Ayat

Terjemahan Per Kata
وَٱصۡبِرۡ
dan bersabarlah
نَفۡسَكَ
dirimu
مَعَ
bersama-sama
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَدۡعُونَ
(mereka) menyeru
رَبَّهُم
Tuhan mereka
بِٱلۡغَدَوٰةِ
di waktu pagi
وَٱلۡعَشِيِّ
dan petang
يُرِيدُونَ
mereka menghendaki/mengharapkan
وَجۡهَهُۥۖ
wajah/keridhaan-Nya
وَلَا
dan jangan
تَعۡدُ
kamu melewati batas/berpaling
عَيۡنَاكَ
kedua matamu
عَنۡهُمۡ
dari mereka
تُرِيدُ
kamu menghendaki
زِينَةَ
perhiasan
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَاۖ
dunia
وَلَا
dan jangan
تُطِعۡ
kamu taat/mengikuti
مَنۡ
orang
أَغۡفَلۡنَا
Kami telah lalaikan
قَلۡبَهُۥ
hatinya
عَن
dari
ذِكۡرِنَا
mengingat Kami
وَٱتَّبَعَ
dan dia mengikuti
هَوَىٰهُ
hawa nafsunya
وَكَانَ
dan adalah
أَمۡرُهُۥ
urusannya
فُرُطٗا
melewati batas
وَٱصۡبِرۡ
dan bersabarlah
نَفۡسَكَ
dirimu
مَعَ
bersama-sama
ٱلَّذِينَ
orang-orang yang
يَدۡعُونَ
(mereka) menyeru
رَبَّهُم
Tuhan mereka
بِٱلۡغَدَوٰةِ
di waktu pagi
وَٱلۡعَشِيِّ
dan petang
يُرِيدُونَ
mereka menghendaki/mengharapkan
وَجۡهَهُۥۖ
wajah/keridhaan-Nya
وَلَا
dan jangan
تَعۡدُ
kamu melewati batas/berpaling
عَيۡنَاكَ
kedua matamu
عَنۡهُمۡ
dari mereka
تُرِيدُ
kamu menghendaki
زِينَةَ
perhiasan
ٱلۡحَيَوٰةِ
kehidupan
ٱلدُّنۡيَاۖ
dunia
وَلَا
dan jangan
تُطِعۡ
kamu taat/mengikuti
مَنۡ
orang
أَغۡفَلۡنَا
Kami telah lalaikan
قَلۡبَهُۥ
hatinya
عَن
dari
ذِكۡرِنَا
mengingat Kami
وَٱتَّبَعَ
dan dia mengikuti
هَوَىٰهُ
hawa nafsunya
وَكَانَ
dan adalah
أَمۡرُهُۥ
urusannya
فُرُطٗا
melewati batas
Terjemahan

Bersabarlah engkau (Nabi Muhammad) bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya pada pagi dan petang hari dengan mengharap keridaan-Nya. Janganlah kedua matamu berpaling dari mereka karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia. Janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami serta menuruti hawa nafsunya dan keadaannya melewati batas.
Tafsir

(Dan bersabarlah kamu) tahanlah dirimu (bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap) melalui ibadah mereka itu (keridaan-Nya) keridaan Allah ﷻ, bukannya karena mengharapkan sesuatu daripada kebendaan duniawi sekali pun mereka adalah orang-orang miskin (dan janganlah berpaling) jangan kamu memalingkan (kedua matamu dari mereka) (karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami) maksudnya dilalaikan hatinya daripada Al-Qur'an, dan orang yang dimaksud adalah Uyaynah bin Hishn dan teman-temannya (serta memperturuti hawa nafsunya) yaitu melakukan perbuatan yang memusyrikkan (dan adalah keadaannya itu melewati batas) terlalu berlebih-lebihan.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 27-28
Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhanmu (Al-Qur'an). Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan menemukan tempat berlindung selain dari-Nya. Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.
Allah ﷻ memerintahkan kepada Rasul-Nya agar membaca KitabNya yang mulia (yaitu Al-Qur'an) dan menyampaikannya kepada manusia."Tidak ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya." (Al-Kahfi: 27) Maksudnya, tiada seorang pun yang dapat mengubah, menyelewengkan, dan menghapuskan kalimat-kalimat-Nya. Firman Allah ﷻ : "Dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari-Nya." (Al-Kahfi: 27) Menurut Mujahid, multahada artinya tempat berlindung. Sedangkan menurut Qatadah, multahada adalah penolong, yakni tiada penolong selain dari-Nya. Ibnu Jarir mengatakan bahwa makna ayat adalah 'jika kamu, hai Muhammad, tidak membaca apa yang Aku wahyukan kepadamu dari Kitab Tuhanmu, maka sesungguhnya tidak ada tempat berlindung bagimu dari-Nya' .
Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan Allah ﷻ dalam ayat lain dalam firman-Nya: "Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan itu) berarti kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia." (Al-Maidah: 67) Dan firman Allah ﷻ : "Sesungguhnya Yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur'an, benar-benar akan mengembalikanmu ke tempat kembali." (Al-Qashash: 85) Maksudnya, Dia kelak akan menanyakan kepadamu tentang apa yang telah diwajibkan atas dirimu, yaitu menyangkut tentang penyampaian risalah. Firman Allah ﷻ : "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya." (Al-Kahfi: 28) Yakni duduklah kamu bersama orang-orang yang mengingat Allah dari kalangan hamba-hamba-Nya seraya mengagungkan, memuji, menyucikan, dan membesarkan-Nya serta memohon kepada-Nya di setiap pagi dan petang hari, baik mereka itu orang-orang fakir ataupun orang-orang kaya, orang-orang kuat ataupun orang-orang lemah.
Menurut satu pendapat, ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang terhormat dari kalangan kabilah Quraisy saat mereka meminta Nabi ﷺ agar duduk bersama mereka secara terpisah dan mereka meminta agar mereka tidak dikumpulkan bersama orang-orang yang lemah dari kalangan sahabat-sahabatnya, seperti Bilal, Ammar, Suhaib, Khabbab dan Ibnu Mas'ud. Maka masing-masing dari kedua kelompok itu dikumpulkan secara terpisah, lalu Allah ﷻ melarang Nabi ﷺ melakukan hal tersebut. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: "Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari." (Al-An'am: 52) hingga akhir ayat. Kemudian Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi-Nya agar tetap bertahan duduk bersama mereka. Untuk itu Allah ﷻ berfirman: "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari." (Al-Kahfi: 28) hingga akhir ayat. Imam Muslim mengatakan di dalam kitab shahihnya, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah Al-Asadi, dari Israil, dari Al-Miqdam bin Syuraih, dari ayahnya, dari Sa'd ibnu Abu Waqas yang menceritakan, "Kami berenam selalu bersama-sama Nabi ﷺ. Kemudian orang-orang musyrik berkata (kepada Nabi ﷺ), 'Usirlah mereka, agar mereka tidak berbuat kurang ajar kepada kami'." Sa'd ibnu Abi Waqas mengatakan bahwa keenam orang itu adalah dia sendiri, Ibnu Mas'ud, seorang lelaki dari kalangan Bani Huzail, Bilal, dan dua orang lelaki lainnya yang ia lupa namanya.
Maka setelah mendapat sambutan mereka yang demikian itu, Rasulullah ﷺ berfikir sejenak mempertimbangkannya. Kemudian Allah ﷻ menurunkan firman-Nya: "Dan janganlah kamu mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi hari dan di petang hari, sedangkan mereka menginginkan keridhaan-Nya." (Al-An'am: 52) Hadits ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Muslim tanpa Imam Bukhari. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abut Tayyah yang mengatakan bahwa ia mendengar Abul Ja'd menceritakan hadits berikut dari Abu Umamah: Rasulullah ﷺ keluar untuk mendengarkan seorang juru dongeng, lalu tukang dongeng itu menghentikan dongengannya (ketika melihat Rasul ﷺ datang), maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Lanjutkanlah kisahmu, sesungguhnya aku duduk di suatu pagi hingga matahari terbit (untuk mendengarkan dongeng ini) lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang budak." Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abdul Malik, ibnu Maisarah yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Kardus ibnu Qais (seorang tukang dongeng di Kufah) mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku seorang lelaki dari kalangan ahli Badar; ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: "Sungguh aku duduk dalam keadaan seperti majlis ini lebih aku sukai daripada memerdekakan empat orang budak."
