Ayat

Terjemahan Per Kata
وَتَرَى
dan kamu akan melihat
ٱلشَّمۡسَ
matahari
إِذَا
ketika
طَلَعَت
ia terbit
تَّزَٰوَرُ
miring/condong
عَن
dari
كَهۡفِهِمۡ
gua mereka
ذَاتَ
disebelah
ٱلۡيَمِينِ
kanan
وَإِذَا
dan ketika
غَرَبَت
ia terbenam
تَّقۡرِضُهُمۡ
meninggalkan mereka
ذَاتَ
disebelah
ٱلشِّمَالِ
kiri
وَهُمۡ
dan mereka
فِي
dalam
فَجۡوَةٖ
tempat yang lurus
مِّنۡهُۚ
daripadanya (gua)
ذَٰلِكَ
demikian
مِنۡ
dari
ءَايَٰتِ
tanda-tanda
ٱللَّهِۗ
Allah
مَن
barang siapa
يَهۡدِ
memberi petunjuk
ٱللَّهُ
Allah
فَهُوَ
maka dia
ٱلۡمُهۡتَدِۖ
orang yang mendapat petunjuk
وَمَن
dan barang siapa
يُضۡلِلۡ
Dia sesatkan
فَلَن
maka tidak akan
تَجِدَ
kamu mendapatkan
لَهُۥ
baginya/kepadanya
وَلِيّٗا
pemimpin
مُّرۡشِدٗا
yang memberi petunjuk
وَتَرَى
dan kamu akan melihat
ٱلشَّمۡسَ
matahari
إِذَا
ketika
طَلَعَت
ia terbit
تَّزَٰوَرُ
miring/condong
عَن
dari
كَهۡفِهِمۡ
gua mereka
ذَاتَ
disebelah
ٱلۡيَمِينِ
kanan
وَإِذَا
dan ketika
غَرَبَت
ia terbenam
تَّقۡرِضُهُمۡ
meninggalkan mereka
ذَاتَ
disebelah
ٱلشِّمَالِ
kiri
وَهُمۡ
dan mereka
فِي
dalam
فَجۡوَةٖ
tempat yang lurus
مِّنۡهُۚ
daripadanya (gua)
ذَٰلِكَ
demikian
مِنۡ
dari
ءَايَٰتِ
tanda-tanda
ٱللَّهِۗ
Allah
مَن
barang siapa
يَهۡدِ
memberi petunjuk
ٱللَّهُ
Allah
فَهُوَ
maka dia
ٱلۡمُهۡتَدِۖ
orang yang mendapat petunjuk
وَمَن
dan barang siapa
يُضۡلِلۡ
Dia sesatkan
فَلَن
maka tidak akan
تَجِدَ
kamu mendapatkan
لَهُۥ
baginya/kepadanya
وَلِيّٗا
pemimpin
مُّرۡشِدٗا
yang memberi petunjuk
Terjemahan

Engkau akan melihat matahari yang ketika terbit condong ke sebelah kanan dari gua mereka dan yang ketika terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedang mereka berada di tempat yang luas di dalamnya (gua itu). Itu adalah sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Allah. Siapa yang Allah memberinya petunjuk, dialah yang mendapat petunjuk. Siapa yang Dia sesatkan, engkau tidak akan menemukan seorang penolong pun yang dapat memberinya petunjuk.
Tafsir

(Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong) Lafal Tazaawaru dapat dibaca dengan memakai Tasydid atau Takhfif, artinya melenceng (dari gua mereka ke sebelah kanan) ke arah sebelah kanan (dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri) yakni membiarkan mereka dan melewati mereka, hingga sinar matahari sama sekali tidak mengenai mereka (sedangkan mereka berada di tempat yang luas dalam gua itu) yakni gua yang luas, sehingga mereka selalu mendapatkan tiupan angin yang segar lagi menyejukkan. (Itu) yakni hal yang telah disebutkan (adalah sebagian tanda-tanda Allah) bukti-bukti yang menunjukkan akan kekuasaan-Nya. (Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk dan barang siapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tak akan mendapatkan seorang pemimpin pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya).
