Ayat
Terjemahan Per Kata
وَأُحِيطَ
dan diliputi(dibinasakan)
بِثَمَرِهِۦ
dengan buahnya(kekayaanya)
فَأَصۡبَحَ
maka jadilah dia
يُقَلِّبُ
dia membolak-balik
كَفَّيۡهِ
kedua tapak tangannya
عَلَىٰ
atas
مَآ
apa yang
أَنفَقَ
dia belanjakan
فِيهَا
padanya
وَهِيَ
dan dia (pohon anggur)
خَاوِيَةٌ
roboh
عَلَىٰ
atas
عُرُوشِهَا
atapnya
وَيَقُولُ
dan dia berkata
يَٰلَيۡتَنِي
kiranya dulu
لَمۡ
tidak
أُشۡرِكۡ
aku mempersekutukan
بِرَبِّيٓ
dengan Tuhanku
أَحَدٗا
seseorang
وَأُحِيطَ
dan diliputi(dibinasakan)
بِثَمَرِهِۦ
dengan buahnya(kekayaanya)
فَأَصۡبَحَ
maka jadilah dia
يُقَلِّبُ
dia membolak-balik
كَفَّيۡهِ
kedua tapak tangannya
عَلَىٰ
atas
مَآ
apa yang
أَنفَقَ
dia belanjakan
فِيهَا
padanya
وَهِيَ
dan dia (pohon anggur)
خَاوِيَةٌ
roboh
عَلَىٰ
atas
عُرُوشِهَا
atapnya
وَيَقُولُ
dan dia berkata
يَٰلَيۡتَنِي
kiranya dulu
لَمۡ
tidak
أُشۡرِكۡ
aku mempersekutukan
بِرَبِّيٓ
dengan Tuhanku
أَحَدٗا
seseorang
Terjemahan
Harta kekayaannya dibinasakan, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya (tanda sangat menyesal) terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk itu, sedangkan pohon anggur roboh bersama penyangganya dan dia berkata, “Aduhai, seandainya saja dahulu aku tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Tuhanku.”
Tafsir
(Dan buah-buahannya diliputi) yakni ditimpa oleh berbagai macam musibah seperti yang telah disebutkan tadi sehingga binasalah semuanya berikut kebunnya (lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya) karena menyesal dan kecewa (terhadap biaya yang telah dibelanjakannya untuk itu) untuk menggarap kebunnya (sedangkan pohon anggur itu roboh) tumbang (berikut para-paranya) penopang-penopangnya; pada mulanya pohon berikut penopangnya roboh maka berjatuhanlah buah-buah anggur itu (dan dia berkata, "Aduhai) sebagai ungkapan kekecewaannya (kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Rabbku)".
Tafsir Surat Al-Kahfi: 42-44
Dan harta kekayaannya diluluh-lantakkan; lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu, sedangkan pohon anggur itu roboh bersama para-paranya (penyangganya) dan dia berkata, "Aduhai, andainya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Dan tidak ada baginya satu golongan pun yang dapat menolongnya selain Allah; dan sekali-kali dia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak. Dia adalah sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan.
Firman Allah ﷻ: "Dan harta kekayaannya diluluh-lantakkan." (Al-Kahfi: 42) Yakni harta benda atau buah-buahannya, menurut pendapat lain. Tetapi pada garis besarnya makna ayat adalah bahwa si kafir ini telah tertimpa musibah yang pernah diperingatkan oleh si mukmin sebelumnya dalam ancamannya, yaitu hujan besar yang melanda kebun yang menipunya dan membuatnya lupa kepada Allah ﷻ lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya (tanda menyesal) terhadap apa yang ia telah belanjakan untuk itu. (Al-Kahfi: 42) Qatadah mengatakan, si kafir itu menepuk-nepukkan kedua tangannya tanda penyesalan dan kekecewaan atas harta bendanya yang musnah.
Dan ia berkata, "Aduhai, andainya dulu aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku. Dan tidak ada baginya satu golonganpun." (Al-Kahfi: 42-43) Artinya, tiada satu golongan pun atau seorang anak pun yang tadinya ia bangga-banggakan. "Yang dapat menolongnya selain Allah; dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya. Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak." (Al-Kahfi: 43-44) Para ahli qiraat berbeda pendapat mengenai waqaf pada lafaz hunalika.