Syu'bah mengatakan, lalu aku bertanya "Majlis yang mana?" Abu Umamah menjawab, "Majlis tukang dongeng." Abu Daud Ath-Thayalisi dalam Musnadnya mengatakan: "Telah menceritakan kepada kami Muhammad, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Aban, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sungguh aku duduk bersama-sama dengan suatu kaum yang sedang berzikir mengingat Allah setelah usai dari shalat Subuh sampai terbit matahari lebih aku sukai daripada segala sesuatu yang disinari matahari terbit. Dan sungguh aku berzikir mengingat Allah sesudah shalat Ashar hingga matahari tenggelam lebih aku sukai daripada memerdekakan delapan orang budak dari kalangan keturunan Nabi Ismail yang diat tiap-tiap orang dari mereka adalah dua belas ribu.’ Maka kami menghitung-hitung jumlah diat mereka seluruhnya, saat itu kami berada di majlis sahabat Anas; ternyata jumlah keseluruhannya adalah sembilan puluh enam ribu.
Dan di tempat itu ada yang mengatakan empat orang dari keturunan Nabi Ismail. Demi Allah, dia tidak mengatakan kecuali delapan orang yang diat masing-masingnya adalah dua belas ribu. Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ishaq Al-Ahwazi, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Az-Zubairi, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sabit, dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar Abu Muslim Al-Kufi, bahwa Rasulullah ﷺ bertemu dengan seorang lelaki yang sedang membaca surat Al-Kahfi.
Ketika orang tersebut melihat Nabi ﷺ, ia menghentikan bacaannya. Maka Nabi ﷺ bersabda: "Majlis inilah yang aku diperintahkan agar tetap bersabar duduk bersama dengan mereka (orang-orang yang menghadirinya)." Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Abu Ahmad, dari Amr bin Sabit, dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar secara mursal. Abu Bakar Al-Bazzar mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnul Ma'la, dari Mansur, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Silt, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Sabit, dari Ali ibnul Aqmar, dari Al-Agar Abu Muslim, dari Abu Hurairah dan Abu Sa'id, keduanya telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ datang saat seseorang sedang membaca surat Al-Hajj atau surat Al-Kahfi, lalu si pembaca diam.
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: "Majelis inilah yang aku diperintahkan agar tetap bersabar duduk bersama dengan mereka (orang-orang yang menghadirinya)." Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Bukair, telah menceritakan kepada kami Maimun Al-Mar-i, telah menceritakan kepada kami Maimun ibnu Sayah, dari Anas ibnu Malik r.a., dari Rasulullah ﷺ yang bersabda: "Tidak sekali-kali suatu kaum berkumpul seraya mengingat Allah tanpa ada niat lain kecuali mengharapkan keridhaan-Nya, melainkan mereka diseru oleh juru penyeru dari langit seraya mengatakan, ‘Bangkitlah kalian dalam keadaan diberikan ampunan bagi kalian, semua keburukan kalian telah diganti dengan kebaikan-kebaikan’."
Hadits ini diriwayatkan secara munfarid oleh Imam Ahmad. Imam Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ismail ibnul Hasan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, dari Usamah ibnu Zaid, dari Abu Hazm, dari Abdur Rahman ibnu Sahl ibnu Hanif yang mengatakan bahwa diturunkan kepada Rasulullah ﷺ ayat berikut saat beliau berada di rumahnya, yaitu firman-Nya: "Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhan-Nya di pagi dan senja hari." (Al-Kahfi: 28) hingga akhir ayat. Maka Nabi ﷺ keluar dari rumahnya mencari mereka, dan beliau menjumpai suatu kaum yang sedang berzikir mengingat Allah ﷻ ; di antara mereka terdapat orang-orang yang berpenampilan lusuh dengan rambut yang acak-acakan, berkulit kasar lagi hanya mempunyai selapis pakaian (yakni orang-orang miskin). Setelah melihat mereka, maka beliau duduk bersama-sama mereka dan bersabda: "Segala puji bagi Allah Yang telah menjadikan di kalangan umatku orang-orang yang aku diperintahkan agar bersabar duduk bersama mereka." Abdur Rahman yang disebutkan dalam sanad hadits ini dikatakan oleh Abu Bakar ibnu Abu Daud sebagai seorang sahabat, sedangkan ayahnya termasuk salah seorang sahabat terkemuka.
Firman Allah ﷻ : "Dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini." (Al-Kahfi: 28) Ibnu Abbas mengatakan bahwa janganlah kamu meninggalkan mereka dengan memilih selain mereka, yakni menggantikan mereka dengan orang-orang yang berkedudukan dan berharta. "Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami." (Al-Kahfi: 28) Yakni orang-orang yang menyibukkan dirinya dengan dunia, melupakan agama dan menyembah Tuhannya. "Dan adalah keadaannya itu melewati batas." (Al-Kahfi: 28) Maksudnya, semua amal dan perbuatannya hura-hura, berlebih-lebihan dan sia-sia.
