Ayat
Terjemahan Per Kata
قُل
katakanlah
لَّئِنِ
sesungguhnya jika
ٱجۡتَمَعَتِ
berkumpul
ٱلۡإِنسُ
manusia
وَٱلۡجِنُّ
dan jin
عَلَىٰٓ
untuk
أَن
bahwa
يَأۡتُواْ
mendatangkan/membuat
بِمِثۡلِ
dengan yang serupa
هَٰذَا
ini
ٱلۡقُرۡءَانِ
Al-Qur'an
لَا
tidak
يَأۡتُونَ
mereka mendatangkan/membuat
بِمِثۡلِهِۦ
dengan yang serupa
وَلَوۡ
walaupun
كَانَ
adalah
بَعۡضُهُمۡ
sebagian mereka
لِبَعۡضٖ
bagi sebagian yang lain
ظَهِيرٗا
penolong/pembantu
قُل
katakanlah
لَّئِنِ
sesungguhnya jika
ٱجۡتَمَعَتِ
berkumpul
ٱلۡإِنسُ
manusia
وَٱلۡجِنُّ
dan jin
عَلَىٰٓ
untuk
أَن
bahwa
يَأۡتُواْ
mendatangkan/membuat
بِمِثۡلِ
dengan yang serupa
هَٰذَا
ini
ٱلۡقُرۡءَانِ
Al-Qur'an
لَا
tidak
يَأۡتُونَ
mereka mendatangkan/membuat
بِمِثۡلِهِۦ
dengan yang serupa
وَلَوۡ
walaupun
كَانَ
adalah
بَعۡضُهُمۡ
sebagian mereka
لِبَعۡضٖ
bagi sebagian yang lain
ظَهِيرٗا
penolong/pembantu
Terjemahan
Katakanlah, “Sungguh, jika manusia dan jin berkumpul untuk mendatangkan yang serupa dengan Al-Qur’an ini, mereka tidak akan dapat mendatangkan yang serupa dengannya, sekalipun mereka membantu satu sama lainnya.”
Tafsir
(Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Al-Qur'an ini) dalam hal kefasihan dan ketinggian paramasasteranya (niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia sekali pun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain.") saling bantu-membantu. Ayat ini diturunkan sebagai sanggahan terhadap perkataan mereka sebagaimana yang disitir oleh firman-Nya: "Kalau kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini (Al-Qur'an)." (Q.S. Al-Anfal 31).
Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu; dan dengan pelenyapan itu kamu tidak akan mendapatkan seorang pembela pun terhadap kamu, kecuali karena rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya karunia-Nya atasmu adalah besar. Katakanlah, "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain." Dan sesungguhnya Kami telah mengulang-ulang kepada manusia dalam Al-Qur'an ini tiap-tiap macam perumpamaan, tapi kebanyakan manusia tidak menyukai, melainkan mengingkarinya).
Allah ﷻ menyebutkan nikmat dan karunia-Nya yang besar yang telah Dia limpahkan kepada hamba dan Rasul-Nya, yaitu melalui Al-Qur'an yang diturunkan kepadanya yang tidak dapat kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. Ibnu Mas'ud r.a. mengatakan bahwa diakhir zaman kelak akan bertiup angin merah melanda manusia dari arah negeri Syam maka setelah itu tiada satu ayat pun dalam mushaf seseorang atau dalam hatinya melainkan terhapus semuanya. Kemudian sahabat Ibnu Mas'ud r.a. membacakan friman-Nya: Dan sesungguhnya jika Kami menghendaki, niscaya Kami lenyapkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu. (Al-Isra: 86), hingga akhir ayat. Kemudian Allah ﷻ mengisyaratkan tentang kemuliaan yang dimiliki oleh Al-Qur'an. Untuk itu Allah ﷻ memberitahukan bahwa seandainya seluruh manusia dan jin berkumpul, lalu mereka sepakat akan membuat hal yang semisal dengan kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya niscaya mereka tidak akan mampu melakukannya untuk selama-lamanya, sekalipun mereka saling membantu dan menolong di antara sesama mereka.
