Ayat
Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Zulqarnain) berkata
هَٰذَا
ini
رَحۡمَةٞ
rahmat
مِّن
dari
رَّبِّيۖ
Tuhanku
فَإِذَا
maka apabila
جَآءَ
telah datang
وَعۡدُ
janji
رَبِّي
Tuhanku
جَعَلَهُۥ
Dia menjadikannya
دَكَّآءَۖ
hancur/rata
وَكَانَ
dan adalah
وَعۡدُ
janji
رَبِّي
Tuhanku
حَقّٗا
benar
قَالَ
(Zulqarnain) berkata
هَٰذَا
ini
رَحۡمَةٞ
rahmat
مِّن
dari
رَّبِّيۖ
Tuhanku
فَإِذَا
maka apabila
جَآءَ
telah datang
وَعۡدُ
janji
رَبِّي
Tuhanku
جَعَلَهُۥ
Dia menjadikannya
دَكَّآءَۖ
hancur/rata
وَكَانَ
dan adalah
وَعۡدُ
janji
رَبِّي
Tuhanku
حَقّٗا
benar
Terjemahan
Dia (Zulqarnain) berkata, “(Tembok) ini adalah rahmat dari Tuhanku. Apabila janji Tuhanku telah tiba, Dia akan menjadikannya hancur luluh. Janji Tuhanku itu benar.”
Tafsir
(Dia berkata) yakni Zulkarnain, ("Ini) tembok ini atau bendungan ini, atau kemampuan di dalam membangun ini (adalah rahmat dari Rabbku) merupakan nikmat-Nya, sebab tembok ini dapat mencegah Yakjuj dan Makjuj untuk keluar (maka apabila sudah datang janji Rabbku) yakni saat mereka dapat keluar, bila hari kiamat telah dekat. (Dia akan menjadikannya hancur luluh) rata dengan tanah (dan janji Rabbku itu) tentang keluarnya mereka dan peristiwa-peristiwa lainnya (adalah benar)" pasti terjadi.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 97-99
Maka mereka tidak bisa mendakinya dan tidak bisa (pula) melubanginya. Zulqarnain berkata: "(Dinding) ini adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar. Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk satu sama lain, kemudian ditiup lagi sangkakala, lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya.
Allah ﷻ menceritakan tentang Ya-juj dan Ma-juj, bahwa sesungguhnya mereka tidak mampu naik ke atas bendungan (dinding) itu, tidak mampu pula melubangi bawahnya, maka masing-masing diungkapkan dengan bahasa yang sesuai dengan maknanya. Lalu disebutkan dalam firman-Nya: ''Maka mereka tidak dapat mendakinya dan tidak dapat (pula) melubanginya.'' (Al-Kahfi: 97) Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak mampu melubangi dan tidak dapat berbuat sesuatu pun terhadap dinding itu. Adapun mengenai hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, bahwa: telah menceritakan kepada kami Ruh, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, telah menceritakan kepada kami Abu Rafi', dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ yang bersabda : Bahwa sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj benar-benar menggali bendungan itu setiap malam, manakala mereka hampir menembusnya, terbitlahlah sinar matahari, pemimpin mereka berkata, "Marilah kita pulang, besok kita lanjutkan lagi galian ini." Akan tetapi, pada malam berikutnya bendungan itu utuh kembali dan lebih kuat daripada semula.
Mereka terus melakukan hal itu, dan apabila Allah berkehendak mengeluarkan mereka ke masyarakat luar (manusia), dan mereka melihat sinar matahari, maka pemimpin mereka berkata. Marilah kita pulang, besok kita lanjutkan galian ini Insya Allah. Ternyata mereka mengucapkan kalimat ''Insya Allah''. Maka pada malam berikutnya saat mereka kembali, ternyata mereka menjumpai hasil galiannya tetap ada seperti saat mereka meninggalkannya.
Lalu mereka menggalinya dan berhasil menjebol bendungan itu, kemudian mereka menuju ke khalayak ramai manusia. Mereka menghirup air sehingga kering, dan manusia berlindung dari serangan mereka di benteng-bentengnya. Kemudian Ya'juj dan Ma'juj membidikkan anak-anak panah mereka ke arah langit, lalu anak-anak panah mereka jatuh kembali dengan membawa cairan seperti darah. Maka mereka berkata, "Kita berhasil mengalahkan bumi dan menang atas penduduk langit." Maka Allah menimpakan penyakit di leher-leher mereka berupa ulat, sehingga ulat-ulat itu membunuh mereka semua.
Selanjutnya Rasulullah ﷺ bersabda: ''Demi Tuhan yang jiwa Muhammad berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya hewan-hewan di bumi benar-benar menjadi gemuk-gemuk dan hidup senang karena daging dan darah bangkai Ya'juj dan Ma'juj.'' Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula dari Hasan Ibnu Musa Al-Asyhab, dari Sufyan, dari Qatadah dengan sanad yang sama. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Azhar ibnu Marwan, dari Abdul A'la, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah yang menceritakan bahwa Abu Rafi' pernah menceritakan hadits ini.
Imam At-Tirmidzi mengetengahkannya melalui hadis Abu Uwwanah, dari Qatadah. Kemudian ia mengatakan bahwa hadits ini garib, tidak dikenal melainkan hanya dari jalur ini, sanadnya jayyid lagi kuat. Akan tetapi, matan (teks) hadis mengandung keganjilan dalam predikat marfu'-nya, karena makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa Ya'juj dan Ma'juj, tidak mampu menaikinya dan tidak mampu pula melubanginya, mengingat kerasnya bendungan itu serta kekuatan dan kekokohannya.
Akan tetapi, hal yang mirip diriwayatkan oleh Ka'bul Ahbar, bahwa sebelum Ya'juj dan Ma'juj keluar mereka mendatangi bendungan itu lalu menggerogotinya hingga tiada yang tersisa dari tembok bendungan itu kecuali hanya sedikit. Kemudian mereka berkata, "Besok kita buka bendungan ini." Pada keesokan harinya mereka datang ke bendungan itu yang ternyata telah kembali seperti sediakala dalam keadaan utuh.
Kemudian mereka menggerogotinya lagi, hingga tiada yang tersisa kecuali hanya sedikit, lalu mereka mengatakan hal yang sama. Dan pada keesokan harinya mereka menjumpai bendungan itu seperti sediakala. Maka mereka kembali menggerogotinya dan mengatakan, "Besok kita lanjutkan lagi pekerjaan ini." Hanya kali ini mereka sadar dan akhirnya mereka mengucapkan kalimat 'Insya Allah'. Ternyata pada keesokan harinya mereka menjumpai bendungan itu dalam keadaan seperti yang mereka tinggalkan. Akhirnya mereka berhasil membukanya. Ini merupakan suatu bukti dan barangkali Abu Hurairah menerima kisah ini dari Ka'b karena dia sering duduk bersamanya dan mendengarkan kisah-kisahnya. Lalu Abu Hurairah mengetengahkan kisah ini, sehingga sebagian perawi menduga bahwa hadits ini berpredikat marfu. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui kebenarannya.