Di antara mereka ada yang mewaqafkan pada firman-Nya: "Dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya di sana." (Al-Kahfi: 43) Yakni di tempat itu yang tertimpa oleh azab Allah, tiada seorang pun yang dapat menyelamatkan harta bendanya dari azab Allah. Kemudian dimulai lagi dengan ayat baru, yaitu firman-Nya: "Pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak." (Al-Kahfi: 44) Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mewaqafkan pada firman-Nya: "Dan sekali-kali ia tidak dapat membela dirinya." (Al-Kahfi: 43) Kemudian ayat selanjutnya dimulai dengan firman-Nya: "Di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak" (Al-Kahfi: 44) Kemudian mereka berbeda pendapat tentang bacaan lafaz al-walayah; di antara mereka ada yang mem-fathah-kan wawu-nya sehingga menjadi al-walayah.
Maknanya adalah bahwa dalam keadaan demikian setiap orang baik yang beriman maupun yang kafir akan kembali kepada Allah dan mengakui-Nya serta tunduk kepada-Nya, yaitu bila azab diturunkan. Pengertiannya sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: "Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, ‘Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami sekutukan dengan Allah’." (Al-Mumin: 84) Juga seperti yang disebutkan Allah ﷻ dalam firman-Nya menceritakan tentang Fir'aun saat menjelang ajalnya: "Hingga ketika Firaun itu hampir tenggelam, berkatalah dia, ‘Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).’ Apakah sekarang (baru kamu percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan." (Yunus: 90-91) Di antara mereka ada yang meng-kasrah-kan huruf waw-nya hingga menjadi al-wilayah, yakni di sana pertolongan itu hanya dari Allah Yang Hak.
Kemudian ada yang me-rafa'-kan lafaz al-haq menjadi al-haqqu, karena dianggap sebagai na'at (sifat) dari al-walayah. Keadaannya sama dengan apa yang terdapat di dalam firman Allah ﷻ: "Kerajaan yang hak pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan hari itu adalah suatu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir." (Al-Furqan: 26) Ada pula yang men-jar-kan qaf-nya sehingga menjadi al-haqqi, karena dianggap sebagai na'at dari Allah ﷻ. Seperti pengertian yang terdapat di dalam firman-Nya: "Kemudian mereka (hamba Allah) dikembalikan kepada Allah, Penguasa mereka yang sebenarnya." (Al-An'am: 62), hingga akhir ayat. Karena itulah dalam surat ini disebutkan dalam firman selanjutnya: "Dia adalah sebaik-baik pemberi pahala dan sebaik-baik pemberi balasan." (Al-Kahfi: 44) Dengan kata lain, segala amal perbuatan yang ikhlas karena Allah ﷻ pahalanya lebih baik, dan akibatnya amat terpuji lagi sangat sesuai; semuanya baik belaka.
Dan harta kekayaannya dibinasakan, kebunnya hancur dan semua
kekayaannya punah, lalu dia membolak-balikkan kedua telapak tangannya
karena sedih dan menyesal terhadap apa yang telah dia belanjakan untuk
itu yang tak terhitung banyaknya, sedang pohon anggur roboh bersama
penyangganya, lalu dia berkata, Betapa sekiranya dahulu aku menuruti
saran temanku tidak mempersekutukan Tuhanku dengan sesuatu pun. Ia
menyesal, tetapi penyesalannya itu terlambat datangnya. Dan tidak ada lagi baginya segolongan pun yang dapat menolongnya selain
Allah, padahal sebelumnya dia membanggakan anak-nya, keluarganya
dan pengikutnya yang diharapkan menjadi pembela dan penolongnya
ketika ditimpa bencana; dan dia pun ketika itu dalam keadaan sangat
lemah tidak akan dapat membela dirinya.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ menerangkan bahwa apa yang diharapkan Yahuza akan segera menjadi kenyataan. Allah ﷻ kemudian membinasakan segala harta kekayaan Qurthus. Tadinya ia mengatakan dengan penuh kesombongan bahwa kebun-kebunnya tidak akan binasa selama-lamanya. Tetapi setelah dia menyaksikan kehancuran harta kekayaannya, timbullah kesedihan dan penyesalan yang mendalam, sambil membolak-balikkan dua telapak tangannya sebagai tanda menyesal terhadap lenyapnya segala biaya yang dibelanjakannya untuk membangun kebun-kebunnya selama ini. Semua tanaman dan pohon anggur yang ada dalam kebun itu runtuh bersama penyangganya. Pada saat kesedihannya memuncak, dia teringat kepada nasihat dan ajaran saudaranya, sehingga ia mengerti bahwa bencana itu datang karena kemusyrikan dan kezalimannya terhadap diri sendiri. Lalu keluarlah kata-kata penyesalan dari mulutnya, "Aduhai, kiranya aku beriman dan bersyukur, tentulah Tuhan tidak akan menghancurkan kebun-kebunku."
