Ayat

Terjemahan Per Kata
قُلِ
katakanlah
ٱللَّهُ
Allah
أَعۡلَمُ
lebih mengetahui
بِمَا
dengan apa/berapa lama
لَبِثُواْۖ
mereka berdiam
لَهُۥ
bagi Nya
غَيۡبُ
kegaiban
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِۖ
dan bumi
أَبۡصِرۡ
alangkah terang penglihatan
بِهِۦ
denganNya
وَأَسۡمِعۡۚ
dan alangkah tajam pendengaran
مَا
tidak ada
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
دُونِهِۦ
selain Dia
مِن
dari
وَلِيّٖ
seorang pelindung
وَلَا
dan tidak
يُشۡرِكُ
Dia bersekutu
فِي
dalam
حُكۡمِهِۦٓ
hukum-Nya/keputusan-Nya
أَحَدٗا
seseorang
قُلِ
katakanlah
ٱللَّهُ
Allah
أَعۡلَمُ
lebih mengetahui
بِمَا
dengan apa/berapa lama
لَبِثُواْۖ
mereka berdiam
لَهُۥ
bagi Nya
غَيۡبُ
kegaiban
ٱلسَّمَٰوَٰتِ
langit(jamak)
وَٱلۡأَرۡضِۖ
dan bumi
أَبۡصِرۡ
alangkah terang penglihatan
بِهِۦ
denganNya
وَأَسۡمِعۡۚ
dan alangkah tajam pendengaran
مَا
tidak ada
لَهُم
bagi mereka
مِّن
dari
دُونِهِۦ
selain Dia
مِن
dari
وَلِيّٖ
seorang pelindung
وَلَا
dan tidak
يُشۡرِكُ
Dia bersekutu
فِي
dalam
حُكۡمِهِۦٓ
hukum-Nya/keputusan-Nya
أَحَدٗا
seseorang
Terjemahan

Katakanlah, “Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal (di gua). Milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. Tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain Dia dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan.”
Tafsir

(Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal di gua) daripada orang-orang yang berselisih pendapat tentangnya, sebagaimana yang telah disebutkan tadi (Kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi) ilmu kesemuanya berada pada-Nya. (Alangkah terang penglihatan-Nya) penglihatan Allah, lafal Abshir bihi adalah Shighat Ta'ajjub (dan alangkah tajam pendengaran-Nya) pendengaran Allah, demikian pula lafal Asmi' bihi sama dengan lafal Maa Asma'ahu, dan yang sebelumnya sama dengan lafal Maa Absharahu, keduanya merupakan ungkapan cara Majaz. Makna yang dimaksud ialah, bahwa tiada sesuatu pun yang tidak diketahui oleh penglihatan dan pendengaran Allah ﷻ (tak ada bagi mereka) bagi semua penduduk langit dan bumi (seorang pelindung pun selain daripada-Nya) seorang yang dapat menolong (dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan") karena sesungguhnya Dia tidak membutuhkan adanya sekutu.
Tafsir Surat Al-Kahfi: 25-26
Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun. Katakanlah, "Allah lebih mengetahui berapa lama mereka tinggal (di gua), kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi. Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya, tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan."
Apa yang disebutkan dalam kedua ayat ini merupakan pemberitahuan dari Allah ﷻ kepada Rasul-Nya tentang lamanya waktu yang dijalani oleh para pemuda penghuni gua dalam gua mereka, sejak Allah menidurkan mereka hingga Allah membangunkan mereka sehingga orang-orang yang ada di masa itu dapat menjumpai mereka.
Disebutkan bahwa lamanya waktu itu adalah tiga ratus tahun lebih sembilan tahun menurut perhitungan tahun Qamariah. Sedangkan menurut tahun Syamsiah, waktu mereka adalah tiga ratus tahun. Karena perbedaan antara tahun Qamariah dan tahun Syamsiah adalah: Kalau tahun Syamsiah seratus tahun, persamaannya dalam perhitungan tahun Qamariahnya adalah seratus tiga tahun. Karena itulah sesudah disebutkan tiga ratus tahun, disebutkan pula oleh firman-Nya: "Dan ditambah sembilan tahun." (Al-Kahfi: 25) Firman Allah ﷻ : "Katakanlah, ‘Allah lebih mengetahui berapa lama mereka tinggal (di gua)’." (Al-Kahfi: 26) Apabila kamu ditanya tentang berapa lama mereka tinggal di gua, sedangkan kamu tidak punya pengetahuan tentangnya dan tidak ada pula petunjuk dari Allah ﷻ yang menerangkannya kepadamu, maka janganlah kamu memberikan satu tanggapan pun, kecuali tanggapan semacam: "Allah lebih mengetahui berapa lama mereka tinggal (di gua), kepunyaan-Nyalah semua yang tersembunyi di langit dan di bumi." (Al-Kahfi: 26) Dengan kata lain, tidak ada yang mengetahui hal itu kecuali Dia dan orang yang diberitahu oleh-Nya dari kalangan makhluk-Nya.