Bukti yang memperkuat pendapat kita yang menyatakan bahwa Ya'juj dan Ma'juj tidak dapat menjebol bendungan itu dan tidak dapat pula melubangi suatu bagian pun darinya, dan bahwa hadis tadi diragukan predikat marfu'-nya, adalah adanya ucapan Imam Ahmad dalam hadits lain. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Zainab binti Abu Salamah, dari Habibah binti Ummu Habibah binti Abu Sufyan dari ibunya (Ummu Habibah), dari Zainab binti Jahsy (istri Nabi ﷺ). Sufyan mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan oleh empat orang wanita. Zainab binti Jahsy menceritakan bahwa Nabi ﷺ bangun dari tidurnya dalam keadaan berwajah merah, lalu bersabda: ''Tidak ada Tuhan selain Allah, celakalah orang-orang Arab, karena keburukan sudah dekat. Pada hari ini telah terbuka sebagian dari bendungan (yang menyekap) Ya'juj dan Ma'juj selebar ini,'' seraya memperagakannya. Saya bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kita binasa, sedangkan di kalangan kita terdapat orang-orang yang saleh?'' Rasulullah ﷺ menjawab, "Ya, bila telah banyak kekacauan.'' Hadits ini sahih, Imam Bukhari dan Imam Muslim telah sepakat dengan hadits ini dalam pengetengahannya melalui riwayat Az-Zuhri. Akan tetapi, di dalam riwayat Imam Bukhari tidak disebutkan Habibah, dan hanya di dalam riwayat Imam Muslim yang disebutkan. Di dalam hadits ini terdapat banyak hal yang jarang terjadi dalam isnad-nya. Antara lain ialah riwayat Az-Zuhri dari Urwah, padahal kedua-duanya adalah Tabi'in. Hal yang jarang lainnya ialah di dalam sanad hadits ini terdapat empat orang wanita yang sebagian darinya meriwayatkan hadis ini dari sebagian yang lainnya, sedangkan mereka semuanya adalah sahabat. Dua orang wanita di antaranya adalah anak tiri Nabi ﷺ, sedangkan dua wanita lainnya adalah istri-istri Nabi ﷺ.
Hal yang mirip diriwayatkan dari Abu Hurairah pula. Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Marzuq, telah menceritakan kepada kami Muammal bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Wahb, dari Ibnu Tawus, dari ayahnya, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang bersabda: ''Pada hari ini telah dibuka sebagian dari bendungan Ya'juj dan Ma'juj selebar ini.'' Lalu Nabi ﷺ mengisyaratkan dengan (jari-jari) tangannya menunjukkan bilangan sembilan puluh sembilan. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadits ini melalui Wahb dengan sanad yang sama.
Firman Allah ﷻ: "Zulqarnain berkata, ‘(Bendungan) ini adalah rahmat dari Tuhanku’.'' (Al-Kahfi: 98) Zulqarnain setelah membangun bendungan (dinding) itu berkata: "(Bendungan) ini adalah rahmat Tuhanku." (Al-Kahfi: 98) buat umat manusia, karena bendungan tersebut mendindingi antara mereka (manusia) dengan Ya'juj dan Ma'juj , sehingga Ya'juj dan Ma'juj tidak dapat mengacau dan merusak bumi (tempat manusia tinggal). "Maka bila telah datang janji Tuhanku." (Al-Kahfi: 98) maksudnya apabila telah dekat janji yang benar, yakni hari kiamat. "Dia akan menjadikannya hancur luluh." (Al-Kahfi: 98) Yakni rata dengan tanah. Orang-orang Arab mengatakan sehubungan dengan makna dakka, bahwa naqatun dakka' artinya unta yang tidak ada punuk pada punggungnya sehingga punggungnya rata.
Allah ﷻ berfirman dalam ayat lain: "Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh." (Al-A'raf: 143) Yaitu rata dengan tanah. Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Maka apabila sudah datang janji Tuhanku Dia akan menjadikannya hancur luluh." (Al-Kahfi: 98) Maksudnya, menjadi jalan seperti semula sebelum dinding itu dibangun. "Dan janji Tuhanku adalah benar." (Al-Kahfi: 98) Yakni pasti terjadi. Firman Allah ﷻ: "Kami biarkan sebagian dari mereka." (Al-Kahfi: 99) Yaitu sebagian dari manusia. "Di hari itu." (Al-Kahfi: 99) Yakni pada hari hancurnya bendungan itu, lalu Ya'juj dan Ma'juj keluar dari dinding itu menuju ke dunia manusia, maka Ya'juj dan Ma'juj datang bergelombang menyerang manusia dengan menimbulkan kerusakan pada harta benda dan menghancurkan segala sesuatu yang dimiliki manusia.
Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi sehubungan dengan makna firman-Nya: "Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk satu sama lain." (Al-Kahfi: 99) Demikian itu terjadi ketika Ya'juj dan Ma'juj keluar menuju ke dunia manusia. Hal ini terjadi sebelum hari kiamat dan sesudah peristiwa Dajjal, seperti yang akan dijelaskan nanti dalam tafsir firman Allah ﷻ yang mengatakan: "Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit)." (Al-Anbiya: 96-97) Dalam ayat ini disebutkan dalam firman-Nya: "Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk satu sama lain." (Al-Kahfi: 99) Bahwa hal ini merupakan permulaan hari kiamat, kemudian ditiup lagi sangkakala. (Al-Kahfi: 99) Yakni sesudah peristiwa itu. "Lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya." (Al-Kahfi: 99)
Ulama lain berpendapat sehubungan dengan makna firman-Nya: "Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk satu sama lain." (Al-Kahfi: 99) Bahwa hal ini menceritakan tentang jin dan manusia pada hari kiamat nanti, mereka bercampur aduk dengan yang lain menjadi satu. Ibnu Jarir telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Humaid, dari Ya'qub Al-Qummi, dari Harun ibnu Antrah, dari seorang guru dari kalangan Bani Fazzarah sehubungan dengan makna firman-Nya: "Kami biarkan mereka di hari itu bercampuraduk satu sama lain." (Al-Kahfi: 99) Bahwa apabila jin dan manusia bercampur aduk menjadi satu, iblis berkata, "Aku akan mencari berita tentang perkara ini buat kalian." Maka iblis pergi ke arah Timur, ia menjumpai para malaikat telah menghadangnya.
Kemudian iblis pergi ke arah barat, maka ia menjumpai para malaikat yang telah menjaga bumi kawasan itu. Iblis berkata, "Tidak ada jalan." Lalu ia pergi ke arah kanan dan kiri sampai ke ujung dunia, maka ia menjumpai para malaikat menjaganya, hingga iblis berkata, "Tidak ada jalan bagiku." Ketika iblis dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba di tengah jalan muncul sesuatu seperti jaring, maka jaring itu menangkap iblis dan keturunannya. Ketika iblis dan keturunannya telah masuk ke dalam perangkap itu, tiba-tiba neraka bergejolak, dari dalamnya Allah mengeluarkan salah seorang malaikat penjaganya. Malaikat itu berkata : "Hai iblis, bukankah dahulu kamu mempunyai kedudukan di sisi Tuhanmu, bukankah kamu dulu tinggal di dalam surga?" Iblis menjawab, "Hari ini bukanlah hari celaan. Seandainya Allah memfardukan kepada diriku suatu kewajiban, niscaya aku akan menyembah-Nya dalam menunaikan kewajiban itu dengan amal ibadah yang belum pernah dilakukan oleh siapa pun dari kalangan makhluk-Nya." Malaikat penjaga neraka itu berkata, "Sesungguhnya Allah telah memfardukan kepadamu suatu kewajiban." Iblis bertanya, "Kewajiban apakah itu?" Malaikat menjawab, "Allah memerintahkan kepadamu agar masuk neraka." Maka malaikat itu mengibaskan sayapnya kepada iblis dan keturunannya, sehingga iblis dan keturunannya terlempar ke dalam neraka.
