Ayat
Terjemahan Per Kata
وَلَوۡلَآ
dan mengapa tidak
إِذۡ
ketika
دَخَلۡتَ
kamu memasuki
جَنَّتَكَ
kebunmu
قُلۡتَ
kamu mengatakan
مَا
apa yang
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
لَا
tidak ada
قُوَّةَ
kekuatan
إِلَّا
kecuali
بِٱللَّهِۚ
dengan Allah
إِن
jika
تَرَنِ
kamu menganggap aku
أَنَا۠
aku
أَقَلَّ
lebih sedikit
مِنكَ
darimu
مَالٗا
harta
وَوَلَدٗا
dan anak-anak
وَلَوۡلَآ
dan mengapa tidak
إِذۡ
ketika
دَخَلۡتَ
kamu memasuki
جَنَّتَكَ
kebunmu
قُلۡتَ
kamu mengatakan
مَا
apa yang
شَآءَ
menghendaki
ٱللَّهُ
Allah
لَا
tidak ada
قُوَّةَ
kekuatan
إِلَّا
kecuali
بِٱللَّهِۚ
dengan Allah
إِن
jika
تَرَنِ
kamu menganggap aku
أَنَا۠
aku
أَقَلَّ
lebih sedikit
مِنكَ
darimu
مَالٗا
harta
وَوَلَدٗا
dan anak-anak
Terjemahan
Mengapa ketika engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, “Mā syā’allāh, lā quwwata illā billāh” (sungguh, ini semua kehendak Allah. Tidak ada kekuatan apa pun kecuali dengan [pertolongan] Allah). Jika engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu,
Tafsir
(Mengapa tidak) (kamu katakan sewaktu kamu memasuki kebunmu) sewaktu kamu merasa takjub dengan kebunmu itu, ("Ini adalah apa yang telah dikehendaki oleh Allah; tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah?)" di dalam sebuah hadis telah disebutkan, "Barang siapa yang diberi kebaikan (nikmat), baik berupa istri yang cantik lagi saleh atau pun harta benda yang banyak, lalu ia mengatakan, 'Maasya Allaah Laa Quwwata Illaa Billaah' (Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, dan tiada kekuatan melainkan berkat pertolongan Allah), niscaya ia tidak akan melihat hal-hal yang tidak disukai akan menimpa kebaikan tersebut. (Jika kamu anggap aku ini) lafal Anaa merupakan dhamir Fashl yang memisahkan antara kedua Maf'u1 (lebih sedikit daripada kamu dalam hal harta dan anak).
Tafsir Surat Al-Kahfi: 37-41
Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya ketika dia bercakap-cakap dengannya, "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) Yang menciptakan kamu dari tanah kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna? Tetapi (aku percaya bahwa) Dia-lah Allah, Tuhanku, dan aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku. Dan mengapa kamu tidak mengucapkan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah la quwwata illa billah' (Ini adalah apa yang dikehendaki Allah, tidak ada kekuasaan kecuali dengan (pertolongan) Allah)? Jika kamu anggap aku kurang daripada kamu dalam hal harta dan anak, maka mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini); dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ketentuan (petir) dari langit pada kebunmu, hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin; atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak akan dapat menemukannya lagi.
Allah ﷻ menceritakan tentang jawaban teman orang kafir yang mukmin itu seraya menasihati dan memperingatkannya agar janganlah ia bersikap kafir kepada Allah dan tertipu oleh kegemerlapan duniawi. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) Yang menciptakan kamu dari tanah." (Al-Kahfi: 37), hingga akhir ayat. Ungkapan ini mengandung protes keras terhadap dosa besar yang dilakukan oleh temannya karena kafir kepada Tuhannya, padahal Dia-lah yang menciptakannya. Allah memulai penciptaan manusia dari tanah, yaitu Adam, kemudian menjadikan keturunannya dari air mani yang lemah. Seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Mengapa kalian kafir kepada Allah, padahal kalian tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kalian." (Al-Baqarah: 28), hingga akhir ayat.