Apa yang telah kami kemukakan sehubungan dengan tafsir ayat ini dikatakan oleh banyak kalangan ulama tafsir, seperti Mujahid dan lain-lainnya dari kalangan ulama Salaf dan Khalaf. Qatadah berkata sehubungan dengan makna firman-Nya: "Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun." (Al-Kahfi: 25) hingga akhir ayat bahwa hal ini menyitir apa yang dikatakan oleh kaum Ahli Kitab, kemudian dijawab oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: "Katakanlah, ‘Allah lebih mengetahui berapa lama mereka tinggal (di gua)’." (Al-Kahfi: 26) Qatadah mengatakan bahwa menurut qiraat Abdullah ibnu Mas'ud disebut qalu (mereka berkata), bukannya qul (katakanlah!), artinya perkataan tersebut dikatakan oleh orang-orang.
Demikianlah menurut pendapat Qatadah dan Mutharrif bin Abdullah. Akan tetapi apa yang dikatakan oleh Qatadah ini masih bisa dipertanyakan kebenarannya, karena sesungguhnya menurut berita yang ada di tangan orang-orang Ahli Kitab, ashabul kahfi tinggal selama tiga ratus tahun tanpa tambahan sembilan tahun, menurut perhitungan tahun syamsiah, sekalipun Allah telah menceritakan pendapat mereka melalui firman-Nya: "Dan ditambah sembilan tahun." (Al-Kahfi: 25) Menurut makna lahiriah, sesungguhnya hal ini hanyalah pemberitaan dari Allah, bukan mengisahkan ucapan mereka.
Demikianlah pendapat yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Adapun riwayat Qatadah dan qiraat Ibnu Mas'ud bersifat munqati', kemudian riwayat tersebut berpredikat sya'z (menyendiri) bila dibandingkan dengan qiraat jumhur ulama, karenanya qiraat Ibnu Mas'ud tidak dapat dijadikan pegangan sebagai hujah. Firman Allah ﷻ : "Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya." (Al-Kahfi: 26) Artinya sesungguhnya Allah benar-benar Maha Melihat lagi Maha Mendengar tentang mereka. Ibnu Jarir mengatakan bahwa ungkapan ini merupakan ungkapan pujian yang maksimal.
Seakan-akan dikatakan bahwa alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya. Dengan kata lain, takwil kalimat adalah sebagai berikut: Alangkah terang penglihatan Allah kepada semua yang ada, dan alangkah tajam pendengaran Allah terhadap semua yang didengar, tiada satu pun yang tersembunyi bagi-Nya dari hal tersebut. Kemudian diriwayatkan dari Qatadah sehubungan dengan makna firman-Nya: "Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya." (Al-Kahfi: 26) Maka tidak ada seorang pun yang lebih terang penglihatannya dan tidak ada pula seorang pun yang lebih tajam pendengarannya daripada Allah.
Ibnu Zaid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: "Alangkah terang penglihatan-Nya dan alangkah tajam pendengaran-Nya." (Al-Kahfi: 26) Allah melihat semua perbuatan mereka dan mendengar hal tersebut dari mereka dengan pendengaran yang disertai dengan penglihatan. Firman Allah ﷻ : "Tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka selain dari-Nya; dan Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan." (Al-Kahfi: 26) Maksudnya sesungguhnya Allah ﷻ itu Yang menciptakan dan Yang menentukan keputusan; tiada yang mempertanyakan tentang keputusan-Nya, tiada pembantu, tiada penolong, tiada sekutu, dan tiada penasihat bagi-Nya. Dia Maha Tinggi lagi Maha Suci.
