Ayat
Terjemahan Per Kata
نَّحۡنُ
Kami
نَقُصُّ
Kami kisahkan
عَلَيۡكَ
atasmu/kepadamu
نَبَأَهُم
cerita mereka
بِٱلۡحَقِّۚ
dengan sebenarnya
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
فِتۡيَةٌ
pemuda-pemuda
ءَامَنُواْ
mereka beriman
بِرَبِّهِمۡ
dengan/kepada Tuhan mereka
وَزِدۡنَٰهُمۡ
dan Kami tambahkan mereka
هُدٗى
petunjuk
نَّحۡنُ
Kami
نَقُصُّ
Kami kisahkan
عَلَيۡكَ
atasmu/kepadamu
نَبَأَهُم
cerita mereka
بِٱلۡحَقِّۚ
dengan sebenarnya
إِنَّهُمۡ
sesungguhnya mereka
فِتۡيَةٌ
pemuda-pemuda
ءَامَنُواْ
mereka beriman
بِرَبِّهِمۡ
dengan/kepada Tuhan mereka
وَزِدۡنَٰهُمۡ
dan Kami tambahkan mereka
هُدٗى
petunjuk
Terjemahan
Kami menceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami menambahkan petunjuk kepada mereka.
Tafsir
(Kami ceritakan) Kami membacakan (kisah mereka kepadamu dengan sebenarnya) dengan sesungguhnya. (Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Rabb mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk).
Tafsir Surat Al-Kahfi: 13-16
Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk; dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri, lalu mereka berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian tentu telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran. Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka itu)? Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah? Dan apabila kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu, niscaya Tuhan kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepada kalian dan menyediakan sesuatu yang berguna bagi kalian dalam urusan kalian.
Dari sini dimulailah penjabaran kisah tentang mereka secara rinci. Allah menyebutkan bahwa mereka adalah sekelompok kaum muda yang menerima kebenaran dan mendapat petunjuk ke jalan yang lurus dari guru-guru mereka yang saat itu telah berubah jadi durhaka dan tenggelam ke dalam agama kebatilan menjadi sesat. Karena itulah kebanyakan orang yang menyambut baik seruan Allah dan Rasul-Nya adalah dari kalangan kaum muda.
Adapun orang-orang tuanya, sebagian besar dari mereka tetap berpegang pada agamanya dan tidak ada yang masuk Islam dari kalangan mereka kecuali sedikit. Demikianlah Allah ﷻ menceritakan tentang para penghuni gua bahwa mereka semua terdiri dari kalangan kaum muda. Mujahid mengatakan, telah sampai berita kepadaku bahwa sebagian dari kalangan mereka ada yang memakai anting-anting. Lalu Allah memberi mereka jalan petunjuk dan menggerakkan hati mereka untuk bertakwa kepada-Nya sehingga mereka beriman kepada Tuhannya, yakni mengakui keesaan Allah dan bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah.
Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk. (Al-Kahfi: 13) Berlandaskan kepada dalil ayat ini dan ayat-ayat lainnya yang semakna, sebagian para imam seperti Imam Bukhari dan lain-lain berpendapat bahwa iman itu berbeda-beda tingkatannya dan iman itu dapat bertambah serta dapat berkurang. Karena itulah disebutkan dalam ayat ini: “Dan Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.” (Al-Kahfi: 13) Sama seperti yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya: “Dan orang-orang yang mendapat petunjuk Allah tambahkan petunjuk kepada mereka dan memberi mereka (balasan) ketakwaannya.” (Muhammad: 17) “Adapun orang-orang yang beriman, maka surat ini menambah imannya dan mereka merasa gembira.” (At-Taubah: 124) “Supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada).” (Al-Fath: 4) Dan masih banyak ayat lainnya yang semakna.
Menurut suatu kisah, mereka memeluk agama Al-Masih Isa putra Maryam. Hanya Allah-lah yang mengetahui kebenarannya. Akan tetapi, makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa mereka berada di masa sebelum adanya agama Nasrani. Seandainya mereka memeluk agama Nasrani, tentulah orang-orang Yahudi dari kalangan pendetanya tidak mau mencatat cerita mereka dan hal ikhwal yang dialami oleh para pemuda penghuni gua itu, karena orang-orang Yahudi bertentangan dengan orang-orang Nasrani.
Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan bahwa orang-orang Quraisy mengirimkan utusannya kepada pendeta-pendeta Yahudi di Madinah dengan maksud meminta berbagai saran dari mereka untuk menguji kebenaran Rasulullah ﷺ. Maka mereka mengutus beberapa orang kaumnya untuk menanyakan kepada Rasulullah ﷺ tentang kisah para pemuda penghuni gua itu, kisah tentang Zul Qarnain dan pertanyaan mengenai roh. Dari riwayat ini dapat disimpulkan bahwa kisah para pemuda itu tercatat di dalam kitab-kitab Ahli Kitab dan peristiwa itu terjadi jauh sebelum agama Nasrani lahir.