Kata-kata penyesalan yang demikian lahir dari seorang yang sudah berada dalam kesulitan besar yang tak terelakkan lagi. Semua orang bila terjepit dan berada dalam bencana, dia mengeluh dan dari mulutnya keluar kata-kata yang mencerminkan penyesalannya yang mendalam. Sedangkan jika tidak terjepit atau tidak dalam kesengsaraan, dia tidak akan mengeluarkan kata-kata demikian.
Firman Allah swt:
Maka ketika mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami hanya beriman kepada Allah saja dan kami ingkar kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah." (al-Mu'min/40: 84)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERUMPAMAAN ORANG YANG LUPA DIRI
Setelah Allah mewahyukan perbandingan di antara manusia-manusia yang angkuh dan sombong dan engkau menerima kebenaran yang datang dari Allah, dengan manusia yang telah menjadikan Allah dari ingatan setiap masa, dan bagaimana akhir akibat kedua golongan manusia itu kelak kemudian hari, maka pada ayat 32 ini, Allah menyuruh Rasul-Nya mengambil perbandingan dari satu perumpamaan. Perumpamaan itu ialah dari dua orang berteman. Yang seorang di antaranya kaya, mempunyai dua bidang kebun yang subur.
Ayat 32
“Dan buatlah untuk mereka itu penumpamaan."
Karena dengan perumpamaan itu kadang-kadang orang dapat lebih memahamkan dengan mempergunakan khayatnya untuk menangkap isinya. Perumpamaan itu ialah “Dua orang". Keduanya berkawan “Yang Kami adakan bagi yang seorang di antara mereka dua buah kebun anggur." Allah memberi orang itu kelebihan daripada temannya, sebab dia mempunyai dua buah kebun anggur. Dan anggur adalah hasil yang baik sekali buat dijualkan ke pasar."Dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma." Dan kurma pun adalah makanan penting di samping anggur, yang dapat pula menghasilkan kekayaan besar, apalagi kalau kebun itu dua.
“Dan Kami jadikan di celah-celah keduanya," yaitu di celah-celah anggur-anggur dan kurma itu tumbuh pula,
“tumbuh-tumbuhan."
Misalnya sayur-sayuran yang setiap hari dapat pula diambil hasilnya.
Ayat 33
“Kedua kebun itu telah mendatangkan hasilnya."
Niscaya hasil yang telah didatangkan oleh kedua kebun itu sangat menggembirakan hati si empunya. Anggur sudah bergantungan, kurma sudah masak di batang, sayur-sayuran telah berhasil pula, entah lada, terung, mentimun, dan yang lain-lain."Dan tidak berkurang sedikit pun darinya." Pendeknya subur dan berbuah berlipat-ganda, di tuar dari taksiran semula. Diterangkan pula seterusnya salah satu dari sebabnya, yaitu
“Dan kami pancarkan di celah-celah keduanya batang air."
Batang air, atau sungai atau kali. Air yang terus mengalir sehingga kedua bidang kebun tidak pernah kekurangan air, walaupun di musim kering (musim panas). Dan mengalirnya air itu terus-menerus dan bunyinya air mengalir di celah-celah batu akan menimbulkan pula perasaan nyaman bagi yang empunya.
Ayat 34
“Dan ada baginya buah."
Dan boleh juga dikatakan “Ada baginya hasil" artinya bahwa mengalirnya sungai di tengah-tengah kedua bidang kebun bukan sedikit membawa hasil, bahkan membuat hasil itu berlipat ganda.
“Maka berkatalah dia kepada kawannya, sedang dia bercakap-cakap dengan dia." Arti-nya, setelah melihat betapa subur kedua kebunnya dengan hasil yang begitu banyak dan air selalu mengalir di sungai yang tidak pernah kering, bercakap-cakaplah dia dengan kawannya yang tidak mempunyai kebun itu sambil membangga."Aku lebih banyak harts daripada engkau," aku lebih kaya daripada engkau; segalanya ada aku simpan, kebunku dua, hasilnya banyak, sebab itu simpanan emas perakku pun ada. Engkau tidak akan dapat menyamaiku.