Yakni mengapa kalian ingkar terhadap Tuhan kalian, padahal dalil-dalil yang menunjukkan keberadaan-Nya pada kalian sangat jelas dan gamblang, setiap orang mengetahuinya dalam dirinya. Karena sesungguhnya tiada seorang manusia pun melainkan mengetahui bahwa dirinya pada asal mulanya tidak ada, kemudian ada, dan keberadaannya itu bukanlah ada dengan sendirinya. Dan keberadaannya itu tidaklah bersandar kepada suatu makhluk pun, karena mereka sama kedudukannya dengan dia.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberadaannya itu karena diciptakan oleh Penciptanya, yaitu Dia-lah Allah yang tidak ada Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu. Karena itulah temannya yang mukmin itu berkata: "Tetapi (aku percaya bahwa) Dia-lah Allah, Tuhanku." (Al-Kahfi: 38) Yakni tetapi aku tidak sependapat denganmu, bahkan aku mengakui Allah sebagai Tuhanku Yang Maha Esa. "Dan aku tidak mempersekutukan seorang pun dengan Tuhanku." (Al-Kahfi: 38) Artinya, tetapi aku percaya bahwa Dialah Allah yang wajib disembah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Selanjutnya temannya yang mukmin itu berkata, seperti yang disitir oleh firman-Nya: "Dan mengapa kamu tidak mengucapkan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah la quwwata illa billah' (Ini adalah apa yang dikehendaki Allah, tidak ada kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Allah)? Jika kamu anggap aku kurang daripada kamu dalam hal harta dan anak." (Al-Kahfi: 39) Kalimat ini mengandung makna anjuran dan perintah, bahwa mengapa saat kamu memasuki kebunmu dan kamu merasa takjub dengannya ketika melihatnya kamu tidak memuji Allah atas nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu dan harta serta anak yang dikaruniakan-Nya kepadamu dalam jumlah yang belum pernah diberikan kepada orang lain. Lalu kamu tidak ucapkan bahwa semua ini atas kehendak Allah, tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah. Karena itulah sebagian ulama Salaf (terdahulu) ada yang mengatakan bahwa barang siapa yang merasa kagum terhadap sesuatu dari keadaannya atau hartanya atau anaknya, hendaklah ia mengucapkan, 'Masya Allah la quwwata illa billah' (Ini adalah apa yang dikehendaki oleh Allah, tiada kekuatan bagiku untuk melakukannya kecuali dengan pertolongan Allah). Hal ini dapat disimpulkan dari makna yang terkandung di dalam ayat ini.
Sehubungan dengan hal ini ada sebuah hadis marfu' yang dikemukakan oleh Abu Ya'la Al-Mausuli di dalam kitab Musnad-nya, disebutkan bahwa: "Telah menceritakan kepada kami Jarrah ibnu Mukhallad, telah menceritakan kepada kami Umar ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Isa ibnu Aun, telah menceritakan kepada kami Abdul Malik ibnu Zurarah, dari Anas r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: "Tiada suatu nikmat pun yang diberikan oleh Allah kepada seseorang hamba dalam harta atau anaknya, lalu si hamba mengucapkan, 'Masya Allah la quwwata illa billah' (Ini adalah apa yang dikehendaki Allah, tiada kekuatan bagiku untuk mengadakannya melainkan dengan pertolongan Allah), maka tiada suatu malapetaka pun yang akan menimpanya selain dari kematian."
Sahabat Anas r.a. mengatakan bahwa yang dimaksud oleh Nabi ﷺ adalah kesimpulan dari makna ayat ini, yaitu firman-Nya: "Dan mengapa kamu tidak mengucapkan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah la quwwata illa billah' (Ini adalah apa yang dikehendaki Allah, tidak ada kekuasaan kecuali dengan (pertolongan) Allah)?" (Al-Kahfi: 39) Al-Hafiz Abul Fat-h Al-Azdi mengatakan bahwa Isa ibnu Aun dari Abdul Malik ibnu Zurarah, dari Anas; sanad ini haditsnya tidak shahih. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dan Hajjaj, telah menceritakan kepadaku Syu'bah, dari Asim ibnu Ubaidillah, dari Ubaid maula Abu Rahm, dari Abu Hurairah, dari Nabi ﷺ yang bersabda: "Maukah kamu aku tunjukkan suatu perbendaharaan dari surga? Yaitu bacaan 'La quwwata illa billah' (Tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)."
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid. Di dalam kitab shahih telah disebutkan dari Abu Musa, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya: "Maukah kamu aku tunjukkan satu perbendaharaan surga? Yaitu 'La hawla wala quwwata illa billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)." Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bukair ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Abu Balkh, dari Amr ibnu Maimun yang mengatakan, "Abu Hurairah pernah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda kepadanya, 'Hai Abu Hurairah, maukah kamu aku tunjukkan satu perbendaharaan surga di bawah 'Arasy?'." Abu Hurairah mengatakan bahwa ia menjawab, "Semoga ayah dan ibuku menjadi tebusanmu." Nabi ﷺ bersabda: "Hendaklah kamu ucapkan, 'La quwwata illa billah' (Tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)."
