Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّا
sesungguhnya Kami
جَعَلۡنَا
Kami telah menjadikan
مَا
apa
عَلَى
diatas
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
زِينَةٗ
perhiasan
لَّهَا
baginya
لِنَبۡلُوَهُمۡ
Kami hendak menguji mereka
أَيُّهُمۡ
siapa diantara mereka
أَحۡسَنُ
lebih baik
عَمَلٗا
perbuatan
إِنَّا
sesungguhnya Kami
جَعَلۡنَا
Kami telah menjadikan
مَا
apa
عَلَى
diatas
ٱلۡأَرۡضِ
bumi
زِينَةٗ
perhiasan
لَّهَا
baginya
لِنَبۡلُوَهُمۡ
Kami hendak menguji mereka
أَيُّهُمۡ
siapa diantara mereka
أَحۡسَنُ
lebih baik
عَمَلٗا
perbuatan
Terjemahan
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di atas bumi sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka siapakah di antaranya yang lebih baik perbuatannya.
Tafsir
(Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi) berupa hewan, tumbuh-tumbuhan, pepohonan, sungai-sungai dan lain sebagainya (sebagai perhiasan baginya, agar Kami menguji mereka) supaya Kami menguji manusia, seraya memperhatikan dalam hal ini (siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya) di dunia ini; yang dimaksud adalah siapakah yang lebih berzuhud/menjauhi keduniaan.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 6-8
Maka (apakah) barangkali kamu mau membunuh dirimu karena bersedih hati melihat mereka berpaling, tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an). Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan agar Kami menguji mereka, siapakah di antara mereka yang terbaik perbuatannya. Dan sesungguhnya Kami benar benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.
Allah ﷻ menghibur hati Rasul-Nya dalam kesedihannya menghadapi sikap kaum musyrik, karena mereka tidak mau beriman dan menjauhinya, seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Maka janganlah buat dirimu binasa karena kesedihan terhadap mereka.” (Fathir: 8) “Dan janganlah kamu bersedih hati karena (kekafiran) mereka.” (An-Nahl: 127) Dan firman Allah ﷻ yang mengatakan: “Boleh jadi kamu (Muhammad) mau membinasakan dirimu karena mereka tidak mau beriman.” (Asy-Syu'ara: 3) Bakhi'un, membinasakan diri sendiri, karena sedih melihat mereka tidak mau beriman. Dalam ayat berikut ini disebutkan: “Maka (apakah) barangkali kamu mau membunuh dirimu karena bersedih hati melihat mereka berpaling, tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur'an).” (Al-Kahfi: 6) Yang dimaksud dengan keterangan adalah Al-Qur'an.
Asafan artinya kecewa, yakni janganlah kamu membinasakan (merusak) dirimu sendiri karena kecewa. Qatadah mengatakan, yang dimaksud dengan asafan adalah membunuh diri sendiri karena marah dan bersedih hati terhadap mereka yang tidak mau beriman. Mujahid mengatakan, maknanya adalah kecewa. Pada garis besarnya semua makna yang telah disebutkan di atas mirip pengertiannya, yang kesimpulannya dapat dikatakan sebagai berikut: "Janganlah kamu buat dirimu kecewa terhadap mereka yang tidak mau beriman kepadamu, cukuplah kamu sampaikan risalah Allah. Barang siapa yang mau menerimanya sebagai petunjuk, maka manfaatnya buat dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya dia menyesatkan dirinya sendiri. Janganlah buat dirimu rusak binasa karena kesedihan terhadap mereka."
Kemudian Allah ﷻ menyebutkan bahwa Dia menjadikan dunia ini kampung yang fana yang dihiasi dengan perhiasan yang fana pula pada akhirnya. Dan sesungguhnya dunia berikut kegemerlapannya ini hanya dijadikan oleh Allah sebagai kampung ujian, bukan kampung menetap.
Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi sebagai perhiasan, agar Kami menguji mereka, siapa di antara mereka yang terbaik perbuatannya.” (Al-Kahfi: 7) Qatadah meriwayatkan dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id, dari Rasulullah ﷺ yang bersabda: “Sesungguhnya dunia itu manis lagi hijau, dan sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagai khalifah padanya; maka Dia akan melihat apa yang akan kalian perbuat. Karena itu, takutlah kalian terhadap dunia dan takutlah kalian terhadap wanita, karena sesungguhnya fitnah yang mula-mula melanda kaum Bani Israil adalah tentang wanita.”