“Dan lebih banyak mempunyai orang-orang yang kuat-kuat."
Artinya, bahwa semuanya ini tidaklah usah aku kerjakan sendiri. Engkau lihat sendiri berapa banyaknya aku mempunyai kuli-kuli, orang upahan, yang akan menggali tanah, yang akan memetik anggur, yang akan menutuh kurma, yang akan memetik buah-buahan lain dan sayur, dan penjaga kebun, dan penjual ke pasar, dan lain-lain.
Ayat 35
“Dan masuklah dia ke dalam kebunnya sedang dia dalam keadaan zalim kepada dirinya (sendiri)"
Zalim atau aniaya kepada diri sendiri ialah ungkapan terhadap orang yang lupa diri dan lupa Allah. Si empunya kebun ini telah masuk ke dalam kebunnya dalam keadaan lupa diri. Dia telah kufur, artinya itu, tidak datang dari yang lain dan bukan karena usahanya sendiri. Tanah kebunnya subur, buah-buahannya beli-pat-ganda dan batang air mengalir, semuanya itu adalah pemberian Allah. Dia telah takabur, sombong dan ingkar, sampai dia lupa bahwa segala nikmat itu mudah saja bagi Allah mencabutnya. Sampai “Dia berkata, “Aku yakin kebunku ini tidak akan binasa selama-lamanya." Itulah keyakinan yang salah! Dia lupa bahwa kekuasaan atas kebun itu bukan dalam tangannya, mengapa dia mengatakan tidak akan binasa selama-lamanya.
Dan dia berkata lagi, “Dan tidaklah saya menyangka bahwa kiamat akan berdiri," sebab
dia berkata begitu karena kurang akalnya dan lemah keyakinannya kepada Allah, serta terlalu mengutamakan kehidupan dunia dan perhiasannya."Dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku." Artinya, sekiranya aku mati saat sekarang ini,
Ayat 36
“Niscaya akan aku dapati yang lebih baik dari ini (pula) tempat aku kembali."
Dia pun percaya juga kepada Allah, tetapi dengan caranya sendiri. Segala nikmat yang ada di dunia ini, dua tumpuk kebun yang subur menghasilkan anggur, kurma, dan berbagai buah-buahan yang membawanya kaya, dan di tengah kebun mengalir pula sungai, semuanya itu adalah bukti bagaimana kasih Allah kepada dirinya. Dia tidak dibuat miskin sebagai orang lain di dunia ini. Tandanya kalau dia mati kelak dia pun sampai di akhirat akan mendapat nikmat seperti demikian juga atau pun lebih.
Sikapnya yang demikian ternyata salahnya. Temannya yang tidak mempunyai kebun itu memberi peringatan kepadanya."Berkatalah temannya itu kepadanya, sedang dia ber-cakap-cakap dengan dia." Mengapa engkau berpendirian demikian?
Ayat 37
“Apakah engkau tidak pencaya kepada-Nya? Yang telah menjadikan engkau dari tanah, kemudian dari mani, kemudian disempurnakannya engkau jadi seorang laki-laki?"
Dengan mengingatkan yang demikian itu, kawannya hendak menyadarkannya bahwa-sanya dia tidaklah datang kaya begitu saja, langsung menjadi seorang laki-laki yang gagah perkasa mempunyai dua buah kebun anggur berpagar kurma yang subur. Dia mesti ingat bahwa dahulunya dia hanya berasal dari tanah yang tidak ada artinya, terpijak-pijak oleh manusia yang lintas. Dari tanah tumbuhlah sayur. Sayur pun dimakan orang, lalu memperkaya darahnya. Darah menghasilkan mani, lalu masuk dalam kandungan ibu. Setelah genap bulannya, lahirlah dia ke dunia. Mulanya kecil, kemudian berangsur jadi besar sehingga jadi seorang laki-laki. Kalau hal ini diingat oleh seorang, dia tidak akan sombong lagi. Kalau dahulunya dia berasal dari tanah, pastilah satu waktu dia akan kembali jadi tanah, dan ruhnya kembali menghadap Allah! Apalah yang disombongkan dalam dunia ini.
Selanjutnya temannya itu berkata,
Ayat 38
“Namun begitu, Dialah Allah Tuhanku.Dan tidak akan aku persekutukan dengan Tuhanku, sesuatu jua pun."