Abu Balkh mengatakan, ia menduga bahwa Amr ibnu Maimun mengatakan, "Maka sesungguhnya Allah berfirman, 'Hamba-Ku telah Islam dan berserah diri'." Abu Balkh menceritakan apa yang dikatakan oleh Amr kepada Abu Hurairah seraya bertanya kepadanya, bahwa apakah ucapan yang dimaksud adalah kalimah 'La hawla wala quwwata illa billah' (Tidak ada upaya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah)? Abu Hurairah menjawab bahwa bukan itu kalimat yang dimaksud, melainkan yang terdapat di dalam surat Al-Kahfi, yaitu firman-Nya: Dan mengapa kamu tidak mengucapkan waktu kamu memasuki kebunmu 'Masya Allah la quwwata illa billah' (Ini adalah apa yang dikehendaki Allah, tidak ada kekuasaan kecuali dengan (pertolongan) Allah)? (Al-Kahfi: 39) Firman Allah ﷻ: "Maka mudah-mudahan Tuhanku memberiku (kebun) yang lebih baik daripada kebunmu (ini)." (Al-Kahfi: 40) Maksudnya kelak di hari kemudian, yaitu di akhirat. "Dan mudah-mudahan Dia mengirimkan ke kebunmu." (Al-Kahfi: 40) Yakni menimpakan kepada kebunmu di dunia ini yang kamu kira bahwa kebunmu itu tidak akan musnah dan tidak akan lenyap. "Ketentuan (petir) dari langit." (Al-Kahfi: 40) Ibnu Abbas, Ad-Dahhak, Qatadah dan Malik telah meriwayatkan dari Az-Zuhri bahwa makna yang dimaksud ialah azab dari langit. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa hal itu berupa hujan besar yang mengejutkan yang dapat mencabut tanam-tanaman dan pepohonan.
Karena itulah disebutkan dalam firman selanjutnya: "Hingga (kebun itu) menjadi tanah yang licin." (Al-Kahfi: 40) Yaitu gundul lagi tanahnya licin, telapak kaki tidak dapat tegak di atasnya. Ibnu Abbas mengatakan bahwa keadaannya sama dengan rawa yang tidak dapat menumbuhkan sesuatu pun. Firman Allah ﷻ: "Atau airnya menjadi surut ke dalam tanah." (Al-Kahfi: 41) Maksudnya, menyerap masuk ke dalam tanah; lawan kata dari air yang menyembur yang muncul ke permukaan tanah.
Al-ghair artinya airnya jauh berada di dalam perut bumi, seperti pengertian yang terdapat di dalam ayat lain dalam firman-Nya: Katakanlah, "Terangkanlah kepadaku jika sumber air kalian menjadi kering; maka siapakah yang mendatangkan air yang mengalir bagi kalian?" (Al-Mulk: 30) Yakni air yang mengalir dan berlimpah. Dalam ayat ini disebutkan: "Atau airnya menjadi surut ke dalam tanah, maka sekali-kali kamu tidak dapat menemukannya lagi. "(Al-Kahfi: 41) Al-ghaur bermakna ghair, yakni masdar bermakna isim fa'il, tetapi maknanya lebih kuat.
Seperti pengertian yang terdapat di dalam perkataan seorang penyair: "Kuda-kudanya terus-menerus meringkik (seakan-akan menangisinya) sambil berbaris, sedangkan tali-tali kendalinya masih terpegang olehnya. Lafaz nauhun bermakna na-ihatun. Sama halnya dengan ghaurun, bermakna gha'irun."
Dan mengapa engkau tidak mengucapkan, ketika engkau memasuki kebunmu yang subur dan penuh dengan berbagai macam buah dan tanaman Ma'sya' Alla'h, la' quwwata illa' billa'h, Sungguh, atas kehendak Allah,
semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah.
Semestinya engkau ucapkan kalimat itu sebagai tanda syukur kepada
Allah yang menciptakan dan menganugerahkan kebaikan kepadamu.
Sekiranya engkau melihat harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu,
tidaklah mengapa, itulah anugerah Tuhan yang diberikan untukku. Maka mudah-mudahan Tuhanku, akan memberikan kepadaku kebun
yang lebih baik dari kebunmu sekarang ini; dan janganlah engkau membanggakan kekayaanmu, boleh jadi, Dia suatu waktu mengirimkan petir
dari langit ke kebunmu, dan memporak porandakan kebunmu sehingga
kebun itu menjadi tanah yang licin, dan hilang kesuburan tanahnya,.
Yahuza lalu meneruskan kata-katanya kepada Qurthus, "Seharusnya kamu mengucapkan syukur kepada Allah ketika memasuki kebun-kebunmu dan merasakan kagum terhadap keindahannya. Mengapa kamu tidak mengucapkan pujian kepada Allah atas segala nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepadamu, berupa harta dan anak yang banyak yang belum pernah diberikan-Nya kepada orang lain."
