Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَا
dan tidak
مَنَعَ
mencegah
ٱلنَّاسَ
manusia
أَن
bahwa
يُؤۡمِنُوٓاْ
mereka beriman
إِذۡ
ketika
جَآءَهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡهُدَىٰ
petunjuk
وَيَسۡتَغۡفِرُواْ
dan mereka mohon ampun
رَبَّهُمۡ
Tuhan mereka
إِلَّآ
kecuali
أَن
akan
تَأۡتِيَهُمۡ
datang kepada mereka
سُنَّةُ
peraturan/hukum
ٱلۡأَوَّلِينَ
ummat-ummat terdahulu
أَوۡ
atau
يَأۡتِيَهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡعَذَابُ
azab
قُبُلٗا
berhadap-hadapan
وَمَا
dan tidak
مَنَعَ
mencegah
ٱلنَّاسَ
manusia
أَن
bahwa
يُؤۡمِنُوٓاْ
mereka beriman
إِذۡ
ketika
جَآءَهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡهُدَىٰ
petunjuk
وَيَسۡتَغۡفِرُواْ
dan mereka mohon ampun
رَبَّهُمۡ
Tuhan mereka
إِلَّآ
kecuali
أَن
akan
تَأۡتِيَهُمۡ
datang kepada mereka
سُنَّةُ
peraturan/hukum
ٱلۡأَوَّلِينَ
ummat-ummat terdahulu
أَوۡ
atau
يَأۡتِيَهُمُ
datang kepada mereka
ٱلۡعَذَابُ
azab
قُبُلٗا
berhadap-hadapan
Terjemahan
Tidak ada yang menghalangi manusia untuk beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka dan untuk memohon ampunan kepada Tuhannya, kecuali akan datang kepada mereka ketetapan (Allah yang telah berlaku pada) umat yang terdahulu atau datang kepada mereka azab yang nyata.
Tafsir
(Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia) orang-orang kafir Mekah (untuk beriman) menjadi Maf'ul Tsani atau subjek kedua (ketika petunjuk telah datang kepada mereka) yakni Al-Qur'an (dan memohon ampun kepada Rabbnya, kecuali datang kepada mereka hukum Allah yang telah berlaku pada umat-umat terdahulu) lafal Sunnatul Awwalin berkedudukan menjadi Fa'il atau objek, artinya: datang kepada mereka kebinasaan Kami, yaitu kebinasaan yang telah ditentukan bagi mereka (atau datang azab atas mereka dengan nyata) secara terang-terangan, yaitu kekalahan mereka dalam perang Badar. Menurut qiraat yang lain dibaca Qubulan sebagai bentuk jamak dari kata Qabilun artinya bermacam-macam.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 55-56
Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia dari beriman, ketika petunjuk telah datang kepada mereka dan memohon ampun kepada Tuhannya, kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat terdahulu atau datangnya azab atas mereka dengan nyata. Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan; tetapi orang-orang yang kafir membantah dengan kebatilan agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan kebenaran, dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olok.
Allah ﷻ menyebutkan tentang kebandelan sikap orang-orang kafir, baik yang dahulu maupun yang sekarang; mereka selalu mendustakan kebenaran yang jelas lagi gamblang, sekalipun dibarengi dengan tanda-tanda dan bukti-bukti yang jelas. Tiada faktor yang mencegah mereka untuk mengikuti kebenaran selain keinginan mereka menyaksikan azab yang telah diancamkan terhadap mereka dengan mata kepala sendiri. Sebagaimana dikatakan oleh segolongan di antara mereka kepada nabinya, yang disebutkan di dalam firman Allah ﷻ: "Maka jatuhkanlah keatas kami gumpalan dari langit, jika memang kamu benar." (Asy-Syu'ara: 187) Golongan lain dari kalangan orang-orang kafir itu ada yang mengatakan, seperti yang disitir oleh firman-Nya: "Datangkanlah kepada kami siksa Allah, jika memang kalian benar." (Al-Ankabut: 29) Dan orang-orang Quraisy mengatakan seperti yang disebutkan dalam firman-Nya: "Ya Allah, jika memang (Al-Qur'an) ini benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih." (Al-Anfal: 32) Dan firman Allah ﷻ lainnya yang mengatakan: "Mereka berkata, ‘Hai orang yang diturunkan Al-Qur'an kepadanya, sesungguhnya kamu benar-benar orang gila. Mengapa kamu tidak mendatangkan malaikat kepada kami, jika memang kamu benar?’" (Al-Hijr: 6-7)
Masih banyak ayat lainnya yang menunjukkan makna ini. Firman Allah ﷻ: "Kecuali (keinginan menanti) datangnya hukum (Allah yang telah berlaku pada) umat-umat terdahulu." (Al-Kahfi: 55) Yaitu diliputi oleh azab dan dibinasakan sampai ke akar-akarnya tanpa ada seorang pun yang tersisa dari mereka. "Atau datangnya azab atas mereka dengan nyata." (Al-Kahfi: 55) Maksudnya, mereka melihatnya dengan mata kepala mereka sendiri berada di hadapan mereka. Dalam firman selanjutnya disebutkan: "Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan." (Al-Kahfi: 56) Yaitu sebelum datangnya azab, dan sebagai pembawa berita gembira kepada orang-orang yang membenarkan dan beriman kepada rasul-rasul Kami, dan pemberi peringatan terhadap orang-orang yang mendustakan dan menentang mereka.