Firman Allah ﷻ : Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri, lalu mereka berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi. (Al-Kahfi: 14) Allah ﷻ menceritakan tentang mereka, "Kami buat mereka dapat bertahan dalam menentang kaumnya dan seluruh penduduk kota tempat tinggal mereka, serta Kami jadikan mereka dapat bersabar dan rela meninggalkan kehidupan makmur dan mewah yang bergelimang dengan kenikmatan di kalangan kaumnya." Kalangan Mufassirin baik dari golongan ulama Salaf maupun Khalaf, tidak hanya seorang dari mereka, mengatakan bahwa para pemuda itu terdiri atas kalangan anak-anak para pembesar Kerajaan Romawi dan pemimpinnya.
Disebutkan pula bahwa pada suatu hari mereka keluar menuju tempat perayaan kaumnya; setiap tahun kaumnya selalu mengadakan perayaan di suatu tempat yang terletak di luar kota mereka. Mereka adalah para penyembah berhala dan Thaghut, dan selalu mengadakan kurban penyembelihan hewan untuk berhala sesembahan mereka. Raja mereka saat itu adalah seorang diktator yang keras kepala bernama Dekianus.
Ia menganjurkan rakyatnya untuk melakukan hal tersebut, menyeru serta memerintah mereka untuk menyembah berhala dan berkurban untuk berhala. Ketika orang-orang keluar menuju tempat pertemuan mereka di hari raya itu, para pemuda tersebut ikut keluar bersama bapak-bapak mereka dan kaumnya untuk menyaksikan apa yang diperbuat oleh kaumnya dengan mata kepala sendiri. Setelah menyaksikan perayaan itu, mereka menyadari bahwa apa yang dilakukan oleh kaumnya yaitu bersujud kepada berhala dan berkurban untuknya tidak boleh dilakukan kecuali hanya kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi.
Maka para pemuda itu meloloskan diri masing-masing dari kaumnya dan memisahkan diri ke tempat yang terpisah jauh dari mereka. Pada mulanya seorang dari mereka duduk bernaung di bawah pohon, lalu datanglah pemuda lain ikut duduk bergabung dengannya. Kemudian datang lagi pemuda yang lain. Demikianlah seterusnya hingga semuanya berkumpul di tempat tersebut, tanpa saling mengenal di antara sesama mereka.
Sesungguhnya motivasi yang mendorong mereka berkumpul di tempat itu tiada lain dorongan hati mereka yang beriman, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari secara ta'liq, melalui hadits Yahya ibnu Said, dari Amrah, dari Siti Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: “Roh-roh itu bagaikan pasukan yang terlatih; maka yang saling kenal diantara mereka akan menjadi rukun dan yang tidak saling kenal akan bertentangan.” Imam Muslim telah mengemukakan pula hadits ini di dalam kitab shahihnya melalui riwayat Suhail, dari Abu Hurairah, dari Rasulullah ﷺ. Dan orang-orang mengatakan bahwa kebangsaan adalah motivasi persatuan.
Masing-masing mereka menutup diri dari yang lainnya karena takut rahasia pribadinya terbuka, sedangkan dia tidak mengetahui apakah temannya itu seakidah dengannya atau bukan. Akhirnya salah seorang dari mereka memberanikan diri berkata, "Hai kaumku, kalian mengetahui, demi Allah, sesungguhnya tiada yang menjauhkan kalian dari kaum kalian hingga kalian memisahkan diri dari mereka kecuali karena suatu alasan, maka hendaklah kita mengutarakan tujuannya masing-masing." Seorang dari mereka menjawab, "Sesungguhnya saya, demi Allah, setelah melihat apa yang dilakukan oleh kaumku saya menyimpulkan bahwa apa yang mereka lakukan itu adalah batil. Karena sesungguhnya yang berhak disembah semata dan tidak boleh dipersekutukan dengan sesuatupun hanyalah Allah, yang telah menciptakan langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya." Yang lainnya juga berkata, "Saya pun mempunyai pemikiran yang sama dengan apa yang dia katakan," dan yang lainnya lagi mengatakan hal yang sama, hingga mereka semua sepakat dalam satu kalimat dan ternyata mereka senasib dan sepenanggungan; mereka menjadi bersaudara yang sebenarnya dalam ikatan iman.
