Ayat
Terjemahan Per Kata
فَأَتۡبَعَ
maka dia mengikuti/menempuh
سَبَبًا
jalan
فَأَتۡبَعَ
maka dia mengikuti/menempuh
سَبَبًا
jalan
Terjemahan
Maka, dia menyusuri suatu jalan.
Tafsir
(Maka dia pun menempuh suatu jalan) yakni dia menempuh jalan ke arah Barat.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 85-88
Maka dia pun menempuh suatu jalan. Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ sekelompok umat. Kami berkata, "Hai Zulqarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka." Berkata Zulqarnain, "Adapun orang yang zalim, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya. Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami."
Ibnu Abbas telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Maka dia pun menempuh suatu jalan." (Al-Kahfi: 85) Yang dimaksud dengan sababan ialah tempat. Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Maka dia pun menempuh suatu jalan." (Al-Kahfi: 85) Bahwa yang dimaksud ialah tempat dan jalan antara belahan timur dan barat, yakni yang menghubungkan di antara keduanya.
Menurut suatu riwayat yang bersumber dari Mujahid, sababan ialah kedua belahan bumi yang berlawanan letaknya. Qatadah telah mengatakan bahwa makna ayat adalah, maka dia pun menempuh semua tempat di bumi dan semua tanda-tanda yang ada padanya. Ad-Dahhak telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Maka dia pun menempuh suatu jalan." (Al-Kahfi: 85) Yakni tempat-tempat yang ada di bumi, Sa'id ibnu Jubair telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Maka dia pun menempuh suatu jalan." (Al-Kahfi: 85) Bahwa yang dimaksud dengan sababan adalah ilmu. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah dan Ubaid ibnu Ya'la serta As-Saddi. Matar mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sababan adalah tanda-tanda dan bekas-bekas peninggalan yang telah ada sebelum zaman itu.
Firman Allah ﷻ : "Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenamnya matahari." (Al-Kahfi: 86) Artinya, Zulqarnain menempuh suatu jalan hingga sampailah perjalanannya itu ke ufuk Barat dari bagian bumi, yakni belahan bumi yang ada di Barat.
Adapun pengertian yang menjurus ke arah bahwa dia sampai ke tempat terbenamnya matahari yang ada di langit, maka hal ini mustahil. Sedangkan apa yang disebut-sebut oleh para pendongeng dan tukang cerita yang menyebutkan bahwa Zulqarnain berjalan selama suatu masa di bumi, sedangkan matahari terbenam di belakangnya adalah dongeng belaka, tidak ada faktanya. Kebanyakan kisah tersebut bersumber dari mitos atau dongengan kaum Ahli Kitab yang penuh dengan kesalahan dan kedustaan.
Firman Allah ﷻ: "Dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam." (Al-Kahfi: 86) Yakni menurut pandangan matanya ia melihat matahari tenggelam di laut. Demikianlah halnya setiap orang yang sampai di suatu pantai, akan melihat seakan-akan matahari terbenam di dalamnya. Padahal matahari itu sendiri tidak pernah meninggalkan garis edar yang telah ditetapkan baginya. Hami-ah berasal dari kata al-hama-ah menurut salah satu di antara dua qiraat (dialek) tentang kata itu, artinya lumpur hitam, seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk." (Al-Hijr: 28) Yaitu tanah liat yang halus, seperti yang telah diterangkan di babnya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Nafi' ibnu Na'im; ia mendengar Abdur Rahman Al-A'raj berkata bahwa Ibnu Abbas mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini, bahwa makna ayat ini adalah matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam. Kemudian ia menafsirkannya bahwa air laut itu berwarna hitam.
Nafi' mengatakan bahwa Ka'b Al-Ahbar pernah ditanya tentang makna ayat ini. Maka dia menjawab, "Kalian (orang Arab) lebih mengetahui tentang Al-Qur'an daripada diriku. Tetapi aku menjumpai keterangan di dalam kitab (kuno)ku, bahwa matahari itu terbenam ke dalam lumpur yang berwarna hitam." Hal yang sama telah diriwayatkan tidak hanya oleh seorang saja dari Ibnu Abbas. Pendapat inilah yang dipegang oleh Mujahid dan lain-lainnya yang tidak hanya seorang.
