Ayat
Terjemahan Per Kata
ٱلۡمَالُ
harta
وَٱلۡبَنُونَ
dan anak-anak
زِينَةُ
perhiasan
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَاۖ
dunia
وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ
dan yang tetap/kekal
ٱلصَّـٰلِحَٰتُ
kebajikan(amal saleh)
خَيۡرٌ
lebih baik
عِندَ
di sisi
رَبِّكَ
Tuhanmu
ثَوَابٗا
pahala
وَخَيۡرٌ
dan lebih baik
أَمَلٗا
harapan
ٱلۡمَالُ
harta
وَٱلۡبَنُونَ
dan anak-anak
زِينَةُ
perhiasan
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَاۖ
dunia
وَٱلۡبَٰقِيَٰتُ
dan yang tetap/kekal
ٱلصَّـٰلِحَٰتُ
kebajikan(amal saleh)
خَيۡرٌ
lebih baik
عِندَ
di sisi
رَبِّكَ
Tuhanmu
ثَوَابٗا
pahala
وَخَيۡرٌ
dan lebih baik
أَمَلٗا
harapan
Terjemahan
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, sedangkan amal kebajikan yang abadi (pahalanya) adalah lebih baik balasannya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Tafsir
(Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia) keduanya dapat dijadikan sebagai perhiasan di dalam kehidupan dunia (tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh) yaitu mengucapkan kalimat: Subhaanallaah Wal Hamdulillaah Wa Laa Ilaaha Illallaah Wallaahu Akbar; menurut sebagian ulama ditambahkan Walaa Haulaa Walaa Quwwata Illaa Billaahi (adalah lebih baik pahalanya di sisi Rabbmu serta lebih baik untuk menjadi harapan) hal yang diharap-harapkan dan menjadi dambaan manusia di sisi Allah ﷻ
Tafsir Surat Al-Kahfi: 45-46
Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia), kehidupan dunia bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi, kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering dan diterbangkan oleh angin. Dan adalah Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya: "Dan berilah perumpamaan kepada mereka (manusia) kehidupan dunia." (Al-Kahfi: 45) tentang kefanaannya, bahwa dunia itu pasti lenyap dan habis masanya. "Bagaikan air hujan yang Kami turunkan dari langit, maka menjadi subur karenanya tumbuh-tumbuhan di muka bumi." (Al-Kahfi: 45) Maksudnya, biji-bijian yang ditanam padanya menjadi subur dan tumbuh dengan pesat, berbunga, bercahaya serta hijau segar. Sesudah itu disebutkan dalam firman-Nya: "Kemudian tumbuh-tumbuhan itu menjadi kering yang diterbangkan oleh angin." (Al-Kahfi: 45) Yakni kering kerontang berhamburan tertiup oleh angin ke segala arah. "Dan adalah Allah Mahakuasa atas segala sesuatu." (Al-Kahfi: 45) Artinya, Dia mampu menciptakan keadaan seperti itu dan membuat perumpamaan seperti itu.
Sering sekali Allah ﷻ membuat perumpamaan seperti itu untuk kehidupan dunia, seperti apa yang disebutkan-Nya dalam surat Yunus melalui firman-Nya: "Sesungguhnya perumpamaan kehidupan dunia itu adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya tanam-tanaman bumi karena air itu, di antaranya ada yang di makan manusia dan binatang ternak." (Yunus: 24), hingga akhir ayat. Dan firman Allah ﷻ dalam surat Az-Zumar, yaitu: "Apakah kamu tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah menurunkan air dari langit. Maka diaturnya menjadi sumber-sumber di bumi, kemudian ditumbuhkan-Nya dengan air itu tanam-tanaman yang bermacam-macam warnanya." (Az-Zumar: 21), hingga akhir ayat. Dalam surat Al-Hadid disebutkan oleh firman-Nya: "Ketahuilah bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan, perhiasan, dan bermegah-megah antara kalian serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani." (Al-Hadid 20), hingga akhir ayat.
Di dalam sebuah hadis shahih disebutkan: "Dunia itu adalah hijau lagi manis." Firman Allah ﷻ: "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia." (Al-Kahfi: 46) Sama dengan makna yang terkandung di dalam ayat lain yang disebutkan dalam firman-Nya: "Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas." (Ali Imran: 14), hingga akhir ayat. "Sesungguhnya harta kalian dan anak-anak kalian hanyalah cobaan (bagi kalian); dan di sisi Allah-lah pahala yang besar." (At-Taghabun: 15) Dengan kata lain, kembali kepada Allah dan menyibukkan diri dengan beribadah kepada-Nya adalah lebih baik bagi kalian daripada menyibukkan diri dengan hal-hal tersebut, menghimpun dunia (harta) serta merasa khawatir yang berlebihan terhadap hal-hal tersebut.
Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan: "Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya disisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (Al-Kahfi: 46) Ibnu Abbas, Sa'id bin Jubair, serta lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf yang tidak hanya seorang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus shalihat adalah shalat lima waktu. Ata ibnu Abu Rabah dan Sa'id ibnu Jubair telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus shalihat adalah ucapan: 'Subhanallah walhamdulillah wala ilaha illallah wallahu akbar' (Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar).
Hal yang sama dikatakan pula oleh Amirul Muminin Utsman bin Affan ketika ditanya mengenai makna al-baqiyatus shalihat ini, maka ia menjawab bahwa itu adalah ucapan: 'La ilaha illallah subhanallah alhamdulillah Allahu akbar la haula wala quwwata illa billahil ’aliyyil ’azhim [Tidak ada Tuhan selain Allah, dan Mahasuci Allah, dan segala puji bagi Allah, dan Allah Maha Besar, dan tidak ada upaya (untuk menghindari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk melakukan ibadah) kecuali hanya dengan (pertolongan) Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung]. Hal ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa: "Telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Haiwah, telah menceritakan kepada kami Abu Uqail, bahwa ia pernah mendengar Al-Haris (bekas budak Usman r.a.) mengatakan, ‘Pada suatu hari Utsman duduk di suatu majlis, dan kami pun duduk bersamanya. Maka datanglah juru azan kepadanya (memberitahukan masuknya waktu shalat), lalu ia meminta air dalam sebuah wadah, menurutku jumlah air tersebut kurang lebih satu mud banyaknya, kemudian dipakainya untuk wudhu.
Sesudah itu ia berkata, 'Saya pernah melihat Rasulullah ﷺ melakukan wudhu seperti wudhuku ini (yang telah kuperagakan kepada kalian),' lalu beliau ﷺ bersabda: 'Barang siapa melakukan wudhu seperti wudhuku ini, kemudian ia berdiri dan shalat zuhur, maka diampuni semua dosanya yang ada, antara shalat zuhur dan shalat subuhnya. Kemudian bila ia shalat ashar, maka diampuni semua dosanya yang ada antara shalat ashar dan shalat zuhurnya. Kemudian bila ia shalat maghrib, maka diampuni semua dosanya yang ada antara shalat maghrib dan shalat asharnya. Kemudian bila ia shalat isya, maka diampuni semua dosanya yang ada antara shalat maghrib dan shalat isyanya.
Kemudian barangkali ia tidur di malam harinya, lalu bangun di pagi hari dan melakukan wudhu dan shalat subuh, maka diampuni semua dosanya yang ada antara shalat isya dan shalat subuhnya. Semuanya itu adalah kebaikan-kebaikan yang dapat menghapuskan keburukan-keburukan (dosa-dosa).’ Orang-orang bertanya, 'Ini adalah kebaikan-kebaikan. Maka apakah yang dimaksud dengan al-baqiyatus shalihat, hai Utsman?' Utsman menjawab bahwa yang dimaksud dengannya adalah kalimat: 'La ilaha illallah subhanallah alhamdulillah Allahu akbar la haula wala quwwata illa billahil 'aliyyil 'adzhim' [Tidak ada Tuhan selain Allah, Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, Allah Maha Besar, tidak ada upaya (untuk menjauhkan diri dari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali hanya dengan (pertolongan) Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung]." Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid (menyendiri).
Malik meriwayatkan dari Imarah ibnu Abdullah ibnu Shayyad, dari Sa'id ibnul Musayyab yang mengatakan bahwa al-baqiyatus shalihat adalah kalimat: 'Subhanallah alhamdulillah la ilaha illallah Allahu akbar wala haula wala quwwata illa billah' (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar; dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Muhammad ibnu Ajlan meriwayatkan dari Imarah, "Sa'id bin Musayyab pernah bertanya kepadaku tentang makna al-baqiyatus shalihat, maka aku menjawab, 'Shalat dan shaum.' Sa'id bin Musayyab berkata, 'Jawabanmu tidak tepat.' Aku berkata, 'Zakat dan haji.' Sa'id bin Musayyab berkata, 'Jawabanmu masih kurang tepat juga, tetapi sesungguhnya yang dimaksud dengannya adalah lima buah kalimat,' yaitu: 'La ilaha illallah Allahu akbar subhanallah alhamdulillah la haula wala quwwata illa billah' (Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, dan tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)."
Ibnu Juraij mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Nafi' bin Sarjis; ia menceritakan kepadanya bahwa ia bertanya kepada Ibnu Umar tentang apa yang dimaksud dengan istilah al-baqiyatus shalihat. Maka Ibnu Umar r.a. menjawab: 'La ilaha illallah Allahu akbar subhanallah wala haula wala quwwata illa billah' (Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Maha Suci Allah, dan tidak ada daya serta tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah). Ibnu Juraij dan Ata ibnu Abu Rabah mengatakan pula hal yang mirip dengan itu.