Saat itu neraka bergemuruh menggelegar dengan suara yang dahsyat; tiada seorang malaikat terdekat, dan tiada seorang nabi yang diutus pun melainkan terduduk bersedekap di atas lututnya (karena ketakutan). Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim melalui hadits Ya'qub Al-Qummi dengan sanad yang sama. Kemudian ia meriwayatkannya pula melalui jalur lain, dari Ya'qub, dari Harun, dari Antrah, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Kami biarkan mereka di hari itu bercampur aduk sama lain." (Al-Kahfi: 99) Bahwa makna yang dimaksud adalah jin dan manusia bercampur aduk satu sama lain menjadi satu.
Imam Tabrani mengatakan telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad ibnul Abbas Al-Asbahani, telah menceritakan kepada kami Abu Mas'ud Ahmad ibnul Furat, telah menceritakan kepada kami Abu Daud At-Tayalisi, telah menceritakan kepada kami Al-Mughirah ibnu Muslim, dari Abu Ishaq, dari Wahb ibnu Jabir, dari Abdullah ibnu Amr, dari Nabi ﷺ yang bersabda: "Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj dari keturunan Adam. Seandainya mereka dilepas, tentulah mereka akan membuat kerusakan di kalangan manusia terhadap penghidupannya.Tiada seorang pun dari mereka mati melainkan meninggalkan keturunannya dalam jumlah seribu atau lebih. Dan sesungguhnya di belakang mereka terdapat tiga umat (golongan), yaitu Tawil, Tayis, dan Mansak." Hadits ini berpredikat garib, bahkan munkar lagi daif.
Imam Nasai telah meriwayatkan melalui hadits Syu'bah, dari An-Nu'man ibnu Salim, dari Amr ibnu Aus, dari ayahnya, dari kakeknya (yaitu Aus ibnu Abu Aus) secara marfu': "Sesungguhnya Ya'juj dan Ma'juj mempunyai kaum wanita yang mereka setubuhi sesukanya, dan mempunyai pepohonan yang mereka cangkokkan sesukanya.Tidaklah mati seseorang dari mereka melainkan meninggalkan keturunannya sebanyak seribu lebih."
Firman Allah ﷻ: "Kemudian ditiup lagi sangkakala." (Al-Kahfi: 99) As-Sur atau sangkakala sebagaimana disebutkan di dalam hadits berupa terompet yang berbentuk tanduk, dan yang ditugaskan untuk meniupnya ialah Malaikat Israfil a.s. Hadits-hadits yang menerangkan hal ini cukup banyak, sebagian darinya telah disebutkan, antara lain ialah sebuah hadits dari Atiyyah, dari Ibnu Abbas dari Abu Sa'id secara marfu' menyebutkan: "Mana mungkin saya merasa senang, sedangkan malaikat pemegang sangkakala telah meletakkan sangkakalanya ke dalam mulutnya seraya mengernyitkan dahinya menunggu perintah yang didengarnya." Lalu para sahabat bertanya," Maka apakah yang harus kami ucapkan?". Rasulullah ﷺ bersabda: "Cukuplah Allah (Penolong) bagi kita, Dia sebaik-baik Pelindung, hanya kepada Allah-lah kita bertawakal."
Firman Allah ﷻ: "Lalu Kami kumpulkan mereka itu semuanya." (Al-Kahfi: 99) Yakni Kami hadirkan semuanya untuk perhitungan amal perbuatan. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Katakanlah, ‘Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian benar-benar akan dikumpulkan di waktu tertentu pada hari yang dikenal’." (Al-Waqi'ah: 49-50) "Dan Kami kumpulkan seluruh manusia dan tidak Kami tinggalkan seorangpun dari mereka." (Al-Kahfi: 47)"
Setelah pembangunan dinding itu selesai, dia bersyukur kepada Allah dan berkata, 'Sesungguhnya dinding ini dan kemampuan untuk membuatnya adalah rahmat dari Tuhanku bagi hamba-Nya yang saleh. Dinding ini akan menjadi penghalang dari orang atau bangsa lain yang akan menyerang. Bangunan ini akan terus berdiri tegak sampai waktu yang Allah janjikan. Maka apabila janji Tuhanku tentang keruntuhannya sudah datang, Dia akan menghancurluluhkannya sampai berkeping-keping; dan ketahuilah bahwa janji Tuhanku itu pasti benar dan akan terjadi, karena tidak ada satu pun benda yang tidak hancur pada akhirnya. '99. Bila saat itu tiba, semua yang ada di bumi akan hancur, dan pada hari itu Kami biarkan mereka, yaitu Yakjuj dan Makjuj, berbaur antara satu dengan yang lain tanpa penghalang apa pun karena dinding kukuh itu telah hancur. Ketika mereka sudah bercampur baur dan sangkakala ditiup untuk yang kedua kali, akan Kami kumpulkan mereka semuanya di Padang Mahsyar, tempat pertemuan semua makhluk ketika itu.
Selanjutnya Zulkarnain berkata, "Benteng ini adalah merupakan rahmat karunia dari Tuhanku kepada hamba-Nya, karenanya ia menjadi benteng yang kokoh yang menjaga mereka dari serbuan Yakjuj dan Makjuj. Tetapi apabila telah datang janji Tuhanku tentang keluarnya mereka dari belakang benteng, maka Dia akan menjadikannya hancur luluh lantak rata dengan tanah karena Allah memberi kuasa kepada suatu kaum untuk menghancurkannya, dan janji Tuhanku itu adalah benar tidak dapat diragukan.
Menurut ahli sejarah, ucapan Zulkarnain ini terbukti dengan kasus munculnya raja Jengis Khan yang telah membuat kerusakan di muka bumi dari Timur sampai ke Barat dan mengadakan penyerangan yang menghancurkan benteng besi dan kerajaan Islam di Baghdad. Adapun sebabnya raja Jengis Khan ini mengadakan penyerbuan ke negeri Baghdad, oleh karena Sultan Khuwarazmi dari Bani Saljuk telah membunuh beberapa utusan dan pedagang-pedagang yang diutus dari negerinya. Harta benda mereka dirampas dan diadakan pula serbuan-serbuan ke tapal batas negerinya sehingga menimbulkan kemarahan raja Jengis Khan. Lalu ia menulis surat kepada Sultan Bagdad dengan kata-kata yang pedas sebagai berikut, "Mengapa kamu berani membunuh sahabat-sahabatku dan merampas harta benda perniagaanku. Apakah kamu membangunkan singa yang sedang tidur dan menimbulkan kejahatan-kejahatan yang tersembunyi."
Tidakkah Nabimu memberikan wasiat kepadamu agar tidak berbuat aniaya. Oleh karena itu tinggalkanlah bangsa Turki selagi mereka tidak mengganggu kamu. Mengapa kamu sakiti tetanggamu padahal Nabimu sendiri telah berwasiat untuk menghormati tetangga. Dan inilah wasiatku kepadamu, "Peliharalah baik-baik dan pertimbangkanlah kebijaksanaanmu sebelum timbulnya rasa dendam dan sebelum terbukanya benteng besi. Dan Allah pasti akan menolong setiap orang yang dianiaya, karena itu tunggulah kedatangan Yakjuj dan Makjuj yang akan turun dari tiap-tiap tempat yang tinggi."