Lalu mereka membangun sebuah tempat peribadatan untuk menyembah Allah. Tetapi kaum mereka mengetahuinya dan melaporkan keadaan mereka kepada raja mereka. Raja memanggil mereka, lalu menanyai urusan mereka dan apa yang sedang mereka lakukan. Mereka menjawab dengan jawaban yang benar dan menyeru raja untuk menyembah Allah ﷻ , karena itulah dalam ayat ini disebutkan melalui firman-Nya: "Dan Kami teguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka berkata, ‘Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia’." (Al-Kahfi: 14). Kata 'lan' menunjukkan makna negatif untuk selamanya, yakni kami sama sekali tidak akan melakukan penyembahan kepada selain-Nya untuk selama-lamanya. Karena sesungguhnya jika kami berbuat demikian, maka tentulah apa yang kami lakukan itu adalah hal yang batil.
Maka pada akhir ayat ini disebutkan dalam firman-Nya: "Sesungguhnya kami kalau demikian tentu telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran" (Al-Kahfi: 14) yakni batil, dusta, dan bohong. “Kaum kami ini telah menjadikan selain Dia sebagai tuhan-tuhan (untuk disembah). Mengapa mereka tidak mengemukakan alasan yang jelas (tentang kepercayaan mereka itu)?” (Al-Kahfi: 15). Dengan kata lain, mereka tidak bisa mengemukakan alasan yang jelas dan benar untuk membuktikan kebenaran pendapat mereka itu.
“Siapakah yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah?” (Al-Kahfi: 15). Sebenarnya merekalah orang-orang yang zalim lagi dusta dalam ucapannya itu. Alkisah, tatkala raja mereka diseru dan diajak oleh mereka untuk beriman kepada Allah, ia menolak dan bahkan mengancam serta menakut-nakuti mereka dengan mengeluarkan perintah agar pakaian tradisi kaum mereka dilucuti dari mereka. Kemudian raja memberi mereka masa tangguh untuk memikirkan keadaan mereka, barangkali saja mereka mau kembali kepada agama kaumnya.
Kesempatan ini merupakan belas kasih dari Allah kepada mereka, yang kemudian mereka jadikan peluang untuk melarikan diri dari raja mereka dengan membawa agama mereka agar selamat dari fitnah. Memang sikap demikianlah yang diperintahkan oleh syariat di saat fitnah melanda manusia, yaitu hendaknya seseorang melarikan diri dari kaumnya demi menyelamatkan agamanya, seperti yang disebutkan di dalam sebuah hadis berikut ini: “Sudah dekat masanya akan terjadi harta yang paling baik bagi seseorang di antara kalian adalah ternak yang ia bawa menelusuri lereng-lereng bukit dan tempat-tempat turunnya hujan, melarikan diri dari fitnah demi menyelamatkan agamanya.”
Dalam keadaan seperti itu disyariatkan untuk mengisolasi diri dari manusia, lain dari itu tidak, karena kalau begitu berarti memisahkan diri dari jamaah dan persatuan. Setelah tekad mereka bulat untuk lari meninggalkan kaumnya, maka Allah ﷻ memudahkan mereka melakukan itu seperti yang dikisahkan dalam firman-Nya: “Dan apabila kalian meninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah” (Al-Kahfi: 16) Yakni bila kalian menentang mereka dan memisahkan diri dari mereka dalam hal beragama, maka pisahkanlah diri kalian dari mereka. “Maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhan kalian akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya” (Al-Kahfi: 16). Artinya, Tuhan kalian pasti akan melimpahkan rahmat-Nya kepada kalian dan menyembunyikan kalian dari kaum kalian. “Dan menyediakan bagi kalian dalam urusan kalian” (Al-Kahfi: 16) yang sedang kalian kerjakan. “Sesuatu yang berguna” (Al-Kahfi: 16). Yakni hal yang berguna dan bermanfaat bagi tujuan kalian. Maka pada saat itulah mereka melarikan diri dari kaumnya dan berlindung di dalam sebuah gua
Ketika kaum mereka merasa kehilangan mereka, raja mereka mencari-cari mereka. Menurut suatu riwayat, si raja tidak berhasil menemukan mereka karena Allah menjadikan mata raja itu tidak dapat melihat mereka, seperti yang Dia lakukan kepada Nabi Muhammad ﷺ dan sahabat Abu Bakar As-Siddiq saat keduanya bersembunyi di dalam gua Sur. Orang-orang musyrik Quraisy datang mencari mereka berdua, tetapi mereka tidak dapat menemukan keduanya, padahal mereka melewati jalan yang dilalui keduanya. Saat itu Nabi ﷺ melihat ketakutan yang mencekam diri sahabat Abu Bakar melalui ucapannya, "Wahai Rasulullah, seandainya seorang dari mereka melihat ke arah tempat telapak kakinya tentulah dia dapat melihat kita." Tetapi Rasulullah ﷺ bersabda: "Hai Abu Bakar, apakah yang mengkhawatirkanmu terhadap dua orang, sedangkan yang ketiganya adalah Allah?" Peristiwa itu diabadikan Allah ﷻ melalui firman-Nya: “Jika kalian tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengusirnya (dari Mekah), sedangkan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya,‘Janganlah kamu berdukacita, sesungguhnya Allah beserta kita.’ Maka Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kalian tidak melihatnya. Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itu rendah dan kalimat Allah itu tinggi, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 40).