Dengan berkata begini temannya itu menunjukkan pendirian atau pegangan hidupnya. Kaya atau miskin, namun pegangan ini sekali jangan dilepaskan yaitu bahwa segala sesuatu ini ialah nikmat dan karunia dari Allah belaka. Kita sebagai makhluk-Nya hendaklah bersyukur kepada-Nya. Kita tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah. Baik yang lain itu harta benda, kebun dan hasil kebun, atau batang air yang mengalir, ataupun diri sendiri. Semuanya itu adalah nikmat dari Allah, bukan Allah, Alangkah baiknya Allah itu disyukuri, bukan disombongi. Sehingga apa jua pun yang terjadi sesudah itu kelak, tidaklah akan sampai menyebabkan jiwa kita , terguncang. Tidak menyombong seketika ada dan tidak pula mengeluh seketika tidak ada.
Dan lanjutannya pula, “Maka mengapa tatkala engkau masuk ke dalam kebunmu itu tidak engkau katakan,
Ayat 39
“Atas kehendak Allah."
Mengapa engkau zalim lupakan diri seketika engkau masuk kebun? Mengapa engkau lupa bersyukur kepada Allah dan ingat serta radar bahwa semuanya itu adalah anugerah Allah. Terjadi atas kehendak Allah. Ma syaa Allah! Atas kehendak Allah! Kalau tidak Allah menghendakinya, tidaklah akan, terjadi seperti demikian. Dan alangkah baiknya jika engkau teruskan lagi."Tidak ada sesuatu kekuatan pun kecuali dengan Allah." Begitulah yang sehendaknya engkau ucapkan,
“Jika engkau memandang aku lebih sedikit daripada engkau tentang harta dan anak."
Maka jika engkau lihat bahwa hartamu lebih banyak dari hartaku, anakmu pun lebih menjadi cenderamatamu dibanding dengan aku yang tidak mempunyai anak yang akan dapat dibanggakan, janganlah engkau menyombongkan diri dan merendahkan daku karena serba kekuranganku, tetapi ingatlah bahwa segala kelebihan yang ada padamu itu dari Allah belaka datangnya. Manusia tidaklah sanggup menciptakan sendiri kelebihan yang ada padanya.
Oleh sebab itu maka setengah ulama salaf menganjurkan, jika seseorang merasa gembira kelebihan yang ada pada dirinya, baik tentang harta atau tentang anak, ucapkanlah Ma syaa Allah, Laa Quwwata lila Billah.
Atau jika masuk ke dalam rumah sendiri dari perjalanan ke mana-mana terasa keten-teraman dalam rumah, bacalah ini.
Maka tersebutlah di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Abu Ya'la Ali Maushili, yang diterimanya dengan sanadnya dari Anas bin Malik.
Berkata Rasulullah ﷺ, “Bilamana menikmatkan Allah kepada hamba-Nya suatu nikmat, baik dari keluarga, atau dari harta, ataupun dari anak, lalu dia membaca Masya Allah La Quwwata lila Billahi, tidaklah dia akan berhadapan dengan malapetaka, kecuali maut." (HR Abu Ya'la)
Bahaya tentu saja ada, karena pergantian senang dan susah, itulah hidup. Tetapi Masyaa Allah Laa Quwwata lila Billahi adalah ucapan yang membuat hati tenteram dan pikiran lega, sehingga betapa pun besarnya kesulitan yang dihadapi, namun hati tidak akan berkocak. Hanyalah mati yang tidak dapat dielakkan. Dan mati bagi orang yang beriman, bukanlah malapetaka melainkan sesuatu yang diyakini.
Menurut beberapa hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, dirawikan oleh Imam Ahmad dan ada juga yang dirawikan oleh Muslim, ucapan itu adalah termasuk nilai-nilai yang mahal dalam perbendaharaan surga.
Maka teringatlah saya ketika saya datang ke Jakarta menziarahi ayah saya pada akhir bulan Maret 1944. Saya mengiringkan beliau ke Rumah Sakit Umum Pusat di Salemba (RSUP Dr. Ciptomangunkusumo sekarang). Setelah kami turun dari delman, hendak menjelang pintu rumah sakit, kami berjalan kaki. Kami lihat manusia bergelimpangan di pinggir jalan, badan mereka telah kurus-kurus, tinggal jengat pemelut tulang, berkain compang-camping; mereka kelihatan lapar, mereka kelihatan sakit. Banyak yang tinggal menunggu maut saja. Di situlah ayahku dan guruku yang saleh itu mengucapkan Ma syaa Allah, Laa Quwwata Ilia Billahi
Dan beliau berkata, “Syukurlah, Abdulma-lik, Allah tidak menjadikan kita seperti itu...."