"Dari Umu Habibah ra dari Zainab binti Jahsyin ra, bahwa Rasulullah ﷺ pada suatu hari masuk ke rumah istrinya, Siti Zaenab bint Jahsy dan dengan terkejut beliau mengatakan, "La ilaha illallah, celakalah bagi orang Arab dari suatu kejahatan yang telah mendekat, hari ini terbuka dari Benteng Yakjuj dan Makjuj lubang besar seperti ini." Dan beliau melingkarkan ibu jarinya dengan jari telunjuknya. Lalu Zaenab bertanya, "Ya Rasulullah apakah kami akan binasa padahal di kalangan kami terdapat banyak orang-orang yang saleh." Beliau menjawab, "Ya, apabila kejahatan sudah banyak jumlahnya." (Riwayat al-Bukhari)
Sejak hari itu lubang di dalam benteng semakin lama semakin besar. Pada abad ke-7 Hijri, datanglah tentara raja Jengis Khan menyerbu dan menimbulkan berbagai kerusakan di muka bumi terutama di negeri Baghdad.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DZULQARNAIN (YANG EMPUNYA DUA TANDUK)
Sekarang diceritakan lagi, dibuka lagi dzikra, ingatan, kenangan, atau sebutan yang ketiga dalam perjalanan Dzulqarnain yang gagah perkasa lagi bijaksana mengatur pemerintahan itu,
Ayat 92
“Kemudian diambilnya (pula) satu jalan (lagi)"
Penaklukan jalan ke barat telah selesai, ke timur pun sudah, sekarang ke jurusan yang lain pula.
Ayat 93
“Sehingga apabila dia telah sampai di antara dua gunung."
Di mana letak itu? Atha al-Khurasani merawikan dari Ibnu Abbas bahwa letak tempat itu adalah di antara Armenia dengan Adzerbaijan. Di sana terdapat dua gunung bergandeng. Tetapi Al-Qur'an sendiri tidaklah menjelaskan di mana letaknya, hanya sifat tempat saja, sebagai yang di tempat matahari terbenam dan matahari terbit itu jua.
“Didapatinya di sekeliling kedua gunung itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti perkataan."
Jelaslah dalam ayat ini bahwa di celah kedua gunung itu ada negeri, ada manusia tinggal. Tetapi mereka itu sukar sekali dapat mengerti bahasa yang dipakai oleh raja penakluk itu. Ada kemungkinan di waktu itu jarang sekali penduduk negeri itu yang pergi atau berhubungan keluar negeri, sehingga sukar sekali mereka dapat memahamkan perkataan atau bahasa yang dipakai oleh Dzulqarnain atau juru bahasanya.
Niscaya lantaran itu bercakap sudah banyak dengan isyarat.
Ayat 94
“Mereka berkata, Wahai Dzulqarnain! (Wahai Yang Empunya Dua Tanduk!)."
Barangkali timbul kemusykilan memahamkan ayat ini, “Kalau benar mereka sukar dapat memahamkan perkataan atau bahasa, mengapa mereka dapat memanggil nama raja itu?"
Jangan salah paham, Dzulqarnain bukanlah nama, melainkan gelar kebesaran dan kehormatan yang diperlambangkan oleh penguasa tersebut dengan memakai mahkota yang bertanduk dua. Biasanya tanduk dua itu, yang dilambangkan sebagai tanduk banteng bersibak ke kiri dan ke kanan terbuat dari emas. Dan hanya raja itu sajayangmemakainya. Maka ketika memohon ampun atau berdatang sembah kepadanya, tidaklah orang menyebut namanya melainkan memanggilkan mahkota yang merangkap gelar kebesarannya, “Wahai Dzulqarnain! Wahai Yang Empunya Dua Tanduk!" Sampai kepada zaman kita yang mutakhir ini pun kebiasaan demikian masih banyak dipakai raja-raja besar, masing-masing dengan susunan katanya sendiri. Malahan Yang Dipertuan Minangkabau di zaman bahari disebut, “Daulat Yang Dipertuan, Yang bersemayam di Pagaruyung, Yang empunya Mahkota si Kula-Qamat, Yang mempunyai tenun Sang Seta, Yang Empunya Tabuh Pulut-puiut, Yang Empunya Tambang Emas di Selida", dan sebagainya.
“Wahai Yang Empunya Dua Tanduk! “Sesungguhnya Ya'juz dan Ma'juz adalah orang-orang yang perusak di bumi." Bahaya mereka tengah mengancam negeri kami ini, karena mereka mudah saja masuk dari celah dua gunung ini."Sudikah engkau, kami bayar kepada engkau upeti?" artinya kami terima perlindungan yang akan engkau berikan kepada kami, dengan bayaran tertentu tiap tahun.
“Dengan syanat engkau adakan di antara kami dan di antara mereka suatu tembok."
Dari ayat ini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa penduduk negeri itu, meskipun mereka tidak banyak mengerti bahasa asing, yaitu yang asing bagi mereka di waktu itu, namun dalam kalangan mereka pasti ada orang-orang yang terkemuka, yang bijaksana, yang dapat dikuasakan oleh kaum yang dia pimpin buat menemui raja yang gagah perkasa itu. Mulai bertemu, meskipun bercakap kebanyakan hanya dengan isyarat, tetapi maksudnya yang jujur dan baik dihadapi oleh maksud penaklukyang jujur dan baik pula telah menyebabkan perundingan berjalan dengan amat lancar. Mereka datang kepada penakluk dengan sikap hormatnya, disebutkannya gelar kebesarannya “Yang Empunya Dua Tanduk" lalu dinyatakannya kesediaan mereka membayar upeti tiap tahun, asal penakluk itu menjamin pertahanan dan keamanan negeri mereka dari serangan musuh besar yang selalu mengancam mereka. Yang akan datang membanjir dari celah dua gunung itu. Itulah Ya'juz dan Ma'juz!
Raja menyambut penyerahan penaklukan mereka dengan satu kebijaksanaan tertinggi, kebijaksanaan sambil mendidik. Mulanya baginda berkata,
Ayat 95
“Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku untuk aku terhadapnya, itulah yang lebih baik."
Artinya, kalau dipertimbangkan dengan akal sehat memang berlindung ke dalam ke-kuasaanku, itulah yang lebih baik bagi kalian. Sebab kalian tidak akan sanggup mempertahankan sendiri negeri kalian ini jika musuh itu datang membanjir. Maka akan hancur luluhlah negeri ini jika penyerbuan itu kejadian.
Maka baginda terimalah penyerahan negeri itu. Dan baginda terima permohonan mereka membuat tembok pertahanan (linie) itu.
Tetapi baginda tidaklah mau membiarkan saja rakyat yang telah meminta perlindungan itu berpangku tangan saja dalam mempertahankan negeri mereka itu."Sebab itu tolonglah aku dengan sungguh-sungguh," artinya keluarkan pula dan kerahkan tenaga kalian seluruhnya.
“Supaya aku adakan di antara kamu dan di antara mereka suatu tembok penghalang."