Kisah gua tempat Nabi ﷺ bersembunyi lebih mulia, lebih terhormat, lebih agung dan lebih mengagumkan daripada kisah para pemuda penghuni gua itu. Menurut suatu pendapat, kaum para pemuda itu dapat menemukan mereka, lalu mereka berdiri di depan pintu gua tempat para pemuda itu bersembunyi. Kaum mereka berkata, "Kami tidak mau menghukum mereka dengan hukuman yang lebih berat daripada apa yang mereka perbuat terhadap diri mereka sendiri." Kemudian raja mereka memerintahkan agar gua itu ditimbun dan ditutup pintunya agar mereka binasa di dalamnya.
Maka kaum para pemuda itu melaksanakan perintah rajanya. Akan tetapi, pendapat ini perlu dipertanyakan kebenarannya. Hanya Allah-lah yang lebih mengetahui kebenarannya, karena sesungguhnya Allah telah menceritakan bahwa matahari dapat menyinari mereka melalui pintu gua di setiap pagi dan petang seperti yang disebutkan di dalam ayat berikut.
Kami akan ceritakan kepadamu dengan rinci wahai Nabi Muhammad
kisah mereka yang penting dan menakjubkan itu dengan sebenarnya, tidak ada keraguan maupun kesamaran agar engkau jelaskan kepada
orang-orang yang bertanya dan menjadi pelajaran bagimu dan bagi
umatmu. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka dengan keimanan yang benar, tetapi mereka ditindas
oleh penguasa pada masanya maka Kami kukuhkan iman mereka dan
Kami tambahkan petunjuk kepada mereka kepada jalan yang benar. Dan Kami teguhkan hati mereka ketika mereka berdiri tampil di hadapan
kaumnya atau di hadapan penguasa yang menindas dan memaksa agar
mereka menyekutukan Allah, akan tetapi mereka menolaknya lalu mereka berkata, menyatakan keteguhan hatinya, Tuhan kami adalah Tuhan
Pencipta dan Pemelihara langit dan bumi; kami tidak menyeru tuhan selain
Dia dan tidak menyembah-Nya. Sungguh, kalau kami berbuat demikian,
yakni kalau kami menyeru dan menyembah tuhan selain Allah, tentu
kami telah mengucapkan perkataan yang sangat jauh dari kebenaran.
Dalam ayat ini, Allah mulai menguraikan kisah Ashhabul Kahf, yang pada ayat-ayat sebelumnya telah disampaikan secara global. Allah mengata-kan kepada Rasul ﷺ bahwa kisah yang disampaikan ini mengandung kebenaran. Maksudnya diceritakan menurut kejadian, tidak seperti yang dikenal oleh bangsa Arab. Mereka telah mengenal kisah pemuda-pemuda penghuni gua ini, akan tetapi dalam bentuk yang berbeda. Umayyah bin Abi Salt, seorang penyair Arab zaman permulaan Islam dari Bani Umayyah (w. 9 H), pernah dalam sebuah baitnya menyebut gua ini, yang menunjukkan bahwa bangsa Arab telah mengenal kisah ini. Baitnya berbunyi:
Tidak ada di situ kecuali ar-Raqim (batu bertulis) yang berada di dekatnya serta anjingnya. Sedang kaum itu tidur dalam gua.
Kemudian Allah menjelaskan bahwa sesungguhnya para penghuni gua itu adalah para pemuda yang beriman kepada Allah Yang Maha Kuasa dengan penuh keyakinan. Meskipun masyarakat mereka menganut agama syirik, tetapi mereka dapat mempertahankan keimanan mereka dari pengaruh kemusyrikan. Memang para pemuda pada umumnya mempunyai sifat mudah menerima kebenaran, mereka lebih cepat menerima petunjuk ke jalan yang benar dibandingkan dengan orang-orang tua yang sudah tenggelam dalam ajaran-ajaran yang batil. Oleh karena itu, dalam sejarah, terutama sejarah perkembangan Islam, para pemuda yang lebih banyak pertama kali menerima ajaran Allah dan Rasul-Nya.