Janganlah kamu mengikuti kemauan mereka, jangan menyukai cara mereka, jangan pula kamu menginginkannya. Makna ayat sama dengan apa yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: "Janganlah sekali-kali kamu menunjukkan pandanganmu kepada kenikmatan hidup yang telah Kami berikan kepada beberapa golongan di antara mereka sebagai bunga kehidupan dunia untuk Kami uji mereka dengannya. Dan karunia Tuhanmu adalah lebih baik dan lebih kekal." (Thaha: 131)
Dan bersabarlah engkau wahai Nabi Muhammad bersama orang-orang
yang beriman yang menyeru Tuhannya pada pagi dan senja hari dengan
berzikir dan berdoadengan mengharap keridaan-Nya,bukan karena mengharap kesenangan duniawi; dan janganlah kedua matamu berpaling dari
mereka walaupun mereka miskin, lalu mengarah perhatianmu kepada
orang-orang kafir karena mengharapkan perhiasan kehidupan dunia; dan
janganlah engkau mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari
mengingat Kami, sebab keengganannya mengikuti tuntunan yang Kami
wahyukan serta menuruti keinginannya yang teperdaya oleh kesenangan
duniawi dan keadaannya yang demikian itu sudah melewati batas. Dan katakanlah wahai Nabi Muhammad, kepada siapa saja bahwa
Kebenaran, yakni Al-Qur'an yang kusampaikan kepadamu itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa di antara kamu yang ingin beriman
kepada wahyu yang kusampaikan hendaklah dia beriman, keuntungan
dan manfaatnya akan kembali kepada diri mereka sendiri, dan barang
siapa di antara kamu yang ingin kafir, menolak kebenaran itu, biarlah
dia kafir, kerugian dan mudaratnya akan kembali kepada diri mereka
sendiri. Allah menerangkan kerugian yang akan menimpa mereka dengan menyatakan, Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi
orang zalim, yakni mereka yang angkuh dan menolak kebenaran yang
kusampaikan, yang gejolaknya mengepung mereka dari segala penjuru.
Jika mereka meminta pertolongan dari panasnya api neraka itu, mereka
akan diberi minum dengan air seperti cairan besi atau minyak yang keruh yang mendidih yang panasnya menghanguskan wajah bila didekatkan
kepadanya. Itulah minuman yang paling buruk dan neraka tempat dihidangkan minuman itu adalah tempat istirahat yang paling jelek.
Diriwayatkan bahwa 'Uyainah bin Hishn al-Fazary datang kepada Nabi Muhammad ﷺ sebelum dia masuk Islam. Ketika itu beberapa orang sahabat Nabi yang fakir berada di sampingnya, di antaranya adalah Salman al-Farisi yang sedang berselimut jubah dan tubuhnya mengeluarkan keringat, karena sedang menganyam daun korma. 'Uyainah berkata kepada Rasul saw, "Apakah bau mereka (sahabat-sahabat yang fakir) tidak mengganggumu? Kami ini pemuka-pemuka bangsawan suku Mudar. Jika kami masuk Islam, maka semua suku Mudar akan masuk Islam. Tidak ada yang mencegah kami untuk mengikutimu, kecuali kehadiran mereka. Oleh karena itu, jauhkanlah mereka agar kami mengikutimu atau adakan untuk mereka majelis tersendiri, dan kami majelis tersendiri pula." Kemudian turunlah ayat ini. Dalam ayat ini, Allah ﷻ memerintahkan Rasul-Nya agar bersabar dan dapat menahan diri untuk duduk bersama dengan beberapa orang sahabatnya yang tekun dalam ibadah sepanjang hari karena mengharapkan rida Allah ﷻ semata. Para sahabat itu hidup dalam kesederhanaan jauh dari kenikmatan duniawi. Mereka itu antara lain ialah: Ammar bin Yasir, Bilal, shuhaib, Ibnu Mas'ud, dan sahabat-sahabat lainnya. Di surah yang lain, Allah berfirman: Janganlah engkau mengusir orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari, mereka mengharapkan keridaan-Nya. Engkau tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatan mereka dan mereka tidak memikul tanggung jawab sedikit pun terhadap perbuatanmu, yang menyebabkan engkau (berhak) mengusir mereka, sehingga engkau termasuk orang-orang yang zalim. (al-An'am/6: 52) Sikap kaum musyrikin terhadap sahabat-sahabat Nabi yang fakir itu sama halnya dengan sikap kaum Nuh terhadap pengikut-pengikut