"Katakanlah "masya Allah" ketika itu, sebagai tanda pengakuan atas kelemahanmu di hadapan-Nya, dan bahwa segala yang ada itu tidak mungkin terwujud tanpa izin dan kemurahan-Nya. Di tangan-Nya nasib kebun-kebun itu, disuburkan menurut kehendak-Nya ataupun dihancurkan menurut kehendak-Nya pula. Mengapa kamu tidak mengucapkan la quwwata illa billahi (tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah) sebagai tanda pengakuan bahwa tidak ada kekuatan yang dapat memakmurkan dan mengurusnya kecuali dengan pertolongan Allah ﷻ" Ayat ini mengandung pelajaran tentang zikir yang baik diamalkan. Nabi Muhammad ﷺ berkata kepada sahabatnya, Abu Hurairah:
Maukah aku tunjukkan kepadamu salah satu perbendaharaan surga yang terletak di bawah Arasy? Aku menjawab, "Ya, saya mau." Rasul berkata, "Kamu membaca la quwwata illa billahi." (Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah)
Demikian pula banyak hadis-hadis Rasul ﷺ yang mengajarkan kepada umatnya sewaktu mendapat nikmat dari Allah supaya dia mengucapkan bacaan itu, Rasulullah ﷺ bersabda:
Setiap Allah ﷻ memberikan kepada seorang hamba nikmat pada keluarga, harta, atau anak lalu dia mengucapkan "masya' Allah, la quwwata illa billah", tentu Allah menghindarkan dia dari segala bencana sampai kematiannya, lalu Rasulullah membaca ayat 39 Surah al-Kahf ini. (Riwayat al-Baihaqi dan Ibnu Mardawaih dari Anas r.a.)
Setelah Yahuza selesai menasehati saudaranya supaya beriman, dan sudah menjelaskan tentang kekuasaan Allah swt, mulailah dia menanggapi perkataan saudaranya yang membanggakan harta dan orang-orangnya. Yahuza berkata, "Jika kamu memandang aku lebih miskin daripada kamu, baik mengenai harta kekayaan, maupun mengenai anak buah, maka tidaklah mengapa bagiku.".
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERUMPAMAAN ORANG YANG LUPA DIRI
Setelah Allah mewahyukan perbandingan di antara manusia-manusia yang angkuh dan sombong dan engkau menerima kebenaran yang datang dari Allah, dengan manusia yang telah menjadikan Allah dari ingatan setiap masa, dan bagaimana akhir akibat kedua golongan manusia itu kelak kemudian hari, maka pada ayat 32 ini, Allah menyuruh Rasul-Nya mengambil perbandingan dari satu perumpamaan. Perumpamaan itu ialah dari dua orang berteman. Yang seorang di antaranya kaya, mempunyai dua bidang kebun yang subur.
Ayat 32
“Dan buatlah untuk mereka itu penumpamaan."
Karena dengan perumpamaan itu kadang-kadang orang dapat lebih memahamkan dengan mempergunakan khayatnya untuk menangkap isinya. Perumpamaan itu ialah “Dua orang". Keduanya berkawan “Yang Kami adakan bagi yang seorang di antara mereka dua buah kebun anggur." Allah memberi orang itu kelebihan daripada temannya, sebab dia mempunyai dua buah kebun anggur. Dan anggur adalah hasil yang baik sekali buat dijualkan ke pasar."Dan Kami kelilingi kedua kebun itu dengan pohon-pohon kurma." Dan kurma pun adalah makanan penting di samping anggur, yang dapat pula menghasilkan kekayaan besar, apalagi kalau kebun itu dua.
“Dan Kami jadikan di celah-celah keduanya," yaitu di celah-celah anggur-anggur dan kurma itu tumbuh pula,
“tumbuh-tumbuhan."
Misalnya sayur-sayuran yang setiap hari dapat pula diambil hasilnya.
Ayat 33
“Kedua kebun itu telah mendatangkan hasilnya."
Niscaya hasil yang telah didatangkan oleh kedua kebun itu sangat menggembirakan hati si empunya. Anggur sudah bergantungan, kurma sudah masak di batang, sayur-sayuran telah berhasil pula, entah lada, terung, mentimun, dan yang lain-lain."Dan tidak berkurang sedikit pun darinya." Pendeknya subur dan berbuah berlipat-ganda, di tuar dari taksiran semula. Diterangkan pula seterusnya salah satu dari sebabnya, yaitu
“Dan kami pancarkan di celah-celah keduanya batang air."
Batang air, atau sungai atau kali. Air yang terus mengalir sehingga kedua bidang kebun tidak pernah kekurangan air, walaupun di musim kering (musim panas). Dan mengalirnya air itu terus-menerus dan bunyinya air mengalir di celah-celah batu akan menimbulkan pula perasaan nyaman bagi yang empunya.