Kemudian Allah ﷻ memberitahukan bahwa dunia itu pasti lenyap dan fana, waktunya pasti habis dan lenyap serta hancur. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: “Dan sungguh Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.” (Al-Kahfi: 8) Yakni sesudah menghiasinya sungguh Kami benar-benar akan menjadikan dunia rusak dan hancur dan Kami akan menjadikan segala sesuatu yang berada di atasnya binasa. “Tanah rata lagi tandus.” (Al-Kahfi: 8) Artinya tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan dan tidak bermanfaat. Seperti yang dikatakan oleh Al-Aufi dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.” (Al-Kahfi: 8) Yaitu segala sesuatu yang ada di atasnya hancur binasa dan lenyap.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: “Tanah rata lagi tandus.” (Al-Kahfi: 8) Maksudnya tandus tidak dapat menumbuhkan tetumbuhan. Qatadah mengatakan, as-sa'id artinya tanah yang tidak ada pohon dan tidak ada tanamannya. Ibnu Zaid mengatakan bahwa as-sa'id adalah tanah yang tidak ada tumbuh-tumbuhannya sama sekali. Tidakkah Anda perhatikan firman Allah ﷻ yang mengatakan:
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa Kami menggiring (awan yang mengandung) air ke bumi yang tandus, lalu Kami tumbuhkan dengan air hujan itu tanam-tanaman yang darinya (dapat) makan binatang-binatang ternak mereka dan mereka sendiri. Maka apakah mereka tidak memperhatikan?” (As-Sajdah: 27)
Muhammad ibnu Ishaq mengatakan sehubungan dengan makna firman Allah ﷻ: “Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menjadikan (pula) apa yang di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus.” (Al-Kahfi: 8) Yakni apa yang ada di atas bumi, sungguh semuanya itu pasti akan lenyap dan hancur binasa. Dan sungguh semuanya akan kembali kepada Allah. Maka janganlah kamu berputus asa, janganlah pula bersedih hati terhadap apa yang kamu dengar dan kamu lihat.
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada di bumi, yakni beraneka macam hewan, tumbuh-tumbuhan dan kekayaan alam yang
tersimpan di dalamnya sebagai perhiasan baginya, yakni bagi bumi dan
indah dipandang oleh manusia, untuk Kami menguji mereka, di dalam
menyikapi keindahan bumi dengan segala isinya. Dengan demikian,
Kami mengetahui secara nyata siapakah di antara mereka yang terbaik
perbuatannya, dan siapa yang jahat dan durhaka kepada Tuhannya. Dan kelak di hari kiamat, Kami benar-benar akan menjadikan apa yang
di atasnya, yakni apa yang ada di atas bumi menjadi tanah yang tandus
lagi kering, tidak ada lagi keindahannya. Demikianlah Allah menjadikan bumi dengan segala isinya yang dipandang indah oleh manusia sebagai sarana untuk menguji siapa di antara manusia itu yang baik perbuatannya dan siapa yang berbuat jahat. Kelak di hari kiamat kebaikan
dan kejahatan itu akan mendapat pembalasan yang seadil-adilnya.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ menerangkan bahwa segala yang ada di atas bumi ini diciptakan sebagai perhiasan bagi bumi itu, baik binatang dan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari berbagai jenis di lautan dan di daratan, maupun barang-barang tambang yang beraneka ragam dan sebagainya. Semua itu untuk menguji manusia apakah mereka dapat memahami dengan akal pikiran bahwa perhiasan-perhiasan bumi itu dapat memberi gambaran akan adanya Sang Pencipta, untuk kemudian menaati perintah dan menjauhi larangan-Nya. Bilamana mereka menggunakan segala benda-benda alam, hewan, dan tumbuh-tumbuhan itu untuk pengabdian diri kepada Allah dan kemaslahatan manusia, maka Allah akan memberi mereka pahala yang sebesar-besarnya. Akan tetapi, bilamana mereka menggunakannya untuk mendurhakai Allah dan merusak peradaban dan kemanusiaan, maka Allah ﷻ akan menimpakan kepada mereka azab yang besar pula. Sejarah umat manusia membuktikan bahwa mereka selalu berlomba-lomba untuk mem-peroleh benda-benda perhiasan bumi itu, karena merupakan benda-benda ekonomi yang menjadi sumber penghidupan umat manusia. Karena benda-benda itu pula, mereka saling berbunuh-bunuhan satu sama lain yang akhirnya menimbulkan kehancuran. Hal itu tidak akan terjadi jika mereka menyadari bahwa benda-benda hiasan bumi itu adalah anugerah Allah, dan dimanfaatkan untuk kemanusiaan dan pengabdian kepada Tuhan Rabbul Alamin.