Adapun orang tua, seperti tokoh-tokoh Quraisy, tetap mempertahankan ajaran agama yang salah, sedikit sekali di antara mereka yang menerima ajaran Islam.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
ASHHABUL KAHFI (II)
Ayat 13
“Kami ceritakan kepada engkau cerita mereka itu dengan benar."
Artinya bahwa ini adalah keterangan yang datang langsung dari Kami, yakni dari Allah. Bagi orang yang beriman keterangan ini adalah menerima dari tangan pertama, yang mustahil dicampuri oleh dusta dan tambah-tambahan."Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka." Di sini dijelaskan bahwa penghuni gua itu ialah anak-anak muda belaka, tidak ada bercampur orang tua. Maka kalau hal ini diperbandingkan kepada perjuangan Nabi ﷺ di Mekah itu kelihatan suatu pengalaman yang sepatutnya dijadikan pedoman. Yaitu yang telah tampil ke muka bersedia menjadi penganut dan pengikut ajaran tauhid yang dibawa oleh Rasulullah ﷺ pun adalah anak-anak muda belaka. Sedang orang-orang tua telah tegak menjadi penghalang dan perintang karena mereka telah tenggelam dalam hidup jahiliyyah dan kebatilan selama ini. Menurut sebuah keterangan dari Mujahid, pada telinga beberapa orang di antara mereka didapati subang kecil, yang biasa dipakai anak-anak muda di masa itu. Mereka mendapat ilham dari Allah kepada jalan yang benar, sehingga terisilah jiwa mereka dengan iman dan takwa, dan sampailah mereka kepada suatu kesimpulan yaitu bahwa Allah itu Esa adanya, tidak Dia bersekutu dengan yang lain.
“Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk"
Mereka telah sampai, dengan perjalanan akal sendiri, kepada kesimpulan bahwa Allah itu Esa adanya. Sebab itu dasar iman telah tumbuh.
Setelah dasar iman itu tumbuh, ditambah pula dia oleh petunjuk Allah sendiri, sehingga bertemulah keinginan makhluk insani yang haus mencari kebenaran, dengan bimbingan yang datang dari Allah sendiri sehingga dia cepat sampai kepada yang dituju.
Di ujung ayat ini bertemu wa zidnahum hudaa. Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk!
Berdasar kepada ujung ayat ini sampailah para ulama penyelidik kepada kesimpulan bahwa iman itu dapat bertambah-tambah matang dan bertambah meningkat, asal dipupuk terus. Suatu ujian atau percobaan yang datang, bisa saja menambah kukuhnya iman. Di surah Aali ‘Imraan ayat 173 diterangkan bahwa sahabat Rasulullah ﷺ di bawah pimpinan beliau setelah mendengar berita bahwa musuh telah berkumpul hendak menghancurkan mereka, supaya mereka takut, malahan berita itu menambah iman mereka. Demikian juga tersebut dalam surah al-Ahzaab ayat 22, kaum beriman di Madinah mendengar musuh telah berkumpul hendak mengepung mereka, mereka tak takut, malahan mereka berkata inilah janji yang kita tunggu-tunggu, dan iman mereka bertambah teguh. Dalam surah at-Taubah ayat 124 diterangkan bahwa orang beriman bertambah imannya apabila suatu surah diturunkan Allah, tetapi orang yang munafik (tersebut di ayat 125) bila ayat turun, yang bertambah-tambah ialah kotor hati mereka.
Maka pemuda-pemuda Kahfi ini tambahan imanlah yang mereka dapat, karena bimbingan dan petunjuk dari Allah.
Ayat 14
“Dan Kami teguhkan hati mereka tatkala mereka beidiri (mengambil sikap)."
Artinya, hati mereka pun teguhlah dan ialu mereka berdiri! Tertulis, idz qamu. Kita beri penjelasan dengan mengambil sikap yaitu biasanya apabila sekelompok orang te-iah berb ulat hati menghadapi suatu urusan, mereka yang tadinya sedang duduk-duduk musyawarah, segeralah mereka berdiri! Artinya mereka di waktu itu telah mengambil sikap. Maka mereka pun berkata,
“Tuhan kami ialah Tuhan sekalian langit dan bumi. Sekali-kali kami tidak akan menyeru kepada yang selain Dia satu Tuhan pun. Kanena kalau demikian, niscaya adalah perkataan kami melanggar kebenaran."
Maksud ayat ini sebagai yang ditafsirkan oleh lbnu Katsir bahwa Allah telah meneguhkan hati mereka, menyatupadukan mereka di dalam satu pendirian yang sangat bertentangan dengan pendidikan kaum mereka dan negeri tempat mereka tinggal. Mereka telah sebulat tekad meninggalkan kehidupan yang senang dan mewah yang penuh kemesraan dan kebanggaan.