Abu Daud At-Tayalisi mengatakan telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Dinar, dari Sa'ad ibnu Aus, dari Musadda', dari Ibnu Abbas, dari Ubay ibnu Ka'b, bahwa Nabi ﷺ membacakan ayat ini kepadanya dengan bunyi Hami-ah. Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Zulqarnain melihat matahari itu terbenam di dalam laut yang airnya panas. Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri. Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang benar adalah kedua pendapat tersebut bersumber dari dua qiraat yang terkenal, yakni Hami-ah dan Hamiyah; mana saja yang dipilih bacaannya maka itu benar.
Menurut pendapat kami, kedua pendapat tersebut tidak bertentangan dari segi maknanya; karena air laut itu bisa jadi airnya panas mengingat berada di dekat panas matahari saat tenggelamnya, sebab sinar matahari langsung mengenainya tanpa penghalang. Makna hami-ah adalah di dalam air laut yang berlumpur hitam. Sama seperti yang dikatakan oleh Ka'bul Ahbar dan lain-lain. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Yazid ibnu Harun, telah menceritakan kepada kami Al-Awwam, telah menceritakan kepadaku seorang bekas budak Abdullah ibnu Amr, dari Abdullah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ memandang ke arah matahari yang sedang terbenam, lalu bersabda: "Tenggelam di dalam api Allah yang sangat panas, seandainya tidak dikendalikan oleh perintah Allah, tentulah panas matahari ini dapat membakar semua yang ada di permukaan bumi." Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad Yazid ibnu Harun, tetapi kesahihan predikat marfu' hadis ini masih diragukan. Barangkali hal ini bersumber dari perkataan Abdullah ibnu Amr yang berasal dari kedua teman wanitanya yang ia jumpai dalam perang Yarmuk. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hajjaj ibnu Hamzah, telah menceritakan kepada kami Muhammad (yakni Ibnu Bisyr), telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Maimun, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hadir; Ibnu Abbas menceritakan kepadanya bahwa Mu'awiyah bin Abu Sufyan membaca suatu ayat dalam surat Al-Kahfi, yaitu firman-Nya dengan bacaan berikut: "Terbenam di dalam laut yang panas (airnya)." (Al-Kahfi: 86) Maka Ibnu Abbas berkata kepada Mu'awiyah, "Kami membacanya hanya dengan bacaan hami-ah (bukan Hamiyah)." Hami-ah artinya berlumpur hitam, sedangkan hamiyah berarti yang panas airnya.
Mu'awiyah bertanya kepada Abdullah ibnu 'Amr, "Bagaimanakah menurut bacaanmu?" Abdullah ibnu 'Amr menjawab, "Saya membacanya seperti bacaanmu." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia berkata kepada Mu'awiyah, "Al-Qur'an diturunkan di dalam rumahku." Maka ia mengirimkan utusan kepada Ka'b untuk menanyakan, "Di manakah matahari terbenam menurut berita yang kamu jumpai di dalam kitab Taurat?" Ka'b menjawabnya, "Tanyakanlah kepada ahli bahasa Arab, karena sesungguhnya mereka lebih mengetahui maknanya. Tetapi sesungguhnya saya menjumpai keterangan di dalam kitab Taurat, bahwa matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur." Seraya mengisyaratkan tangannya ke arah ufuk barat." Ibnu Hadir berkata (kepada Ibnu Abbas), "Seandainya aku berada di sisimu (saat itu), tentulah aku akan memberikan keterangan kepadamu yang menambah informasi buatmu tentang makna hami-ah." Ibnu Abbas bertanya, "Kalau begitu, apakah informasimu itu?". Ibnu Hadir berkata bahwa menurut syair peninggalan zaman dahulu dari kaum Tubba' yang menceritakan kisah Zulqarnain, seorang raja yang berilmu lagi disiplin dengan ilmu pengetahuannya, disebutkan:
"Dia telah mencapai belahan Timur dan Barat dengan menempuh semua jalan menuju kesuksesannya dengan bijaksana dan kebaikan. Maka ia menyaksikan matahari tenggelam di belahan barat, matahari tenggelam di laut yang berlumpur hitam lagi panas."