Katakanlah kepada siapa yang tidak percaya atau membantah keterangan ini, Allah yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu lebih mengetahui berapa lamanya mereka tinggal di dalam gua; betapa tidak, sebab
milik-Nya semua yang tersembunyi di langit dan di bumi, tidak ada sesuatu
pun yang terluput dari pengetahuan-Nya. Alangkah terang penglihatan-Nya terhadap segala sesuatu dan alangkah tajam pendengaran-Nya
terhadap suara; tidak ada seorang pelindung pun bagi mereka penduduk
langit maupun bumi selain Dia Yang Mahakuasa atas segala sesuatu; dan
Dia tidak mengambil seorang pun menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan
keputusan, sebab Dia tidak membutuhkan siapa pun menjadi sekutu
bagi-Nya. Sesudah selesai menceritakan kisah penguni gua, ayat ini kembali
menyampaikan pesan-pesan yang disampaikan pada permulaan surah
ini. Dan bacakanlah wahai Nabi Muhammad apa yang diwahyukan Allah
kepadamu, yaitu Al-Qur'an, Kitab Tuhanmu. Tidak ada siapa pun yang
dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya, yakni wahyu-Nya atau ketetapanketetapan-Nya. Dan ketahuilah engkau tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain kepada-Nya. Oleh karena itu, janganlah engkau lalai melaksanakan tuntunan Tuhanmu.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ memerintahkan Rasul ﷺ agar menyatakan kepada mereka yang masih berselisih tentang berapa lama Ashhabul Kahf tidur di dalam gua, bahwa Tuhan lebih mengetahui lamanya mereka tidur dalam gua itu. Apa yang diterangkan Allah itu pasti benar, tidak ada keraguan padanya. Para ahli kitab berselisih tentang lamanya waktu mereka tidur seperti halnya mereka berselisih tentang jumlahnya. Hanya Allah yang mengetahui berapa lama mereka tidur, karena memang Dialah Yang Maha Mengetahui dan memiliki ilmu pengetahuan tentang segala yang gaib, baik di bumi maupun di langit. Dialah Yang Maha Mengetahui segala hal ihwal manusia yang tersembunyi, dan tidak ada sesuatupun yang tertutup bagi-Nya. Oleh karena itu, manusia tidak perlu lagi membicarakan berapa lama penghuni gua itu tidur di tempatnya, tetapi serahkan hal itu kepada Allah, karena Dia itulah yang mengetahui hal-hal yang gaib, apalagi hal-hal yang nyata. Sungguh alangkah terangnya penglihatan Allah atas segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini, dan alangkah tajamnya pendengaran-Nya terhadap segala macam suara dan bunyi dari makhluk-Nya. Tidak ada seorangpun yang dapat menjadi pelindung bagi penghuni-penghuni gua itu selain Allah. Dialah yang memelihara dan mengurus segala hal ihwal mereka dengan sebaik-baiknya. Dan Dia tidak bersekutu dengan seorangpun dalam menetapkan keputusan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 22
“Mereka akan berkata, “Mereka itu tiga orang, yang keempat ialah anjing mereka."
Artinya ada satu golongan yang akan mengemukakan taksiran mereka, atau kabarnya konon yang mereka terima bahwa penduduk gua itu tiga orang, berempat dengan anjingnya."Dan berkata pula mereka (yang lain); Lima orang, yang keenam anjing mereka." Mereka ini pun mempertahankan bahwa orang itu berlima, berenam dengan anjing. Kedua bilangan yang mereka kemukakan ini adalah rajman bilghaibi saja, artinya menebak-nebak tentang hal yang gaib. Sebab tidak ada di antara mereka yang datang sendiri ke gua itu buat menyelidiki. Mereka hanya menerima kabar dari orang ke orang saja. Apatah lagi waktunya telah lama berlalu, dan letak gua itu pun tidak ada di antara mereka yang mengetahuinya pasti,