Ayat 34
“Dan ada baginya buah."
Dan boleh juga dikatakan “Ada baginya hasil" artinya bahwa mengalirnya sungai di tengah-tengah kedua bidang kebun bukan sedikit membawa hasil, bahkan membuat hasil itu berlipat ganda.
“Maka berkatalah dia kepada kawannya, sedang dia bercakap-cakap dengan dia." Arti-nya, setelah melihat betapa subur kedua kebunnya dengan hasil yang begitu banyak dan air selalu mengalir di sungai yang tidak pernah kering, bercakap-cakaplah dia dengan kawannya yang tidak mempunyai kebun itu sambil membangga."Aku lebih banyak harts daripada engkau," aku lebih kaya daripada engkau; segalanya ada aku simpan, kebunku dua, hasilnya banyak, sebab itu simpanan emas perakku pun ada. Engkau tidak akan dapat menyamaiku.
“Dan lebih banyak mempunyai orang-orang yang kuat-kuat."
Artinya, bahwa semuanya ini tidaklah usah aku kerjakan sendiri. Engkau lihat sendiri berapa banyaknya aku mempunyai kuli-kuli, orang upahan, yang akan menggali tanah, yang akan memetik anggur, yang akan menutuh kurma, yang akan memetik buah-buahan lain dan sayur, dan penjaga kebun, dan penjual ke pasar, dan lain-lain.
Ayat 35
“Dan masuklah dia ke dalam kebunnya sedang dia dalam keadaan zalim kepada dirinya (sendiri)"
Zalim atau aniaya kepada diri sendiri ialah ungkapan terhadap orang yang lupa diri dan lupa Allah. Si empunya kebun ini telah masuk ke dalam kebunnya dalam keadaan lupa diri. Dia telah kufur, artinya itu, tidak datang dari yang lain dan bukan karena usahanya sendiri. Tanah kebunnya subur, buah-buahannya beli-pat-ganda dan batang air mengalir, semuanya itu adalah pemberian Allah. Dia telah takabur, sombong dan ingkar, sampai dia lupa bahwa segala nikmat itu mudah saja bagi Allah mencabutnya. Sampai “Dia berkata, “Aku yakin kebunku ini tidak akan binasa selama-lamanya." Itulah keyakinan yang salah! Dia lupa bahwa kekuasaan atas kebun itu bukan dalam tangannya, mengapa dia mengatakan tidak akan binasa selama-lamanya.
Dan dia berkata lagi, “Dan tidaklah saya menyangka bahwa kiamat akan berdiri," sebab
dia berkata begitu karena kurang akalnya dan lemah keyakinannya kepada Allah, serta terlalu mengutamakan kehidupan dunia dan perhiasannya."Dan sekiranya aku dikembalikan kepada Tuhanku." Artinya, sekiranya aku mati saat sekarang ini,
Ayat 36
“Niscaya akan aku dapati yang lebih baik dari ini (pula) tempat aku kembali."
Dia pun percaya juga kepada Allah, tetapi dengan caranya sendiri. Segala nikmat yang ada di dunia ini, dua tumpuk kebun yang subur menghasilkan anggur, kurma, dan berbagai buah-buahan yang membawanya kaya, dan di tengah kebun mengalir pula sungai, semuanya itu adalah bukti bagaimana kasih Allah kepada dirinya. Dia tidak dibuat miskin sebagai orang lain di dunia ini. Tandanya kalau dia mati kelak dia pun sampai di akhirat akan mendapat nikmat seperti demikian juga atau pun lebih.
Sikapnya yang demikian ternyata salahnya. Temannya yang tidak mempunyai kebun itu memberi peringatan kepadanya."Berkatalah temannya itu kepadanya, sedang dia ber-cakap-cakap dengan dia." Mengapa engkau berpendirian demikian?
Ayat 37
“Apakah engkau tidak pencaya kepada-Nya? Yang telah menjadikan engkau dari tanah, kemudian dari mani, kemudian disempurnakannya engkau jadi seorang laki-laki?"
Dengan mengingatkan yang demikian itu, kawannya hendak menyadarkannya bahwa-sanya dia tidaklah datang kaya begitu saja, langsung menjadi seorang laki-laki yang gagah perkasa mempunyai dua buah kebun anggur berpagar kurma yang subur. Dia mesti ingat bahwa dahulunya dia hanya berasal dari tanah yang tidak ada artinya, terpijak-pijak oleh manusia yang lintas. Dari tanah tumbuhlah sayur. Sayur pun dimakan orang, lalu memperkaya darahnya. Darah menghasilkan mani, lalu masuk dalam kandungan ibu. Setelah genap bulannya, lahirlah dia ke dunia. Mulanya kecil, kemudian berangsur jadi besar sehingga jadi seorang laki-laki. Kalau hal ini diingat oleh seorang, dia tidak akan sombong lagi. Kalau dahulunya dia berasal dari tanah, pastilah satu waktu dia akan kembali jadi tanah, dan ruhnya kembali menghadap Allah! Apalah yang disombongkan dalam dunia ini.