Tafsir Surat Al-Kahfi: 17
Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan; dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedangkan mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu. Itu adalah sebagian dari tanda-tanda kebesaran Allah. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan mendapatkan seorangpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
Di dalam ayat ini terkandung dalil yang menunjukkan bahwa pintu gua itu menghadap ke arah utara, karena Allah ﷻ menceritakan bahwa saat sinar matahari pagi masuk ke dalamnya condong ke arah kanan. Hal ini disebutkan dalam firman-Nya: “ke sebelah kanan.” (Al-Kahfi: 17) Yakni bayangan condong ke arah kanan gua. Ibnu Abbas, Sa'id ibnu Jubair dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Tazawaru," yang artinya condong. Demikianlah karena setiap kali matahari bertambah tinggi, maka sinarnya yang masuk ke dalam gua itu makin menyurut; sehingga manakala matahari sampai di pertengahan langit, maka tidak ada seberkas sinar pun yang langsung menyinari gua itu.
Karena itu, disebutkan dalam firman-Nya: “dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke arah sebelah kiri.” (Al-Kahfi: 17) Maksudnya, sinar matahari masuk ke dalam gua mereka dari arah kiri pintunya, sedangkan pintu gua itu berada di sebelah timurnya (yakni arah yang berlawanan). Pengertian ini menunjukkan bahwa apa yang kami katakan adalah benar, bahwa pintu gua itu menghadap ke arah utara. Hal ini dapat dimengerti oleh orang yang merenungkannya secara mendalam serta berpengetahuan tentang arsitek dan falak.
Dengan kata lain, seandainya pintu gua itu menghadap ke arah timur, tentulah sinar matahari tidak akan masuk ke dalamnya di saat matahari tenggelam. Seandainya pintu gua itu menghadap ke arah kiblat, tentulah sinar matahari tidak akan dapat memasukinya, baik di saat terbit maupun di saat tenggelam; bayangan pintu gua pun tidak akan condong, baik ke arah kanan maupun ke arah kiri.
Dan seandainya pintu gua itu menghadap ke arah barat, tentu sinar matahari di saat terbitnya tidak dapat masuk ke dalam gua, melainkan baru memasukinya setelah matahari tergelincir dari tengah langit hingga terbenam. Dengan demikian, berarti pintu gua itu jelas menghadap ke arah utara, seperti yang telah kami sebutkan di atas. Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Taqriduhum," artinya menjauhi mereka.
Allah ﷻ telah memberitahukan hal tersebut kepada kita dan Dia bermaksud agar kita memahami dan merenungkannya, sekalipun Dia tidak menyebutkan kepada kita tentang tempat gua itu berada, yakni di negeri mana adanya. Sebab tidak ada faedahnya bagi kita untuk mengetahuinya dan tidak ada kaitannya dengan tujuan syariat kita. Gua tempat para pemuda itu bersembunyi kini telah diketemukan oleh para arkeolog Arab. Ternyata gua itu berada di negeri Yordania, dekat dengan ibu kota negeri itu, (pent.).
Sebagian ulama tafsir ada yang memaksakan diri, lalu mereka mengemukakan pendapat-pendapatnya. Dalam riwayat yang terdahulu dari Ibnu Abbas telah disebutkan bahwa gua tersebut berada di dekat Ailah. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa gua tersebut berada di dekat Nainawi. Menurut pendapat lain, gua tersebut berada di negeri Romawi, dan pendapat lainnya lagi mengatakan bahwa gua itu berada di negeri Balkan.
Memang di masa Ibnu Katsir menulis kitab tafsirnya ini gua tersebut masih misteri, tetapi Alhamdulillah sekarang tempat mereka telah diketemukan berkat usaha pencarian yang gigih dari tim arkeolog Arab Yordania. Sekarang gua itu ternyata ditemukan berada di negeri Yordania, bahkan tidak jauh dari kota Amman, ibu kota Yordania, (pent.). Selanjutnya Ibnu Katsir mengatakan, seandainya mengetahui gua itu mengandung maslahat agama bagi kita, tentulah Allah dan Rasul-Nya memberikan petunjuk kepada kita tempat gua itu berada. Karena Rasulullah ﷺ sendiri telah bersabda: “Aku tidak meninggalkan sesuatu pun yang mendekatkan kalian kepada surga dan menjauhkan kalian dari neraka, melainkan aku beritahukan kalian mengenainya.” Allah ﷻ hanya memberitahukan kepada kita tentang ciri khas gua itu, tidak menyebutkan tempat keberadaannya.