Ayat ini pulalah yang tertulis dan terpampang di dinding rumah Almarhum Haji Agus Salim, dengan tulisan air emas, huruf raq'ah yang indah.
Selanjutnya Allah berfirman tentang sambungan perkataan kawannya yang miskin tak berharta, tak beranak, dan tak banyak orang gajian itu,
Ayat 40
“Maka mudah-mudahan Tuhanku menganugerahkan kepadaku sesuatu yang lebih baik daripada kebunmu itu."
Artinya, jika engkau diberi Allah kebun semacam itu di dunia ini, dan aku sendiri belum diberi, namun aku tidaklah putus harapan. Karena taatku kepada Allah dan imanku kepada-Nya, aku percaya bahwa Allah akan melimpahkan karunianya kepadaku yang lebih baik, lebih indah, daripada kebunmu itu di surga kelak. Dan ada kemungkinan juga, sebab Allah itu Mahakuasa berbuat sekehendaknya."Lalu dia mengirim kepadanya sesuatu perhitungan dari langit."
Sesuatu perhitungan adalah arti yang kita pakai dari husbaanan.
Artinya, bahwa Allah itu mempunyai perhitungan sendiri, yang lebih banyak di antara manusia lupa, atau lalai memperhitungkan perhitungan Allah itu,
“Sehingga menjadilah (kebun-kebun itu) gundul dan licin tandus."
Mudah saja dalam perhitungan Allah akan menjadikan kebun itu gundul karena mati rumput-rumputnya, atau karena tanah ter-ban (longsor), atau datang hama belalang berduyun-duyun berjuta-juta, sehingga habis licin segala bunga dan segala putik, yang manusia tiada sanggup menangkisnya.
Ayat 41
“Atau airnya surut kering."
Air yang diharapkan mengairi kebun ialah batang air kecil yang mengalir, atau telaga (su-mur) yang digali; karena air mengalir dalam tanah. Ada-ada saja dalam perhitungan Allah akan menjadikan air itu surut dan kering. Sumur yang digali dalam-dalam baru bertemu air, kemudian ternyata telah kering tak berair lagi. Atau bukit-bukit sudah gundul, sehingga tidak dapat lagi menahan dan mengisap air hujan, sebab hutannya ditebangi orang, maka batang air menjadi kering. Ini banyak sekali kejadian.
“Maka tidaklah engkau sanggup mencarinya."
Akan dipengapakankah lagi kebun itu kalau air sudah kecil atau batang air tak mengalir lagi, dan sumur telah kering, dan tanah telah gersang dan tanaman telah mati. Anggur, tidak dapat lagi dijunjungkan, kurma tidak lekat lagi bunganya dan tanaman muda dengan sendirinya telah layu? Apa lagi yang akan dapat dibuat? Ini pun terjadilah pada hamba Allah yang zalim akan dirinya itu. Yang merasa dirinya kuasa, padahal dia hanya budak Allah.
Ayat 42
“Maka dibinasakanlah kebunnya."
Cukuplah rupanya jumlah perhitungan Allah itu. Segala yang dikatakan oleh teman yang tidak mempunyai apa-apa itu yang mungkin terjadi atas hartanya, memanglah terjadi. Ibarat padi sedang menguning hampir mengetam, tiba-tiba datang banjir besar. Padi itu habis musnah dilondong air. Atau terbakar, ataupun bahaya yang lain. Segala yang dikhayatkan dan dihitung-hitung selama ini akan didapat setelah menyabit padi, sekarang sudah tinggal menjadi harapan yang hampa. Sesuatu yang tidak disangka sama sekali, padahal bagi Allah itu adalah perhitungan."Maka jadilah dia orang yang membolak-balikkan telapak tangannya." Membolak-balikkan telapak tangan adalah perumpamaan dari orang yang telah habis segala penaruhan, meleset segala yang dihitung."Lantaran apa yang telah dibelanjakan padanya". Diingat berapa modal, berapa tenaga yang telah keluar buat itu, sekarang habis musnah jadi abu! “Padahal dia telah gugur di sungkut atap rumahnya". Boleh dipakai arti benar-benar rumah. Bahwa rumah pun telah turut runtuh, dan dia tertimbun di dalam. Dan boleh juga diambil kata kias perbandingan, bahwa kebun yang hancur itu adalah satu-satunya kekayaan, laksana rumah tempat berteduh. Dengan hancurnya kebun ini, sama sekali harapan menjadi hancur luluh. Dalam pepatah Melayu ada satu ungkapan yang mengarah ungkapan ayat ini yaitu “jatuh dihimpit jenjang".