Karena sesungguhnya hal ini merupakan suatu perkara yang mustahil dapat mereka lakukan, karena jelas tidak ada keserupaan antara perkataan makhluk dan kalam Tuhan Yang Maha Pencipta yang tiada persamaan, tiada yang semisal dan tiada yang setara dengan Dia. Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Muhammad ibnu Abu Muhammad, dari Sa'id ibnu Jubair atau Ikrimah, dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan segolongan orang dari kaum Yahudi.
Mereka datang kepada Rasulullah ﷺ, lalu mengatakan, "Sesungguhnya kami dapat mendatangkan hal yang semisal dengan apa yang engkau sampaikan (yakni Al-Qur'an)." Maka Allah ﷻ menurunkan ayat ini. Riwayat ini masih perlu dipertimbangkan kebenarannya, mengingat ayat ini termaktub di dalam surat Makiyyah dan seluruh konteksnya ber kaitan dengan orang-orang Quraisy, sedangkan orang-orang Yahudi baru bersua dengan Nabi ﷺ setelah beliau berada di Madinah. Firman Allah ﷻ: Dan sesungguhnya kami telah mengulang-ulang kepada manusia. (Al-Isra: 89), hingga akhir ayat. Yakni Kami jelaskan kepada mereka hujah-hujah dan bukti-bukti yang pasti dan jelas, dan Kami telah menerangkan kepada mereka perkara yang hak dengan keterangan yang terperinci lagi jelas.
Akan tetapi, sekalipun demikian: sebagian besar manusia tidak menyukai, melainkan mengingkarinya. (Al-Isra: 89) Yakni mereka tetap ingkar kepada perkara yang hak dan menentang perkara yang benar."
Katakanlah, wahai Nabi Muhammad, Sesungguhnya jika manusia
dan jin berkumpul bersama-sama dan mengerahkan semua upaya untuk
membuat yang serupa dengan Al-Qur'an ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, dalam kesempurnaan isinya dan keindahan
bahasanya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain. Dan sungguh, Allah bersumpah, Kami telah menjelaskan kepada manusia dalam Al-Qur'an ini dengan bermacam-macam perumpamaan, yakni
dengan bermacam-macam cara dan gaya bahasa, seperti penyampaian
kebenaran dengan disertai bukti-bukti, dengan janji dan ancaman, kisah dan perumpamaan yang disampaikan berulang-ulang agar manusia
beriman, tetapi kebanyakan manusia tidak menyukainya bahkan mengingkarinya. Mereka tidak tersentuh hatinya sedikit pun untuk dapat menerima tuntunan Al-Qur'an walaupun disampaikan dengan bermacam-macam
cara dan gaya bahasa karena kesombongan dan kedengkian mereka.
Diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dan Ibnu Jarir dari Sa'id dari Ibnu 'Abbas, bahwa Salam bin Misykam dan kawan-kawannya sesama orang Yahudi datang menghadap Rasulullah ﷺ dan berkata, "Bagaimana kami akan mengikuti engkau Muhammad, padahal engkau telah meninggalkan kiblat kami dan Al-Qur'an yang engkau bawa itu susunannya tidak seperti kitab Taurat. Karena itu turunkanlah kepada kami sebuah kitab yang dapat kami periksa. Kalau kamu tidak sanggup mendatangkannya, maka kami akan mendatangkan kepada kamu sesuatu yang sama dengan yang engkau bawa itu. Maka Allah ﷻ menurunkan ayat ini yang menegaskan kepada mereka bahwa mereka semuanya tidak akan sanggup membuat kitab seperti Al-Qur'an.
Sabab nuzul ayat ini tidak disepakati oleh para ulama karena surah ini termasuk surah Makkiyah dan sasarannya adalah orang-orang Quraisy, sedangkan orang Yahudi tinggal di Medinah.
