Ayat
Terjemahan Per Kata
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mengerjakan/beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
kebajikan/saleh
إِنَّا
sesungguhnya Kami
لَا
tidak
نُضِيعُ
Kami menyia-nyiakan
أَجۡرَ
pahala
مَنۡ
orang
أَحۡسَنَ
lebih baik
عَمَلًا
amal(nya)
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
ءَامَنُواْ
beriman
وَعَمِلُواْ
dan mengerjakan/beramal
ٱلصَّـٰلِحَٰتِ
kebajikan/saleh
إِنَّا
sesungguhnya Kami
لَا
tidak
نُضِيعُ
Kami menyia-nyiakan
أَجۡرَ
pahala
مَنۡ
orang
أَحۡسَنَ
lebih baik
عَمَلًا
amal(nya)
Terjemahan
Sesungguhnya mereka yang beriman dan mengerjakan kebajikan, Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan perbuatan baik.
Tafsir
(Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalnya dengan baik) Jumlah kalimat "Innaa Laa Nudhii'u" berkedudukan menjadi Khabar daripada "Innal Ladziina". Di dalam ungkapan ini terkandung pengertian meletakkan isim Zhahir pada tempat isim Mudhmar; makna yang dimaksud adalah Ajrahum atau pahalanya. Atau dengan kata lain, Kami akan memberi pahala kepada mereka sesuai dengan amal baik mereka.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 30-31
Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal saleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan baik. Mereka itulah (orang-orang) yang memperoleh surga 'Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedangkan mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah sebaik-baiknya pahala dan tempat istirahat yang indah.
Setelah menyebutkan nasib orang-orang yang celaka, Allah menyebutkan keadaan orang-orang yang berbahagia, yaitu mereka yang beriman kepada Allah dan membenarkan rasul-rasul-Nya tentang semua yang mereka sampaikan, serta mengamalkan semua yang dianjurkan berupa amal-amal saleh. Maka bagi mereka adalah surga 'Adn. Al-'Adn artinya tempat tinggal. "Mengalir sungai-sungai di bawahnya." (Al-Kahfi: 31) Yakni di bawah gedung-gedung dan tempat-tempat kediaman mereka.
Fir'aun mengatakan, seperti yang disitir dalam firman-Nya: "Dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku." (Az-Zukhruf: 51), hingga akhir ayat. "Dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang emas." (Al-Kahfi: 31) Di dalam ayat lain disebutkan melalui firman-Nya: "Dan mutiara, dan pakaian mereka adalah sutera." (Al-Hajj: 23) Kemudian disebutkan secara rinci dalam ayat ini: "Dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal." (Al-Kahfi: 31) Yang dimaksud dengan sundus ialah kain sutera yang tipis lagi lembut, seperti kain untuk baju gamis dan untuk kegunaan lainnya.
Adapun yang dimaksud dengan istabraq ialah kain sutera yang tebal lagi mengkilap warnanya. Firman Allah ﷻ: "Sedangkan mereka duduk-duduk sambil bersandar diatas dipan-dipan yang indah." (Al-Kahfi: 31) Al-ittika menurut satu pendapat maknanya ialah berbaring, sedangkan menurut pendapat lain duduk bersila. Pendapat kedua inilah yang lebih mendekati makna yang dimaksud dari ayat, dan termasuk ke dalam pengertian ini sebuah hadits yang mengatakan: "Adapun diriku tidak pernah makan sambil duduk bersandar."