Allah ﷻ berfirman: “Dan kamu akan melihat matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan.” (Al-Kahfi: 17) Menurut Malik, dari Ibnu Zaid ibnu Aslam, makna tazawaru artinya condong ke sebelah kanan; “Dan bila matahari itu terbenam menjauhi mereka ke sebelah kiri, sedangkan mereka berada dalam tempat yang luas dalam gua itu.” (Al-Kahfi: 17) Yakni mereka berada di bagian dalam gua itu di tempat yang luas, terhindar dari sengatan matahari; sebab seandainya sinar matahari mengenai tubuh mereka, tentulah panasnya yang menyengat akan membakar tubuh dan pakaian mereka, menurut Ibnu Abbas.
“Itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah.” (Al-Kahfi: 17) Allah telah menunjukkan gua itu kepada mereka yang membuat mereka tetap hidup, sedangkan matahari dan angin masuk ke dalam gua itu agar tubuh mereka tetap utuh. Karena itulah Allah ﷻ berfirman: “Itu adalah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah.” (Al-Kahfi: 17) Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan: “Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat petunjuk.” (Al-Kahfi: 17), hingga akhir ayat. Yakni Allah-lah yang telah memberi petunjuk para pemuda itu ke jalan yang lurus di antara kaumnya. Karena sesungguhnya orang yang diberi petunjuk oleh Allah, dialah yang mendapat petunjuk sesungguhnya. Dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tiada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
Dan engkau, yakni siapa pun yang melihat posisi gua itu akan melihat
matahari ketika terbit, condong dari gua mereka ke sebelah kanan, sehingga
melalui pintu gua itu cahayanya dapat masuk dan apabila matahari itu
terbenam, cahayanya menjauhi mereka ke sebelah kiri sehingga mereka
tidak tersengat oleh sinarnya yang panas. Posisi gua itu tidak menghadap
secara langsung ke arah matahari terbit maupun terbenam, sehingga
sinarnya yang panas tidak menyengat mereka, sedang mereka berada dalam tempat yang luas di dalam gua itu. Itulah sebagian dari tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah untuk menjaga dan melindungi hambaNya yang taat dan mendapat petunjuk. Barang siapa diberi petunjuk oleh
Allah, karena kecenderungan hatinya untuk mendapat petunjuk maka
dialah yang mendapat petunjuk; dan barang siapa disesatkan-Nya, karena
kecenderungan hatinya mengingkari ayat-ayat Allah maka engkau tidak
akan mendapatkan seorang penolong yang dapat memberi petunjuk kepadanya dan membimbingnya kepada jalan yang benar. Dan engkau, yakni siapa pun yang melihat keadaan mereka di dalam gua, mengira mereka itu tidak tidur, sebab dilihat dari pandangan
matanya keadaan mereka seperti terjaga, padahal mereka tidur lelap; dan
Kami bolak-balikkan tubuh mereka ke kanan dan ke kiri, sehingga tidak
rusak oleh tanah sedang anjing mereka seakan-akan menjaga mereka
membentangkan kedua lengannya di depan pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan keadaan mereka ketika itu, tentu kamu akan berpaling melarikan diri
dari mereka dan penuh tanda tanya apa yang sesungguhnya terjadi pada
mereka, dan pasti kamu akan dipenuhi rasa takut terhadap mereka sebab
kamu melihat sesuatu yang sangat menakjubkan yang tidak pernah
kamu lihat sebelumnya.