Selanjutnya temannya itu berkata,
Ayat 38
“Namun begitu, Dialah Allah Tuhanku.Dan tidak akan aku persekutukan dengan Tuhanku, sesuatu jua pun."
Dengan berkata begini temannya itu menunjukkan pendirian atau pegangan hidupnya. Kaya atau miskin, namun pegangan ini sekali jangan dilepaskan yaitu bahwa segala sesuatu ini ialah nikmat dan karunia dari Allah belaka. Kita sebagai makhluk-Nya hendaklah bersyukur kepada-Nya. Kita tidak mempersekutukan yang lain dengan Allah. Baik yang lain itu harta benda, kebun dan hasil kebun, atau batang air yang mengalir, ataupun diri sendiri. Semuanya itu adalah nikmat dari Allah, bukan Allah, Alangkah baiknya Allah itu disyukuri, bukan disombongi. Sehingga apa jua pun yang terjadi sesudah itu kelak, tidaklah akan sampai menyebabkan jiwa kita , terguncang. Tidak menyombong seketika ada dan tidak pula mengeluh seketika tidak ada.
Dan lanjutannya pula, “Maka mengapa tatkala engkau masuk ke dalam kebunmu itu tidak engkau katakan,
Ayat 39
“Atas kehendak Allah."
Mengapa engkau zalim lupakan diri seketika engkau masuk kebun? Mengapa engkau lupa bersyukur kepada Allah dan ingat serta radar bahwa semuanya itu adalah anugerah Allah. Terjadi atas kehendak Allah. Ma syaa Allah! Atas kehendak Allah! Kalau tidak Allah menghendakinya, tidaklah akan, terjadi seperti demikian. Dan alangkah baiknya jika engkau teruskan lagi."Tidak ada sesuatu kekuatan pun kecuali dengan Allah." Begitulah yang sehendaknya engkau ucapkan,
“Jika engkau memandang aku lebih sedikit daripada engkau tentang harta dan anak."
Maka jika engkau lihat bahwa hartamu lebih banyak dari hartaku, anakmu pun lebih menjadi cenderamatamu dibanding dengan aku yang tidak mempunyai anak yang akan dapat dibanggakan, janganlah engkau menyombongkan diri dan merendahkan daku karena serba kekuranganku, tetapi ingatlah bahwa segala kelebihan yang ada padamu itu dari Allah belaka datangnya. Manusia tidaklah sanggup menciptakan sendiri kelebihan yang ada padanya.
Oleh sebab itu maka setengah ulama salaf menganjurkan, jika seseorang merasa gembira kelebihan yang ada pada dirinya, baik tentang harta atau tentang anak, ucapkanlah Ma syaa Allah, Laa Quwwata lila Billah.
Atau jika masuk ke dalam rumah sendiri dari perjalanan ke mana-mana terasa keten-teraman dalam rumah, bacalah ini.
Maka tersebutlah di dalam sebuah hadits yang dirawikan oleh Abu Ya'la Ali Maushili, yang diterimanya dengan sanadnya dari Anas bin Malik.
Berkata Rasulullah ﷺ, “Bilamana menikmatkan Allah kepada hamba-Nya suatu nikmat, baik dari keluarga, atau dari harta, ataupun dari anak, lalu dia membaca Masya Allah La Quwwata lila Billahi, tidaklah dia akan berhadapan dengan malapetaka, kecuali maut." (HR Abu Ya'la)
Bahaya tentu saja ada, karena pergantian senang dan susah, itulah hidup. Tetapi Masyaa Allah Laa Quwwata lila Billahi adalah ucapan yang membuat hati tenteram dan pikiran lega, sehingga betapa pun besarnya kesulitan yang dihadapi, namun hati tidak akan berkocak. Hanyalah mati yang tidak dapat dielakkan. Dan mati bagi orang yang beriman, bukanlah malapetaka melainkan sesuatu yang diyakini.
Menurut beberapa hadits yang bersumber dari Abu Hurairah, dirawikan oleh Imam Ahmad dan ada juga yang dirawikan oleh Muslim, ucapan itu adalah termasuk nilai-nilai yang mahal dalam perbendaharaan surga.