Ibnu Abbas bertanya, "Apakah yang dimaksud dengan khalab?" Ibnu Hadir menjawab, "Tanah liat atau lumpur." Ibnu Abbas bertanya,"Apakah yang dimaksud dengan satin?" Ibnu Hadir menjawab, "Panas." Ibnu Abbas bertanya,"Apakah yang dimaksud dengan hurmud?'. Ibnu Hadir menjawab,"Berwarna hitam." Maka Ibnu Abbas memanggil seorang lelaki atau seorang pemuda, lalu berkata, "Catatlah apa yang dikatakan oleh lelaki ini (Ibnu Hadir)."
Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa ketika Ibnu Abbas sedang membaca surat Al-Kahfi, yaitu sampai pada firman-Nya: "Dia melihat matahari tenggelam di dalam laut yang berlumpur hitam." (Al-Kahfi: 86) Maka Ka'b berkata, "Demi Tuhan yang jiwa Ka'b ini berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, aku belum pernah mendengar seseorang membacanya seperti apa yang diturunkan di dalam kitab Taurat selain dari Ibnu Abbas.
Karena sesungguhnya kami menjumpainya di dalam kitab Taurat disebutkan bahwa matahari tenggelam di dalam lumpur yang hitam."
Abu Ya'la Al-Mausuli mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Israil, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yusuf yang telah mengatakan sehubungan dengan pendapat Ibnu Juraij tentang makna firman-Nya: "Dan dia mendapati di situ sekelompok umat." (Al-Kahfi: 86) Kaum itu tinggal di sebuah kota yang memiliki dua ribu pintu; seandainya tidak ada suara penghuni tempat itu, tentulah manusia dapat mendengar suara gemuruh matahari saat tenggelamnya (di lumpur hitam itu).
Firman Allah ﷻ: "Dan dia mendapati di situ sekelompok umat." (Al-Kahfi: 86) Yakni sekelompok umat manusia, yang menurut sahibul hikayat disebutkan bahwa mereka adalah umat yang besar dari kalangan Bani Adam. Firman Allah ﷻ: "Kami berkata, ‘Hai Zulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka’." (Al-Kahfi: 86) Dengan kata lain, Allah ﷻ telah menjadikan Zulqarnain menang atas mereka, berkuasa atas mereka, dan mereka tunduk patuh di bawah kekuasaannya. Jika Zulqarnain menghendaki mereka dibunuh, ia dapat membunuh atau menawan mereka.
Dan jika dia menghendaki mereka dibebaskan atau dengan tebusan, ia dapat melakukannya pula menurut apa yang dikehendakinya. Dan ternyata prinsip keadilan dan imannya yang mendalam dapat diketahui melalui sikapnya yang adil dan bijaksana terhadap mereka, seperti yang disebutkan oleh firman-Nya: "Adapun orang yang zalim." (Al-Kahfi: 87) Yaitu orang yang tetap dalam kekafiran dan kemusyrikannya terhadap Tuhannya. "Maka kami kelak akan mengazabnya." (Al-Kahfi: 87) Qatadah mengatakan bahwa azab atau hukuman tersebut ialah hukuman mati. As-Saddi mengatakan bahwa lempengan tembaga dipanaskan buat menghukum mereka, lalu mereka diletakkan di dalam lempengan itu hingga lebur. Wahb bin Muhabbih mengatakan bahwa Zulqarnain menangkap semua orang yang zalim, lalu mereka dimasukkan ke dalam rumah mereka dan semua pintunya dikunci, sedangkan mereka disekap di dalamnya. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya.
Firman Allah ﷻ: "Kemudian dia dikembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya." (Al-Kahfi: 87) Maksudnya siksaan yang keras, menyakitkan lagi sangat berat. Di dalam ayat ini terkandung makna yang mengukuhkan bahwa hari kembali dan hari pembalasan itu ada.