Dengan sambutan yang demikian tampaklah bahwa Yang Empunya Dua Tanduk mem-bawa rakyat itu bekerjasama dan menanamkan dalam diri mereka rasa tanggung jawab sehingga jangan sampai merasa bahwa kalau upeti telah dibayar tiap tahun, kewajiban menjaga negeri tidak ada lagi pada mereka, cukup pada balatentara baginda saja.
Ayat ini memberikan kepada kita suatu ilmu politik pemerintahan tertinggi, bahwa sesuatu kekuasaan tidaklah akan tegak kalau sekiranya rakyat yang telah mengakui tunduk dan takluk tidak dibawa ikut serta bertanggung jawab, yang dalam percakapan Indonesia modern dinamai partisipasi.
Maka dimulai dengan segera pembinaan tembok penghalang itu, laksana yang kita lihat kemudiannya pada pembinaan dinding Tembok Cina, dan disebut juga tabir besi.
Mulailah titah baginda,
Ayat 96
“Berikanlah kepadaku keping-kepingan besi"
Jelas di sini bahwa tembok atau linie itu menurut ilmu perbentengan Yang Empunya Dua Tanduk hendaklah diberi kekuatan dengan besi, atau seperti besi tulang yang bahkan tetap terpakai pada pembangunan gedung-gedung besar di zaman modern kita ini. Maka rakyat negeri itu pun bekerja keraslah mengumpulkan kepingan besi. Besar kemungkinan bahwa ketika itu, walaupun dengan secara sederhana (primitif), penuang-penuang besi telah ada dan biji-biji besi telah ditemui.
“Sehingga sesudah dia ratakan kedua tepi gunung itu." Artinya mengumpulkan perse-diaan besi, dikerahkanlah tenaga manusia menimbuni tempat yang strategis dan gampang dimasuki musuh itu. Jika kita perhatikan runtuhan kota Babilon di wilayah Irak yang menjadi tempat perhatian para wisata sekarang ini, bahwa di zaman itu telah ada batu tembok, telah ada semen dan telah ada pula semacam aspal perekat, dapatlah kita memahami bahwa pembangunan tembok pertahanan Dzulqarnain itu memang hebat. Sesudah bekerja keras meratakan tempat untuk menegakkan tembok itu."dia pun berkata, “Tiuplah!" Tampak di sini bahwa hapal-hapal tempat menempa besi kepingan itu telah berdiri. Besi itu akan dibentuk sesuai dengan kegunaannya, lalu baginda suruh bakar besi-besi itu dengan ucapan baginda, “Tiuplah!"
Dalam kata ini dapat pula kita pahamkan bahwa telah ada alat peniup api yang besar di waktu itu. Sebab lanjutan ayat berbunyi, “Sehingga setelah dia menjadikan itu jadi api" Seakan-akan tampak di mata kita bagaimana jadinya keping-kepingan besi itu dibakar dengan api besar-besaran, sampai besi itu pun telah menjadi merah jadi api; atau api telah bersatu dengan besi.
“Dia berkata (pula), “Berilah kepadaku tembaga yang sudah dilebur untuk aku tuangkan kepadanya."
Alangkah kuatnya pertahanan itu; diberi besi tulang, dikukuhkan dengan batu-batu tembok dan dikukuhkan lagi dengan menuangkan tembaga yang sudah lebur, artinya tembaga yang masih panas ke dalamnya.
Dan semua perintah beliau itu berjalan dengan teratur dan tetap dan berwibawa.
Sampai dinding raksasa itu selesai dengan kukuhnya. Sampai disebut dalam ayat yang selanjutnya.
Ayat 97
“Maka tidaklah mereka sanggup mendakinya."
Mungkin oleh karena sangat licinnya dan tinggi. Karena di dalam peperangan zaman dahulu kala benteng-benteng pertahanan itu biasa dipanjat, sebagaimana pahlawan-pahlawan Melayu dan Aceh pernah mendaki benteng pertahanan Portugis di Melaka dengan memakai sigai (bambu panjang).
“Dan tidak pula mereka sanggup melubanginya"
Karena tembok semen dengan besi yang dipadu pula dengan tembaga tuangan waktu masih panas, dengan apa pun hendak dikorek tidaklah akan berlubang. Entah kalau dengan berlian! Sebab kalau dia hendak dilubangi; hendaklah dicari logam yang lebih daripada gabungan, besi dan tembaga.
Setelah selesai pekerjaannya yang mulia dan besar itu, tidaklah baginda sebagai keba-nyakan manusia yang bangga lalu lupa kepada Allah setelah berhasil maksudnya. Pekerjaan baginda yang jaya itu beliau pulangkan kembali kepada Allah.
Ayat 98
“Dia berkata, “Inilah suatu rahmat dari Tuhanku."
Kepandaian membina benteng yang begini teguh tidak akan didapat kalau bukan ilmu dan ilham yang dianugerahkan Allah! Pembangunannya sampai berhasil, dengan tidak kurang suatu apa adalah rahmat anugerah Allah. Kerja sama yang baik di antara penguasa dengan rakyat yang menyerahkan kekuasaan pun adalah rahmat dari Allah. Terlindungnya negeri ini dari bahaya musuh besar itu, Ya'juz dan Ma'juz, adalah rahmat dan Allah. Semuanya adalah atas kehendak Allah.
Tetapi bila direnungkan sambungan percakapan beliau tampaklah tebalnya iman bahwasanya Yang Mahakuasa itu hanya Allah. Katanya selanjutnya, “Maka apabila telah datang perjanjian Tuhanku, Dia akan menjadikannya rata dengan bumi." Oleh sebab itu bagaimanapun teguh, kuat, dan kukuh benteng pertahanan yang didirikan, jika diingat kuasa Allah, maka pertahanan itu hanyalah laksana tumpukan pasir saja. Tenaga manusia sangat kecil jika dibanding dengan kuasa Allah. Bila masanya itu tiba, benteng yang bagaimanapun tidak ada artinya lagi.
Pada Perang Dunia 11 terkenallah Perancis dengan Maginot Linie-nya dan Hitler dengan Singfried Linie-nya. Dengan segala tenaga arsitek dan mesin Perancis menegakkan tembok kukuh itu, merancau meriam menghadapi musuh mereka, yaitu Hitler! Tetapi setelah tentara Nazi Jerman menyerbu masuk Paris, dan dengan gagah perkasanya Hitler mengacungkan tangan ke atas melambangkan kesombongannya, Maginot Linie tak dapat berbuat apa-apa: Percuma. Sebab Hitler tidak jalan dari sana!
Singfried Linie Hitler pun demikian pula. Akhirnya Hitler kalah total, Berlin jatuh ke tangan Sekutu dan Hitler membunuh diri. Singfried Linie tidak diperhitungkan orang lagi.
Dzulqarnain, Yang Empunya Dua Tanduk, telah memperingatkan itu sekian ribu tahun yang lalu, dengan ditutup di ujung ayat dengan kata yang tidak dapat diubah lagi buat selama-lamanya.
“Dan janji Allah itu adalah benar."
Memang; janji Allah adalah benar! Tetapi sangatlah banyaknya manusia yang tidak percaya akan janji itu, sehingga mereka disesatkan oleh khayatnya sendiri.