Mujahid mengatakan, yang dimaksud dengan al-baqiyatus shalihat adalah ucapan: 'Subhanallah alhamdulillah la ilaha illallah wallahu akbar' (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar). Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Al-Hasan dan Qatadah sehubungan dengan firman-Nya: "Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh." (Al-Kahfi: 46) Bahwa yang dimaksud dengannya adalah ucapan: 'La ilaha illallah Allahu akbar alhamdulillah subhanallah' (Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, segala puji bagi Allah, dan Maha Suci Allah).
Ibnu Jarir mengatakan, "Saya menjumpai di dalam kitab saya sebuah hadits dari Al-Hasan ibnus Sabbah Al-Bazzar, dari Abu Nasr At-Tammar, dari Abdul Aziz ibnu Muslim, dari Muhammad ibnu Ajlan, dari Sa'id Al-Maqbali, dari ayahnya, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: 'Kalimat Subhanallah alhamdulillah la ilaha illallah wallahu akbar' (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar); semuanya itu adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh. Telah menceritakan pula kepadaku Yunus, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, bahwa Darij (yaitu Abus Samah) menceritakan kepadanya, dari Abul Haisam, dari Abu Sa'id, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Perbanyaklah oleh kalian amalan-amalan yang kekal lagi saleh." Ketika ditanyakan, "Apakah yang dimaksud dengannya, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, "Al-millah (agama). Ditanyakan lagi, "Apakah yang dimaksud dengannya, wahai Rasulullah?" Rasulullah ﷺ bersabda, "Takbir (Allahu Akbar / Allah Maha Besar), tahlil (La ilaha illallah / tidak ada Tuhan selain Allah), tasbih (Subhanallah / Maha Suci Allah), dan Alhamdulillah la haula wala quwwata illa billah (segala puji bagi Allah serta tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah).
Imam Ahmad telah meriwayatkan hadits ini melalui riwayat Darij dengan sanad yang sama. Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Abu Sakhr, bahwa Abdullah ibnu Abdur Rahman (pelayan Salim ibnu Abdullah) telah menceritakan kepadanya bahwa Salim pernah mengutusnya kepada Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi untuk suatu keperluan. Salim berpesan, "Sampaikanlah kepadanya, hendaknya dia menemuiku di pinggir kuburan ini, karena aku mempunyai suatu keperluan dengannya." Maka keduanya bertemu dan salah seorang mengucapkan salam kepada yang lain, kemudian Salim berkata kepadanya, "Bagaimanakah menurutmu makna al-baqiyatus shalihat?' Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi menjawab, "La ilaha illallah Allahu akbar subhanallah la haula wala quwwata illa billah (Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Maha Suci Allah, dan tidak ada daya serta tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)." Salim berkata kepada Ibnu Ka'b, "Sejak kapan engkau jadikan kalimat 'La haula wala quwwata illa billah' ke dalam al-baqiyatus shalihat?' Ibnu Ka'b menjawab, "Saya selalu menggabungkannya ke dalamnya." Salim terus menanyainya sebanyak dua atau tiga kali, tetapi Ibnu Ka'b tetap teguh dengan pendiriannya.
Akhirnya Ibnu Ka'b berkata, "Kamu memprotes?" Salim menjawab, "Ya, saya memprotes, karena sesungguhnya saya pernah mendengar Abu Ayyub Al-Ansari menceritakan hadits berikut, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: "Aku dinaikkan ke langit, dan di langit aku melihat Ibrahim a.s. Maka Ibrahim bertanya, 'Hai Jibril, siapakah orang yang bersamamu ini?' Jibril menjawab, 'Muhammad.' Maka Ibrahim menyambut kedatanganku dengan sambutan yang gembira lagi hangat. Kemudian Ibrahim berkata, 'Perintahkanlah kepada umatmu agar mereka memperbanyak tanaman surga, karena sesungguhnya surga itu tanahnya wangi dan buminya luas sekali.' Aku bertanya, 'Apakah tanaman surga itu?' Ibrahim menjawab: 'La haula wala quwwata illa billah' [Tidak ada daya (untuk menghindarkan diri dari kedurhakaan) dan tidak ada kekuatan (untuk mengerjakan ibadah) kecuali dengan pertolongan Allah]."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yazid dari Al-Awwam, telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan Ansar dari kalangan keluarga An-Nu'man ibnu Basyir yang menceritakan, "Rasulullah ﷺ keluar dari rumah menemui kami saat kami berada di masjid sesudah shalat Isya, maka beliau menengadahkan pandangannya ke arah langit, lalu menundukkannya, sehingga kami menduga bahwa telah terjadi sesuatu di langit. Kemudian beliau bersabda: 'Ingatlah, sesungguhnya kelak sesudahku akan ada para amir (pemimpin) yang gemar berdusta dan zalim; maka barang siapa yang percaya kepada kedustaan mereka dan memihak mereka dalam kezalimannya, dia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Dan barang siapa yang tidak mempercayai kedustaan mereka serta tidak membantu kezaliman mereka, dia adalah termasuk golonganku, dan aku termasuk golongannya. Ingatlah, sesungguhnya ucapan 'Subhanallah Alhamdulillah La ilaha illallah Allahu akbar' (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar') adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh (baik)."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Aban, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abu Kasir, dari Zaid, dari Abu Salam, dari seorang maula (bekas budak) Rasulullah ﷺ, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: Lima hal yang amat menguntungkan lagi membuat neraca amal perbuatan bertambah sangat berat (dengan amal kebaikan), yaitu ucapan 'La ilaha illallah Allahu akbar Subhanallah walhamdulillah' (Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Maha Suci Allah, dan segala puji bagi Allah) serta anak saleh yang meninggal dunia, sedangkan orang tuanya merelakannya karena Allah. Rasulullah ﷺ bersabda pula: Lima hal yang amat menguntungkan, yaitu barang siapa yang menghadap kepada Allah dalam keadaan meyakininya, pasti masuk surga; beriman kepada Allah dan hari kemudian, beriman kepada adanya surga dan neraka, serta hari berbangkit sesudah mati dan hari perhitungan (amal perbuatan).
