Ayat

Terjemahan Per Kata
قَالَ
(Khaidir) berkata
هَٰذَا
inilah
فِرَاقُ
perpisahan
بَيۡنِي
diantaraku
وَبَيۡنِكَۚ
dan diantara kamu
سَأُنَبِّئُكَ
akan aku beritahukan kepadamu
بِتَأۡوِيلِ
ta'wil/maksud kejadian
مَا
apa
لَمۡ
yang tidak
تَسۡتَطِع
kamu sanggup/dapat
عَّلَيۡهِ
atasnya/terhadapnya
صَبۡرًا
bersabar
قَالَ
(Khaidir) berkata
هَٰذَا
inilah
فِرَاقُ
perpisahan
بَيۡنِي
diantaraku
وَبَيۡنِكَۚ
dan diantara kamu
سَأُنَبِّئُكَ
akan aku beritahukan kepadamu
بِتَأۡوِيلِ
ta'wil/maksud kejadian
مَا
apa
لَمۡ
yang tidak
تَسۡتَطِع
kamu sanggup/dapat
عَّلَيۡهِ
atasnya/terhadapnya
صَبۡرًا
bersabar
Terjemahan

Dia berkata, “Inilah (waktu) perpisahan antara aku dan engkau. Aku akan memberitahukan kepadamu makna sesuatu yang engkau tidak mampu bersabar terhadapnya.
Tafsir

(Khidhir berkata) kepada Nabi Musa, ("Inilah perpisahan) waktu perpisahan (antara aku dengan kamu). Lafal Baina dimudhafkan kepada hal yang tidak Muta'addi atau berbilang, pengulangan lafal Baina di sini diperbolehkan karena di antara keduanya terdapat huruf 'Athaf Wawu. (Aku akan memberitahukan kepadamu) sebelum perpisahanku denganmu (tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sabar terhadapnya).
Tafsir Surat Al-Kahfi: 77-78
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta pada penduduk negeri itu agar mereka dijamu , tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya menemukan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu bisa minta upah untuk itu." Khidir berkata, "Inilah (saat) perpisahan antara aku dengan kamu; aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak sanggup sabar terhadapnya."
Allah ﷻ berfirman menceritakan keduanya: "Maka keduanya berjalan." (Al-Kahfi: 77) Yaitu melanjutkan perjalanannya sesudah kedua peristiwa itu. "Hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri." (Al-Kahfi: 77) Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Sirin, bahwa kota tersebut adalah Al-Ailah. Di dalam sebuah hadits disebutkan: hingga tatkala keduanya sampai di penduduk suatu negeri yang kikir. Yakni penduduk negeri itu orangnya kikir-kikir. "Tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya menemukan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh,"
(Al-Kahfi: 77) Iradah atau kehendak disandarkan kepada dinding dalam ayat ini merupakan ungkapan isti'arah (kata pinjaman), karena sesungguhnya pengertian kehendak hanyalah disandarkan kepada makhluk yang bernyawa berarti kecenderungan. Inqidad artinya runtuh (roboh)
Firman Allah ﷻ: "Maka Khidir menegakkan dinding itu." (Al-Kahfi: 77) Yakni mengembalikannya ke posisi tegak lurus kembali. Dalam hadits yang terdahulu telah disebutkan bahwa Khidir menegakkan dinding itu dengan kedua tangannya, yaitu dengan mendorongnya hingga tidak miring lagi; hal ini merupakan peristiwa yang menakjubkan. Pada saat itu juga Musa berkata kepadanya: "Jikalau kamu mau, niscaya kamu bisa minta upah untuk itu." (Al-Kahfi: 77) Karena mereka tidak mau menjamu kita, maka selayaknyalah kamu tidak bekerja untuk mereka secara cuma-cuma tanpa imbalan.