Demikianlah, barang siapa yang dapat memahami dan mengambil pelajaran serta hikmah dari benda-benda hiasan bumi itu akan berbahagia di dunia dan di akhirat. Semua benda alam ini memang diperuntukkan bagi manusia, terserah kepada mereka mau melakukan apa saja terhadap benda-benda hiasan di permukaan bumi itu?
Firman Allah swt:
Tidakkah engkau memperhatikan bahwa Allah menundukkan bagimu (manusia) apa yang ada di bumi dan kapal yang berlayar di lautan dengan perintah-Nya. (al-hajj/22: 65)
Sabda Nabi Muhammad saw:
Sesungguhnya dunia ini manis dan hijau. Dan sesungguhnya Allah menunjuk kamu sebagai penguasa di atasnya, lalu Dia melihat apa yang kamu kerjakan. (Riwayat Muslim dari Abu Sa'id al-Khudri).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
SURAH AL-KAHF
(GUA-NGALAU)
SURAH KE-18,110 AYAT. DITURUNKAN DI MEKAH
(AYAT 1-110)
Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Pengasih
Ayat 1
“Alhamdulillah!" Segala puji-pujian untuk Allah, yang telah menurunkan Kitab itu kepada hamba-Nya."
Disusun mengartikan ayat dengan mendahulukan kata yang menurunkan kitab itu daripada menuliskan kepada hamba-Nya, supaya sesuai dengan jalan bahasa Indonesia,
Di dalam permulaan ayat pertama ini terdapat dengan langsung ajaran tauhid yang menjadi pegangan teguh kaum Muslim. Bertemu di sini tiga pokok yang dibicarakan. Pertama Allah, kedua hamba, dan ketiga Kitab itu. Manusia telah diberi petunjuk oleh Allah dengan mengirimkan Kitab itu, yaitu Al-Qur'an dengan perantaraan Rasul yang Dia utus. Kalau tidak ada kitab itu, sesatlah manusia dalam kehidupan. Dan kalau tidak ada Rasul Allah yang membawanya dan mengajarkan, tidaklah berfaedah kedatangan kitab tadi. Maka ditegaskanlah dalam ayat ini bahwa yang patut menerima segala pujian bukanlah kitab itu melainkan Allah yang mengirim kitab. Dan bukan pula rasul yang diutus, karena dia hanya hamba-Nya, hamba dari Allah itu. Seorang hamba disuruh dan diperintah serta mematuhi akan suruhan dan perintah itu. Dan hamba itu tidaklah melebihi dari yang diperintahkan dan tidak pula mengurangi. Dan demikian terpulanglah segala pujian kepada Allah sendiri. Dan kita pun sejak semula telah diberi bimbingan oleh Allah sendiri. Bahwa Allah Allah memuji diri-Nya pada pembukaan segala urusan dan pada penutupnya, dia terpuji dari awal sampai akhir, dari dunia sampai akhirat. Datangnya Rasul dan dikirimkannya Kitab adalah nikmat yang sebesar-besarnya yang Dia limpahkan kepada makhluk-Nya.
Ini pun menjadi i'tibar dan perbandingan pula bagi kita, bahwa yang patut menerima segala pujian, bagaimanapun bentuknya, hanyalah Allah. Dan kalau diri kita sendiri yang dipuji orang, lekas-lekaslah kembali kepada Allah karena tidak ada nikmat yang kita terima melainkan dari Allah juga. Tidak ada nikmat bikinan dari kita sendiri.
Ujung ayat ialah,
“Dan tidak dijadikan-Nya padanya kebengkokan."
Artinya bahwa isi Kitab yang diturunkan-Nya kepada hamba-Nya itu tidak ada yang menyimpang dari jalan kebenaran. Tidak ada yang bengkok dan menyeleweng, keluar dari garis lurus; yaitu tegas dan jitu dan dapat dipertanggungjawabkan menurut pertimbangan akal yang sehat dan budi yang bersih.
Ayat 2
“Yang berkeadaan lurus."