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Rauh, telah menceritakan kepada kami Al-Auza'i, dari Hassan ibnu Atiyyah yang mengatakan, "Syaddad ibnu Aus r.a. berada dalam suatu perjalanan, lalu ia berhenti, turun istirahat di suatu tempat, dan berkata kepada pelayannya, 'Hidangkanlah makanan perbekalan kita, untuk kita sia-siakan.' Maka saya memprotesnya, dan ia berkata, 'Tidak sekali-kali aku mengucapkan suatu kalimat sejak saat masuk Islam melainkan saya kendalikan dan saya pikirkan terlebih dahulu selain dari kata-kataku ini. Maka lupakanlah kata-kataku itu, tetapi saya minta kalian menghafal baik-baik apa yang akan saya katakan kepada kalian ini. Saya pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: 'Apabila manusia menimbun emas dan perak, maka timbunlah (pahala) membaca kalimat-kalimat berikut oleh kalian, yaitu: "Ya Allah, sesungguhnya saya memohon keteguhan dalam urusan ini (agama Islam) dan tekad yang kuat untuk menempuh jalan petunjuk, dan saya memohon kepada-Mu agar bisa mensyukuri nikmat-Mu, dan saya memohon kepada-Mu kebaikan dalam menyembah-Mu, dan saya memohon kepada-Mu hati yang bersih dan memohon kepada-Mu lisan yang benar, dan saya memohon kepada-Mu kebaikan yang Engkau ketahui, serta saya berlindung kepada-Mu dari keburukan yang Engkau ketahui, dan saya memohon ampunan kepada-Mu terhadap semua dosa(ku) yang Engkau ketahui, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui semua yang gaib'.
Kemudian hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam Nasai melalui jalur lain dari Syaddad dengan sanad yang serupa. Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Najiyah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sa'd Al-Aufi, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Umar ibnul Husain, dari Yunus ibnu Nafi' Al-Jadali, dari Sa'd ibnu Junadah r.a. yang mengatakan, "Saya termasuk orang pertama dari kalangan penduduk Thaif yang datang kepada Nabi ﷺ Saya berangkat menempuh jalan dataran tinggi Thaif, yaitu dari As-Surrah, di pagi hari. Sampai di Mina pada waktu ashar, lalu saya mendaki jalan perbukitan dan kemudian turun, lalu datang menemui Nabi ﷺ dan saya masuk Islam.
Nabi ﷺ mengajari saya Firman Allah ﷻ: Katakanlah, "Dialah Allah Yang Maha Esa. (Al-Ikhlas: 1) Maksudnya surat Al-Ikhlas, juga surat Az-Zalzalah. Nabi ﷺ mengajari saya kalimat-kalimat berikut: 'Subhanallah alhamdulillah la ilaha illallah wallahu akbar' (Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah, dan Allah Maha Besar). Kemudian beliau bersabda, 'Itulah amalan-amalan yang kekal lagi saleh'. Dengan sanad yang sama dalam hadits lain disebutkan seperti berikut: "Barang siapa yang bangun di waktu malam hari, lalu berwudhu dan berkumur (membersihkan) mulutnya, kemudian mengucapkan Subhanallah (Maha Suci Allah) sebanyak seratus kali; dan Alhamdulillah (Segala puji bagi Allah) sebanyak seratus kali, Allahu akbar (Allah Maha Besar) sebanyak seratus kali, la ilaha illallah (Tidak ada Tuhan selain Allah) sebanyak seratus kali, maka diampunilah dosa-dosanya kecuali yang berkaitan dengan masalah darah (dosa membunuh), karena sesungguhnya dosa membunuh itu tidak terhapuskan".