Khidir berkata, "Inilah (saat) perpisahan antara aku dengan kamu." (Al-Kahfi: 78) Karena kamu telah mengajukan syarat saat terbunuhnya anak muda tadi, bahwa jika kamu bertanya lagi tentang sesuatu kepadaku sesudah peristiwa itu, maka kamu tidak diperkenankan lagi untuk menemaniku. "Inilah (saat) perpisahan antara aku dengan kamu. Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. (Al-Kahfi: 78)"
Mendengar komentar Nabi Musa, dia, hamba yang saleh itu, berkata, 'Inilah saat perpisahan antara aku dengan engkau sebagaimana janjimu sebelumnya. Sebelum kita berpisah, aku akan memberikan penjelasan secara rinci kepadamu atas semua perbuatan yang telah aku lakukan dan membuat engkau tidak mampu bersikap sabar terhadapnya. Kesabaran dalam menuntut ilmu harus dimiliki oleh semua penuntut ilmu. Tanpa kesabaran niscaya muncul ketergesa-gesaan yang pada akhirnya akan menyebabkan kegagalan. 79. Sesudah memutuskan berpisah dengan Nabi Musa, hamba yang saleh itu menjelaskan perbuatannya satu per satu. Dia mengatakan, 'Adapun perahu yang aku lubangi itu adalah milik orang miskin yang dipergunakan untuk bekerja di laut guna mencari nafkah. Aku bermaksud merusaknya agar perahu itu tampak cacat. Aku berbuat demikian karena di hadapan mereka ada seorang raja zalim yang akan merampas setiap perahu yang masih bagus. '.
Ayat ini menjelaskan jawaban Khidir kepada Musa, "Pertanyaanmu yang ketiga kalinya ini adalah penyebab perpisahan antara aku dan kamu." Sebagian Ulama Tafsir mengatakan bahwa sebab perpisahan itu tidak terjadi pada pertanyaan yang pertama dan kedua, oleh karena pertanyaan pertama dan kedua itu menyangkut perbuatan yang munkar yaitu membunuh anak yang tidak berdosa dan membuat lubang (merusak) pada dinding kapal, maka wajarlah bila dimaafkan. Adapun pertanyaan yang ketiga adalah Khidir berbuat baik kepada orang yang kikir, yang tidak mau memberikan jamuan kepadanya, dan perbuatan itu adalah perbuatan yang baik yang tidak perlu disangkal dan dipertanyakan.
Khidir berkata, "Aku akan memberitahukan kepadamu berbagai hikmah perbuatanku, yang kamu tidak sabar terhadapnya, yaitu membunuh anak, melubangi kapal dan menegakkan dinding rumah. Tujuannya ialah untuk menyelamatkan kapal dari penyitaan orang yang zalim, menyelamatkan ibu-bapak anak yang dibunuh itu dari kekafiran andaikata ia hidup dan menggantinya dengan adiknya yang saleh serta menyelamatkan harta pusaka kepunyaan dua anak yatim yang berada di bawah dinding yang akan roboh itu.".
Ayat 74
“Maka keduanya pun meneruskan perjalanannya."
Maka tersebutlah dalam riwayat Ibnu Abbas bahwa perjalanan itu mereka teruskan, sehingga berjumpa dengan anak muda-muda bermain-main. Di antara anak-anak muda yang sedang banyak bermain bersuka ria itu, kelihatan oleh guru itu seorang di antara mereka."Sehingga apabila keduanya bertemu seorang anak muda, maka dibunuhnyalah (anak muda) itu."
Di dalam ayat ini terdapat kalimatghulam, yang kita artikan dengan anak muda. Kalau pengertian ini tidak tepat, boleh juga kita sebut anak kecil.