Pangkal ayat 2 ini adalah penegasan lagi dari ujung ayat yang pertama. Dia tidak bengkok dan berbelit-belit sehingga susah buat diterima. Tetapi dia adalah qayyiman, artinya lurus.
Ingatlah bahwa surah al-Faatihah sebagai ibu dari Al-Qur'an wajib kita baca di tiap-tiap rakaat shalat kita; baik shalat yang wajib ataupun yang sunnah. Karena shalat yang sunnat itu, meskipun mengerjakannya hanya anjuran, tetapi berdosa jugalah kita kalau kita kerjakan dengan tidak sempurna, dan tidak juga sah jika tidak membaca al-Faatihah.
Di dalam surah al-Faatihah itu ada satu ayat, yaitu Ihdinash-Shirathal Mustaqiim,
“Tunjukilah kami jalan yang lurus."
Maka selalu, petang dan pagi, siang dan malam, malahan larut malam shalat Tahajjud, dan shalat siang hari di waktu dhuha kita memohon tunjuki jalan yang lurus. Nabi pun mengajarkan kepada seorang sahabatnya yang datang minta diajarkan kaji keputusan yang pendek tapi bisa dijadikan pegangan hidup selama-lamanya. Lalu Nabi jawab,
Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah." Kemudian itu tegaklah dengan lurus."
Artinya jangan membelok membengkok lagi kepada jalan yang lain.
Sebab itu teranglah bahwa mencari dan menempuh jalan lurus itulah sebagian besar atau hakikat dari perjalanan hidup kita. Di dalam ilmu ukur dikatakan bahwa garis lurus ialah jarak yang paling dekat di antara dua titik. Di sini tentu maksudnya di antara Allah yang jadi tujuan hidup kita dan kita hamba-Nya yang sedang menuju-Nya. Sebab itu Allah menurunkan Al-Qur'an, kitab itu, kepada hamba-Nya, Muhammad ﷺ supaya menuntunkan menempuh jalan yang lurus itu. Dan bunyi ayat selanjutnya,
“Supaya dia mengancamkan suatu adzab yang langsung dari sisi-Nya." Artinya bahwa kitab yang diturunkan kepada hamba-hamba-Nya itu berisi ancaman bagi barangsiapa yang menyeleweng, membengkok, atau menempuh jalan lain. Maka yang menyeleweng atau membelok dari jalan lurus yang diturunkan dalam kitab itu akan tetaplah mendapat adzab siksaan yang langsung dari-Nya.
Dijelaskan di sini min ladun-hu yang berarti langsung datang siksaan dari Allah menurut hukum sebab dan akibat, ‘illat dan ma'lul. Sebab memang, siapa pun yang berjalan dengan maunya sendiri memilih jalan di luar jalan lurus, pasti dia sesat. Maka kepastian itu adalah langsung dari hukum Allah.
“Dan supaya menggembirakan bagi orang-orang yang beriman, yang beramal dengan yang saleh-saleh." Beriman adalah laksana memasang pelita dalam jiwa yang menyebabkan jelas terang jalan yang akan ditempuh selanjutnya, tidak terbelok lagi ke dalam belukar dan jurang-jurang yang berbahaya. Dan iman itu dengan sendirinya menimbulkan amal yang saleh-saleh, perbuatan-perbuatan yang baik Perbuatan yang baik itu pun kelegaan dan kelapangan jalan hidup dan kegembiraan. Maka di akhir ayat datanglah janji yang pasti dari Allah.
"Sesungguhnya untuk mereka ada balasan yang baik."
Dia akan mendapat balasan yang baik, karunia kebahagiaan, yang terutama akan dirasai terlebih dahulu oleh rohari. Alangkah banyaknya di dunia ini; dalam bumi yang begini lapang orang yang merasa tercekik dan sempit karena jiwanya yang tersiksa. Dan banyak pula kedapatan manusia-manusia yang berpadang luas beralam lapang; sebab kelapangan itu terbentuk dan dalam hatinya sendiri, karena imannya, karena amalnya.
Ayat 3
“Dalam keadaan mereka akan tinggal di dalamnya selama lamanya."