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: "Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh." (Al-Kahfi: 46) Bahwa yang dimaksud dengannya adalah zikrullah (zikir kepada Allah), yaitu ucapan "La ilaha illallah Allahu akbar subhanallah alhamdulillah la haula wala quwwata illa billah (Tidak ada Tuhan selain Allah, Allah Maha Besar, Maha Suci Allah, segala puji bagi Allah, Maha Suci Allah, tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah), istighfar, dan shalawat untuk Rasulullah, serta shaum (puasa), haji, sedekah, memerdekakan budak, jihad, silaturahim, dan semua amal saleh. Semua itu adalah amalan-amalan yang kekal lagi saleh, yaitu amalan-amalan yang mengekalkan pelakunya di dalam surga selama masih ada bumi dan langit (yakni untuk selama-lamanya). Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa yang dimaksud dengan al-baqiyatus shalihat adalah kalam yang baik. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, yang dimaksud dengan al-baqiyatus shalihat adalah seluruh amal-amal saleh. Pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir.
Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, baik dan indah sifatnya serta bermanfaat bagi manusia, tetapi dapat memperdaya
dan tidak kekal; tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh yang dilakukan
karena Allah dan sesuai tuntunan agama adalah lebih baik pahalanya di
sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan yang dapat membawa
kepada kebahagiaan yang kekal sampai di akhirat nanti. Dan ingatlah pada hari yang ketika itu Kami perjalankan gununggunung, yakni Kami hancurkan sehingga ia menjadi bagai kapas yang
beterbangan, dan engkau akan melihat bumi itu rata karena tidak ada lagi
gunung, tanaman ataupun bangunan, dan Kami kumpulkan mereka di
Padang Mahsyar, tempat berkumpulnya seluruh manusia baik yang
hidup dahulu maupun kemudian, dan tidak Kami tinggalkan seorang pun
dari mereka di dalam kuburnya, yakni di alam barzakh.
Allah menjelaskan bahwa yang menjadi kebanggaan manusia di dunia ini adalah harta benda dan anak-anak, karena manusia sangat mem-perhatikan keduanya. Banyak harta dan anak dapat memberikan kehidupan dan martabat yang terhormat kepada orang yang memilikinya. Seperti halnya 'Uyainah, pemuka Quraisy yang kaya itu, atau Qurthus, yang mempunyai kedudukan mulia di tengah-tengah kaumnya, karena memiliki kekayaan dan anak buah yang banyak. Karena harta dan anak pula, orang menjadi takabur dan merendahkan orang lain. Allah menegaskan bahwa keduanya hanyalah perhiasan hidup duniawi, bukan perhiasan dan bekal untuk ukhrawi. Padahal manusia sudah menyadari bahwa keduanya akan segera binasa dan tidak patut dijadikan bahan kesombongan. Dalam urutan ayat ini, harta didahulukan dari anak, padahal anak lebih dekat ke hati manusia, karena harta sebagai perhiasan lebih sempurna daripada anak. Harta dapat menolong orang tua dan anak setiap waktu dan dengan harta itu pula kelangsungan hidup keturunan dapat terjamin. Kebutuhan manusia terhadap harta lebih besar daripada kebutuhannya terhadap anak, tetapi tidak sebaliknya.
Kemudian Allah ﷻ menjelaskan bahwa yang patut dibanggakan hanyalah amal kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia sepanjang zaman sampai akhirat, seperti amal ibadah salat, puasa, zakat, jihad di jalan Allah, serta amal ibadah sosial seperti membangun sekolah, rumah anak yatim, rumah orang-orang jompo, dan lain sebagainya. Amal kebajikan ini lebih baik pahalanya di sisi Allah daripada harta dan anak-anak yang jauh dari petunjuk Allah swt, dan tentu menjadi pembela dan pemberi syafaat bagi orang yang memilikinya di hari akhirat ketika harta dan anak tidak lagi bermanfaat.
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERUMPAMAAN HIDUP DI DUNIA
Perumpamaan yang terdahulu adalah tentang dua berteman yang seorang kaya berkebun subur dua tumpuan dan yang seorang miskin, dan kekayaannya hanya iman. Sekarang dalam perumpamaan yang lain, yaitu tentang penilaian manusia terhadap kehidupan dunia ini.
Ayat 45
“Dan perbuatlah untuk mereka itu satu perumpamaan tentang kehidupan di dunia ini."