Rupanya setelah kelihatan olehnya anak itu, terus, dengan tidak bersibanyak tanya lagi anak itu dibunuhnya mati! Tentu sekali lagi Musa tercengang, Musa yang lekas meluap. Musa yang selamanya tidak dapat menahan hati melihat perbuatan yang di luar garis,"Dia pun bertanya, Adakah patut engkau bunuh satu jiwa yang masih bersih." Satu jiwa anak kecil yang masih suci bersih dan belum berdosan, “Dengan tidak ada sebab dia membunuh orang." Karena hukuman bunuh hanya dapat dilakukan kepada seseorang yang membunuh orang lain, sebagai utang nyawa bayar nyawa. Dan dengan terus terang Musa menyatakan tantangan atas perbuatan itu dengan katanya, “Sungguh engkau telah berbuat suatu perbuatan yang mungkar."
“Dia menjawab,
Ayat 75
“Bukankah sudah aku katakan kepadamu."
Sejak semula engkau menyatakan ingin menggabungkan diri dengan daku telah aku katakan,
“Bahwa sesungguhnya engkau bersama aku tidaklah akan sabar"
Maka teringatlah Musa kembali akan janjinya sejak semula, lalu,
Ayat 76
“Dia berkata, “jika aku bentanya lagi kepada engkau tentang sesuatu sesudah ini, maka janganlah engkau berteman dengan daku lagi."
Sudah bersalah aku pada pertanyaan yang pertama, sekarang sekali lagi aku bersalah, karena bertanya padahal aku sendiri telah berjanji harus sabar jangan banyak bertanya. Lantaran itu,
“Telah cukuplah engkau dari pihak aku ini memberikan ... "
Artinya, tahu sendirilah Musa bahwa kalau dia berbuat kesalahan memungkiri janjinya sekali lagi, sudahlah sepatutnya jika dia tidak dibawa serta lagi. Uzur yang diberikan guru itu kepadanya sampai tiga kali sudahlah sampai pada cukup.
Ayat 77
“Maka keduanya pun menenuskan penjalanan, sehingga sampailah keduanya kepada penduduk suatu kampung."
Mungkin sekali perjalanan itu sudah sangat jauh, sedang persediaan makanan tidak ada lagi. Sebab itu mereka keduanya sudah sangat lapar."Mereka keduanya meminta diberi jamuan makan kepada penduduk negeri itu." Berbuat baiklah kepada kami, hai isi kampung, karena adalah musafir tengah dalam perjalanan jauh, bermurah hatilah memberi kami makanan, moga-moga Allah memberikan gantinya berhpat-ganda bagi tuan di sini.'Tetap; mereka tidak mau menjamu keduanya." Kasar benarlah rupanya budi penduduk negeri itu, bakhil dan kedekut. Sampai hati membiarkan musafir kelaparan."Lalu keduanya mendapati di kampung itu sebuah dinding yang hendak roboh." Dinding dari bekas sebuah rumah: “Lalu ditegakkannya." Artinya dinding rumah yang hendak roboh di kampung penduduknya bakhil itu dengan segera ditumpilkan oleh Guru tersebut, sehingga tegak kembali. Heran lagi Musa melihat perbuatan gurunya itu, kita sudah lapar, orang tidak ada yang sudi menjamu,
“Berkata dia, “Jika engkau mau bolehlah engkau mengambil upah dari pembuatanmu itu."
jika engkau minta upahnya, sekurangnya dengan makanan untuk kita berdua hilanglah kelaparan kita.
Musa telah lupa lagi akan janjinya!
Ayat 78
“Dia berkata, “Inilah perpisahan di antara aku dengan engkau."
Selesailah sampai di sini. Kita sudah mesti berpisah. Engkau diikat oleh janjimu sendiri, jika bertanya lagi sekali, aku tidak akan membawamu serta lagi dalam perjalanan ini. Tetapi sungguhpun demikian tidaklah akan aku biarkan saja pertanyaanmu itu tidak terjawab.
“Akan aku beritakan kepada engkau anti perbuatan yang engkau terhadapnya itu tak dapat saban"
Akan aku terangkan semuanya kepada engkau.