Firman Allah ﷻ: "Adapun orang-orang yang beriman." (Al-Kahfi: 88) Yakni mau mengikuti apa yang kami serukan kepadanya, yaitu mau menyembah Allah semata, tiada sekutu baginya. "Maka baginya pahala yang terbaik. "(Al-Kahfi: 88) kelak di akhirat di sisi Allah ﷻ. "Dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami." (Al-Kahfi: 88) Mujahid mengatakan bahwa ma'rufan artinya perintah yang baik.
Zulkarnain ingin memperluas wilayah kekuasaannya, maka untuk mewujudkannya dia pun menempuh suatu jalan dengan menggunakan cara yang telah Kami ajarkan kepadanya. 86. Zulkarnain melanjutkan perjalanannya hingga ketika dia telah sampai di suatu tempat yang sangat jauh di wilayah barat, yaitu lokasi matahari terbenam, dia melihatnya terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan di wilayah sana ditemukannya suatu kaum yang kafir dan durhaka. Kami berfirman kepadanya,'Wahai Zulkarnain! Engkau boleh menghukum mereka karena kedurhakaan mereka, atau kamu boleh berbuat kebaikan kepada mereka dengan mengajak mereka beriman dan berbuat kebajikan sehingga mereka menyadari kesesatan mereka dari jalan Allah. '.
Ayat ini menjelaskan bahwa Zulkarnain menempuh jalan ke arah Barat. Setelah dia menempuh jalan itu, maka sampailah ia ke ujung bumi sebelah barat di mana kelihatan matahari terbenam seolah-olah masuk ke dalam lautan Atlantik. Di mana dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang tampak kehitam-hitaman seperti lumpur. Dia telah melalui negeri Tunis dan Maroko dan sampailah ke pantai Afrika sebelah barat, dan di sana menjumpai beberapa kaum kafir. Allah telah menyuruhnya untuk memilih di antara dua hal, yaitu menyiksa mereka dengan pertumpahan darah atau mengajak mereka supaya beriman kepada Allah. Yang demikian ini dijelaskan dalam firman Allah yang disampaikan kepada Zulkarnain secara ilham. Zulkarnain disuruh supaya membunuh mereka jika mereka tidak mau mengakui Keesaan Allah dan tidak mau tunduk kepada ajakannya, atau mengajarkan kepada mereka petunjuk-petunjuk sehingga mereka mengenal hukum dan syariat agama dengan penuh keyakinan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
DZULQARNAIN (YANG EMPUNYA DUA TANDUK)
Setelah mereka tanyakan tempo hari tentang orang-orang yang berdiam di dalam gua atau ngalau, atau kahfi, ada lagi yang akan mereka tanyakan.
Ayat 83
“Dan meieka akan bertanya kepada engkau dari hal Dzydgawain."
Dzulqarnain yang berarti yang empunya dua tanduk. Mereka akan bertanya apakah artinya itu? Dan siapakah orangnya? Di mana kejadiannya dan bilakah?
“Katakanlah, “Aku akan bacakan kepada kamu darihal itu, suatu ingatan “
Artinya, bahwa pertanyaan kamu itu akan aku jawab dan aku akan membacakan atau mengulangkan kepada kamu suatu ingatan, atau satu kenangan atau suatu cerita yang tak dapat dilupakan.
Ayat 84
“Sesungguhnya telah Kami teguhkan dia di bumi."
Artinya ialah bahwa Kami, yaitu Allah, telah memberikan kepada orang yang bergelar Dzulqarnain itu kekuasaan yang teguh di muka bumi, yang tidak dapat digoyangkan lagi oleh musuh-musuhnya, yang boleh juga diartikan secara modern telah mempunyai pemerintahan yang stabil.
“Dan telah Kami berikan kepadanya dari tiap-tiap sesuatu akan jalannya."
Artinya, bahwa Allah telah membukakan selalu baginya pintu-pintu kekayaan, terbuka saja jalan-jalannya. Ke mana saja dia melangkah kaki atau mengatur siasat penaklukan, semuanya terbuka jalan.
Ini menandakan bahwa dia pun adalah seorang raja atau penguasa yang cerdik dan mempunyai sifat-sifat kepahlawanan yang lain.