“Dan dia pun berkata, Wahai, alangkah baiknya sedianya, kiranya tidak aku sekutukan sesuatu dengan Tuhanku."
Di saat segala sesuatu yang diharapkan telah hancur-lebur, porak-poranda, tempat bergantungan putus, tempat berpijak terban, barulah dia menyesal, barulah dia sadar dan ingat kesalahannya. Selama ini dia mempersekutukan yang lain dengan Allah. Dalam perkataan atau dalam tingkah laku. Disembahnya nikmat yang diberikan, dan dilupakannya yang memberikan nikmat.
Ayat 43
“Dan tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya."
Mana dia anak-anak yang tadinya berkerumun di sekelilingnya? Mana dia orang-orang gajian yang dia mendabik dada membanggakannya? Mana dia semut-semut yang lekas sekali berkerumun setelah merasakan manisan? Tidak ada mereka lagi! Mereka telah hilang satu demi satu. Mereka angkat bahu berlepas diri. Bahkan ada yang takut berhubungan, takut akan kena getahnya! “Selain Allah jua!" Segala pintu pun tertutuplah. Minta tolong kepada manusia, manusia itu pun terlepas diri hanya Allah Yang satu itu sajalah yang selalu terbuka pintunya merentangkan kedua belah tangannya, sudi menerima hamba-Nya yang tobat.
“Dan tidaklah dapat dia membela dini."
Hanya berhadapan dengan yang lain kita dapat membela diri. Adapun bila berhadapan dengan Allah, yang dapat kita lakukan hanyalah mengaku salah dan memohon ampun. Sebab itu maka ayat yang selanjutnya menyatakan dengan tepat."Di sanalah!" Artinya, Pada saat itulah! Pada tempat itulah! Pada suasana seperti demikianlah baru akan disadari kalau orang mau sadar bahwa,
Ayat 44
“Di sanalah! Kekuasaan itu hanya bagi Allah. Yang Benar!"
Fatamorgana saja kabut dunia ini selalu. Kita hidup kadang-kadang hanya menggantung asap. Maka janganlah ke benda harapan digantungkan. Supaya tenaga jangan habis sia-sia. Kalau masih ada waktu, lekaslah tobat, lekaslah sadar. Sesat surut, terlangkah kembali! Kalau betul-betul insaf dan tobat, pasti diterima.
“Dialah (yang menyediakan) sebaik-baik pahala dan sebaik-baik balasan."
Sesudah di ayat-ayat sebelumnya Allah menunjukkan bahaya yang akan bertemu oleh manusia jika manusia itu lupa kepada Allah, di akhirnya Allah memperlihatkan kasih sayangnya bagi barangsiapa yang menyesal dan insaf. Yaitu kalau tempo masih ada. Dosa diampuni, pahala yang baik disediakan, balasan atau ganjaran yang mulia telah dibingkiskan.
Ke mana lagi manusia akan pergi?
Inilah satu pula di antara perumpamaan yang diserukan Allah menyampaikan kepada manusia. Perubahan sikap hidup di antara dua orang manusia. Pertama, kaya harta, tetapi kosong iman. Kedua, kaya jiwa dengan iman, lalu bertenang (qana'ah) menerima apa yang dibagikan Allah buatnya. Dan rangkaian ayat ini dalam surah al-Kahf yang diturunkan di Mekah, di waktu orang-orang terkemuka, hartawan yang terkemuka, merasa berat di-pergaulkan dengan pengikut Nabi yang tidak mempunyai kekayaan apa-apa selain iman. Disuruhlah Rasulullah memupuk orang-orang yang taat dan cinta kepada Allah itu baik-baik, yakni orang-orang yang menyeru Allah pagi dan senja karena mengharap wajah-Nya. Disuruh beliau membimbing mereka, dan jangan terpesona orang-orang yang sombong itu karena harapkan hiasan dunia (ayat 28).