Beberapa penafsir menerangkan bahwa pemuda-pemuda itu adalah anak raja-raja dan anak orang-orang besar dari negeri Rum. Kata Sahibul Hikayat, pada suatu hari diadakanlah suatu perayaan atau keramaian besar yang telah menjadi adat istiadat diadakan tiap tahun. Dalam hari keramaian itu disembah oranglah berhala-berhala dan dipuja orang atau barang yang dianggap dewa atau Tuhan. Disembelih kurban untuk itu. Raja negeri itu bernama Diqyanus. Bagindalah yang mengerahkan rakyatnya melakukan pemujaan itu.
Setelah orang banyak berduyun datang dan berkumpul, anak-anak muda itu pun masuklah bersama orang-orang tua mereka dan kaum mereka. Mereka pandangi apa yang dilakukan kaum mereka dan mereka pertimbangkan dengan pertimbangan yang mendalam, lalu mereka sampai kepada suatu kesimpulan, yaitu bahwa perbuatan kaum mereka sujud kepada berhala, menyembelih kurban untuk memuja benda atau sesama manusia, tidaklah sebuah jua pun perbuatan itu yang pantas dilakukan. Yang berhak buat disembah, disujudi, dan dipuja hanyalah Allah Yang Maha Esa pencipta sejati yang tidak bersekutu dengan yang lain dalam menciptakan sekalian langit dan bumi ini. Mereka kesal karena muak melihat segala upacara yang bodoh dan kacau ini. Karena merasa sangat berlawanan dengan hati mereka, ditinggalkannyalah tempat ramai itu, dia menyisih ke sebuah tempat yang sunyi di luar gelanggang. Mulanya yang duduk di sana baru seorang. Dia pergi berteduh seorang diri di bawah sepohon kayu. Rupanya tidak berapa lama kemudian datang pula seorang pemuda lagi dan berlindung pula di bawah rindang kayu itu. Kemudian datang pula seorang lagi, dan datang pula, dan datang pula. Sedangkan yang satu tidaklah mengenal yang lain. Tetapi pada wajah masing-masing kentara rasa kebosanan dan muak.
Mulanya masing-masing berdiam diri saja, sama-sama menyimpan rahasia karena belum percaya di antara satu sama lain. Akhirnya untuk menghilangkan kesepian, bertanyalah yang seorang, “Mengapa engkau tidak mempersaksikan upacara perayaan itu selanjutnya? Sebab saya percaya, ada barangkali sesuatu rahasia yang tersimpul di hati tuan-tuan masing-masing sehingga menyisih pula ke tempat terpencil ini! Cobalah terangkan!"
Maka menjawablah seorang di antara mereka, “Saya keluar saja dari tempat upacara. Karena terus terang saya katakan kepada tuan, bahwa menurut pendapat saya segala upacara yang dilakukan oleh kaumku adalah batil belaka. Yang berhak buat disembah dan disujudi hanyalah Allah SWT, yang tidak bersekutu dengan yang lain. Allah yang menjadikan sekalian langit dan bumi ini dan sekalian yang ada di antara langit dan bumi itu."
Tiba-tiba yang seorang lagi menyambut pula."Saya pun begitu pula. Saya keluar dari gelanggang upacara lantaran merasa sebagai yang engkau rasakan itu pula," yang seorang pun menyambut, “Saya pun begitu, saya pun begitu!"
Rupanya semua seperasaan, sependirian! Akhirnya berpadulah mereka atas satu kata, satu hati dan satu perbuatan, berpadu menjadi sahabat-sahabat setia. Lalu dengan diam-diam mereka dirikan sebuah ma'bad tempat mereka melakukan shalat guna menyembah Allah Yang Esa. Di sanalah mereka berkumpul beribadah, shalat menurut aqidah tauhid.