“Dan berkata lagi mereka (yang lain); “Bertujuh, dan yang kedelapan ialah anjing mereka." Perkataan yang ketiga ini pun dikeluarkan oleh yang mengata-kannya berdasar kepada pendengaran dari orang ke orang juga. Cuma ahli tafsir, seperti Ibnu Abbas, membesarkan kemungkinan bahwa kata yang ketiga inilah yang lebih dekat kepada kebenaran, yang diterangkan dengan wahyu. Sebab sesudah diuraikan kata pertama (bertiga, berempat dengan anjing) dan kata kedua (berlima, berenam dengan anjing) dikatakan bahwa perkataan itu hanya menebak-nebak hal yang gaib. Sesudah itu baru diberikutkan kata ketiga, “bertujuh, danyang kedelapan ialah anjingnya." Tetapi penaksiran ahli tafsir itu belum jugalah dapat dijadikan kepastian. Sebab lanjutan ayat ialah “Katakanlah (Hai Rasul!) Tuhankulah yang lebih tahu dengan bilangan mereka, tidak ada yang mengetahui berapa mereka kecuali sedikit." Yang sedikit itu tentulah orang yang hidup pada masa itu, yang turut ziarah ke dalam gua itu, termasuk raja negeri itu, dan mereka sekarang sudah tak ada lagi. Atau yang sedikit itu ialah Rasulullah sendiri. Tetapi beliau dilarang Allah turut mempertengkarkan bilangan mereka sebab yang demikian itu hanyalah akan menghabiskan waktu belaka, sebab ilmunya tidak berdasar kepada penyelidikan (riset) yang tertentu. Sehingga kalau dipertengkarkan juga, tidaklah akan ada kesu-dahannya."Oleh karena itu janganlah engkau (turut) bertengkar tentang mereka." Inilah satu tuntunan bagi Rasul dan bagi umat yang beriman, jangan membuang-buang waktu mempertengkarkan hal yang tidak ada alasan dan pertahanan dan bukti-bukti."Melainkan pertengkaran yang jelas." Artinya bertengkar atau bertukar pikirari tidaklah dilarang, asal soalnya dapat diselesaikan dengan baik untuk mendudukkan kebenaran. Yang terang hanyalah memang ada penghuni gua itu. Itu boleh diperkatakan! Adapun berapa bilangan isinya, pertama diperdebatkan.
“Dan tak asahlah engkau beritanya tentang mereka itu, kepada seorang jua pun."
Tegasnya, Nabi ﷺ pun tak perlu bertanya kepada siapa-siapa tentang berapa jumlah orang-orang yang tidur dalam gua itu. Karena tidak akan ada jawaban yang pasti. Kalau mereka jawab juga, hanya akan membuka pintu bagi mereka membuat dongeng dan khayat saja.
Berdasar kepada ayat-ayat ini sendiri maka kalau ada di dalam kitab-kitab pedukunan nama-nama penghuni gua itu, pandang sajalah nama-nama itu sebagai khayat yang tak ada dasarnya. Ada setengah tafsir menuliskan juga nama-nama mereka. Untuk memperlengkap Tafsir al-Azhar kita ini, tetapi tidak untuk memercayainya, kita salinkan nama-nama itu.
1. Yamlikha (yang diutus membeli makanan ke kota).
2. Marthunus.
3. Kastunus.
4. Berirunus.
5. Darimus.
6. Yathubunus.
7. Kalus.
Dan ada pula yang menambahkan satu nama lagi, yaitu Maxalamina. Dan nama anjingnya Hamran. Ibnu Katsir berkata, “Nama-nama ini dan nama anjingnya tidaklah dijamin shahih atau tidak! Sebab semuanya itu diterima dari ahlul-kitab saja." Dari keterangan Rasulullah ﷺ sendiri tak ada.
Biasa dukun-dukun menuliskan nama-nama itu pada kain putih diletakkan di tempat yang tersembunyi untuk menjaga rumah, sehingga maling takut memasuki pekarangan rumah itu. Entah ia, entah tidak!
Teranglah di sini bahwa yang penting kita tilik dari cerita ini bukanlah bilangan orang bertiga, atau berlima, atau bertujuh, diertai anjingnya. Yang penting kita ingati di sini ialah keteguhan iman, persamaan keyakinan, persaudaraan yang padu karena sama pendirian. Kalau benar bahwa mereka itu adalah anak raja-raja, anak orang besar, dapatlah kita mengambil i'tibar bagaimana kukuhnya keyakinan mereka, sehingga mau mereka meninggalkan hidup mewah, karena tempat yang aman memelihara iman yang telah tumbuh dalam jiwa.
Kemudian itu sambil lalu Allah memberi peringatan kepada Rasul-Nya,
Ayat 23
“Dan sekali-kali janganlah engkau berkata tentang sesuatu hal bahwa aku akan berbuat sedemikian besok."
Artinya jika engkau menghadapi suatu urusan atau mengikat suatu janji, janganlah engkau memberikan kata pasti, bahwa urusan atau janji itu akan engkau penuhi beresok. Karena apa yang akan kejadian beresok itu, bukanlah di dalam tanganmu. Di atas sesuatu yang engkau rencanakan ada lagi rencana yang lebih besar dan lebih kuat kuasa, yaitu rencana Allah.