Ada dua pendapat mengenai maknanya. Al-araik adalah bentuk jamak dari lafaz arikah, artinya dipan yang berkelambu. Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Qatadah sehubungan dengan makna araik ini, bahwa yang dimaksud adalah kelambunya. Ma'mar mengatakan bahwa pendapat lain mengatakan dipan yang berkelambu. Firman Allah ﷻ: "Itulah sebaik-baiknya pahala dan tempat istirahat yang indah." (Al-Kahfi: 31) Maksudnya, sebaik-baiknya pembalasan amal perbuatan mereka adalah surga. "Dan tempat istirahat yang indah." (Al-Kahfi: 31) Yakni surga adalah sebaik-baik tempat tinggal, tempat istirahat dan rumah. Sebagai kebalikan dari firman-Nya: "Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek." (Al-Kahfi: 29) Hal yang sama terjadi pula di dalam surat Al-Furqan, yaitu dalam firman-Nya: "Sesungguhnya Jahanam itu seburuk-buruknya tempat menetap dan tempat kediaman." (Al-Furqan: 66) Kemudian Allah ﷻ menyebutkan nasib orang-orang mukmin setelah beberapa ayat sesudahnya, yaitu melalui firman-Nya: "Mereka itulah orang-orang yang dibalasi dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya; mereka kekal di dalamnya. Surga itu sebaik-baiknya tempat menetap dan tempat kediaman." (Al-Furqan: 75-76).
Sesungguhnya mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan
membuktikan keimanannya dengan mengerjakan kebajikan sesuai tuntunan Kami. Kepada mereka Kami memberikan pahala yang besar. Kami benar-benar tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang mengerjakan
perbuatan yang baik itu. Mereka itulah orang-orang yang tinggi kedudukannya yang memperoleh Surga 'Adn, yang mengalir di antara pepohonan yang tumbuh di bawahnya sungai-sungai; di dalam surga itu mereka dihiasi dengan gelang
yang terbuat dari emas dan mereka memakai pakaian berwarna hijau yang
terbuat dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka di dalam menikmati keindahan itu duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang diberi bantal dan tirai yang indah. Itulah sebaik-baik pahala dan tempat istirahat yang indah yang memberikan manfaat dan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya.
Dalam ayat ini, Allah menjelaskan pahala bagi orang-orang yang beriman kepada Al-Qur'an dan mengamalkan segala perintah Allah dan Rasul dengan sebaik-baiknya, yaitu diberi pahala yang besar. Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala dari amal kebajikan yang mereka lakukan, dan tidak pula mengurangi hak-hak mereka sedikit pun. Banyak janji Allah dalam Al-Qur'an kepada orang-orang mukmin di antaranya bilamana mereka melakukan amal kebajikan, sedikit pun Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Setiap amal kebajikan, meskipun hanya sebesar biji sawi, tentu diberi ganjaran oleh Allah swt, sebagaimana firman-Nya:
Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. (al-Zalzalah/99: 7-8).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MEMBENTUK PENDUKUNG CITA
Setelah selesai penjelasan Allah tentang penghuni gua, Allah wahyukan kepada Rasul-Nya,
Ayat 27
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepada engkau dari Kitab Tuhan engkau. Tidaklah ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya."
Yang sebaris pun tiadakan lupa dan setitik tiadakan hilang, firman dari yang Maha-tinggi yang tidak dicampuri tangan manusia, melainkan jadi tuntunan bagi manusia. Apa dan betapa pun kesulitan yang dihadapi namun Rasul wajib membacakannya kepada umatnya.
“Dan sekali-kali tidak akan engkau dapati selain dari-Nya tempat berlindung."
Yaitu berlindung dari kesulitan yang mana jua pun tidaklah bisa. Tetapi akan kembali ke-pada Allah jua.
Ayat 28
“Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan mereka di pagi dan petang hati karena menghanap keridhaan-Nya."