Sesudah para pemuda itu berbincang-bincang tentang kaumnya serta diri sendiri, mereka memutuskan untuk uzlah ke dalam gua di sebuah gunung yang mereka sepakati. Dalam ayat ini, Allah menerangkan keadaan tempat perlindungan mereka itu. Pintu gua tersebut menghadap ke utara. Di pagi hari matahari terbit dari arah timur dan di sore hari matahari condong ke barat menyilang pintu gua itu. Dengan demikian, cahaya matahari hanya mengenai langsung pintu gua dari samping kiri dan kanan. Penghuni-penghuni gua itu sendiri tidak terkena sinar matahari meskipun mereka berada di tempat yang luas. Ruangan gua itu mendapat cahaya matahari yang membias dari mulut gua. Maka ruangan itu tidaklah gelap dan selalu memperoleh udara yang sejuk. Mengenai di mana lokasi gua ini, para ahli tafsir berbeda pendapat. Ada yang mengatakan bahwa gua itu di daerah dekat Aela (Yerusalem) di Palestina. Ibnu Ishak mengatakan di Nainawa, yaitu suatu kota lama di daerah Mousul. Ada pula yang mengatakan di negeri Romawi. Dalam keterangan di atas disebutkan bahwa kisah-kisah ini terjadi di kota Ephesus, berdasarkan riwayat dari bangsa Arab. Akan tetapi, sampai sekarang tidak terdapat bukti yang kuat di mana sebenarnya tempat gua itu. Sekiranya ada faedahnya, tentu Rasul ﷺ akan memberitahu kita dimana tempat itu.
Itulah tanda-tanda kekuasaan Allah yang diperlihatkan kepada para hamba-Nya yang beriman. Segala peristiwa yang dialami oleh para pemuda itu, sejak mereka memperoleh hidayah ke jalan tauhid, bermusuhan dengan kaumnya dan keluarganya tanpa mengindahkan kepentingan pribadi, padahal mereka masih muda, kemudian mereka memilih dengan tepat sebuah gua yang sehat untuk tempat tinggal, selanjutnya mereka terbangun kembali sesudah 300 tahun lebih lamanya berada dalam keadaan tertidur di dalam gua itu, menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Allah yang terdapat dalam alam ini. Tetapi semua tanda-tanda itu hanya dapat dihayati oleh mereka yang diberi taufik oleh Allah ﷻ untuk menerima petunjuk kepada jalan kebenaran seperti pemuda-pemuda penghuni gua itu. Merekalah orang-orang yang memperoleh petunjuk dan dengan tepat memilih jalan kebenaran, sehingga mereka berbahagia dalam kehidupan duniawi dan ukhrawi. Mereka telah mencapai dan menghayati segala rahmat dan pertolongan Allah ﷻ yang sebelumnya selalu mereka harap-harapkan.
Berbeda halnya dengan mereka ialah orang-orang yang tidak memperoleh petunjuk. Mereka ini adalah orang-orang yang sesat karena salah memilih jalan yang harus ditempuh. Kecondongan kepada nafsu duniawi menyebab-kan mereka salah dalam memilih jalan kebenaran. Mereka terjerumus ke dalam kesesatan jalan yang tidak membawa kebahagiaan. Allah menyesat-kan mereka karena memang demikian keadaannya. Bagi mereka sangat sukar untuk menemukan pembimbing yang mengembalikan mereka ke jalan yang lurus dan melepaskan dari kesesatan, karena iman dan ingkar itu terletak pada kehendak Allah. Dia memberi taufik kepada hamba-Nya yang dikehendaki-Nya dan membiarkan orang yang dikehendaki-Nya dalam kesesatan.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ASHHABUL KAHFI (II)
Ayat 13
“Kami ceritakan kepada engkau cerita mereka itu dengan benar."
Artinya bahwa ini adalah keterangan yang datang langsung dari Kami, yakni dari Allah. Bagi orang yang beriman keterangan ini adalah menerima dari tangan pertama, yang mustahil dicampuri oleh dusta dan tambah-tambahan."Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka." Di sini dijelaskan bahwa penghuni gua itu ialah anak-anak muda belaka, tidak ada bercampur orang tua. Maka kalau hal ini diperbandingkan kepada perjuangan Nabi ﷺ di Mekah itu kelihatan suatu pengalaman yang sepatutnya dijadikan pedoman. Yaitu yang telah tampil ke muka bersedia menjadi penganut dan pengikut ajaran tauhid yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ pun adalah anak-anak muda belaka. Sedang orang-orang tua telah tegak menjadi penghalang dan perintang karena mereka telah tenggelam dalam hidup jahiliyyah dan kebatilan selama ini. Menurut sebuah keterangan dari Mujahid, pada telinga beberapa orang di antara mereka didapati subang kecil, yang biasa dipakai anak-anak muda di masa itu. Mereka mendapat ilham dari Allah kepada jalan yang benar, sehingga terisilah jiwa mereka dengan iman dan takwa, dan sampailah mereka kepada suatu kesimpulan yaitu bahwa Allah itu Esa adanya, tidak Dia bersekutu dengan yang lain.
“Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk"
Mereka telah sampai, dengan perjalanan akal sendiri, kepada kesimpulan bahwa Allah itu Esa adanya. Sebab itu dasar iman telah tumbuh.
Setelah dasar iman itu tumbuh, ditambah pula dia oleh petunjuk Allah sendiri, sehingga bertemulah keinginan makhluk insani yang haus mencari kebenaran, dengan bimbingan yang datang dari Allah sendiri sehingga dia cepat sampai kepada yang dituju.
Di ujung ayat ini bertemu wa zidnahum hudaa. Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk!
Berdasar kepada ujung ayat ini sampailah para ulama penyelidik kepada kesimpulan bahwa iman itu dapat bertambah-tambah matang dan bertambah meningkat, asal dipupuk terus. Suatu ujian atau percobaan yang datang, bisa saja menambah kukuhnya iman. Di surah Aali ‘Imraan ayat 173 diterangkan bahwa sahabat Rasulullah ﷺ di bawah pimpinan beliau setelah mendengar berita bahwa musuh telah berkumpul hendak menghancurkan mereka, supaya mereka takut, malahan berita itu menambah iman mereka. Demikian juga tersebut dalam surah al-Ahzaab ayat 22, kaum beriman di Madinah mendengar musuh telah berkumpul hendak mengepung mereka, mereka tak takut, malahan mereka berkata inilah janji yang kita tunggu-tunggu, dan iman mereka bertambah teguh. Dalam surah at-Taubah ayat 124 diterangkan bahwa orang beriman bertambah imannya apabila suatu surah diturunkan Allah, tetapi orang yang munafik (tersebut di ayat 125) bila ayat turun, yang bertambah-tambah ialah kotor hati mereka.
Maka pemuda-pemuda Kahfi ini tambahan imanlah yang mereka dapat, karena bimbingan dan petunjuk dari Allah.
Ayat 14
“Dan Kami teguhkan hati mereka tatkala mereka beidiri (mengambil sikap)."
Artinya, hati mereka pun teguhlah dan ialu mereka berdiri! Tertulis, idz qamu. Kita beri penjelasan dengan mengambil sikap yaitu biasanya apabila sekelompok orang te-iah berb ulat hati menghadapi suatu urusan, mereka yang tadinya sedang duduk-duduk musyawarah, segeralah mereka berdiri! Artinya mereka di waktu itu telah mengambil sikap. Maka mereka pun berkata,
“Tuhan kami ialah Tuhan sekalian langit dan bumi. Sekali-kali kami tidak akan menyeru kepada yang selain Dia satu Tuhan pun. Kanena kalau demikian, niscaya adalah perkataan kami melanggar kebenaran."
Maksud ayat ini sebagai yang ditafsirkan oleh lbnu Katsir bahwa Allah telah meneguhkan hati mereka, menyatupadukan mereka di dalam satu pendirian yang sangat bertentangan dengan pendidikan kaum mereka dan negeri tempat mereka tinggal. Mereka telah sebulat tekad meninggalkan kehidupan yang senang dan mewah yang penuh kemesraan dan kebanggaan.
Beberapa penafsir menerangkan bahwa pemuda-pemuda itu adalah anak raja-raja dan anak orang-orang besar dari negeri Rum. Kata Sahibul Hikayat, pada suatu hari diadakanlah suatu perayaan atau keramaian besar yang telah menjadi adat istiadat diadakan tiap tahun. Dalam hari keramaian itu disembah oranglah berhala-berhala dan dipuja orang atau barang yang dianggap dewa atau Tuhan. Disembelih kurban untuk itu. Raja negeri itu bernama Diqyanus. Bagindalah yang mengerahkan rakyatnya melakukan pemujaan itu.