Supaya lebih terang kita ambil dahulu artinya menurut logat dari dunia. Kalimat dun-ya pokok asal dari kalimat dana yang berarti dekat. Hidup di dunia asal artinya ialah hidup yang dekat ini, atau hidup kita yang sekarang. Timbalannya ialah hidup akhirat, dari pokok kata akhir, yang berarti kemudian. Sesudah hidup dunia yang dekat ini, akan ada lagi hidup akhirat, hidup hari nanti. Maka hidup di dunia itu, “Ialah laksana air yang Kami turunkan dari /o'npit."Yaituairhujan.Disebutdari langit, sebab yang dikatakan langit di sini ialah yang di atas kita."Maka bercampurlah dengan dia tumbuh-tumbuhan di bumi." Artinya, bahwa air hujan yang telah jatuh dari atas itu telah bertumpah-ruah ke atas permukaan bumi lalu bercampur baur dengan tumbuh-tumbuhan yang ada di atas permukaan bumi itu, menyebabkan tumbuhnya dengan subur. Percampur-bauran terjadi karena urat dari tumbuh-tumbuhan itu, baik rumput kecil atau belukar, ataupun pohon yang besar-besar. Semua uratnya mencari tanah, mengisap airnya, sehingga air hujan itu dengan perantaraan urat tadi telah tercampur baur kepada seluruh tumbuh-tumbuhan itu, dari pangkal pokok sampai ke puncak dan ke ujung daun."Lalu jadi keringlah dia ditiup oleh angin."
Yah! Mula-mula suburlah tumbuh-tumbuhan itu karena air hujan cukup turun untuk menghidupinya, rindanglah daunnya, lebatlah buahnya, rimbun boleh tempat berteduh. Tetapi kian lama tumbuh-tumbuhan itu kian lanjut usianya sehingga dia tidak dapat lagi mengisap air dari bumi, malahan menjadi bertambah kurus kering ditiup angin. Lama-lama dia pun mumuk, lalu akhirnya menjadi tunggul tua dan mati.
Begitu hidup tumbuh-tumbuhan dan begitu pulalah hidup manusia sehingga ada ungkapan tua dalam bahasa Melayu, “Sementara tampuk lagi bergetah" mudahlah apa yang diurus. Tetapi kalau tampuk sudah kering, gugurlah daun ke bawah, selara namanya.
Alangkah tepat dan dalam perumpamaan ini. Sesubur-subur tumbuh-tumbuhan dan se-rindang-rindang menghijau daunnya mengisap udara namun satu waktu dia akan layu, daunnya akan gugur dan hasil buahnya tidak akan keluar lagi. Tak ada yang diharap dari, karena waktunya telah habis dan giliran telah jatuh kepada yang lain pula. Lihatlah tumbuhnya padi: sejak dari menanam berih, sampai dia besar dan menghijau sampai airnya dikeringkan dan kemudian dia berangsur berbuah, lalu dari menghijau berangsur menguning, dan buahnya pun menunduk ke bawah. Apabila buahnya itu telah masak, habislah waktunya dan habislah tugasnya. Subur di waktu muda dan menghijau. Lalu beransur kering tenaga dan menguning, kemudian tunduk menjadi jerami yang akan disingkirkan karena orang akan menanam yang baru pula.
Padi setelah tua disabit, lalu hasilnya diambil orang. Kita ini sebagai insan, jika datang waktu kita pergi, apakah yang kita tinggalkan?
Ujung ayat adalah kesimpulan dari kehidupan di dunia itu,
“Dan adalah Allah atas tiap-tiap sesuatu Menentukan."
Dan sifat Allah sebagai Penentu atau muqtadir itu berlaku terus dalam alam yang Dia ciptakan ini. Mulanya tidak ada, kemudian dia adakan, akhirnya semuanya lenyap. Dan yang kekal hanya Dia. Dan semuanya itu hanyalah soal tempo dan ukuran belaka. Padi dalam masa empat bulan. Ada kayu dalam masa empat tahun dan ada lagi yang dalam masa 40 tahun atau 400 tahun, ataupun dalam masa 40 juta tahun; namun asalnya tetap tidak ada, kemudian diadakan, sesudah itu lenyap. Yang kekal hanya Allah saja.
Kemudian tersebutlah dalam ayat selanjutnya tentang kehidupan dunia itu.
Ayat 46
“Harta dan anak itu adalah perhiasan hidup di dunia."