Dalam rangkaian ini terbayang betapa susahnya manusia mencari jalan, lalu datang Utusan Allah membawa kitab berisi penunjuk jalan. Susah pada mulanya mencari jalan lurus itu. Tetapi bila sekali telah bertemu, tidaklah akan dilepaskan lagi. Kemudian bagaimana nikmatnya mendapat jalan itu, dan selamanya tidak lepas lagi. Mulanya kebahagiaan jiwa di dunia, kemudian nikmat Ilahi yang kekal di akhirat.
Kemudian di dalam ayat seterusnya dijelaskan pulalah salah satu maksud ancaman yang khusus di dalam Kitab yang dibawa oleh hamba Allah itu.
Ayat 4
“Dan supaya diancamnya orang-orang yang berkata bahwa Allah mempunyai anak."
Satu soal pokok yang tidak dapat diterima oleh Allah yang disampaikan di dalam kitab itu dan dijelaskan oleh Rasul atau Hamba Allah, ialah suatu pendakwaan bahwa Allah beranak.
Orang Quraisy di Mekah mengatakan bahwa Allah itu beranak, dan anaknya itu ialah malaikat-malaikat itu. Dan malaikat-malaikat itu adalah perempuan. Lalu mereka dirikan berbagai berhala, seperti Al-Laata atau Manaata yang besar. Semuanya itu di-muannatskan dianggap perempuan belaka. Orang Nasrani pun yang pada asal mulanya terlalu amat hormat kepada rasul Allah Isa al-Masih, mereka katakan pula Isa al-Masih itu anak Allah, yaitu Anak Allah yang satu padu dengan Allah sendiri dan satu padu pula dengan Malaikat Jibril yang disebut Ruhul Qudus.
Ayat 5
‘Tidak ada pada mereka tentang itu satu ilmupun."
Artinya, Pendakwaan bahwa Allah beranak itu sama sekali tidaklah ada dasar ilmiahnya. Ungkapan pangkal ayat ini sesuai dengan apa yang dikatakan tidak ilmiah di zaman modern ini.
Yang dikatakan ilmiah ialah sesuatu hasil dari penyelidikan yang saksama mendekati atau mencari kebenaran.
“Hakikat adalah hasil dan penyelidikan."
Dalam hal agama dapatlah diakui kebenarannya kalau datang dari Allah sendiri mengatakan bahwa Dia (Allah) memang beranak, baik laki-laki atau perempuan. Maka setelah diselidiki di dalam kitab-kitab suci yang telah dibukukan, ternyata tidak ada Allah menurunkan wahyu kepada salah seorang rasul-Nya pun yang menerangkan bahwa Dia beranak.
“Dan tidak pula pada nenek moyang mereka." Artinya, sekiranya ditanyakan kepada mereka mengapa kalian katakan Allah beranak, mereka hanya akan menjawab begitulah yang diterima dari nenek moyang. Dan jika diselidiki kepada nenek moyang itu, mereka pun tidak akan menjawab dari mana sumber ajaran ini. Di dalam surah at-Taubah ayat 30 sudah dijelaskan bahwa segalanya itu asalnya hanyalah karena meniru-niru saja kepada dongeng-dongeng kepercayaan orang purbakala. Mulanya meniru-niru kemudian menjadi kebiasaan, lalu jadi tradisi turun menurun dan tidak mau mengubahnya lagi, walaupun sudah datang keterangan yang benar.
Memang terdapat juga didalam kitab-kitab perjanjian lama atau perjanjian baru tentang anak Allah, setelah diselidiki ternyata bahwa arti anak hanyalah menunjukkan cinta-kasih Allah kepada makhluknya yang bernama insan ini. Maka kalau akan terima sabda-sabda demikian dengan arti anak yang sebenarnya, terlalu banyaklah manusia yang akan jadi anak Allah.
“Besarlah kalimat yang keluar dari mulut mereka" karena mereka mendakwahkan Allah beranak itu. Maksudnya semula ialah hendak menghormati dan meninggikan pujian, baik orang Quraisy kepada malaikat-malaikat atau orang Yahudi kepada Uzair (Izra), atau orang
Nasrani terhadap Isa al-Masih. Namun di dalam mereka memuji dan menjunjung tinggi itu, mereka sengaja mengurangi kebesaran Allah. Allah memerlukan anak untuk membantunya, sebab dia merasa lemah kalau berdiri sendiri. Allah merasa dirinya telah tua. Dia takut dirinya akan mati, sebab itu sangatlah diharapkannya ada anak. Sebab itu ditegaskan di ujung ayat,
“Tidak tain yang mereka katakan itu, melainkan dusta belaka."