Setelah orang banyak berduyun datang dan berkumpul, anak-anak muda itu pun masuklah bersama orang-orang tua mereka dan kaum mereka. Mereka pandangi apa yang dilakukan kaum mereka dan mereka pertimbangkan dengan pertimbangan yang mendalam, lalu mereka sampai kepada suatu kesimpulan, yaitu bahwa perbuatan kaum mereka sujud kepada berhala, menyembelih kurban untuk memuja benda atau sesama manusia, tidaklah sebuah jua pun perbuatan itu yang pantas dilakukan. Yang berhak buat disembah, disujudi, dan dipuja hanyalah Allah Yang Maha Esa pencipta sejati yang tidak bersekutu dengan yang lain dalam menciptakan sekalian langit dan bumi ini. Mereka kesal karena muak melihat segala upacara yang bodoh dan kacau ini. Karena merasa sangat berlawanan dengan hati mereka, ditinggalkannyalah tempat ramai itu, dia menyisih ke sebuah tempat yang sunyi di luar gelanggang. Mulanya yang duduk di sana baru seorang. Dia pergi berteduh seorang diri di bawah sepohon kayu. Rupanya tidak berapa lama kemudian datang pula seorang pemuda lagi dan berlindung pula di bawah rindang kayu itu. Kemudian datang pula seorang lagi, dan datang pula, dan datang pula. Sedangkan yang satu tidaklah mengenal yang lain. Tetapi pada wajah masing-masing kentara rasa kebosanan dan muak.
Mulanya masing-masing berdiam diri saja, sama-sama menyimpan rahasia karena belum percaya di antara satu sama lain. Akhirnya untuk menghilangkan kesepian, bertanyalah yang seorang, “Mengapa engkau tidak mempersaksikan upacara perayaan itu selanjutnya? Sebab saya percaya, ada barangkali sesuatu rahasia yang tersimpul di hati tuan-tuan masing-masing sehingga menyisih pula ke tempat terpencil ini! Cobalah terangkan!"
Maka menjawablah seorang di antara mereka, “Saya keluar saja dari tempat upacara. Karena terus terang saya katakan kepada tuan, bahwa menurut pendapat saya segala upacara yang dilakukan oleh kaumku adalah batil belaka. Yang berhak buat disembah dan disujudi hanyalah Allah SWT, yang tidak bersekutu dengan yang lain. Allah yang menjadikan sekalian langit dan bumi ini dan sekalian yang ada di antara langit dan bumi itu."
Tiba-tiba yang seorang lagi menyambut pula."Saya pun begitu pula. Saya keluar dari gelanggang upacara lantaran merasa sebagai yang engkau rasakan itu pula," yang seorang pun menyambut, “Saya pun begitu, saya pun begitu!"
Rupanya semua seperasaan, sependirian! Akhirnya berpadulah mereka atas satu kata, satu hati dan satu perbuatan, berpadu menjadi sahabat-sahabat setia. Lalu dengan diam-diam mereka dirikan sebuah ma'bad tempat mereka melakukan shalat guna menyembah Allah Yang Esa. Di sanalah mereka berkumpul beribadah, shalat menurut aqidah tauhid.
Tetapi lama-lama perbuatan mereka itu diketahui orang juga. Bahwa mereka telah mendirikan agama baru yang berlawanan sama sekali dengan agama yang ditentukan oleh raja. Setelah dilakukan pengintipan dan sudah jelas hal itu, disampaikanlah laporan kepada raja. Lalu pemuda-pemuda itu dipanggil semua menghadap raja untuk diperiksa dan ditanyai apa kepercayaan mereka dan apa perbuatan mereka. Di sinilah bertemu maksud permulaan ayat 14 tadi, “Dan Kami teguhkan hati mereka tatkala mereka berdiri (mengambil sikap)" Hati mereka telah diteguhkan, sebab telah diperpadukan (rabathna) jadi satu, pendirian sama, penjawaban pun sama, walaupun seketika ditanyai bersama-sama, atau seketika ditanyai terpisah-pisah. Di ha-dapan majelis besar raja itulah mereka nyatakan pendirian mereka, “Tuhan kami ialah Tuhan dari sekalian langit dan bumi ini. Satu Tuhan pun yang selain dan Allah tidak kami akui dan tidak akan kami sembah. Karena kalau kami menyembah Tuhan yang lain, artinya kami telah tersesat dari jalan yang benar, atau dari pikiran kami yang waras"
Maka seketika ditanyai bagaimana sikap mereka terhadap kaum mereka sendiri, ayah bunda mereka, bahkan raja mereka sendiri dan kerajaan, yang telah menerima agama pusaka adat istiadat menyembah berhala itu turun-temurun, apakah semuanya itu mereka pandang sesat? Mereka jawab dan mereka nyatakan pendirian mereka dengan tegas: “Mereka itu semuanya adalah kaum kami; kami mengetahui itu. Tetapi mereka telah mengambil jalan yang salah, sebab mereka telah mengambil yang selain Allah menjadi Tuhan pula,'1 meskipun untuk pendirian yang demikian itu tidak ada alasan mereka yang jelas dan yang kuat, yang bisa dipegang jadi alasan. Pada hemat kami, segala perbuatan yang tidak ada dasarnya yang sehat, baik dari pertimbangan akal murni atau dari ilham dan wahyu Ilahi, perbuatan itu adalah zalim, artinya menempuh jalan gelap (zhulm), dan artinya ialah aniaya, menganiaya diri sendiri, karena keluar dari batas-batas kebenaran sejati. Sangatlah zalimnya mengada-adakan ke-dustaan di atas nama Allah.