Diriwayatkan oleh Ibnu Katsir dalam taf-sirya bahwa Khalifah al-Watsiq dari Bani Abbas (227-232 H, 842-847 M) di zaman pemerintahannya mengirim suatu ekspedisi untuk melakukan penyelidikan letak tembok pembendung itu dan kalau pulang supaya membawakan laporan lengkap. Tugas itu mereka laksanakan, mereka pergilah ke sana dengan melalui beberapa negeri, beberapa kerajaan, sehingga sampai ke sana. Dua tahun lamanya mereka meninggalkan Baghdad. Setelah pulang mereka sampaikanlah laporan pembendungan raksasa itu memang terdiri atas besi dan tembaga. Mereka lihat juga kunci-kunci yang besar dan pintu-pintu besar, sedang bekas-bekas batu tembok dan semen yang tidak terpakai lagi masih kelihatan telah membatu berserakan. Di sana masih ada tentara pengawal batas, yang didudukkan oleh raja yang berkuasa dalam wilayah negeri itu. Mereka laporkan bahwa bendungan itu memang tinggi, tidak sanggup untuk didaki; demikian juga gunung-gunung di sekitarnya.
Sayyid Quthub menulis pula pada not Tafsir Fi Zhilalil Qur'an-nya yang terkenal bahwa telah ditemui orang bendungan itu di dekat kota Tarmidz (tempat lahir imam hadis yang terkenal,Tirmidzi,di AsiaTengah) dikenal orang dengan nama Pintu Besi. Dan di pangkal abad kelima belas Miladi, seorang sarjana Jerman bernama Selad Burger telah menyelidiki ke sana dan telah menuliskan di dalam bukunya. Seorang ahli sejarah bangsa Spanyol bernama Klafego pada pengembaraannya di tahun 1403 telah pergi pula menyelidiki tempat itu dan dia menulis Pintu Besi itu terletak di perjalanan antara Samarkand dan India. Maka penyelidik-penyelidik itu mengatakan besar kemungkinan bahwa itulah dia Bendungan Raksasa Dzulqarnain itu.
SIAPAKAH DZULQARNAIN ITU?
Apabila kita renung dan perhatikan sifat-sifat dan kebijaksanaannya di dalam me-naklukkan suatu negeri sebagaimana tersebut di dalam Al-Qur'an, sampai kepada sikapnya setelah selesai membuat bendungan penting penghambat banjir Ya'juz dan Ma'juz itu, kita sudah dapat mengambil kesan bahwa orang ini bukan sembarang orang. Terang bahwa dia seorang kepala perang, penakluk, serta pahlawan gagah perkasa dan penuh kebijaksanaan. Dibuktikan lagi oleh ayat-ayat itu bahwa dia telah menaklukkan negeri-negeri sebelah barat dan sebelah timur. Di negeri yang ditaklukkannya dijalankannya hukum yang adil. Di atas dari itu semuanya dia pun percaya kepada kekuasaan Allah dan percaya bahwa di belakang hidup yang sekarang ada lagi hari Pembalasan, hari Akhirat.
Arti dari namanya pun terang, yaitu Yang Empunya Dua Tanduk,
Maka kita bukalah kitab-kitab tafsir. Setelah dibuka kitab-kitab tafsir barulah kita payah mencari dan menyisihkan riwayat yang berbagai rona tentang pribadi yang besar ini. Ada riwayat mengatakan bahwa Dzulqarnain ini hidup di zaman Nabi Ibrahim dan telah sama-sama thawaf dengan beliau di keliling Ka'bah setelah selesai Ka'bah didirikan oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Isma'il.
Dikatakan dalam riwayat itu bahwa wazir dari Dzulqarnain itu ialah Nabi Khidir. Riwayat ini rupanya untuk menguatkan bahwa Nabi Khidir telah bertemu juga dengan Nabi Ibrahim, sebab Khidir hidup sepanjang masa.
Riwayat lain mengatakan D2ulqarnain itu ialah fskandar, anak Philipus Raja Macedonia, murid dari filsuf terkenal Aristoteles. Sebagai' mana dimaklumi, Iskandar Macedonia hidup 333 tahun sebelum Nabi Isa.
Wahab bin Munabbih mengatakan dia itu raja. Bergelar Dzulqarnain, karena dia berkuasa atas barat dan timur, yaitu Rum dan Persia.
Ada pula riwayat yang dibangsakan orang kepada Sayyidina Ali sendiri mengatakan bahwa dia memang orang gagah dan jujur dan saleh, dan memang mempunyai dua tanduk. Menurut riwayat itu dipukul tanduknya yang sebelah oleh kaumnya, lalu dia mati. Tetapi dia hidup kembali, lalu meneruskan perjuangannya dan dipukul orang pula tanduknya, lalu mati pula, tetapi dia dihidupkan Allah kembali.
Tetapi yang lebih dahsyat lagi ialah suatu riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Luhai'ah, riwayat yang diterima dari Ka'bul Ahbaar, bahwa Dzulqarnain itu dalam perjalanan yang dibukakan Allah baginya, telah sampai ke bintang Zuhrah (Kejora, Bintang Timur) dan di sana dipacukannya kudanya. Seketika cerita itu disampaikan orang kepada Sayyidina Mu'awiyah bin Abu Sufyan, beliau telah berkata, “Itu adalah kebohongan Ka'bul Ahbaar saja!"
juga dibicarakan orang apakah dia nabi, apakah dia rasul, apakah dia wali atau hamba Allah yang saleh. Ibnu Katsir telah menegaskan dalam tafsirnya banyak sekali dongeng-dongeng Israiliyat dicampuradukkan dalam tafsir tentang Dzulqarnain ini. Sehingga bila dibaca langsung di dalam Al-Qur'an, ceritanya sangat jelas, tetapi setelah dibaca penafsiran-penafsiran orang, apatah lagi tafsiran itu yang dibangsakan orang kepada Sayyidina Ali dan Ibnu Abbas, terasalah kewajiban kita menyaring cerita bergalau itu dengan pikiran jernih, dan benar-benar kembali kepada Al-Qur'an.
Itulah sebabnya maka Sayyid Quthub tidak mau menyalinkan sedikit pun cerita atau tafsir-tafsir tentang Dzulqarnain itu.
Az-Zajjaaj dan al-Azhari mengatakan bahwa dia disebutkan Dzulqarnain, karena ia telah sampai ke barat dan sampai ke timur, ke tempat matahari terbenam dan terbit. Kedua tempat itu dinamai juga dalam bahasa Arab Qamusy-Syams, artinya tanduk matahari.
Ada pula riwayat mengatakan bahwa Dzulqarnain adalah gelar dari seorang Raja Arab bernama Abdullah bin adh-Dhahhak, Riwayat lain, “Namanya Mush'ab bin Abdullah, keturunan dari Kahlan bin Saba!" Kalau ini benar, niscaya orang ini bukan orang Yunani dan bukan orang Romawi, tetapi orang Arab.
Banyak yang mempertahankan bahwa dia adalah Iskandar Macedonia orang Yunani itu, anak Philipus, murid dari Aristoteles. Ar-Razi dalam tafsirnya menguatkan ini. Kalau Iskandar dikatakan nabi, niscaya kita harus mengakui filsafat Aristoteles sebagian dari agama. Ini tidak mungkin! Tetapi Annaisaburi mempertahankannya. Katanya, ‘Tidak semua yang dikatakan ahli filsafat salah. Mungkin diambilnya yang benar dan dibuangnya yang kotor."
