aku menjadi seorang yang tidak diperhatikan dan dilupakan selamanya. '24. Keluhan Maryam terdengar oleh Jibril. Selang beberapa lama kemudian Maryam pun melahirkan. Maka dia, yaitu Jibril, berseru kepadanya dari tempat yang rendah, 'Wahai Maryam, janganlah engkau bersedih hati karena kondisimu ini. Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak sungai di bawahmu agar kamu dapat membersihkan diri setelah melahirkan.
Ketika Maryam merasa sakit karena akan melahirkan anaknya, maka ia terpaksa bersandar pada pangkal pohon kurma untuk memudahkan kelahiran; dengan penuh kesedihan ia berkata, "Aduhai, alangkah baiknya jika aku mati saja sebelum ini, dan aku menjadi sesuatu yang tidak berarti lagi dilupakan." Ia mengharapkan seandainya mati saja sebelum melahirkan karena merasa beratnya penderitaan akibat melahirkan seorang anak tanpa seorang ayah yang berakibat timbulnya tuduhan dan cemoohan dari kaumnya yang tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya; atau beliau mengharapkan menjadi sesuatu benda yang tidak berarti dalam pandangan manusia, lagi dilupakan daripada menderita perasaan tertekan dan malu yang luar biasa.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 22
“Maka Maryam pun mengandungnyalah."
Berlakulah apa yang telah diputuskan oleh Allah di dalam takdirnya, bahwa Maryam mesti mengandung. Dan memang mengandunglah dia. Kian lama kian terasa kandungannya itu. Sebagai seorang anak perawan yang saleh dan tekun kepada Ilahi, dari keluarga yang teguh percaya kepada Allah, kehamilannya itu diterimanya sebagai suatu bagian dari iman. Tetapi tidaklah semua orang akan dapat mempercayainya. Sebab semua orang tahu bahwa dia masih belum kawin. Tentu orang akan bertanya-tanya, siapa gerangan yang telah merusakkannya. Maka untuk menyelamatkan anak yang dalam kandungan itu dan menyelamatkan dirinya daripada tuduhan-tuduhan yang hina.
"Lalu dia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh."
Kata setengah riwayat tempat yang jauh itu ialah jauh dari mihrab tempat dia beribadah di masjid dalam asuhan pamannya Zakariya itu. Tempat itu ialah Desa Baitlaham (Bethlehem), yang jauhnya sekira-kira 8 mil dari Baitul Maqdis.
Kian lama kian besarlah kandungan itu sehingga dekatlah bulan akan melahirkan. Dan waktu melahirkan itu pun tibalah.
Ayat 23
“Maka rasa sakit akan melahirkan memaksanya bersandar ke pangkal pokok kurma."
Dan susunan ayat dapatlah kita merasakan bahwa hidup Maryam pada waktu itu memang tersisih jauh dari kaum keluarga. Kegelisahan diri karena merasakan sakit akan beranak menyebabkan dia mencari tempat yang sunyi dan teduh. Bertemu pohon, lalu berteduhlah dia di situ menunggu waktu anak lahir. Dalam hal yang demikian pikiran berjalan juga, anak akan lahir, bapaknya tidak ada. Dia sendiri percaya bahwa ini kehendak Allah. Tetapi apakah kaumnya akan percaya? Siapa yang akan percaya? Padahal selama ini tidaklah pernah perawan mengandung tanpa laki dan anak lahir tidak terang siapa ayahnya?
“Seraya berkata, “Wahai alangkah baiknya jika aku mati sebelum ini,"yaitu sebelum hal yang ganjil ini terjadi,
“Dan jadilah aku seorang yang tidak berarti, lagi dilupakan."
Tidak ada orang yang tahu, tidak ada orang yang mengenal dan tidak sampai menjadi buah mulut orang.
Memang, kalau percobaan telah memuncak demikian rupa, datang saat manusia merasakan lebih baik mati saja.
Ayat 24
“Maka menyerulah dia kepadanya dari tempat yang rendah."
Yang menyeru dari tempat yang rendah, atau dari tempat yang sangat dekat itu ialah Malaikat Jibril yang diwakilkan Allah tadi. ‘Janganlah kau bersedih hati." Segala hal yang kau lalui ini tidaklah lepas dari penjagaan Allah. Karena kelahiran putramu itu kelak adalah atas kehendak Allah semata-mata.
"Sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan di dekatmu sebuah anak sungai."
Dalam susunan ayat tergambar pulalah bahwa kian dekatlah kelahiran anak itu dan kian duka nestapalah hati Maryam memikirkan hebatnya perjuangan yang akan dihadapinya.
Dan waktu yang ditunggu-tunggu itu pun datanglah! Datang lagi kesukaran baru; dia memerlukan air untuk membersihkan putra yang baru lahir dan untuk membersihkan diri sendiri. Dan sesudah anak lahir dia memerlukan makanan. Sebab dia sangat lapar. Tidak ada manusia yang akan menolong. Dan kalau pun ditakdirkan ada manusia yang akan datang, bukan pertolongan yang akan didapatnya, hanyalah penghinaan. Di saat seperti itulah Jibril datang kembali, menyampaikan pesan Allah agar dia jangan bersedih hati bersusah pikiran. Yang pertama sekali ialah soal air! Sebuah anak sungai yang kecil dan airnya jernih ada mengalir di dekatnya. Dekat sekali.