Kemudian dalam ayat selanjutnya Allah ﷻ menyebutkan sikap orang-orang kafir itu melalui firman-Nya: "Tetapi orang-orang kafir membantah dengan kebatilan agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan kebenaran." (Al-Kahfi: 56) Yakni mereka gunakan kebatilan itu untuk melemahkan kebenaran yang disampaikan oleh para rasul kepada mereka, tetapi upaya yang dilakukan mereka itu tidaklah berhasil. "Dan mereka menganggap ayat-ayat Kami dan peringatan-peringatan terhadap mereka sebagai olok-olok." (Al-Kahfi: 56) Artinya, mereka menganggap hujah-hujah dan bukti-bukti yang bertentangan dengan hukum alam (mukjizat-mukjizat) yang dibawa oleh para rasul serta peringatan-peringatan dan ancaman-ancaman azab yang ditujukan kepada mereka sebagai olok-olok. Dengan kata lain, orang-orang kafir itu mengolok-olok para rasul dalam hal tersebut dan jawaban seperti itu merupakan reaksi dari kedustaan mereka yang berat dan parah.
Dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi manusia, yakni kaum
musyrik Mekah untuk beriman ketika petunjuk telah datang kepada mereka dan tidak ada juga yang menghalangi mereka memohon ampunan
kepada Tuhannya, kecuali keinginan menanti datangnya hukum Allah
berupa sunah atau ketetapan-Nya yang telah berlaku pada umat yang
terdahulu, yakni datangnya mukjizat yang mereka saksikan dengan mata kepala sendiri atau datangnya azab atas mereka dengan nyata. Mereka tidak akan beriman kecuali apabila datang azab kepada mereka
sebagaimana yang ditimpakan kepada umat terdahulu. Allah sungguh tidak menghendaki keimanan seseorang dilakukan dengan terpaksa.
Allah menghehendaki keimanan yang tulus, yang dilakukan dengan
kesadaran, tanpa paksaan. Dan Kami tidak mengutus rasul-rasul termasuk engkau wahai Nabi
Muhammad, melainkan sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan kepada manusia agar mereka beriman, tetapi orang yang kafir
terus-menerus membantah para rasul itu dengan cara yang batil agar dengan demikian mereka dapat melenyapkan yang hak, yakni kebenaran ayatayat Allah dan mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan apa yang diperingatkan terhadap mereka oleh para rasul sebagai olok-olokan. Mereka berkata
bahwa para rasul hanyalah seorang manusia dan apa yang dikatakan
oleh mereka hanyalah kebohongan belaka.
Setelah cukup banyak macam perumpamaan dan kias perbandingan dipaparkan dalam Al-Qur'an, tetapi ternyata manusia banyak yang ingkar, maka Allah kembali memberikan penjelasan tentang kesombongan orang-orang kafir pada masa dahulu. Mereka mendustakan rasul dan tidak mau mengikuti petunjuk-petunjuk yang dibawanya. Kendati mereka telah menyaksikan sendiri tanda-tanda dan bukti-bukti yang jelas tentang kebenaran petunjuk-petunjuk itu, tetapi mereka tidak juga insaf dan tetap tidak mau mengikutinya. Padahal kalau mereka mau mengikuti petunjuk para rasul dan meninggalkan kemusyrikan, mau mohon ampun kepada Allah, dan bertobat atas kemaksiatan yang dilakukannya pada waktu yang silam, niscaya mereka akan diberi ampunan. Tetapi semua itu tidak mereka kerjakan.