Ini memang sangat menarik! Sampai kepada tahun 1950, seketika Maulana Abdul Kalam Azad, ulama politikus Islam terkenal yang bergabung dengan Partai Kongres India menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan India, beliau memuat tulisannya di dalam majalah Tsaqafatul-Hind (Kebudayaan Hindi) yang isinya membicarakan tentang Dzulqarnain juga, beliau mengemukakan tokoh lain jadi Dzulqarnain. Yaitu Syrus Raja Persia dari Dinasti Hakamanisy.
Maulana Abui Kalam Azadpunmenguatkan teori bahwa Dzulqarnain memang gelar kebesaran raja. Raja-raja yang memerintah dua negara besar di zaman purbakala biasa disebut Dzulqarnain. Iskandar Macedonia juga disebut Dzulqarnain karena dia menaklukkan barat dan timur. Tetapi yang disebut dalam Al-Qur'an bukanlah dia, melainkan Syrus Raja dari dua negeri besar, Media dan Persia. Baginda pernah menaklukkan Jerusalem dan Babilon, mengalahkan Kerajaan Nebukadnezar yang setelah dia tua dan pikun digantikan oleh putranya, Balsyazar. Di zaman itulah Syrus mengalahkan Babi) dan mengembalikan orang Yahudi ke Jerusalem.
Di dalam Mitologi Kerajaan Melayu-Tua yang disebut berasal dari Bukit Seguntang Mahameru, raja-raja Melayu pun membangsa-kan keturunan mereka kepada Iskandar Dzul-qarnain.
Cerita ini rupanya pun masukpengaruhnya ke dalam dongeng-dongeng orang Melayu.
Dikatakan bahwa seorang raja bernama Iskandar, bergelar Dzulqarnain, berasal dari negeri Macedonia, menaklukkan negeri Hindi sampai berperang dengan Raja Kida Hindi dan Raja Kida Hindi itu kalah, lalu masuk Islam me-nurut agama Nabi Ibrahim Khalilullah. Dan ketika Iskandar Dzulqarnain nikah dengan putri Raja Kida Hindi itu, yang menjadi qadhi yang menikahkan ialah Nabi Khidir. Dan nama putri Raja Kida Hindi itu ialah Syahrul-Bariyyah.
Perkawinan Raja Iskandar dengan Putri Syahrul-Bariyyah binti Raja Kida Hindi itu melahirkan seorang putra diberi nama Aris-tun Syah. Dari Raja Aristun Syah inilah turun-temurun, dan bertali juga dengan Raja Anusyirwan al-Adil, yang menurunkan raja-raja Melayu yang kemudian dimulai dengan Raja Suran, yang pernah kawin dengan putri raja di dasar laut yang bernama Aftabul-Ardh, dan nama putri itu Mahbatul-Bahr. Kemudian Raja Suran kawin dengan putri Raja Keling, dan seorang di antara anaknya bernama Bicitram Syah. Itulah yang menjelma di atas Bukit
Seguntang Mahameru menjadi Sang Sapurba Terambri Sri Tribuana, Raja Melayu yang mula menjelma datang ke dunia. Ini ditulis oleh Tun Sri Lanang dalam Sejarah Melayu, cerita kesatu.
Tentu semuanya ini dongeng belaka. Aristun diambil dari nama Aristoteles. Riwayat Dzulqarnain yang hidup di zaman Nabi Ibrahim yang bersama thawaf beliau di Ka'bah, dan wazirnya. Nabi Khidir telah bercampuk-aduk dengan Iskandar Dzulqarnain yang hidup 333 tahun sebelum Nabi Isa. Mungkin maksud memindahkan dongeng ini ialah untuk semata-mata memuliakan keturunan raja belaka.
Maka cerita Nabi Khidir yang terus hidup, Dzulqarnain zaman Nabi Ibrahim atau zaman 300 tahun sebelum al-Masih, dan dia adalah Iskandar anak Filipus Raja Macedonia, atau nama-nama orang yang tidur di dalam Kahfi, atau tentang Bukit Qaaf, dan ikan Nabi Musa ketika mencari Nabi Khidir, ikan itu melompat ke laut, lalu ada riwayat bahwa di sana ada maa'ul hayaat atau air kehidupan, yang ba-rangsiapa meminumnya tidaklah akan mati-mati, dan cerita-cerita khayat yang lain, tidaklah ada ceritanya di dalam Al-Qur'an sendiri, ataupun di dalam hadits yang shahih yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah hadits. Kebanyakan asalnya ialah dari cerita Israiliyat. Kadang-kadang terbawa-bawa sahabat-sahabat Rasulullah yang ter-nama seperti Ibnu Abbas atau Ali bin Abi Thalib sebagai sumber cerita itu. Tetapi kalau diselidiki sanad atau tali-temali perawinya, terdapatlah cacat yang menyebabkan riwayat itu disangsikan kebenarannya.
Sejarah Melayu disusun kembali oleh Bendahara Paduka Raja, atau yang nama kecilnya Tun Sri Lanang setelah kembali dari tawanan di Aceh dan setelah Kerajaan Johor berdiri mengganti Melaka. Dia susun kembali dari naskah yang didapati dari Goa, kedudukan Portugis di tahun 1612. Bila kita teliti ceritanya itu, kelihatanlah bahwa banyak pengaruh dari kitab al-Insan al-Kamil karangan Syekh Abdul Karim al-Jaili. Sebuah buku tasawuf yang amat berpengaruh dalam istana raja-raja Melayu di zaman lampau. Abdul Karim al-Jaili meninggal di sekitar tahun 1365M.
Di bukunya itulah banyak disebut tentang Bukit Qaaf, tentang maa'ul hayaat, air hidup. Tentang raja di dalam dasar lautan dan se-bagainya. Dan dalam ajaran Insan Kamil yang pada lahirnya yang dimaksudnya ialah Nabi Muhammad ﷺ namun pada batinnya ialah bahwa manusia dapat mencapai martabat al-Insan al-Kamil bersatu dengan Allah dan dapat mencapai Nur Muhammad atau al-Maqiqatul Muhammadiyah. Karena segala Yang Ujud ini pada hakikatnya hanyalah rupa belaka (shurah) dari hakikat yang satu, yang disebut Hayuli.
Dan sebagai kesimpulan dalam soal Dzulqarnain ini, ialah bahwa kita percaya adanya seorang Dzulqarnain, sebab ada qishshah-nya dalam Al-Qur'an. Tetapi siapakah orangnya yang sebenarnya, Al-Qur'an sendiri tidak menerangkan dan hadits yang shahih pun tidak. Segala yang tersebut dalam kitab-kitab tafsir, hanya semata tafsir, semata kemungkinan; bukan yakin.
DARIHAL YA'JUZ DAN MA'JUZ
Ya'juz dan Ma'juz disebut dua kali di dalam Al-Qur'an. Pertama di surah al-Kahf ayat 94 ini; kedua di surah al-Anbiyaa' ayat 96. Di surah al-Kahf disebut kecemasan penduduk di antara dua gunung kalau kelak Ya'juz wa Ma'juz yang mufsiduna fil ardhi (yang merusak di bumi) masuk ke negeri mereka. Asal Dzulqarnain sudi membuatkan mereka dinding atau tirai pertahanan, mereka sudi membayar upeti. Demikian takutnya penduduk di antara dua gunung itu kepada Ya'juz dan Ma'juz. Di surah al-Anbiyaa' ayat 96 disebut bahwa apabila pintu telah dibuka dan Ya'juz dan Ma'juz dibiarkan masuk, mereka akan masuk dari tempat-tempat yang tinggi. Dan itulah tanda bahwa perjanjian Allah yang benar itu telah dekat. Umumnya diartikan bahwa perjanjian Allah itu ialah hari Kiamat. Jadi kalau Ya'juz dan Ma'juz telah datang, Kiamatlah dunia!