Nabi Nuh a.s. sebagaimana difirmankan Allah swt: Mereka berkata, "Apakah kami harus beriman kepadamu, padahal pengikut-pengikutmu orang-orang yang hina?" (asy-Syu'ara'/26: 111) Sudah semestinya Rasul ﷺ tidak mengindahkan sikap orang kafir itu. Allah ﷻ memperingatkan beliau agar jangan sampai meninggalkan dan meremehkan sahabat-sahabatnya yang fakir, karena hanya didorong oleh kepentingan duniawi atau disebabkan adanya harapan terhadap keimanan orang-orang yang kaya dari kaum musyrikin. Para sahabat itu adalah orang-orang yang dengan ikhlas hatinya memilih jalan hidup sederhana dan rela meninggalkan segala kelezatan duniawi semata-mata untuk mencari rida Allah. Rasul ﷺ mengucapkan syukur kepada Allah atas kehadiran mereka itu di tengah-tengah umatnya. Katanya: Segala puji bagi Allah yang telah menghadirkan di kalangan umatku orang yang aku diperintahkan untuk sabar menahan diriku bersama dia. (Riwayat Ibnu Jarir ath-thabari, Ath-thabrani, dan Ibnu Mardawaih) Dengan demikian, memandang rendah dan meremehkan orang-orang yang hidup miskin dan melarat, tidak dibenarkan oleh agama Islam, terutama bila mereka orang ahli ibadah dan takwa. Allah dengan tegas melarang Muhammad ﷺ menuruti keinginan para pemuka kaum musyrikin untuk menyingkirkan orang-orang yang fakir dari majelisnya. Orang yang meng-ajukan permintaan seperti itu adalah orang-orang yang sudah tertutup jiwa mereka untuk kembali kepada Tuhan, dan memiliki tabiat yang buruk. Perbuatan mereka yang melampaui batas, kefasikan, dan kemaksiatan menambah gelap hati mereka, sehingga akhirnya mereka bergelimang dalam dosa.
(29) Pada ayat ini, Allah ﷻ memerintahkan Rasul-Nya supaya menegaskan kepada orang-orang kafir bahwa kebenaran yang disampaikan kepada mereka itu berasal dari Allah, Tuhan semesta alam. Kewajiban mereka adalah mengikuti kebenaran itu dan mengamalkannya. Manfaat dari kebenaran itu, tentulah kembali kepada mereka yang mengamalkannya. Demikian pula sebaliknya, akibat buruk dari pengingkaran terhadap kebenar-an itu kembali kepada mereka yang mengingkarinya. Oleh karena itu, barang siapa yang ingin beriman kepada-Nya dan masuk ke dalam barisan orang-orang yang beriman, hendaklah segera berbuat tanpa mengajukan syarat-syarat dan alasan-alasan yang dibuat-buat sebagaimana halnya pemuka-pemuka musyrikin yang memandang rendah orang-orang mukmin yang fakir. Juga demikian halnya bagi siapa yang ingkar dan meremehkan kebenaran. Rasulullah ﷺ tidak akan memperoleh kerugian apa-apa karena keingkaran itu, sebagaimana halnya beliau tidak akan memperoleh ke-untungan apapun jika mereka beriman. Allah ﷻ berfirman:
Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri. (al-Isra'/17: 7)
Tetapi jika manusia memilih kekafiran dan melepaskan keimanan, berarti mereka telah melakukan kezaliman, yakni meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Oleh karena itu, Allah memberikan ancaman yang keras kepada mereka, yaitu akan melemparkan mereka ke dalam neraka. Mereka tidak akan lolos dari neraka itu, karena api neraka yang bergejolak itu mengepung mereka dari segala penjuru, sehingga mereka laksana orang yang tertutup dalam kurungan. Bilamana dalam neraka itu mereka saling meminta minum karena dahaga, maka akan diberi air yang panasnya seperti cairan besi yang mendidih yang menghanguskan muka mereka. Sungguh sangat jelek air yang mereka minum itu. Tidak mungkin air minum yang panasnya seperti itu dapat menyegarkan kerongkongan, dan menghilangkan dahaga orang yang sedang kepanasan, bahkan sebaliknya, menghancurkan diri mereka. Neraka yang mereka tempati itu adalah tempat yang paling buruk dan penuh dengan siksaan.
MEMBENTUK PENDUKUNG CITA
Setelah selesai penjelasan Allah tentang penghuni gua, Allah wahyukan kepada Rasul-Nya,
Ayat 27
“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepada engkau dari Kitab Tuhan engkau. Tidaklah ada yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya."