Ayat 85
“Maka diambilnyalah suatu jalan."
Artinya, bahwa di dalam banyak jalan menuju kemenangan dan kejadian yang terbuka itu diambilnyalah satu jalan. Disusunnya satu siasat, dibuatnya satu rencana, lalu dia keluar dari dalam kota pemerintahannya dengan tentaranya yang besar.
“Sehingga bilamana telah sampai ke tempat terbenam matahari."
Ayat 86
Tegasnya ... sebelah baiat.
“Didapatinya dia terbenam di mata air yang hitam.''
Di dalam ayat ini jelas bahwa dia sampai di ujung perjalanan di sebelah barat, dia melihat ke ufuk, tampaklah matahari itu terbenam ke dalam mata air yang hitam, atau ke dalam laut yang tidak tentu lagi di mana ujungnya, sebab tidak ada lagi tanah daratan. Yang tampak hanya lautan dan bertambah terbenam matahari itu bertambah hitamlah warna laut bercampur merah darah cahaya matahari. Besar kemungkinan bahwa laut ini ialah Lautan Atlantik, yang biasa juga disebut Bahruzh Zhulumat, Lautan Gelap."Dan didapatinya di sisinya ada suatu kaum." Di tempat perhentian sebelah barat yang tak dapat perjalanan diteruskan lagi itu, karena hanya menghadapi lautan yang hitam ada rupanya suatu kaum, atau suatu penduduk. Jadi adalah rupanya tempat itu didiami manusia. Menurut Ibnu Juraij dalam tafsirnya, penduduk negeri itu adalah kira-kira 12.000 rumah tangga."‘Kami berfirman,
“Hai Dzgufawaini Baik pun engkau siksa atau engkau adakan pada mereka kebaikan."
Artinya ialah bahwa setelah Dzulqarnain masukke dalam negeri sebelah barat itu dengan balatentaranya yang besar dan penduduknya tidak mengadakan perlawanan, jatuhlah mereka ke dalam wilayah kekuasaannya. Dan kekuasaan itu telah diridhakan oleh Allah, sehingga Allah menyerahkan kepada pertimbangannya sendiri hukum apakah yang akan dilakukannya dalam negeri yang telah dikuasainya itu.
Sebagai seorang penguasa yang telah menang dan dapat menguasai, sikap apakah yang akan diambilnya terhadap kepada bangsa yang telah ditaklukkannya.
Terserah kepadanya, baik bangsa yang kalah itu akan disiksanya atau dia akan berlaku baik kepada mereka. Kalau dia seorang penakluk yang bijaksana, niscaya dia akan menaburkan kasih sayang kepada bangsa taklukkan itu. Tetapi kalau dia seorang penguasa yang mabuk oleh kemenangan sehingga lupa akan pertolongan Allah kepadanya, tentu akan diperlihatkannya kerakusan yang akan menimbulkan benci orang yang telah ditaklukkan itu.
“Dia berkata." Artinya Dzulqarnain menjawab apa yang dipersilakan Allah kepadanya itu.
Ayat 87
“Adapun siapa yang aniaya, maka akan kami siksalah dia."
Dengan penjawaban yang begini ternyata Dzulqarnain penakluk yang akan berlaku adil kepada rakyat yang dia taklukkan. Lebih dahulu akan diadakan pemeriksaan. Maka yang bersalah akan dihukum, akan disiksa dengan siksaan yang pantas menurut hukum dunia,
“Kemudian dikembalikan dia kepada Tuhannya, lalu diadzab-nya dia dengan adzab yang sengsara."
Dail jawaban yang ini pun ternyata bahwa Dzulqarnain ini ternyata seorang yang ber-agama. Tentu saja agamanya itu agama kesatuan turun-temurun yang telah dibawa oleh para rasul dan nabi, yaitu percaya bahwa di samping hukum dunia yang fana ini ada lagi hukum yang akan.diterima dan sisi Allah sendiri di akhirat. Dan penaksiran ini pun dikuatkan oleh jawabannya selanjutnya,
Ayat 88
“Dan adapun barangsiapa yang beriman dan benamat saleh, maka untuknya adalah ganjalan yang baik."