Maka teringatlah saya ketika saya datang ke Jakarta menziarahi ayah saya pada akhir bulan Maret 1944. Saya mengiringkan beliau ke Rumah Sakit Umum Pusat di Salemba (RSUP Dr. Ciptomangunkusumo sekarang). Setelah kami turun dari delman, hendak menjelang pintu rumah sakit, kami berjalan kaki. Kami lihat manusia bergelimpangan di pinggir jalan, badan mereka telah kurus-kurus, tinggal jengat pemelut tulang, berkain compang-camping; mereka kelihatan lapar, mereka kelihatan sakit. Banyak yang tinggal menunggu maut saja. Di situlah ayahku dan guruku yang saleh itu mengucapkan Ma syaa Allah, Laa Quwwata Ilia Billahi
Dan beliau berkata, “Syukurlah, Abdulma-lik, Allah tidak menjadikan kita seperti itu...."
Ayat ini pulalah yang tertulis dan terpampang di dinding rumah Almarhum Haji Agus Salim, dengan tulisan air emas, huruf raq'ah yang indah.
Selanjutnya Allah berfirman tentang sambungan perkataan kawannya yang miskin tak berharta, tak beranak, dan tak banyak orang gajian itu,
Ayat 40
“Maka mudah-mudahan Tuhanku menganugerahkan kepadaku sesuatu yang lebih baik daripada kebunmu itu."
Artinya, jika engkau diberi Allah kebun semacam itu di dunia ini, dan aku sendiri belum diberi, namun aku tidaklah putus harapan. Karena taatku kepada Allah dan imanku kepada-Nya, aku percaya bahwa Allah akan melimpahkan karunianya kepadaku yang lebih baik, lebih indah, daripada kebunmu itu di surga kelak. Dan ada kemungkinan juga, sebab Allah itu Mahakuasa berbuat sekehendaknya."Lalu dia mengirim kepadanya sesuatu perhitungan dari langit."
Sesuatu perhitungan adalah arti yang kita pakai dari husbaanan.
Artinya, bahwa Allah itu mempunyai perhitungan sendiri, yang lebih banyak di antara manusia lupa, atau lalai memperhitungkan perhitungan Allah itu,
“Sehingga menjadilah (kebun-kebun itu) gundul dan licin tandus."
Mudah saja dalam perhitungan Allah akan menjadikan kebun itu gundul karena mati rumput-rumputnya, atau karena tanah ter-ban (longsor), atau datang hama belalang berduyun-duyun berjuta-juta, sehingga habis licin segala bunga dan segala putik, yang manusia tiada sanggup menangkisnya.
Ayat 41
“Atau airnya surut kering."
Air yang diharapkan mengairi kebun ialah batang air kecil yang mengalir, atau telaga (su-mur) yang digali; karena air mengalir dalam tanah. Ada-ada saja dalam perhitungan Allah akan menjadikan air itu surut dan kering. Sumur yang digali dalam-dalam baru bertemu air, kemudian ternyata telah kering tak berair lagi. Atau bukit-bukit sudah gundul, sehingga tidak dapat lagi menahan dan mengisap air hujan, sebab hutannya ditebangi orang, maka batang air menjadi kering. Ini banyak sekali kejadian.
“Maka tidaklah engkau sanggup mencarinya."
Akan dipengapakankah lagi kebun itu kalau air sudah kecil atau batang air tak mengalir lagi, dan sumur telah kering, dan tanah telah gersang dan tanaman telah mati. Anggur, tidak dapat lagi dijunjungkan, kurma tidak lekat lagi bunganya dan tanaman muda dengan sendirinya telah layu? Apa lagi yang akan dapat dibuat? Ini pun terjadilah pada hamba Allah yang zalim akan dirinya itu. Yang merasa dirinya kuasa, padahal dia hanya budak Allah.
Ayat 42
“Maka dibinasakanlah kebunnya."
Cukuplah rupanya jumlah perhitungan Allah itu. Segala yang dikatakan oleh teman yang tidak mempunyai apa-apa itu yang mungkin terjadi atas hartanya, memanglah terjadi. Ibarat padi sedang menguning hampir mengetam, tiba-tiba datang banjir besar. Padi itu habis musnah dilondong air. Atau terbakar, ataupun bahaya yang lain. Segala yang dikhayatkan dan dihitung-hitung selama ini akan didapat setelah menyabit padi, sekarang sudah tinggal menjadi harapan yang hampa. Sesuatu yang tidak disangka sama sekali, padahal bagi Allah itu adalah perhitungan."Maka jadilah dia orang yang membolak-balikkan telapak tangannya." Membolak-balikkan telapak tangan adalah perumpamaan dari orang yang telah habis segala penaruhan, meleset segala yang dihitung."Lantaran apa yang telah dibelanjakan padanya". Diingat berapa modal, berapa tenaga yang telah keluar buat itu, sekarang habis musnah jadi abu! “Padahal dia telah gugur di sungkut atap rumahnya". Boleh dipakai arti benar-benar rumah. Bahwa rumah pun telah turut runtuh, dan dia tertimbun di dalam. Dan boleh juga diambil kata kias perbandingan, bahwa kebun yang hancur itu adalah satu-satunya kekayaan, laksana rumah tempat berteduh. Dengan hancurnya kebun ini, sama sekali harapan menjadi hancur luluh. Dalam pepatah Melayu ada satu ungkapan yang mengarah ungkapan ayat ini yaitu “jatuh dihimpit jenjang".