Yang sebaris pun tiadakan lupa dan setitik tiadakan hilang, firman dari yang Maha-tinggi yang tidak dicampuri tangan manusia, melainkan jadi tuntunan bagi manusia. Apa dan betapa pun kesulitan yang dihadapi namun Rasul wajib membacakannya kepada umatnya.
“Dan sekali-kali tidak akan engkau dapati selain dari-Nya tempat berlindung."
Yaitu berlindung dari kesulitan yang mana jua pun tidaklah bisa. Tetapi akan kembali ke-pada Allah jua.
Ayat 28
“Dan sabarkanlah dirimu bersama orang-orang yang menyeru Tuhan mereka di pagi dan petang hati karena menghanap keridhaan-Nya."
Sebab mereka itulah orang yang telah menerima kebenaran, yang telah iman dan yakin, yang telah mengurbankan segala-galanya buat Allah. Mereka telah meninggalkan jahiliyyah dan hidup bersama Nabi dalam Islam. Setia dalam senang dan susah, dan telah memutuskan ikatan dengan kaum keluarga mereka yang masih menyembah berhala. Bersedia mengikuti Nabi ke mana pun beliau berpindah (Muhajirin) dan bersedia menyambut dan membela beliau dengan harta dan jiwa (Anshar). Ada di antara mereka yang dahulu kaya, sekarang telah habis harta bendanya. Ada di antara mereka pemuda, yang telah putus dengan orang tuanya. Ada di antara mereka bekas budak, yang telah mendapat kembali harga diri karena iman. Pagi dan petang mereka menyembah Allah dengan tekun. Dan mereka yang berbagai corak itu telah bersatu dalam satu ikatan, yaitu ikatan Islam. Hendaklah engkau wahai utusan-Ku demikian firman Allah tahan dan sabar hidup bersama mereka dan pemimpin mereka. Sebab orang-orang itulah yang akan jadi pendukung Islam yang sejati kelak."Dan janganlah berpaling kedua matamu dari mereka." Artinya, hadapkanlah sepenuh-penuh perhatian kepada mereka."Karena engkau mengharapkan perhiasan hidup di dunia." Sebab pengikut-pengikut yang setia itu pada mulanya tidaklah dapat dibanggakan jadi perhiasan hidup. Orang orang seperti Bilal bekas budak orang Habsyi. Orang-orang seperti Abu Dzar anak desa yang tidak dikenal dalam masyarakat yang merasa dirinya tinggi dalam dunia Mekah, orang seperti Ammar bin Yasir, dan lain-lain memang tidak dapat diketengahkan dalam perhiasan duniawi. Lain dengan orang-orang terkemuka seperti Abu Jahal, Abu Sufyan, Abu Lahab, dan yang kaya dan terkemuka dan disegani.
“Dan janganlah engkau turuti orang-orang yang telah Kami lalaikan hatinya dari ingatkan Kami dan mempentwiutkan hawa nafsunya. Dan adalah pekenjaannya itu melewati batas."
Begitu sombong mereka itu sehingga pernah mereka meminta kalau hendak mem-bicarakan sesuatu kepada mereka, hendaklah adakan pertemuan istimewa dengan mereka, dan sahabat-sahabat Nabi yang miskin atau mereka pandang hina jangan dibiarkan hadir. Sebab mereka berkata dengan kemasukan mereka jadi pengikut Muhammad, dengan kedudukan mereka yang tinggi dan pengaruh mereka yang besar, dan kekayaan mereka, Muhammad sendiri akan naik gengsi. Tetapi hendaklah dituruti pula kehendak mereka. Padahal tidak kurang pula pengikut Muhammad ﷺ yang bergengsi, bernama, berpengaruh, berharta, dan disegani. Seperti Abu Bakar, Umar, Utsman, Hamzah, dan Ja'far bin Abi Thalib. Setelah mereka jadi pengikut Muhammad saw, mereka lemparkan perhiasan dunia itu semua. Mereka pergi duduk sama rendah, tegak sama tinggi dengan Bilal, Abu Dzar, dan lain-lain. Mereka berlomba menegakkan iman takwa shalat pagi dan petang hari, Nabi Muhammad dilarang memedulikan permintaan orang yang memperturutkan hawa nafsu dan melampaui batas itu.