Pendakwaan bahwa Allah beranak adalah suatu pendakwaan yang dusta, sebab kalau agama itu mengakui wahyu, maka tidaklah pernah Allah mewahyukan yang demikian kepada salah seorang pun dari pada Rasul-Nya. Dan kalau manusia mempercayai akan menggunakan akal buat berpikir, maka pikiran sihat akan dapat mengambil kesimpulan bahwa beranak itu adalah mustahil, bagi Allah. Mustahil artinya tidak masuk akal. Allah itu mestilah Mahasempurna, tidak ada kekurangan sedikit juga. Apalah lagi kepercayaan Kristen yang dinamai Trinitas itu: Allah itu ialah Tiga-Satu atau Satu-Tiga. Dia satu: Yaitu Allah Bapa, Allah Isa dan Allah Ruhul-Kudus. Dan dia Tiga: Yaitu Allah!
Kalau kita m inta keterangan yang j elas yang masuk akal, untuk dapat kita percaya,niscaya orang Kristen akan menjawab, “Ya begitulah yang wajib dipercayai. Sebab dia tidak masuk akal itulah maka dia mesti dipercayai."
Tetapi bila telah diselidiki secara saksama terdapatlah bahwa sejak semula telah terjadi perselisihan paham dan pertikaian tafsir tentang kepercayaan ini dari berbagai golongan (sekte-sekte) Kristen. Setelah mengatakan bahwa Anak Allah itu hanyalah kata kiasan kasih saja, bukan anak sebenarnya. Kecuali Yesus Kristus (Isa al-Masih); kalau dia ini memang anak sebenarnya. Tetapi yang lain menyanggah dan menyatakan bahwa Yesus itu adalah anak Allah perlambang saja, sebagai alamat kasih Allah kepadanya. Tidak lebih!
Golongan Unitarian menolak sama sekali kepercayaan bahwa Isa al-Masih Bagian dari Allah. Dia adalah manusia yang diutus Allah, sebagai kepercayaan orang Islam kepada Nabi Muhammad ﷺ juga.
Maka kalau diselidiki dengan saksama ternyatalah bahwa kepercayaan ini adalah keputusan konsili, keputusan rapat pendeta-pendeta agama tertinggi yang disokong kekuasaan Romawi. Maka tidaklah dipertimbangkan benar atau tidaknya. Melainkan dia mesti dibenarkan sebab begitu yang telah diputuskan. Dan barangsiapa yang menantang keputusan itu dikucil atau disisihkan oleh kekuasaan tertinggi gereja dari dalam agama!
Dalam abad kedelapan belas dan kesembilan belas banyaklah ahli-ahli pikir dan sarjana dan filsuf yang dikucilkan dari gereja, di antaranya Voltaire yang terkenal. Mereka percaya akan Allah yang Maha Esa, tetapi mereka menolak keras kalau dikatakan bahwa Isa al-Masih itu Allah juga anak Allah, atau Allah sendiri yang mengorbankan dirinya jadi anak buat menebus dosa manusia di atas kayu salib. Meskipun banyak yang telah dikucilkan dari gereja, yang lain tidak jugalah jera-jeranya menyatakan pendapat bahwa Allah itu pasti satu. Pasti tak beranak. Mereka telah mendapat Allah dari hasil penyelidikan mereka atas alam ini. Maka kemajuan ilmu pengetahuan modern sekarang ini telah menimbulkan dua kemungkinan bagi orang berilmu. Pertama, tidak mau percaya sama sekali kepada adanya Tuhan itu tiga tetapi satu dan satu tetapi tiga. Atau yang kedua, mereka percaya, bertambah yakin dan beriman akan adanya Tuhan, tetapi Allah Yang Maha Esa, Mahakuasa, Mutlak Kekuasaan-Nya. Dia Yang mengatur alam ini dengan sendiri-Nya.
Dengan begitu baru dia puas. Dan mereka akan menutup kupingnya sama sekali kalau disebut-sebut orang juga Tuhan yang bertiga satu, bersatu tiga itu, atau Tuhan itu menjelma ke dunia, dan sampai di dunia jadi anak-Nya, untuk menebus dosa manusia!
Ayat 6
“Boleh jadi engkau hendak membinasakan dirimu dari karena duka cita, dari lantunan bekas-bekas perbuatan mereka, jika mereka tidak mau percaya kepada perkataan ini."