Apakah sungai kecil itu telah ada sejak sebelumnya, atau diadakan Allah di waktu itu juga, tidaklah ada keterangannya dalam urutan ayat. Cuma menurut keterangan sebuah hadits yang marfu' dirawikan oleh ath-Thabrani, yang diterima dengan sanadnya dari Ikrimah, yang didengar dari Abdullah bin
Umar, bahwa beliau ini pernah mendengar Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa sungai kecil yang disediakan buat Maryam itu ialah istimewa ditimbulkan Allah.
Ayat 25
“Dan goyangkanlah pangkal pokok kurma itu ke arahmu."
Demikianlah sabda Allah yang disampaikan oleh Malaikat Jibril itu kepada Maryam selanjutnya. Artinya tariklah atau raihlah pohon itu, yang maksudnya ialah menggon-cangkannya.
“Niscaya pokok kurma itu akan menggugurkan kepadamu kurma yang masak ranum."
Menilik kepada bunyi ayat, ternyatalah bahwa kurma itu telah berbuah masak yang ranum. Jika ditarik-tarik batangnya itu atau digoyang-goyangkan, niscaya buah yang telah ranum itu akan jatuh. Maka banyaklah ahli-ahli tafsir mengambil sempena dari ayat ini, bahwasanya ajaran kepada Maryam ini adalah ajaran buat manusia yang beriman jua seluruhnya.
Artinya, meskipun buah itu telah ranum, dan meskipun Allah telah menyediakan air sungai kecil yang jernih airnya dan mengalir selalu, namun Maryam, atau seorang yang beriman tidaklah boleh berdiam diri saja. Jangan hanya menunggu, bahkan goncang-kanlah pohon itu supaya buahnya jatuh. Takdir dan pertolongan yang telah disediakan Allah hendaklah juga disertai oleh usaha (kasoh) dari manusia itu sendiri.
Ayat 26
“Maka makanlah dan minumlah dan senangkanlah hatimu."
Tidak ada lagi yang patut engkau susahkan; air sudah sedia dengan mengalirnya air sungai. Makanan pun telah sedia, asalkan engkau suka saja menggoyang-goyangkan pohon kurma itu niscaya makanan itu akan jatuh ke hadapanmu. Sebab itu makanlah buah kurma yang jatuh berapa saja engkau kehendaki dan minumlah air jernih yang selalu mengalir itu dan tenangkanlah pikiran.
“Wa Qarrii ‘ainan" kita artikan tenangkanlah hatimu. Kalau menurut arti harfiahnya ialah tenangkanlah matamu! Karena memang orang yang sedang gelisah mengesan kepada penglihatan matanya yang liar, karena marah. Atau sayu karena bersedih hati. Dan apabila pikiran orang telah tenang, itu pun mengesan kepada penglihatan matanya yang tenang."Maka jika engkau melihat ada manusia agak seorang," karena tempat ini tidaklah akan selalu tersembunyi dari mata manusia. Pasti akan ada orang yang tahu, ataupun akan ada orang yang mencari ke mana agaknya anak dara yang saleh itu menyembunyikan dirinya, karena sudah lama tidak tampak di tempat beribadah yang biasa. Maka kalau ada orang datang, tentu akan banyaklah selidiknya mengenai hal engkau ini. Sebab itu,
“Katakanlah, Sesungguhnya aku telah bernadzar di hadapan Tuhan Yang Maha Pengasih, maka sekali-kali tidaklah aku akan bercakap-cakap, sejak hari ini, dengan seorang manusia pun."
Maka jika ada orang datang, panjang selidiknya, banyak tanyanya, janganlah dijawab dengan perkataan, melainkan beri saja isyarat dengan tangan, bahwa mulai hari ini aku tidak boleh bercakap sepatah jua pun. Sebab aku telah berjanji bernadzar dengan Allah tidak akan bercakap-cakap.
Menurut suatu riwayat dari Anas bin Malik, selain dari berdiam diri, Maryam pun memulai puasanya pada hari itu.
Inilah suatu tawakal yang sebesar-besarnya. Sebab memang kalau pertanyaan datang, lalu Maryam menjawab, hanya pertengkaran saja yang akan timbul. Orang tidak juga akan percaya bahwa dia mengandung dan melahirkan anak adalah atas kehendak kudrat iradat Allah semata-mata, di luar daripada kebiasaan yang berlaku.
Kedatangan Malaikat Jibril membawa wahyu ini, baik ketika Allah menyampaikan ketentuan bahwa Maryam akan diberi putra, atau ketika Jibril datang ketika putra akan lahir menyatakan anak sungai telah sedia dan kurma akan mengeluarkan buah, menyebabkan banyak di antara ulama berpendapat bahwa Maryam ibu Isa al-Masih itu adalah Nabiyah (Nabi perempuan). Dan dikatakan juga oleh setengah ulama bahwa Ibu Nabi Musa pun adalah seorang Nabiyah juga. Karena dia pun beroleh wahyu seketika diperintahkan menghanyutkan putranya (Musa bin Imran) dalam sebuah peti, ke dalam Sungai Nil, sehingga dipungut oleh putri Fir'aun.
Tetapi ini adalah masalah khilafiyah jua adanya.