Tersebutlah sebab-sebab turun ayat ini yang menyuruh Nabi ﷺ bersabar hati menghadapi dan membimbing orang-orang yang tetap menyeru Asma Allah mereka pagi dan petang; artinya supaya Nabi ﷺ duduk bersama mereka dalam majelis mereka; baik mereka itu kaya ataupun mereka orang miskin, baik mereka itu kuat atau orang lemah. Turun ayat ini kononnya karena bangsawan-bangsawan Quraisy itu meminta kepada Nabi ﷺ supaya disediakan waktu istimewa dan majelis yang istimewa untuk mereka. Dan dilarang hadir sahabat-sahabat Nabi ﷺ yang mereka anggap orang orang lemah, orang-orang yang tidak berarti dalam masyarakat di masa itu. Yang mereka pandang tidak duduk sama rendah dan tegak sama tinggi dengan mereka itu ialah Bilal bin Rabah, Amar bin Yasir, Shuhail, Khabab bin Arat, Abdullah bin Mas'ud. Mereka pandang orang-orang hina-dina tidak layak sekedudukan dengan mereka.
Menurut sebuah hadits shahih yang di-rawikan oleh Muslim, diterima dengan sanad-nya dari Sa'ad bin Abu Waqqash. Beliau ini bercerita, “Kami duduk-duduk bersama Nabi ﷺ enam orang. Sedang kami duduk dengan asyik di keliling Nabi, datanglah orang-orang musyrik itu dan berkata kepada Nabi ﷺ, “Minta supaya orang-orang itu disuruh keluar karena kami tidak pantas sekedudukan dengan mereka." Kami yang duduk keliling Nabi waktu itu ialah aku sendiri (kata Sa'ad) dan Abdullah bin Mas'ud, seorang teman dari persekutuan Hudzail dan Bilal, dan berdua lagi yang aku lupa namannya. Usul-usul mereka itu nyaris diterima beliau. Tiba-tiba datanglah ayat ini supaya beliau tetap sabar menghadapi kami dan jangan sampai berpaling mata beliau dari kami karena mengharapkan perhiasan dunia." Menurut lbnu Abbas janganlah engkau palingkan mata kepada orang-orang yang sombong karena kebangsawanannya dan kekayaannya itu. Karena itu hanya perhiasan dunia saja. Orang-orang seperti itu hanya melagak, membusungkan dada dengan kekayaan dan kemegahan dunia, sedang peng-ikut-pengikutmu yang setia itu, yang senantiasa menyebut nama Allah mereka pagi dan petang, bertasbih, bertahmid, bertakbir, dan bertahlil, adalah orang-orang yang telah melepaskan hati mereka dari ikatan dunia dan lekatlah hati mereka kepada Allah semata-mata. Itulah kawan engkau yang sejati! Tegasnya lagi, janganlah engkau ikut rayukan atau kehendak dari mereka itu, bangﷺan-bangﷺan yang sombong itu. Karena orang-orang seperti itu tidak dapat dijadikan kawan. Sebab hati mereka telah tertutup dari ingat akan Allah. Petang dan pagi mereka hanya memperturutkan hawa nafsu. Yang mereka cari siang malam hanyalah harta benda, isi alam yang dijadikan Tuhan, sesuatu yang tidak kekal. Dan segala usaha dan kerjanya tidak lagi mengenal batas-batas, halal dan haram. Itulah yang dinamai pada ujung ayat dalam bahasa Arab: Furuthaa. Artinya telah terlepas dari segala ikatan sopan santun, peraturan, budi bahasa, asal keuntungan didapat.
Di dalam segala zaman, orang-orang seperti itulah yang banyak permintaannya, banyak usulnya. Mereka minta diistimewakan. Dan kalau hendaknya tidak diperkenankan, mereka akan tetap jadi penghalang. Sedang orang-orang yang dengan tidak banyak pikir, lalu menceburkan dirinya ke dalam karena cita-cita tinggi itu, biasanya ialah orang yang tidak bernama. Orang yang biasanya disebut tingkat bawah.
Seperti itu jugalah halnya orang-orang yang merasa dirinya tinggi dan istimewa di zaman Nabi Nuh. Mereka menyatakan bersedia menjadi pengikut beliau asal saja orang rendah-rendah yang tidak mempunyai kedudukan (posisi) dan tidak terpelajar (intelektual) jangan dicampurbaurkan dengan mereka. Sebab itu akan merendahkan martabat mereka. Dan begini jualah terus yang terjadi di tiap zaman pada mereka yang menilai manusia dari segi benda dan kulit yang lahir.
Maka pada ayat yang selanjutnya disuruhlah Rasulullah ﷺ mengatakan yang tegas dan pasti.