Artinya, kadang-kadang dari sangat duka cita hatimu lantaran melihat bekas-bekas per-buatan mereka yang sangat membuat jengkel, mereka tidak mau percaya akan wahyu-wahyu Allah itu, mau saja rasanya engkau membinasakan diri. Terlintas dalam ingatanmu biarlah mati saja, guna apa hidup lagi!
Sampai Nabi Muhammad terlintas pikiran demikian karena sangat cintanya kepada me-reka, bukan dari sebab benci.
Al-Qasyani, seorang penafsir, mengatakan, “Perasaan iba hati yang demikian itu bisa saja terlintas karena sangat belas kasihan kepada makhluk Allah dan itu adalah sebagai akibat dari cinta akan Allah."
Dapatiahperasaanyangdemikian dipahami jika diingat bahwa Quraisy itu bukanlah orang lain baginya. Umumnya adalah keluarganya, jauh ataupun dekat. Yang mengepalai memusuhi dan membencinya ialah pamannya sendiri, saudara kandung ayahnya, Abu Lahab.
Tetapi semuanya itu cuma perasaan, terlintas sebentar, dari karena sangat iba hati. Tidak keluar ke mulut dan tidak dilaksanakan. Karena pikiran waras beliau sebagai seorang Rasul, lebih menguasai dirinya dari perasaannya, Namun demikian, untuk obat penawar hatinya disebutkan Allah juga dalam wahyu-Nya. Lalu Allah melanjutkan firman-Nya,
Ayat 7
“Sesungguhnya telah Kami jadikan apa yang ada di bumi ini sebagai perhiasan baginya."
Artinya, segala yang ada di muka bumi ini adalah perhiasan bagi bumi ini sendiri. Ada gunung-gunung, danau dan laut, ﷺah dan ladang, sungai bandar galian. Demikian juga binatang-binatang dengan berbagai warna dan perangai, ada yang liar ada yang jinak, ada yang merangkak kaki empat, ada yang melata kaki banyak. Demikian juga tumbuh-tumbuhan, sejak dari kayu di hutan sampai rumput yang sehelai. Semuanya itu adalah perhiasan bagi bumi ini. Bahkan ada perhiasan yang tersembunyi, digali baru keluar, seperti emas dan perak, intan dan berbagai permata. Guna apa semuanya itu dijadikan perhiasan bagi bumi?
“Kanena Kami hendak menguji mereka, siapa di antara mereka yang baik amalannya."
Ditakdirkan Allah hiduplah manusia memenuhi bumi ini. Maka berlombalah manusia mengambil atau menggali atau mencari yang tersembunyi dari perhiasan-perhiasan yang ada di muka bumi itu untuk kepentingan hidupnya. Berlomba mencari harta kekayaan, pangkat dan kedudukan, rumah yang mewah, kebun yangsubur, kendaraan yang megah, emas dan perak. Semuanya itu adalah perhiasaan di bumi dan tinggal di bumi. Manusia berlomba menghasilkannya, tetapi manusia diuji dalam perlombaan itu; mana yang bekerja baik dan mana yang bekerja buruk, mana yang jujur dan mana yang berlaku curang.
Kemudian itu apakah yang akan terjadi? Ayat selanjutnya berkata,
Ayat 8
“Dan sesungguhnya kelak akan Kami jadikan apa yang ada di atasnya menjadi tanah rata lagi tandus."
Artinya, tidaklah ada yang kekal di atas permukaan bumi ini. Mulanya tampak bumi berhias dengan berbagai warna, namun kelaknya perhiasan itu akan hilang. Bumi akan rata dan tanahnya akan tandus. Satu bangsa bermegah naik, kemudian jatuh. Satu pemerintahan mulanya kuat kuasa, akhirnya roboh, lalu digantikan oleh yang lain. Manusia penghuni dunia yang berlomba itu pun sehabis berpayah-payah berlomba-lomba hilanglah dari permukaan bumi dan tidak kembali lagi. Yang tinggal hanyalah sebutan atau kenang-kenangan, kalau memang ada yang akan dikenang orang. Kalau tidak ada yang akan dikenal darinya, maka yang tinggal adalah tumpukan dan kubur-kuburan lama yang tidak ada lagi perbedaan di antara tulang-tulang yang tertimbun di dalamnya, entahlah dia menang ketika berlomba hidup, entah dia kalah,