Demikian pula kaum musyrikin Quraisy, mereka tidak mau mengikuti petunjuk Al-Qur'an, karena sifat ingkar dan keras kepala yang telah mengakar pada jiwa mereka. Sifat inilah yang mendorong mereka meminta ditimpakan siksaan atas mereka, sebagaimana yang pernah ditimpakan kepada orang-orang yang terdahulu, yaitu azab yang membinasakan mereka sampai ke akar-akarnya (azab istishal), atau azab yang ditimpakan kepada mereka berturut-turut, azab demi azab dengan nyata.
Permintaan orang-orang musyrik Quraisy yang menentang Allah dan mengejek Rasulullah ﷺ itu diterangkan oleh Allah ﷻ dalam firman-Nya:
Dan (ingatlah), ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata, "Ya Allah, jika (Al-Qur'an) ini benar (wahyu) dari Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih." (al-Anfal/8: 32)
Sikap mereka yang demikian itu menunjukkan kekafiran yang berlebihan yang mencelakakan bagi diri mereka sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MANUSIA BANYAK BANTAHAN
Ayat 54
“Dan sesungguhnya telah Kami curai-paparkan di dalam Al-Qur'an ini, untuk manusia, dari berbagai macam perumpamaan."
Artinya, sudah berbagai macam perumpamaan dan kias perbandingan dan misal dan cerita dikemukakan Allah di dalam Al-Qur'an ini. Sama sekali itu ialah untuk cermin perbandingan bagi manusia. Sebab manusia itu ada pikiran. Kejadian pada orang lain dapat diambilnya kias untuk dirinya. Misal-misal ini memang banyak di dalam Al-Qur'an. Sampai nyamuk yang sekecil-kecilnya, sampai pun lalat, sampai lebah, dan lawah dijadikan misal, untuk menarik perhatian manusia.
“Tetapi adalah manusia itu makhluk, yang paling banyak bantahan,"
Artinya, bahwa di dalam Allah hendak menyadarkan akal budinya dengan berbagai perumpamaan, mereka pun mencari dalih jalan keluar karena jiwa yang tidak hendak patuh. Karena perdayaan iblis. Karena hawa nafsu. Karena mengaku pintar.
Yang dimaksud di sini tentu saja manusia yang ingkar juga. Dan memang banyak juga manusia yang ingkar itu. Lalu datanglah sesal-an Allah pada ayat yang berikutnya,
Ayat 55
“Dan apakah genangan yang menghambat manusia buat beriman, seketika datang kepada mereka petunjuk?"
Begitu banyak perumpamaan telah dikeluarkan, disertai seruan yang bersifat meng-gembirakan (hosy'ran) dan kadang-kadang mengancam (nadziran), namun mereka tidak juga insaf dan mau mengikuti petunjuk yang dibawa Rasul itu? “Lalu memohon ampun kepada Tuhan mereka?" Karena kalau mereka ikuti petunjuk yang dibawa oleh Rasulullah itu, ialu mereka memohon ampun atas dosa-dosa yang pernah diperbuat, niscaya mereka akan diberi ampun. Tetapi itu semua tidak mereka pedulikan!
“(Apakah) karena mereka hendak menunggu datangnya kepada mereka kehinaan (seperti) yang diderita oleh orang yang dahulu?" Apakah dengan sikap yang demikian mereka hendak menentang Allah? Meminta supaya didatangkan pula siksaan sebagaimana yang pernah diderita oleh orangyang didatangi oleh utusan-utusan Allah yang terdahulu? Karena mereka tidak percaya lalu mereka menantang?
“Ataupun datang kepada mereka itu adzab siksaan berhadap-hadapan?"
Kalau memang itu yang mereka kehendaki, adalah yang demikian itu suatu kekafiran yang sangat, yang akan membawa celaka bagi diri mereka sendiri.
Ayat 56
“Dan tidaklah Kami mengutus rasul-rasul melainkan sebagai pembawa-pembawa kabar suka dan pembawa-pembawa kabar ancaman."
Di pangkal ayat ini yang kesekian kalinya diterangkan tugas rasul-rasul Allah. Mereka adalah menyampaikan petunjuk Allah itu dengan memakai dua cara. Pertama, basyiran, membawa berita yang menyukakan dan menggembirakan, bahwa jika petunjuk Allah dituruti dan dipatuhi, keselamatan jua-lah yang akan tercapai, baik di dunia apatah lagi di akhirat. Kedua, nadziran, membawa berita berisi ancaman, bahwa siapa yang tidak mau mematuhi petunjuk Allah itu, yang mengimamkan setan dan iblis dan hawa nafsu di dalam hidupnya, kecelakaan jualah yang akan menimpa diri, di dunia dan di akhirat."Tetapi telah membantah orang-orang yang tidak mau percaya itu dengan cara yang salah." Petunjuk dan bimbingan yang dibawa oleh rasul-rasul adalah kebenaran yang mutlak datang dari Allah. Membantah kebenaran adalah salah, dan caranya membantahnya pun tidak pula ada jalan lain, melainkan dengan cara yang salah pula. Melawan jalan lurus terpaksa mencari jalan bengkok. Menantang kesucian tidak dapat dengan kesucian pula, pasti dengan kekotoran.",Karena dengan begitu mereka hendak menumbangkan kebenaran." Tentu saja kebenaran itu tidak akan dapat ditumbangkan oleh kecurangan; tenaga mereka akan habis,, namun kebenaran akan tetap tegak.