Ayat 29
“Dan katakanlah, “Kebenaran adalah dari Tuhan kamu."
Artinya kebenaran datang dari Allah, bukan dari aku dan bukan dari kamu. Kebenaran adalah di atas dari kita semuanya. Dalam menghadapi kebenaran itu tidaklah berbeda di antara orang kaya dan orang yang miskin, atau orang yang kuat dengan orang yang lemah."Sebab itu maka barangsiapa yang mau, berimanlah." Kalau dia merasa bahwa yang benar memang besar, disetujui oleh hati sendiri, kalau mau, berimanlah."Dan barangsiapa yang mau, maka kafirlah!" Sebab kamu sendiri ada diberi akal. Engkau sendiri dapatlah menimbang dan mengunci kebenaran itu. Jika kamu beriman, selamatlah kamu, sebab kamu telah menurut suara dari akalmu sendiri. Dan jika kamu mau kafir, yang akan menanggung akibat dari kekafiran itu bukan pula orang lain, melainkan kamu sendiri juga."Sesungguhnya Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang zalim itu api neraka; yang akan mengepung kepada mereka pagar-pagarnya." Orang yang kafir adalah orang yang zalim, orang yang aniaya. Karena dia melawan kebenaran. Padahal kebenaran dari Allah. Dan dia melawan akal murninya sendiri. Dia zalimm artinya menganiaya dirinya sendiri. Niscaya nerakalah tempatnya, tidak lain. Sebab dia sendiri yang memilih jalan ke sana. Mana akan jadi, orang yang memilih sendiri jalan aniaya, lalu akan sampai ke tempat yang bahagia? Neraka itu akan jadi tempat mereka, dan mereka akan terkepung di dalam. Mereka tidak bisa keluar, sebab pagarnya kukuh! “Dan jika mereka minta minum, akan diberi minum mereka dengan air yang seperti logam cair, yang menghanguskan muka mereka." Sebab itu tidaklah mereka akan terlepas dari kehausan, melainkan kian diminum kian sengsara, muka hangus dibakar oleh panasnya api neraka dan panasnya minuman yang laksana logam cair itu.
“Sejahat-jahat minuman dan seburuk-buruk tempat duduk."
Cuma begitulah akhir kesudahan atau akibat dari orang-orang yang sombong itu, yang merasa kedudukannya yang sekarang terlalu tinggi, lalu menolak kebenaran yang datang dari Allah karena merasa hina akan disamakan dengan manusia yang mereka anggap hina dan rendah.
Tetapi sebaliknya orang-orang yang mereka rendahkan itu, padahal hidup mereka telah dipenuhi oleh ingat akan Allah, orang yang jiwanya telah dilatih dengan kepercayaan.
Ayat 30
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh."
Tegasnya, bahwa iman yang telah ada dalam jiwanya telah berbuah kepada sikap hidupnya; imannya telah membuahkan perbuatan-perbuatan yang baik.
“Sesungguhnya Kami tidak akan menyia-nyiakan ganjaran bagi orang yang memperbaiki amal."
Susunan ayat ini memberi kesan dalam perhitungan kita bahwa iman tidaklah pernah mandul. Iman mesti membuahkan amal saleh. Sebab iman itu ialah qauiun dan amalun: kata dan perbuatan. Dan perbuatan itu tidak sembrono, asal jadi saja. Melainkan selalu diperbaiki mutunya, dipertinggi nilainya. Bertambah tinggi mutu iman, bertambah tinggi pula mutu amal. Sampai akhir hayat hendaknya ditutup dengan husnul khatimah, penutupan yang indah.
Maka tersebutlah tiga peringatan yang
ditempuh dalam hidup. Pertama, iman. Kedua, Islam, dengan Islam dilambangkan amal saleh. Ketiga, ihsan, yakni selalu memperbaiki dan mempertinggi mutu.
Apa janji Allah untuk mereka?
Ayat 31
“Mereka itu, bagi mereka surga ‘Adn."
Surga yang kekal! “Yang mengalir dari bawahnya sungai-sungai." Sebagai pertanda dari kesuburan dan kesegaran udara! “Diper-hiasi mereka padanya dengan gelang-gelang dari emas." Badan akan dihiasi sepantasnya, tangan akan digelangi berbagai gelang."Dan mereka memakai pakaian-pakaian hijau dari sutra yang halus dan sutra bersongket emas, sambil bersandar padanya di atas peterana ketinggian" yang tiada taranya.
“Seindah-indah pahala dan sebagus-bagus tempat duduk."