Pada ayat ini, Allah ﷻ menegaskan mukjizat Al-Qur'an dan keutamaan-nya, yaitu Al-Qur'an benar-benar dari Allah dan diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ Sebagai bukti bahwa Al-Qur'an itu dari Allah, bukan buatan Muhammad sebagaimana yang didakwakan oleh orang-orang kafir Mekah dan ahli kitab, Allah ﷻ memerintahkan Nabi Muhammad ﷺ agar menyampaikan tantangan kepada mereka yang mengabaikan dan meman-dang Al-Qur'an itu bukan wahyu Allah untuk membuat tandingan Al-Qur'an. Tetapi Allah menegaskan bahwa mereka tidak akan mampu membuat kitab yang sama. Allah berfirman:
Dan jika kamu meragukan (Al-Qur'an) yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad), maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar. Jika kamu tidak mampu membuatnya, dan (pasti) tidak akan mampu, maka takutlah kamu akan api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir. (al-Baqarah/2: 23-24)
Sejarah menunjukkan bahwa banyak pemimpin dan ahli sastra Arab yang mencoba menandingi dan meniru Al-Qur'an, bahkan ada yang mendakwakan dirinya sebagai seorang nabi, seperti Musailamah al-Kadzdzab, thulai?ah, Habalah bin Kaab, dan lain-lain. Akan tetapi, mereka semua gagal dalam usahanya bahkan mendapat cemooh dan hinaan dari masyarakat. Sebagai contoh ialah apa yang telah dibuat oleh Musailamah al-Kadzdzab yang dianggapnya dapat menandingi ayat-ayat Al-Qur'an:
Hai katak, anak dari dua katak, pekikkan suaramu apa yang ingin kamu pekikkan. Bagian atas engkau di air dan bagian bawah engkau di tanah.
Para ahli menyatakan bahwa perkataan Musailamah itu tidak ada yang mengandung sesuatu makna. Di antara yang memberi komentar ialah al-Jahiz, seorang sastrawan Arab yang mashyur yang mengatakan, "Saya tidak mengerti apakah gerangan yang menggerakkan jiwa Musailamah menyebut-kan katak dan sebagainya, alangkah buruknya gubahan yang dikatakannya sebagai ayat Al-Qur'an yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad ﷺ
Kemungkinan kerjasama jin dan manusia disebutkan di sini adalah untuk mengimbangi Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad yang memperoleh Al-Qur'an dari Allah. Mereka tidak mungkin menandinginya karena Al-Qur'an berasal dari Allah ﷻ
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
PERIHAL RUH
Ayat 85
“Dan mereka pun bertanya kepada engkau perihal ruh."
Berbagai penafsiran, tentang ruh yang dimaksud di sini. Ada satu riwayat yang diterima dari Ibnu Abbas bahwa ruh yang dimaksud di sini ialah malaikat. Memang ada beberapa ayat dalam Al-Qur'an yang ruh itu berarti malaikat (surah al-Qadar ayat 4. Lihat pula surah an-Naba' ayat 38, dan beberapa ayat yang lain). Tetapi sebagian besar ahli ta'wil mengatakan bahwa ruh yang ditanyakan dalam ayat ini ialah ruh yang ada dalam tubuh manusia ini. Mereka hendak menanyakan bagaimana keadaan ruh itu di dalam tubuh manusia dan bagaimana hubungannya dan ke mana perginya ruh itu setelah dia cerai dari badan. Maka disuruh Allah-lah Nabi ﷺ menjawabnya, “Katakanlah,
“Ruh itu adalah letmasuk utusan Tuhanku." Antinya aku senditi tidak tahu dan kamu pun tidak pula akan tahu,
“Dan tidaklah diberikan kepada kamu dari ilmu melainkan sedikit"
Artinya, ruh adalah suafru perkara yang besar, yang ilmu manusia tidaklah sampai kepadanya. Tegasnya tidaklah Allah memberikan ilmu yang sekelumit itu kepada manusia. Supaya manusia insaf bahwa tidaklah dia mempunyai upaya untuk mengetahui hakikat dirinya sendiri, usahkan mengetahui hakikat orang lain, a'patah lagi hakikat Allah. Dan insaflah hendaknya insan bahwa hijab yang menutupi di antara dia dengan Allah ialah dirinya sendiri.