Sebab mereka itulah orang yang telah menerima kebenaran, yang telah iman dan yakin, yang telah mengurbankan segala-galanya buat Allah. Mereka telah meninggalkan jahiliyyah dan hidup bersama Nabi dalam Islam. Setia dalam senang dan susah, dan telah memutuskan ikatan dengan kaum keluarga mereka yang masih menyembah berhala. Bersedia mengikuti Nabi ke mana pun beliau berpindah (Muhajirin) dan bersedia menyambut dan membela beliau dengan harta dan jiwa (Anshar). Ada di antara mereka yang dahulu kaya, sekarang telah habis harta bendanya. Ada di antara mereka pemuda, yang telah putus dengan orang tuanya. Ada di antara mereka bekas budak, yang telah mendapat kembali harga diri karena iman. Pagi dan petang mereka menyembah Allah dengan tekun. Dan mereka yang berbagai corak itu telah bersatu dalam satu ikatan, yaitu ikatan Islam. Hendaklah engkau wahai utusan-Ku demikian firman Allah tahan dan sabar hidup bersama mereka dan pemimpin mereka. Sebab orang-orang itulah yang akan jadi pendukung Islam yang sejati kelak."Dan janganlah berpaling kedua matamu dari mereka." Artinya, hadapkanlah sepenuh-penuh perhatian kepada mereka."Karena engkau mengharapkan perhiasan hidup di dunia." Sebab pengikut-pengikut yang setia itu pada mulanya tidaklah dapat dibanggakan jadi perhiasan hidup. Orang orang seperti Bilal bekas budak orang Habsyi. Orang-orang seperti Abu Dzar anak desa yang tidak dikenal dalam masyarakat yang merasa dirinya tinggi dalam dunia Mekah, orang seperti Ammar bin Yasir, dan lain-lain memang tidak dapat diketengahkan dalam perhiasan duniawi. Lain dengan orang-orang terkemuka seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, Abu Lahab, dan yang kaya dan terkemuka dan disegani.
“Dan janganlah engkau turuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari ingatkan Kami dan mempentwiutkan hawa nafsunya. Dan adalah pekenjaannya itu melewati batas."
Begitu sombong mereka itu sehingga pernah mereka meminta kalau hendak mem-bicarakan sesuatu kepada mereka, hendaklah adakan pertemuan istimewa dengan mereka, dan sahabat-sahabat Nabi yang miskin atau mereka pandang hina jangan dibiarkan hadir. Sebab mereka berkata dengan kemasukan mereka jadi pengikut Muhammad, dengan kedudukan mereka yang tinggi dan pengaruh mereka yang besar, dan kekayaan mereka, Muhammad sendiri akan naik gengsi. Tetapi hendaklah dituruti pula kehendak mereka. Padahal tidak kurang pula pengikut Muhammad ﷺ yang bergengsi, bernama, berpengaruh, berharta, dan disegani. Seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Hamzah, dan Ja'far bin Abi Thalib. Setelah mereka jadi pengikut Muhammad saw, mereka lemparkan perhiasan dunia itu semua. Mereka pergi duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan Bilal, Abu Dzar, dan lain-lain. Mereka berlomba menegakkan iman takwa shalat pagi dan petang hari, Nabi Muhammad dilarang memedulikan permintaan orang yang memperturutkan hawa nafsu dan melampaui batas itu.
Tersebutlah sebab-sebab turun ayat ini yang menyuruh Nabi ﷺ bersabar hati menghadapi dan membimbing orang-orang yang tetap menyeru Asma Allah mereka pagi dan petang; artinya supaya Nabi ﷺ duduk bersama mereka dalam majelis mereka; baik mereka itu kaya ataupun mereka orang miskin, baik mereka itu kuat atau orang lemah. Turun ayat ini kononnya karena bangsawan-bangsawan Quraisy itu meminta kepada Nabi ﷺ supaya disediakan waktu istimewa dan majelis yang istimewa untuk mereka. Dan dilarang hadir sahabat-sahabat Nabi ﷺ yang mereka anggap orang orang lemah, orang-orang yang tidak berarti dalam masyarakat di masa itu. Yang mereka pandang tidak duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan mereka itu ialah Bilal bin Rabah, Amar bin Yasir, Shuhail, Khabab bin Arat, Abdullah bin Mas'ud. Mereka pandang orang-orang hina-dina tidak layak sekedudukan dengan mereka.