Kita datang ke dunia ini, dan setelah itu kita akan pergi. Sementara kita hidup ini di-perhiasilah hidup kita dengan harta benda. Kita sebagai insan ingin mempunyai harta benda. Tidak ada harta, hidup ini tidak ada perhiasannya. Tidak ada keturunan, hidup ini terasa suram. Ributnya tangis anak-anak dalam rumah, pada hakikatnya adalah perhiasan rumah juga. Dan sebagai manusia kita mencintai perhiasan itu. Allah pun telah menakdirkan juga kita suka akan perhiasan hidup itu seperti dijelaskan pada surah ‘Aali Imraan ayat 14. Istri yang setia, anak-cucu yang membawa kegembiraan hidup, perbendaharaan berisi emas dan perak, kendaraan yang bagus (dahulu unta dan kuda, sekarang mobil mengilap), binatang-binatang ternak, sawah, dan ladang semuanya adalah perhiasan hidup. Siapa pun yang berpikiran sehat mengakui bahwa manusia lebih senang dengan segala-galanya itu. Banyak sekali soal perhiasan ini dibicarakan di dalam Al-Qur'an! Tetapi selalu diperingatkan supaya manusia jangan lalai, jangan lupa, jangan sampai hendaknya perhiasan hidup yang sementara itu membuatnya lupa bahwa dia masih dalam pertengahan jalan. Manusia belum sampai kepada perhentian terakhir. Sebab itu maka pada lanjutan ayat diperingatkanlah,
“Tetapi bekas yang baik dan amalan yang saleh, itulah yang lebih baik di sisi Tuhanmu dari segi ganjaran dan lebih baik dari segi harapan."
Dengan rayuan yang indah sekali di ujung ayat ini Allah memberi peringatan bahwa harta benda dan anak itu memang perhiasan, namun perhiasan itu sangat terbatas sekali waktunya. Harta benda terasa seperti perhiasan kalau badan masih sehat. Kalau sudah sakit, kita bersedia melicintandaskan harta itu untuk berobat. Dan hanya waktu muda. Kalau sudah tua tidak bertenaga lagi, kadang-kadang kita akan merasakan tidak peduli kepada harta itu lagi. Anak-anak pun demikian pula! Semasa dia kecil memang dia perhiasan. Kalau dia sudah besar dan telah hidup sendiri dengan rumah tangganya, bukan sedikit anak-anak itu yang lupa kepada orang tuanya. Oleh sebab itu di samping menghabiskan tenaga untuk mengumpul harta dan membanggakan anak, ingatlah hari depanmu sendiri. Sebab kalau engkau mati, harta benda dan anak-anak itu tidak ada lagi dan tidak akan engkau bawa mati. Allah Allah memperingatkan bahwa jejak atau bekas dari perbuatan yang baik semasa hidup itulah yang akan membuat hari depanmu tenteram. Tenteram karena Allah menjanjikan pahala, dan bahagia karena Allah memupuk pengharapan buat hari depan, sehingga tidak ada rasa takut akan menghadapi perhitungan (hisab) di hadapan Allah.
Amal (pengharapan) buatzamandepanitu-lah yang membuat kita mengisi hidup dengan kebajikan. Karena kembali kelak kepada Allah hanya seorang diri.
Sebab itu dapatlah kita simpulkan maksud ayat ini bahwa di samping kita menghabiskan tenaga dalam hidup yang terbatas ini untuk kepentingan orang lain, jangan lupa bersedia bekal untuk pulang ke akhirat. Karena setelah mengantarkan kita ke kuburan, semua orang pun pulang, termasuk anak-anak dan cucu, dan tinggallah kita sendiri menunggu perhitungan.
AL-BAQIYATUS SALIHAH
‘Jejakyang baik" atau “bekasyang indah" itu diperbincangkan juga oleh ulama-ulama salaf, apakah dia. Said bin Jubair menyampaikan dari riwayat Ibnu Abbas, “AI-Baqiyatush Salihah" ialah shalat lima waktu. Dan kalau dia dijadikan kumpulan dzikir, yaitu sikap dan sebutan mengingat Allah, maka dia ialah
“Subhanallah, Walhamdulillah, wa la llaha Illallah, wallahu Akbar" (Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada Tuhan selain Allah dan Allah Mahabesar)."
Menurut riwayat dari Sayyidina Utsman bin Affan,-ditambah satu ucapan lagi, yaitu Wa Laa Haula Wa Laa Quwwata Ilia Billah. Menurut isi sebuah hadits dari beliau, kita kerjakan shalat lima waktunya tepat di awal waktu dengan khusyu dan selalu pula kita baca dzikir yang disebut aI-Baqiyatus Salihah ini, moga-mogalah keingatan kita kepada Allah selalu itu menjadi jejak yang baik dari hidup kita dan menjadi penimbun yang baik dari kelainan dan kealpaan kita.
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Segala amalan yang saleh, itulah al-Baqiyatus Salihah".
Sebab itu kerjakanlah shalat lima waktu, berpuasalah bulan Ramadhan, berzakatlah dan didik diri jadi dermawan, naik hajilah kalau kuasa, berjuanglah dan berjihad, hubu-ngkanlah silaturahim dan perbaikilah hati terhadap kepada semua manusia, dari sini kita akan berangsur mencapai al-BaqiyatusSalihah.
Setelah ingat akan dunia yang sebenarnya dengan nilainya yang sebenarnya pula, Allah memperingatkan apakah lanjutan dari kehidupan dunia itu.
Ayat 47
“Dan (ingatlah) akan hari yang akan Kami penjalankan gunung-gunung, dan akan engkau lihat bumi itu lebih nyata."