“Dan mereka ambil ayat-ayat-Ku dan ancaman yang diancamkan itu menjadi olok-olok."
Demikianlah yang selalu dialami oleh tiap-tiap rasul yang menegakkan kebenaran, atau orang-orang yang mengikuti jalan rasul bercita membela kebenaran dan keadilan. Musuh-musuh kebenaran itu tidak dapat membantahkan kebenaran dengan kebenaran pula. Karena jiwanya memang kosong dan mereka sombong dengan mengandalkan kekuatan yang ada pada diri me-reka, maka seruan kebenaran dan ancaman Allah mereka olok-olokkan. Mengolok-olok, mengejek, memandang enteng, mencemooh, dan mengancam akan bertindak melakukan kekerasan kepada penyeru kebenaran itu kalau dia telah terdesak dan tak dapat bertahan lagi, itulah alat-alat yang dipakai orang-orang yang tidak mau percaya, atau orang-orang yang kafir itu di setiap masa.
Ayat 57
“Dan siapakah lagi yang lebih aniaya daripada orang yang telah diperingatkan kepadanya ayat-ayat Tuhannya namun dia masih berpaling jua dari-Nya?"
Artinya, tidaklah ada aniaya yang lebih besar daripada itu; peringatan Allah sudah datang dengan cara rayuan gembira dan dengan cara ancaman, namun dia masih saja berkeras kepala."Dan lupa apa yang telah diperbuat oleh dua tangannya." Itu adalah satu aniaya paling besar, aniaya kepada dirinya sendiri, kepada hari depannya sendiri, aniaya kepada perjalanan akalnya, sebab berkacau-balau dan berperang di antara pikirannya yang bersih murni dengan hawa nafsunya yang pantang menyerah, padahal pertahanan tak ada lagi. Dia adalah menunda-nunda kekalahan. Maka oleh karena keaniayaan yang pertama itu, datanglah bertimpa-timpa hukuman Allah."Sesungguhnya telah Kami adakan pada hati mereka penutup," sehingga tidak ada lagi barang suatu kebenaran yang dapat masuk ke dalamnya."Sampai mereka tak mengerti" lagi untuk memperbedakan di antara yang benar
dengan yang salah, “dan pada telinga-telinga mereka ada tekanan berat," sehingga apa pun kebenaran yang didengarnya tidak masuk lagi ke dalam telinga itu. Sebagai pepatah orang kita, “Masuk di telinga kanan, keluar di telinga kiri"
“Dan jika engkau seru mereka kepada petunjuk, maka tidaklah mereka mau akan petunjuk itu selama-lamanya."
Perhatikanlah. Di pangkal ayat telah diterangkan bahwa menolak kebenaran adalah aniaya yang sangat besar. Maka pada lanjutan ayat diterangkan akibat dari penolakan yang pertama itu; hati tertutup, telinga tertekan, kebenaran tak masuk lagi. Itulah permulaan akibat dari aniaya.
Pukulan pertama ialah segera lupa perbuatan-perbuatan salah yang telah banyak dilakukan oleh kedua belah tangan. Sehingga kesalahan telah berturut dikerjakan setiap hari. Tiap ditanyakan, tiap mengatakan lupa, atau tidak mengaku berbuat. Atau membela diri mengatakan bahwa yang salah itu adalah benar, atau menimpakan kesalahan yang diperbuatnya sendiri ke atas pundak orang lain. Hati tertutup, telinga tertekan, kebenaran tak masuk, merasa diri masih kuat, padahal tempat sandaran sudah lama runtuh.
Dalam hati telah ada penyakit, tetapi tidak segera diobati. Kemudian penyakit itu bertambah teruk dan mendalam, sehingga apa juapunobatyangdiberikantidakmenolonglagi.