Menurut sebuah hadits shahih yang di-rawikan oleh Muslim, diterima dengan sanad-nya dari Sa'ad bin Abu Waqqash. Beliau ini bercerita, “Kami duduk-duduk bersama Nabi ﷺ enam orang. Sedang kami duduk dengan asyik di keliling Nabi, datanglah orang-orang musyrik itu dan berkata kepada Nabi ﷺ, “Minta supaya orang-orang itu disuruh keluar karena kami tidak pantas sekedudukan dengan mereka." Kami yang duduk keliling Nabi waktu itu ialah aku sendiri (kata Sa'ad) dan Abdullah bin Mas'ud, seorang teman dari persekutuan Hudzail dan Bilal, dan berdua lagi yang aku lupa namannya. Usul-usul mereka itu nyaris diterima beliau. Tiba-tiba datanglah ayat ini supaya beliau tetap sabar menghadapi kami dan jangan sampai berpaling mata beliau dari kami karena mengharapkan perhiasan dunia." Menurut lbnu Abbas janganlah engkau palingkan mata kepada orang-orang yang sombong karena kebangsawanannya dan kekayaannya itu. Karena itu hanya perhiasan dunia saja. Orang-orang seperti itu hanya melagak, membusungkan dada dengan kekayaan dan kemegahan dunia, sedang peng-ikut-pengikutmu yang setia itu, yang senantiasa menyebut nama Allah mereka pagi dan petang, bertasbih, bertahmid, bertakbir, dan bertahlil, adalah orang-orang yang telah melepaskan hati mereka dari ikatan dunia dan lekatlah hati mereka kepada Allah semata-mata. Itulah kawan engkau yang sejati! Tegasnya lagi, janganlah engkau ikut rayukan atau kehendak dari mereka itu, bangﷺan-bangﷺan yang sombong itu. Karena orang-orang seperti itu tidak dapat dijadikan kawan. Sebab hati mereka telah tertutup dari ingat akan Allah. Petang dan pagi mereka hanya memperturutkan hawa nafsu. Yang mereka cari siang malam hanyalah harta benda, isi alam yang dijadikan Tuhan, sesuatu yang tidak kekal. Dan segala usaha dan kerjanya tidak lagi mengenal batas-batas, halal dan haram. Itulah yang dinamai pada ujung ayat dalam bahasa Arab: Furuthaa. Artinya telah terlepas dari segala ikatan sopan santun, peraturan, budi bahasa, asal keuntungan didapat.
Di dalam segala zaman, orang-orang seperti itulah yang banyak permintaannya, banyak usulnya. Mereka minta diistimewakan. Dan kalau hendaknya tidak diperkenankan, mereka akan tetap jadi penghalang. Sedang orang-orang yang dengan tidak banyak pikir, lalu menceburkan dirinya ke dalam karena cita-cita tinggi itu, biasanya ialah orang yang tidak bernama. Orang yang biasanya disebut tingkat bawah.
Seperti itu jugalah halnya orang-orang yang merasa dirinya tinggi dan istimewa di zaman Nabi Nuh. Mereka menyatakan bersedia menjadi pengikut beliau asal saja orang rendah-rendah yang tidak mempunyai kedudukan (posisi) dan tidak terpelajar (intelektual) jangan dicampurbaurkan dengan mereka. Sebab itu akan merendahkan martabat mereka. Dan begini jualah terus yang terjadi di tiap zaman pada mereka yang menilai manusia dari segi benda dan kulit yang lahir.
Maka pada ayat yang selanjutnya disuruhlah Rasulullah ﷺ mengatakan yang tegas dan pasti.
Ayat 29
“Dan katakanlah, “Kebenaran adalah dari Tuhan kamu."