Dengan ini Dzulqarnain menjanjikan bahwa akan menghargai kejujuran dan jasa-jasa yang baik pada rakyatnya itu dan dia tidak akan berlaku aniaya,
“Dan akan Kami kolakan kepadanya, dan apa yang akan Kami penintahkan dengan kata-kata yang mudah."
Ini pun menunjukkan satu siasat yang tinggi. Bahwa kalau rakyatnya itu jujur, tunduk kepada perintah, penguasa pun mesti berlaku adil dan kasih kepada mereka. Yang berjasa hendaklah dihargai. Orang-orang yang beriman, hendaklah digalakkan dalam imannya, dan hendaklah penguasa menunjukkan sukacitanya jika rakyatnya berbuat amal yang saleh, atau karya yang berfaedah, baik untuk dirinya ataupun untuk masyarakatnya. Di samping itu jika menjatuhkan suatu perintah hendaklah dengan perkataan yang mudah dipahamkan oleh rakyat, jangan perintah yang membingungkan, apatah lagi perintah yang tidak akan dapat dipikul terlalu memberati.
Ayat 89
“Kemudian diambilnya (pula) satu jalan (lain)."
Artinya, setelah selesai Dzulqarnain menaklukkan negeri yang sebelah barat, tempat matahari terbenam ke dalam lautan yang kelam itu, baginda pun kembali ke pusat ke-rajaannya, lalu mengatur rencana baru pula, atau menempuh jalan yang baru pula. Berangkat lagi diiringkan oleh tentaranya yang gagah perkasa, menuju ke jurusan lain.
Ayat 90
“Sehingga apabila telah sampai ke tempat terbil matahari"
Di pangkal ayat ini jelaslah bahwa perjalanan yang baginda tuju sekarang ialah ke sebelah timur, sesudah dahulu ke sebelah barat."Didapatinya dia terbit pada suatu kaum." Melihat apa yang diuraikan dalam ayat ini terang sekali bahwa ujung perjalanan ke timur itu tertunduk ke satu negeri. Nyatalah bahwa negeri itu bukan lagi terletak di pinggir lautan, sebagai yang baginda dapati di barat dahulu. Mungkin negeri sebelah timur itu berlatar belakang padang pasir yang amat luas dan kering yang sudah sukar buat ditempuh manusia. Baginda terhenti hingga di situ; lalu ditaklukkannya pula negeri itu. Disebutkan di ujung ayat iklim negeri itu.
“Yang tidak Kami adakan untuk mereka satu perlindungan pun dari dia."
Tidak ada satu perlindungan pun dari matahari. Sebab itu jelaslah bahwa hawa udara negeri itu amat panas dan latar belakang negeri itu padang pasir. Sebab ketika matahari naik tak ada suatu yang melindungi mereka. Seumpama gunung, mungkin tempat ini di sebelah timur Afrika. Mungkin juga penduduk di sana belum mengenal pakaian sehingga tidak terlindung badan mereka dari cahaya matahari.
Negeri itu pun ditaklukkan pula, dijalankan hukum yang adil, yang bersalah melanggar perintah raja atau mengacaukan keamanan masyarakat, atau tidak tunduk kepada yang berkuasa akan dihukum dengan berat. Yang berjasa dan beriman, beramal saleh berbuat baik mendapat pula penghargaan yang setimpal, sebagaimana yang baginda jalankan peraturannya di negeri sebelah barat tempat matahari terbenam ke laut yang kelam itu.
Maka berfirmanlah Allah tentang kebijaksanaan pemerintahan Dzulqarnain itu pada ayat selanjutnya, “Demikianlah!" Yaitu demikianlah yang telah dilakukan oleh Dzulqarnain di dalam ia menaklukkan negeri, baik ke jurusan barat atau ke jurusan timur.
Ayat 91
“Demikianlah, sesungguhnya pengetahuan Kami telah meliputi segala yang ada padanya itu"
Ayat 91 ini memberikan isyarat bahwa kebijaksanaan Dzulqarnain dalam menaklukkan suatu negeri itu adalah dalam pengetahuan Allah, atau mendapat restu dari Allah.