Tetapi lama-lama perbuatan mereka itu diketahui orang juga. Bahwa mereka telah mendirikan agama baru yang berlawanan sama sekali dengan agama yang ditentukan oleh raja. Setelah dilakukan pengintipan dan sudah jelas hal itu, disampaikanlah laporan kepada raja. Lalu pemuda-pemuda itu dipanggil semua menghadap raja untuk diperiksa dan ditanyai apa kepercayaan mereka dan apa perbuatan mereka. Di sinilah bertemu maksud permulaan ayat 14 tadi, “Dan Kami teguhkan hati mereka tatkala mereka berdiri (mengambil sikap)" Hati mereka telah diteguhkan, sebab telah diperpadukan (rabathna) jadi satu, pendirian sama, penjawaban pun sama, walaupun seketika ditanyai bersama-sama, atau seketika ditanyai terpisah-pisah. Di ha-dapan majelis besar raja itulah mereka nyatakan pendirian mereka, “Tuhan kami ialah Tuhan dari sekalian langit dan bumi ini. Satu Tuhan pun yang selain dan Allah tidak kami akui dan tidak akan kami sembah. Karena kalau kami menyembah Tuhan yang lain, artinya kami telah tersesat dari jalan yang benar, atau dari pikiran kami yang waras"
Maka seketika ditanyai bagaimana sikap mereka terhadap kaum mereka sendiri, ayah bunda mereka, bahkan raja mereka sendiri dan kerajaan, yang telah menerima agama pusaka adat istiadat menyembah berhala itu turun-temurun, apakah semuanya itu mereka pandang sesat? Mereka jawab dan mereka nyatakan pendirian mereka dengan tegas: “Mereka itu semuanya adalah kaum kami; kami mengetahui itu. Tetapi mereka telah mengambil jalan yang salah, sebab mereka telah mengambil yang selain Allah menjadi Tuhan pula,'1 meskipun untuk pendirian yang demikian itu tidak ada alasan mereka yang jelas dan yang kuat, yang bisa dipegang jadi alasan. Pada hemat kami, segala perbuatan yang tidak ada dasarnya yang sehat, baik dari pertimbangan akal murni atau dari ilham dan wahyu Ilahi, perbuatan itu adalah zalim, artinya menempuh jalan gelap (zhulm), dan artinya ialah aniaya, menganiaya diri sendiri, karena keluar dari batas-batas kebenaran sejati. Sangatlah zalimnya mengada-adakan ke-dustaan di atas nama Allah.
Itulah jawaban mereka di hadapan majelis raja, yang tercantum di dalam ayat,
Ayat 15
“Mereka itu semuanya adalah kaum kami yang telah mengambil yang selain Dia menjadi Tuhan, meskipun (untuk itu) mereka tidak mempunyai alasan yang jelas. Maka siapakah lagi yang lebih zalim daripada orang-orang yang mengada-adakan atas Allah suatu kedustaan?"
Dalam tafsir-tafsir itu pun disebutkan pula bahwa raja mulanya membujuk mereka supaya kembali kepada agama nenek moyang, tetapi sebaliknya, mereka pun mengajak raja dan orang besar-besar kerajaan supaya meninggalkan agama yang zalim atau zhulm atau gelap itu, supaya semua menganut kepercayaan yang mereka pegang, supaya semuanya selamat dunia akhirat. Niscaya sambutan mereka yang menantang kewibawaan raja itu menimbulkan murka raja. Lalu datanglah perintah raja, supaya segala pakaian dan perhiasan yang selama ini berhak mereka memakainya, sebab mereka anak raja-raja dan anak orang besar-besar belaka, hendaklah ditanggalkan atau dicopot dari tubuh mereka. Setelah yang tinggal hanya pakaian penutup aurat saja, mereka dibolehkan pulang ke rumah masing-masing dan diberi kesempatan untuk berpikir. Kedudukan mereka sebagai anak orang-orang besar yang kelak kemudian hari berhak memangku jabatan-jabatan penting akan dikembalikan, bersama pakaian-pakaian mereka, bilamana mereka surut kembali kepada agama nenek moyang yang resmi. Mereka pun dipulangkan.
Masa berpikir yang diberikan buat mereka itu, rupanya telah menjadi anugerah peluang dari Allah untuk mereka. Dengan diam-diam mereka sanggup berkumpul kembali dan musyawarah dan dapat mengambil keputusan yang bulat, ialah hijrah meninggalkan negeri itu, mencari tempat yang di sana bebas melakukan ibadah menurut apa yang diyakini dan diimani kepada Allah ﷻ
Di sini datanglah ilham Ilahi kepada mereka.
Ayat 16
“Dan Jika telah kamu tinggalkan mereka dan apa-apa yang mereka sembah selain Allah itu, maka berlindunglah kamu ke dalam gua itu."
Artinya, jika tidak ada persesuaian kepercayaan lagi, mereka menyembah berhala dan bersujud kepadanya, sedang kamu menyembah kepada Allah Yang Maha Esa, itu artinya hati telah berpisah. Perpisahan hati itu tidak akan dapat dipertahankan buat selama-lamanya. Oleh sebab itu perpisahan hati lanjutkanlah dengan perpisahan badan. Pergilah berlindung atau bersembunyi atau menyisihkan diri ke dalam kahfi, atau gua, atau ngalau itu."Niscaya akan diperlindungi kamu oleh Tuhan kamu dengan rahmat-Nya." Di sinilah datang jaminan Allah kepada mereka, bila mereka menyisihkan diri dari kaum mereka yang berlain keyakinan itu, Allah akan melindungi mereka.