Artinya kebenaran datang dari Allah, bukan dari aku dan bukan dari kamu. Kebenaran adalah di atas dari kita semuanya. Dalam menghadapi kebenaran itu tidaklah berbeda di antara orang kaya dan orang yang miskin, atau orang yang kuat dengan orang yang lemah."Sebab itu maka barangsiapa yang mau, berimanlah." Kalau dia merasa bahwa yang benar memang besar, disetujui oleh hati sendiri, kalau mau, berimanlah."Dan barangsiapa yang mau, maka kafirlah!" Sebab kamu sendiri ada diberi akal. Engkau sendiri dapatlah menimbang dan mengunci kebenaran itu. Jika kamu beriman, selamatlah kamu, sebab kamu telah menurut suara dari akalmu sendiri. Dan jika kamu mau kafir, yang akan menanggung akibat dari kekafiran itu bukan pula orang lain, melainkan kamu sendiri juga."Sesungguhnya Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang zalim itu api neraka; yang akan mengepung kepada mereka pagar-pagarnya." Orang yang kafir adalah orang yang zalim, orang yang aniaya. Karena dia melawan kebenaran. Padahal kebenaran dari Allah. Dan dia melawan akal murninya sendiri. Dia zalimm artinya menganiaya dirinya sendiri. Niscaya nerakalah tempatnya, tidak lain. Sebab dia sendiri yang memilih jalan ke sana. Mana akan jadi, orang yang memilih sendiri jalan aniaya, lalu akan sampai ke tempat yang bahagia? Neraka itu akan jadi tempat mereka, dan mereka akan terkepung di dalam. Mereka tidak bisa keluar, sebab pagarnya kukuh! “Dan jika mereka minta minum, akan diberi minum mereka dengan air yang seperti logam cair, yang menghanguskan muka mereka." Sebab itu tidaklah mereka akan terlepas dari kehausan, melainkan kian diminum kian sengsara, muka hangus dibakar oleh panasnya api neraka dan panasnya minuman yang laksana logam cair itu.
“Sejahat-jahat minuman dan seburuk-buruk tempat duduk."
Cuma begitulah akhir kesudahan atau akibat dari orang-orang yang sombong itu, yang merasa kedudukannya yang sekarang terlalu tinggi, lalu menolak kebenaran yang datang dari Allah karena merasa hina akan disamakan dengan manusia yang mereka anggap hina dan rendah.
Tetapi sebaliknya orang-orang yang mereka rendahkan itu, padahal hidup mereka telah dipenuhi oleh ingat akan Allah, orang yang jiwanya telah dilatih dengan kepercayaan.
Ayat 30
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh."
Tegasnya, bahwa iman yang telah ada dalam jiwanya telah berbuah kepada sikap hidupnya; imannya telah membuahkan perbuatan-perbuatan yang baik.
“Sesungguhnya Kami tidak akan menyia-nyiakan ganjaran bagi orang yang memperbaiki amal."
Susunan ayat ini memberi kesan dalam perhitungan kita bahwa iman tidaklah pernah mandul. Iman mesti membuahkan amal saleh. Sebab iman itu ialah qauiun dan amalun: kata dan perbuatan. Dan perbuatan itu tidak sembrono, asal jadi saja. Melainkan selalu diperbaiki mutunya, dipertinggi nilainya. Bertambah tinggi mutu iman, bertambah tinggi pula mutu amal. Sampai akhir hayat hendaknya ditutup dengan husnul khatimah, penutupan yang indah.
Maka tersebutlah tiga peringatan yang
ditempuh dalam hidup. Pertama, iman. Kedua, Islam, dengan Islam dilambangkan amal saleh. Ketiga, ihsan, yakni selalu memperbaiki dan mempertinggi mutu.
Apa janji Allah untuk mereka?
Ayat 31
“Mereka itu, bagi mereka surga ‘Adn."
Surga yang kekal! “Yang mengalir dari bawahnya sungai-sungai." Sebagai pertanda dari kesuburan dan kesegaran udara! “Diper-hiasi mereka padanya dengan gelang-gelang dari emas." Badan akan dihiasi sepantasnya, tangan akan digelangi berbagai gelang."Dan mereka memakai pakaian-pakaian hijau dari sutra yang halus dan sutra bersongket emas, sambil bersandar padanya di atas peterana ketinggian" yang tiada taranya.
“Seindah-indah pahala dan sebagus-bagus tempat duduk."