Ayat 24
“Kecuali bahwa dikehendaki oteh Allah."
sebagai sambungan dari ayat 23. Yaitu alaslah segala janjimu itu dengan in syaa Allah, jangan engkau pastikan saja. Karena engkau tidaklah mempunyai daya upaya buat menolak sesuatu yang telah ditentukan Allah terlebih dahulu.
Menurut keterangan dari ahli-ahli tafsir, sebagai yang telah kita uraikan pada permulaan sebab turunnya ayat ini, orang Quraisy atau Yahudi meminta keterangan kepada beliau apakah yang dikatakan ruh itu, dan bagaimana kisahnya penghuni gua dan siapakah yang mengembara ke barat dan ke timur itu. Maka Rasulullah berjanji akan menjawabnya beresok, karena mengharap nanti malam Jibril akan datang membawa wahyu. Rupanya Jibril tidak datang-datang sampai lima belaa hari lamanya. Kekesalan menunggu lima belas hari itu dapatlah dipahami, untuk jadi pengajaran lain kali supaya jangan mengikat janji pasti, tetapi hendaklah beri ikatan dengan kalimat in syaa Allah. Sebab kekuasaan tertinggi adalah di tangan Allah."Dan ingatlah (kembali) Tuhanmu jika engkau lupa."
Dengan peringatan yang sedikit ini, Allah menyuruh Rasul-Nya mengingatnya kembali apabila dia lupa, dapatlah memaklumi kelemahan kita sebagai manusia. Seumpama kita dalam shalat diwajibkan khusyu. Namun kadang-kadang kita dalam shalat itu lupa juga kepada Allah dan teringat juga kepada yang lain. Lalu kita disuruh kembali kepada haluan yang kita tuju."Dan katakanlah,
“Mudah-mudahan kiranya memberi petunjuk Tuhanku kepadaku, kepada sesuatu yang lebih dekat dari ini kebenarannya."
Kerapkali memang kita terlupa dan ter-lalai. Lupa bukanlah hal yang disengaja. Apabila biduk kita berlayar mengarungi danau atau sungai yang luas, kita sudah memastikan tujuan yang kita tempuh. Tetapi di tengah jalan kita akan bertemu dengan halangan yang sudah pasti akan membelokkan haluan biduk kita dari yang dituju; adakalanya karena biduk melawan angin, adakalanya karena arus terlalu deras. Tetapi selalu kita berpirau, selalu kita berusaha memegang kemudi dengan teguh untuk membawa haluan biduk itu kepada yang dituju. Demikianlah misalnya kita menempuh hidup ini menuju tujuan yang ditentukan Allah. Lantaran itulah maka selalu kita hendaknya memohonkan kekuatan yang langsung diberikan oleh Allah sendiri, diberinya kita petunjuk, sehingga kita sampai kepada sesuatu garis yang ditentukan Allah, yang lebih dekat kepada kebenaran.
Dengan ayat ini dan beberapa ayat yang lain kita mendapat pelajaran bahwa kekhilafan atau kealpaan yang tidak disengaja terjadi juga pada diri nabi-nabi dan rasul-rasul. Sebab itu maka ulama-ulama ahli sunnah se-pendapat bahwa kealpaan yang berkecil itu tiada mustahil bagi seorang nabi. Yang mustahil ialah jika seorang nabi atau rasul berbuat dosa besar! Namun demikian kealpaan yang kecil itu pun ditegur dengan halus oleh Allah. Kealpaan mengucapkan Insya Allah saja buat peneguh janji sudah ditegur. Namun, bagi rasul-rasul dan nabi kealpaan kecil itu amat besar artinya.
Demikianlah tersebut dalam sebuah ha-dits yang dirawikan oleh Bukhari dan Muslim yang dirawikan dari Abu Hurairah, bahwa Nabi kita ﷺ bercerita, “Bahwa pada suatu malam Nabi Sulaiman bin Dawud berazam hendak menyetubuhi istrinya yang 70 (ada riwayat mengatakan 90 dan ada yang mengatakan 100 orang), dengan rencana satu istri melahirkan seorang anak laki laki dan setelah anak itu dewasa kelak dia akan menjadi prajurit yang berjuang pada Sabilillah. Maka lupalah beliau mengucapkan kalimat Insya Allah! Maka disetubuhinyalah istri-istrinya itu bergiliran. Tetapi yang kejadian adalah di luar rencana beliau. Tidak ada istri itu yang bunting di masa itu, kecuali seorang. Dan setelah istri itu melahirkan anak, ternyata anak itu hanya separuh sifatnya sebagai manusia." (Mungkin bodoh atau pandir). Maka bersabdalah Nabi kita ﷺ, “Demi Tuhan yang aku ini adalah di dalam tangan kekuasaan-Nya, sekiranya Sulaiman di waktu merencanakan itu menyebut in syaa Allah, niscaya akan tercapailah apa yang dia cita-citakan."