Inilah pertanda pertama dari dunia ini akan kiamat! Gunung akan diperjalankan Allah, dengan demikian berarti tanah menjadi longsor, yang membawa gunung jadi berkisar. Karena gunung tidak di tempatnya lagi, bumi jadi rata dan jelas nyata, tidak ada yang menghambat."Dan akan Kami kumpulkan seluruh mereka," itulah yang bernama “Yaumal Mahsyar" atau disebut padang mahsyar.
“Maka tidaklah akan Kami tinggalkan dari antara mereka seorang jua pun."
Ayat 48
“Dan akan dibawa mereka ke hadapan Tuhanmu berbaris-baris."
Dibuat berbaris-baris dengan teratur, satu demi satu, karena masing-masing akan diminta pertanggungjawabannya tentang kegiatan mereka di kala hidup dalam dunia ini. Maka ber-firmanlah Allah, “Sesungguhnya kamu telah datang kepada Kami sebagaimana telah Kami jadikan kamu pada mulanya." Artinya, sebagaimana di zaman dahulu dari tidak ada, kamu telah Kami adakan. Dan datang ke dunia dengan tidak membawa kekayaan apa-apa, demikian pula hari kebangkitanmu kembali,
“Tetapi kamu menyangka bahwa tidak akan Kami jadikan dengan kamu suatu penjanjian."
Peringatan keras kepada orang yang tidak percaya akan hari berbangkit (Kiamat) yang di kala hidup menyangka bahwa hidup hanya sampai hingga mengembuskan napas terakhir saja; sesudah itu tak ada perjanjian lagi dengan Allah.
Ayat 49
“Dan akan dibentangkanlah kitab itu."
Yaitu kitab catatan amal perbuatan selama hidup di dunia itu, baik amal yang baik ataupun amal yang buruk, yang mulia maupun yang hina, “Maka akan engkau lihat orang-orang yang berdosa itu takut kepada apa yang ada padanya," sebab jelas tertulis semuanya, tak ada yang terlupa atau ketinggalan, bahkan dirinya yang bersangkutan sendirilah yang telah banyak lupa akan apa yang pernah dikerjakannya.
Dan mereka akan berkata, “Celaka kami! Kitab apakah ini? Tidak ada yang ditinggal-kannya, yang kecil dan tidak pun yang besar, melainkan semua dihitungnya." Dan niscaya semua perhitungan itu tetap dan sangat teliti. Sebab yang menghitung adalah Allah sendiri dengan alat kekuasaan yang ada padanya.
Maka tersebutlah dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh ath-Thabrani yang sa-nadnya sampai kepada Sa'ad bin Junadah. Katanya, “Tatkala telah selesai Rasulullah dari Peperangan Hunain berhentilah kami di setumpuk tanah yang kosong. Maka bersabda-lah Nabi ﷺ,
“Kumpulkanlah siapa yang mendapat ranting-ranting, lalu bawa kemari. Dan siapa yang mendapat kayu bakar, bawalah kemari."
Kata Sa'ad Junadah seterusnya, “Ranting-ranting dan kayu bakar itu kami bakar sampai habis jadi abu. Lalu berkata pula beliau ﷺ,
“Kalian lihatkah itu1 Seperti itu pulalah dosa akan dikumpulkan kelak atas seseorang laki-laki di antara kamu. Oleh sebab itu, takwalah kamu kepada Allah. Karena tidak ada satu dosa pun, kecilkah atau besarkah, semuanya akan dihitung." (HR ath-Thabrani)
“Dan mereka dapati apa yang mereka kerjakan sedia (tertulis dengan) jelas." Artinya, pasal demi pasal terdapatlah daftar catatan dan apa yang pernah dikerjakan atau diamalkan selama hidup itu.
“Dan tidak benlaku aniaya Tuhanmu itu kepada seorang jua pun."
Tidak akan ada orang yang teraniaya, sebab baik dan buruk, kecilnya ataupun besarnya terdaftar dalam kitab itu dengan nyata. Sehingga setiap orang yang melihatnya akan mengakui sendiri terlebih dahulu, sebelum hukuman jatuh bahwa dia memang bersalah pada tempat yang bersalah dan patut dihukum pada kala yang patut dihukum. Apatah lagi
Allah tidak berkepentingan untuk dirinya sendiri. Sebab itu perlu apa Dia melakukan pe-nganiayaan. Dan tidaklah masuk di akal akan ada penganiayaan sehingga yang tidak patut dihukum kena hukuman dan orang baik tersingkir, ke tepi atau dilupakan. Hal yang demikian hanya dapat terjadi dalam mahkamah dunia ini, karena manusia yang sedang berkuasa kadang bertindak sedemikian karena hendak mempertahankan kekuasaan. Padahal, kekuasaan Allah tidaklah akan dapat diusik oleh siapa pun.