Siapa itu Ya'juz dan Ma'juz? Apakah kita umat Muhammad saja yang diberi peringatan akan kedatangan Ya'juz dan Ma'juz?
Oleh karena dalam Al-Qur'an hanya disebut “Ya'juz dan Ma'juz yang merusak di bumi" tidak disebut bangsa apa dia, keturunan apa? Maka dengan sekaligus mudahlah kita ambil kesimpulan dan langsung membaca kedua ayat itu, bahwa setiap-tiap gerak yang telah merusak atau akan merusak di bumi ini adalah Ya'juz dan Ma'juz! Mereka di mana-mana telah merusak dan akan merusak, sebab itu benteng selalu wajib diperteguh. Kalau pintu dibuka, dia akan mengalir turun, laksana mengalirnya air bah, dari tempat yang tinggi (al-Anbiyaa' ayat 96). Tetapi kalau pertahanan teguh, beton besi dituangi tembaga panas, dia tidak dapat masuk. Tetapi yang mendirikannya sendiri, Dzulqarnain, meninggalkan kesan bahwa kalau janji Allah datang, benteng besi itu pun akan rata dengan tanah, dan Ya'juz dan Ma'juz akan menurun laksana banjir, tidak ada kekuatan yang dapat menahan.
Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa Ya'juz dan Ma'juz adalah dua nama berpadu satu, yaitu segala gerakyang telah dan hendak merusak di dunia ini. Sebab itu maka, baik diri, atau rumah tangga kaum keluarga, atau bangsa dan negara wajib mendirikan tirai besi yang dituang tembaga, agar dapat membenteng, agar Ya'juz dan Ma'juz jangan masuk. Ya'juz dan Ma'juz mungkin dapat ditafsirkan pikiran-pikiran jahat, maksud yang buruk, ideologi yang resat. Di sana pokoknya! Dia dianut oleh setengah manusia. Dan manusia yang menganutnya dengan kecerdikan jahat bisa mempergunakan pula sesamanya manusia jadi ulat di dalam merusak bumi. Sebab itu maka benteng dari pikiran yang baik, cita-cita yang mulia, ideologi yang sehat, mesti selalu teguh. Ya'juz dan Ma'juz laksana air. Dia terus mencari tempat lain untuk masuk, walaupun hanya sebesar lubang jarum. Sedikit saja tiris atau bocor dinding penghambatnya, dia akan masuk. Lama-lama tiris kecil itu jadi besar, hingga akhirnya habis diruntuhkannya semua.
Beginilah kesan penafsir ini, tentang kedua ayat Ya'juz dan Ma'juz ini, langsung di Al-Qur'an. Dan setelah penafsir membaca kitab-kitab tafsir bertemulah tafsiran-tafsiran sendiri tentang siapa Ya'juz dan Ma'juz itu, macam-macam. Dan nama penafsir yang masyhur yang telah didoakan oleh Rasulullah ﷺ supaya dia diberi pengertian tentang rahasia-rahasia Al-Qur'an yaitu Ibnu Abbas banyak dipakai dalam hal ini, sehingga kalau tidak kita hati-hati kita akan menerima saja, sebab dari beliau. Atau dengan rasa hormat yang penuh, kita merekan perasaan kita sendiri, yang tidak mau menerima. Maka kita tidak menyatakan bantahan kepada Ibnu Abbas! Padahal entah namanya hanya di-bawa-bawa saja oleh pengarang cerita ganjil, supaya tersembunyi kepalsuannya. Cara bahasa pasar dan kasar nama beliau dicatut! Tetapi kemajuan penyelidikan hadits telah banyak membongkar rahasia kepalsuan-kepalsuan itu. Dan ada pula ahli-ahli hadits yang mencatut saja segala yang didengarnya, dengan tidak memerhatikan siapa yang berkata; atau bagaimana bunyi kata, hingga mutu hadits itu jadi jatuh (dhaif)!
Timbul pula pertikaian pendapat tentang nasab keturunan Ya'juz dan Ma'juz. Kata se-tengah orang, mereka itu dari keturunan Yafist bin Nuh. Kata yang lain lagi, “Ya'juz dari Turki, Ma'ju2 dari suku Jaili dan Dailam." Berkata Ka'ab al-Ahbar, seorang pendeta Yahudi masuk Islam, dan banyak membawa cerita-cerita Israiliyat yang tersebar luas di dalam kalangan Islam, katanya, “Pada suatu hari Nabi Adam bermimpi bersetubuh, lalu tercurah maninya ke bumi. Dari air mani Nabi Adam yang tercurah ke bumi itulah Ya'juz dan Ma'juz!"
Penafsir al-Qurthubi tidak mau menerima cerita Ka'ab itu, tidak benar! Kata al-Qurthubi, “Nabi-nabi tidak ada bermimpi bersetubuh."
Beberapa perawi hadits merawikan bahwa Ibnu Abbas berkata, “Tinggi Ya'juz dan Ma'-juz setelapak tangan dan dua telapak tangan, paling tinggi tiga telapak tangan! Dan mereka dari Anak Adam juga."
Dan menurut riwayat Ibnu Asakir, Nabi ﷺ pernah berkata bahwa Ya'juz dan Ma'juz itu dari anak Adam juga. Kalau mereka dilepaskan, niscaya akan mereka rusakkan hidup manusia. Kalau mati seorang dari mereka, dia meninggalkan keturunan sampai 1.000 lebih. Di belakang mereka ada tiga umat, yaitu Tawil, Taris, dan Mansak. Dan ada lagi beberapa hadits lain, yang nama perawinya kita hormati, tetapi isi haditsnya belum dapat kita terima. Baik karena kurang derajat haditsnya, atau karena isinya (matannya). Dan tidak rusak aqidah kita kalau tidak langsung saja kita terima. Tetapi ada satu hadits tentang Ya'juz dan Ma'juz yang menjadikan kuat pendapat kita, sebagaimana kita terangkan tadi.
“Berkata Zainab binti Jahsy, istri Rasulullah: (Pada suatu hari) bangunlah Rasulullah ﷺ dari tidur, dan muka beliau merah, lalu beliau mengucap Laa llaha Illallah! (Tidak ada Tuhan, melainkan Allah), telah dibuka hari ini dari tirai Ya'juz dan Ma'juz seumpama sebesar ini! (Lalu beliau gelangkan empu tangan beliau dengan telunjuk beliau)."Aku pun bertanya sambung Zainab, “Apakah kita akan dibinasakan? Padahal pada kita masih banyak orang-orang salehi (orang baik-baik)." Kata beliau, “Tentu! Apabila telah banyak kekejian." (HR Bukhari dan Muslim)
Dengan sabda beliau demikian, tampak bahwa beliau menyuruh kita selalu awas, jangan sampai kekejian dan keruntuhan akhlak. Sebab itu berarti telah terbukalah dinding penghambat Ya'juz dan Ma'juz. Al-Qurthubi menjelaskan dalam tafsirnya tentang banyak kekejian itu ialah bertebarannya anak di luar nikah.