Digambarkanlah pada ayat ini betapa hebat bertahan kaum musyrikin seketika Nabi ﷺ mengembangkan syari'at dan seruan Ilahi. Padahal akhirnya mereka kalah juga, dan kebenaran juga yang menang. Namun ayat-ayat seperti ini selalu terasa jadi hidup apabila orang yang telah menyediakan diri menjadi penerima waris nabi-nabi, penyeru kepada kebenaran menyampaikan kembali seruan itu kepada manusia di masa kelalaiannya. Di masa orang memakai nama Islam tetapi orang telah meninggalkan petunjuknya. Seperti keadaan kaum musyrikin itu jua; mereka masih tetap mengakui Ka'bah pusat persatuan mereka, Nabi Ibrahim dan Nabi adalah nenek moyang mereka yang mengajarkan agama harif; padahal agama harif sudah tinggal nama. Karena beratus-ratus berhala telah mereka sandarkan, gantungkan, dan pakukan di sekeliling Ka'bah.
Tetapi sungguhpun begitu tantangan mereka, sehingga pada ayat 6 dari surah ini yang telah termaktub terlebih dahulu dinyatakan bahwa nyaris rasanya Nabi Muhammad ﷺ menghancurlumatkan dirinya sendiri melihat keras hati kaumnya karena tak mau menerima kebenaran; sungguhpun demikian, namun Allah tetap pemurah.
Ayat 58
“Dan Tuhan engkau adalah Maha Pengampun dan Yang Empunya Belas kasihan."
Dia Maha Pengampun, Rahmat-Nya luas meliputi langit dan bumi. Tidaklah semata-mata jahat manusia itu. Dari sangat pemurahnya Allah dijadikan-Nya di dalam masyarakat manusia itu ada yang baik dan ada yang jahat. Bahkan di dalam diri orang seorang pun demikian halnya. Yang jahat bukanlah semata-mata dia jahat. Dasar yang baik pasti tetap ada. Satu di antara pembuktian Pemurah dan Rahmat Ilahi ialah, “Kalau Dia hendak menyiksa mereka lantaran apa yang mereka usahakan itu, niscaya diiepaskan-Nya adzab itu." Namun Allah Yang Pemurah, Allah yang mewajibkan atas diri-Nya sendiri dengan sifat Rahmat, belas kasihan, tidaklah segera menjatuhkan hukuman. Bahkan diberinya kesempatan terlebih dahulu, diberinya tempo yang agak senggang, moga-moga pikiran yang jernih yang ada dalam diri hamba-Nya itu dapat menang di atas hawa nafsu yang kacau. Allah mempunyai juga sifat-sifat hilm, menahan murka. Ghafur, memberi ampun bagi yang mefnohon ampun. Sehingga walaupun dosa telah bertumpuk sampai ke puncak langit, kalau datang memohon ampun dengan sungguh, akan segera diberinya ampun. Malahan kadang-kadang suatu kesalahan yang diperbuat manusia dengan rahasia, Allah akan turut menutup rahasia itu dan tidak terbuka sampai dia tobat. Rahasia itu hanya akan terbuka kalau yang bersangkutan sendiri yang membocorkannya.
Kesempatan untuk suru (tobat) ke jalan yang benar selalu terbuka.
“Akan tetapi untuk mereka ada suatu waktu yang tententu, yang mereka sekali-kali tidak akan ada tempat berlindung darinya."
Tentu saja kesempatan yang diberikan itu ada batasnya. Luasnya tentu ada tepi. Pan-jangnya tentu ada ujung. Kalau bukan demikian tentu Allah tidak bijaksana, dan mustahil Allah tidak bijaksana. Kalau batas waktu itu telah datang, tidak juga berinsaf diri, tunggulah ketentuan Allah. Kalau ketentuan itu tiba, tidak seorang pun dapat membela, dan tidak satu tempat pun akan dapat dijadikan perlindungan.
Ayat 59
“Dan akan negeri-ngeri itu."
Artinya, dan ingatlah akan negeri-negeri itu, yang telah banyak Kami beritakan dalam ayat-ayat yang Kami turunkan. Negeri Madyan, Tsamud, ‘Ad, Sadum dan Gamurah, dan negeri Fir'aun, dan lain-lain, “Telah Kami binasakan mereka tatkala mereka telah berlaku zalim."
Kami ulang-ulangi kisah yang benar-benar telah pernah kejadian itu untuk kamu ketahui bahwa di segala waktu Kami pun dapat perbuat demikian. Di samping Kami Pemurah dan mempunyai sifat Rahmat Belas Kasihan, Kami pun melakukan keadilan Kami mengadzab orang yang bersalah.
“Dan untuk membinasakan itu, telah Kami adakan satu saat yang tertentu."