“Dan akan disediakan-Nya buat kamu, dalam keadaan kamu begini, suatu kemudahan."
Putuslah mufakat mereka dan bulatlah kata dan ilham Ilahi membulatkan tekad, lalu mereka pun berangkatlah dengan diam-diam menuju gua atau kahfi itu, yang rupanya sudah agak lama juga salah seorang di antara mereka mengetahui tempatnya, di sanalah mereka bersembunyi. Setelah datang berita kepada raja bahwa mereka telah hilang dari negeri diperintahkanlah orang mencari di sepenuh negeri-negeri, sampai ke hutan rimba ke tempat-tempat yang kira-kira dapat buat bersembunyi, tetapi meskipun kadang-kadang orang-orang yang mencari itu sampai ke dekat ngalau tersebut, namun mata mereka dibutakan Allah terhadap kepada tempat bersembunyian itu, sehingga tidaklah berhasil maksud mereka; hampir serupalah keadaan pencarian musuh mereka terhadap diri mereka dengan percobaan kaum Quraisy hendak membunuh dan menghambat Nabi ﷺ hijrah ke Madinah yang bersembunyi bersama sahabatnya, Abu Bakar ash-Shiddiq, di dalam ghar di Gunung Tsur yang sempit itu, sama-sama tidak dapat mencarinya meskipun mereka telah sampai ke tempat persembunyian itu sendiri.
Allah menjanjikan bahwa di dalam keadaan mereka bersembunyi itu Allah akan melimpahkan rahmat-Nya dan Dia akan memberikan mirfaqaa, yang kita artikan kemudahan, dan boleh juga diartikan secara modern, yaitu fasilitas. Dan boleh diartikan lagi, akan selalu didampingi oleh Allah.
Lalu pada ayat selanjutnya diterangkan Allah salah satu kemudahan atau mirfaqaa itu.
Ayat 17
“Dan akan engkau lihat Matahari apabila terbit, dia condong dari gua mereka ke sebelah kanan. Dan apabila dia tenggelam, dia tinggalkan mereka di sebelah kini"
Dengan keterangan dalam ayat ini dapatlah diperkirakan bahwa pintu gua terletak di sebelah utara. Karena kalau pintu gua di sebelah timur, maka seketika matahari terbenam cahayanya tidak masuk samasekali. Dan kalau pintu gua di sebelah selatan, cahayanya Matahari tidak akan masuk, baik seketika terbit atau seketika terbenam, dan cahaya itu tidak akan mencondong dari gua mereka ke sebelah kanan. Dan kalau pintu gua terletak di sebelah barat pula, cahaya tidak akan masuk waktu matahari mulai terbit. Dari keterangan ayat ini jelas bahwa cahaya tetap masuk menerangi gua, tetapi terik panas matahari tidak mengenai tubuh mereka, sebagai jelas disambungkan ayat, “Sedang mereka berada di bagian yang lapang darinya." Artinya bahwa dalam ngalau itu ada bagian yang lapang, sehingga udara cukup masuk, cuma cahaya terik matahari tidak sampai mengenai badan."Yang demikian itu adalah suatu di antara ayat-ayat Allah." Artinya: suatu peredaran cahaya matahari dan pembagian dan perputaran udara yang dapat menjadi salah satu penjamin kelanjutan hidup, di samping jaminan Ilahi yang lain, yang tidak kita ketahui, tetapi kita percaya. Dalam rangka kepercayaan kita akan Mahakuasa Allah! Itulah dimaksud dengan ayat-ayat Allah, yaitu tanda-tanda adanya Allah yang mengatur alam ini."Barangsiapa yang ditunjuki Allah, niscaya terpimpinlah dia." Dengan kalimat sepatah ini Allah memperingatkan kita agar selalu memerhatikan ayat-ayat Allah di antaranya ialah dengan menambah ilmu pengetahuan, termasuk pengetahuan alam, karena di sana akan tampak ayat Allah. Dan itu akan membawa kita kepada jalan iman, keteguhan kepercayaan kepada Ilahi, dan kita selamat.
“Dan barangsiapa yang disesalkannya, maka sekali-kali tidak akan ada penolong yang akan menunjukinya jalan."
Lantaran itu janganlah berani berjalan sendiri saja menempuh hidup ini, mohonlah selalu agar Allah jangan membiarkan kita jalan sendirian, agar kita selamat sampai kepada akhir tujuan. Demikian Ashabul Kahfi dan demikian pula sekalian yang hidup di dunia ini.