“Dan dia pun berkata, Wahai, alangkah baiknya sedianya, kiranya tidak aku sekutukan sesuatu dengan Tuhanku."
Di saat segala sesuatu yang diharapkan telah hancur-lebur, porak-poranda, tempat bergantungan putus, tempat berpijak terban, barulah dia menyesal, barulah dia sadar dan ingat kesalahannya. Selama ini dia mempersekutukan yang lain dengan Allah. Dalam perkataan atau dalam tingkah laku. Disembahnya nikmat yang diberikan, dan dilupakannya yang memberikan nikmat.
Ayat 43
“Dan tidak ada baginya satu golongan pun yang akan menolongnya."
Mana dia anak-anak yang tadinya berkerumun di sekelilingnya? Mana dia orang-orang gajian yang dia mendabik dada membanggakannya? Mana dia semut-semut yang lekas sekali berkerumun setelah merasakan manisan? Tidak ada mereka lagi! Mereka telah hilang satu demi satu. Mereka angkat bahu berlepas diri. Bahkan ada yang takut berhubungan, takut akan kena getahnya! “Selain Allah jua!" Segala pintu pun tertutuplah. Minta tolong kepada manusia, manusia itu pun terlepas diri hanya Allah Yang satu itu sajalah yang selalu terbuka pintunya merentangkan kedua belah tangannya, sudi menerima hamba-Nya yang tobat.
“Dan tidaklah dapat dia membela dini."
Hanya berhadapan dengan yang lain kita dapat membela diri. Adapun bila berhadapan dengan Allah, yang dapat kita lakukan hanyalah mengaku salah dan memohon ampun. Sebab itu maka ayat yang selanjutnya menyatakan dengan tepat."Di sanalah!" Artinya, Pada saat itulah! Pada tempat itulah! Pada suasana seperti demikianlah baru akan disadari kalau orang mau sadar bahwa,
Ayat 44
“Di sanalah! Kekuasaan itu hanya bagi Allah. Yang Benar!"
Fatamorgana saja kabut dunia ini selalu. Kita hidup kadang-kadang hanya menggantung asap. Maka janganlah ke benda harapan digantungkan. Supaya tenaga jangan habis sia-sia. Kalau masih ada waktu, lekaslah tobat, lekaslah sadar. Sesat surut, terlangkah kembali! Kalau betul-betul insaf dan tobat, pasti diterima.
“Dialah (yang menyediakan) sebaik-baik pahala dan sebaik-baik balasan."
Sesudah di ayat-ayat sebelumnya Allah menunjukkan bahaya yang akan bertemu oleh manusia jika manusia itu lupa kepada Allah, di akhirnya Allah memperlihatkan kasih sayangnya bagi barangsiapa yang menyesal dan insaf. Yaitu kalau tempo masih ada. Dosa diampuni, pahala yang baik disediakan, balasan atau ganjaran yang mulia telah dibingkiskan.
Ke mana lagi manusia akan pergi?
Inilah satu pula di antara perumpamaan yang diserukan Allah menyampaikan kepada manusia. Perubahan sikap hidup di antara dua orang manusia. Pertama, kaya harta, tetapi kosong iman. Kedua, kaya jiwa dengan iman, lalu bertenang (qana'ah) menerima apa yang dibagikan Allah buatnya. Dan rangkaian ayat ini dalam surah al-Kahf yang diturunkan di Mekah, di waktu orang-orang terkemuka, hartawan yang terkemuka, merasa berat di-pergaulkan dengan pengikut Nabi yang tidak mempunyai kekayaan apa-apa selain iman. Disuruhlah Rasulullah memupuk orang-orang yang taat dan cinta kepada Allah itu baik-baik, yakni orang-orang yang menyeru Allah pagi dan senja karena mengharap wajah-Nya. Disuruh beliau membimbing mereka, dan jangan terpesona orang-orang yang sombong itu karena harapkan hiasan dunia (ayat 28).