Ayat 25
“Dan tinggallah mereka itu di dalam gua mereka tiga ratus tahun."
Yaitu menurut perhitungan tahun Syam-siyah, hisab perhitungan edaran matahari yang berjumlah setahun 365 hari.
“Dan mereka tambah sembilan (lagi)."
Artinya 300 tahun menurut hitungan perjalanan matahari yang setahun 365 hari, men-jadilah ditambah sembilan tahun lagi, menjadi 309 tahun bila dihitung dengan hisab perjalanan bulan yang setahun 354 hari.
Disebut dalam ayat ini kedua bilangan ini, Syamsiyah (Matahari) dan Qamariyah (bulan), karena pada masa Nabi ﷺ bilangan hisab itu terpakai di dalam memperkatakan penghuni Kahfi itu. Orang-orang Yahudi dan Nasrani memakai takwim syamsiyah karena pengaruh kekuasaan Romawi Timur yang ada di sebelah utara Tanah Arab, yaitu Tanah Syam, Mosopotami, dan Palestina. Sedang orang Arab sejak dahulu memakai perhitungan hisab qamariyah.
Kemudian datanglah sambungan ayat,
Ayat 26
“Katakanlah, “Allah-lahyang lebih tahu berapa lama mereka tinggal (di sana)"
Pada ayat 25 di atas itu Allah telah memberitahukan berapa lamanya penghuni-penghuni Kahfi itu tidur di sana, yaitu 300 tahun Syamsiyah, tambah 9 tahun kalau dihitung menurut Qamariyah. Itulah hitungan yang betul. Maka jika ada lagi orang yang mengemukakan hitungan yang lain, lebih dari 300 atau 309 tahun, atau kurang dari itu, tidak juga dapat diterima lagi. Sebab mereka tidak dapat mengemukakan bukti-bukti atau data dan fakta yang terperinci. Keterangan dari Allah yang berupa wahyu inilah yang benar."Bagi-Nyalah kegaiban yang di sekalian langit dan bumi." Sedang pengetahuan kita manusia tidaklah dapat menyeruak kepada masa yang telah berlalu dan tidak pula mempunyai upaya mengetahui apa yang akan terjadi beresok. jangankan untuk mengetahui langit yang berlapis-lapis itu, sedangkan bumi yang kita diami ini pun tidaklah sanggup kita mengetahuinya semua, “Alangkah terang Dia Melihat, dan alangkah jelas Dia Mendengar." Bagi-Nya sama yang terdahulu dengan yang terkemu-dian, karena Dia adalah pula bersifat Muhith, artinya meliputi akan segala ruang dan segala waktu."Tidak ada bagi mereka selain Dia, akan Pelindung."
Qatadah mengatakan, “Tidak ada yang lebih melihat dan tidak ada yang lebih men-dengar, melebihi Allah. Oleh sebab itu insaflah hendaknya orang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain. Bahwa tidak ada yang lain dari Allah mempunyai penglihatan menembus segala yang gaib, atau pendengaran menyeruak tempat yang jauh. Dia Yang Men-ciptakan, Dia Yang Mengatur, Dia Yang Memerintah. jangan lagi berlindung kepada yang lain. Ambillah perbandingan dengan penghuni gua Kahfi itu. Siapa pelindung mereka, kalau bukan Allah"
“Dan Dia tidak bersekutu di dalam hukum-Nya dengan seorang jua pun."
Dengan ayat 26 inilah dikunci kisah penghuni Kahfi, yang karena keimanan mereka bahwa tidak ada sekutu bagi Allah Yang Maha-tunggal Maha Esa! Itulah pendirian dan Aqidah yang telah mereka pilihi, dan mereka bersedia lebur untuk itu. Dan ini pula kembali yang diperjuangkan oleh Muhammad ﷺ sebagai penutup dari sekalian rasul. Dan menjadi pengajaran pula bagi angkatan muda yang datang di belakang. Bersedia mengurbankan kemewahan dan kepentingan diri sendiri, untuk mempertahankan keyakinan hidup itu.