Itulah jawaban mereka di hadapan majelis raja, yang tercantum di dalam ayat,
Ayat 15
“Mereka itu semuanya adalah kaum kami yang telah mengambil yang selain Dia menjadi Tuhan, meskipun (untuk itu) mereka tidak mempunyai alasan yang jelas. Maka siapakah lagi yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan atas Allah suatu kedustaan?"
Dalam tafsir-tafsir itu pun disebutkan pula bahwa raja mulanya membujuk mereka supaya kembali kepada agama nenek moyang, tetapi sebaliknya, mereka pun mengajak raja dan orang besar-besar kerajaan supaya meninggalkan agama yang zalim atau zhulm atau gelap itu, supaya semua menganut kepercayaan yang mereka pegang, supaya semuanya selamat dunia akhirat. Niscaya sambutan mereka yang menantang kewibawaan raja itu menimbulkan murka raja. Lalu datanglah perintah raja, supaya segala pakaian dan perhiasan yang selama ini berhak mereka memakainya, sebab mereka anak raja-raja dan anak orang besar-besar belaka, hendaklah ditanggalkan atau dicopot dari tubuh mereka. Setelah yang tinggal hanya pakaian penutup aurat saja, mereka dibolehkan pulang ke rumah masing-masing dan diberi kesempatan untuk berpikir. Kedudukan mereka sebagai anak orang-orang besar yang kelak kemudian hari berhak memangku jabatan-jabatan penting akan dikembalikan, bersama pakaian-pakaian mereka, bilamana mereka surut kembali kepada agama nenek moyang yang resmi. Mereka pun dipulangkan.
Masa berpikir yang diberikan buat mereka itu, rupanya telah menjadi anugerah peluang dari Allah untuk mereka. Dengan diam-diam mereka sanggup berkumpul kembali dan musyawarah dan dapat mengambil keputusan yang bulat, ialah hijrah meninggalkan negeri itu, mencari tempat yang di sana bebas melakukan ibadah menurut apa yang diyakini dan diimani kepada Allah ﷻ
Di sini datanglah ilham Ilahi kepada mereka.
Ayat 16
“Dan Jika telah kamu tinggalkan mereka dan apa-apa yang mereka sembah selain Allah itu, maka berlindunglah kamu ke dalam gua itu."
Artinya, jika tidak ada persesuaian kepercayaan lagi, mereka menyembah berhala dan bersujud kepadanya, sedang kamu menyembah kepada Allah Yang Maha Esa, itu artinya hati telah berpisah. Perpisahan hati itu tidak akan dapat dipertahankan buat selama-lamanya. Oleh sebab itu perpisahan hati lanjutkanlah dengan perpisahan badan. Pergilah berlindung atau bersembunyi atau menyisihkan diri ke dalam kahfi, atau gua, atau ngalau itu."Niscaya akan diperlindungi kamu oleh Tuhan kamu dengan rahmat-Nya." Di sinilah datang jaminan Allah kepada mereka, bila mereka menyisihkan diri dari kaum mereka yang berlain keyakinan itu, Allah akan melindungi mereka.
“Dan akan disediakan-Nya buat kamu, dalam keadaan kamu begini, suatu kemudahan."
Putuslah mufakat mereka dan bulatlah kata dan ilham Ilahi membulatkan tekad, lalu mereka pun berangkatlah dengan diam-diam menuju gua atau kahfi itu, yang rupanya sudah agak lama juga salah seorang di antara mereka mengetahui tempatnya, di sanalah mereka bersembunyi. Setelah datang berita kepada raja bahwa mereka telah hilang dari negeri diperintahkanlah orang mencari di sepenuh negeri-negeri, sampai ke hutan rimba ke tempat-tempat yang kira-kira dapat buat bersembunyi, tetapi meskipun kadang-kadang orang-orang yang mencari itu sampai ke dekat ngalau tersebut, namun mata mereka dibutakan Allah terhadap kepada tempat bersembunyian itu, sehingga tidaklah berhasil maksud mereka; hampir serupalah keadaan pencarian musuh mereka terhadap diri mereka dengan percobaan kaum Quraisy hendak membunuh dan menghambat Nabi ﷺ hijrah ke Madinah yang bersembunyi bersama sahabatnya, Abu Bakar ash-Shiddiq, di dalam ghar di Gunung Tsur yang sempit itu, sama-sama tidak dapat mencarinya meskipun mereka telah sampai ke tempat persembunyian itu sendiri.
Allah menjanjikan bahwa di dalam keadaan mereka bersembunyi itu Allah akan melimpahkan rahmat-Nya dan Dia akan memberikan mirfaqaa, yang kita artikan kemudahan, dan boleh juga diartikan secara modern, yaitu fasilitas. Dan boleh diartikan lagi, akan selalu didampingi oleh Allah.
Lalu pada ayat selanjutnya diterangkan Allah salah satu kemudahan atau mirfaqaa itu.
Ayat 17
“Dan akan engkau lihat Matahari apabila terbit, dia condong dari gua mereka ke sebelah kanan. Dan apabila dia tenggelam, dia tinggalkan mereka di sebelah kini"
Dengan keterangan dalam ayat ini dapatlah diperkirakan bahwa pintu gua terletak di sebelah utara. Karena kalau pintu gua di sebelah timur, maka seketika matahari terbenam cahayanya tidak masuk samasekali. Dan kalau pintu gua di sebelah selatan, cahayanya Matahari tidak akan masuk, baik seketika terbit atau seketika terbenam, dan cahaya itu tidak akan mencondong dari gua mereka ke sebelah kanan. Dan kalau pintu gua terletak di sebelah barat pula, cahaya tidak akan masuk waktu matahari mulai terbit. Dari keterangan ayat ini jelas bahwa cahaya tetap masuk menerangi gua, tetapi terik panas matahari tidak mengenai tubuh mereka, sebagai jelas disambungkan ayat, “Sedang mereka berada di bagian yang lapang darinya." Artinya bahwa dalam ngalau itu ada bagian yang lapang, sehingga udara cukup masuk, cuma cahaya terik matahari tidak sampai mengenai badan."Yang demikian itu adalah suatu di antara ayat-ayat Allah." Artinya: suatu peredaran cahaya matahari dan pembagian dan perputaran udara yang dapat menjadi salah satu penjamin kelanjutan hidup, di samping jaminan Ilahi yang lain, yang tidak kita ketahui, tetapi kita percaya. Dalam rangka kepercayaan kita akan Mahakuasa Allah! Itulah dimaksud dengan ayat-ayat Allah, yaitu tanda-tanda adanya Allah yang mengatur alam ini."Barangsiapa yang ditunjuki Allah, niscaya terpimpinlah dia." Dengan kalimat sepatah ini Allah memperingatkan kita agar selalu memerhatikan ayat-ayat Allah di antaranya ialah dengan menambah ilmu pengetahuan, termasuk pengetahuan alam, karena di sana akan tampak ayat Allah. Dan itu akan membawa kita kepada jalan iman, keteguhan kepercayaan kepada Ilahi, dan kita selamat.
“Dan barangsiapa yang disesalkannya, maka sekali-kali tidak akan ada penolong yang akan menunjukinya jalan."
Lantaran itu janganlah berani berjalan sendiri saja menempuh hidup ini, mohonlah selalu agar Allah jangan membiarkan kita jalan sendirian, agar kita selamat sampai kepada akhir tujuan. Demikian Ashabul Kahfi dan demikian pula sekalian yang hidup di dunia ini.