Di sini dapatlah manusia memahamkan suatu kata yang terkenal, yang senantiasa dijadikan buah tutur dan dikatakan hadits oleh setengah ahli tasawuf, yaitu,
“Barangsiapa yang telah mengenal akan dirinya, niscaya kenallah dia akan Tuhannya."
Bukankah sukar mengetahui apakah hakikat ruh kita? Maka 1.000 kali lebih sukarlah mengetahui zat Allah. Kita mengakui ruh kita ada, namun kita tidak dapat meraba dan mencari tempatnya dalam diri kita hanya dapat membuktikan bahwa kita hidup karena kita bernapas, dan apabila bernapas telah berhenti, berhentilah hidup. Padahal bukan napas itu yang bernama hidup.
Memang ada ahli-ahli ilmu jiwa, baik yang dulu-dulu seperti Imam Ghazali, Ibnu Taimiyah, dan Ibnu Hazm, dan ahli ilmu jiwa modern seperti Sigmund Freud, Jung, dan Adler. Mereka itu pun hanya sekadar mengetahui bekas perbuatan orang untuk mengetahui keadaan jiwanya. Namun jiwa itu sendiri tidaklah mereka ketahui dan tidaklah ada ilmu tentang itu. Pengetahuan yang diberikan Allah kepada manusia tentang hakikat jiwa itu sendiri tidak ada. Itu adalah rahasia Allah!
WAHYU DIPELIHARA ALLAH
Ayat 86
“Dan jika Kami kehendaki niscaya Kami hilangkan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau. Kemudian itu tidak akan engkau dapat perihal itu, terhadap Kami, seorang penolong pun."
Artinya ialah bahwa jika Allah menghendaki bisa saja kejadian wahyu yang telah diturunkannya kepada engkau itu dicabutnya kembali sehingga hilang saja laksana diterbangkan angin.
Dan ini pun sudah pernah kejadian. Banyak wahyu yang diturunkan Allah kepada nabi-nabi yang telah terdahulu tidak lengkap terkumpul lagi. Atau hilang terbakar aslinya dan dicatat kembali hafalan orang lain yang berbeda-beda. Sehingga kita dapati apa yang dinamai oleh orang Kristen sekarang Kitab Injil bukankah Injil asli yang diturunkan kepada Isa al-Masih, melainkan catatan yang datang kemudian. Yaitu Markus, Lukas, Matius, dan Yohannes. Satu dan lainnya tidak sama.
Kalau hal yang seperti itu kejadian pada wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ adakah orang lain yang dapat menolong?
Tetapi berkat Rahmat dan belas kasihan Allah kepada umat Muhammad ﷺ, tidaklah kejadian sebagai yang demikian pada Al-Qur'an. Sejarah pemeliharaan Allah atas Al-Qur'an itu jelas terbentang dan dapat kita menyelidikinya sampai ke pangkal.
Di kala beliau ﷺ masih hidup sudah mulai ada yang mencatat di kulit kambing atau di pelepah kurma atau di tulang unta. Bahkan setelah beliau wafat belum satu tahun, Al-Qur'an itu telah mulai dibukukan atas perintah khalifah beliau yang pertama Abu Bakar ash-Shiddiq, yang dikerjakan oleh suatu panitia ahli. Dan di zaman Khalifah ketiga, Amiril Mu'minin Utsman bin Affan, sekali lagi disalin dan disebarkan dan dibakar naskah-naskah yang tadinya berserak-serak dan diresmikanlah mushaf al-Imam atau disebut juga mushaf Utsmani, mushaf Sayyidina Utsman.
Kalau diteliti dari segi itu saja, dapatlah kita berkata bahwa naskah Al-Qur'an itu telah dipelihara, apatah lagi setelah adanya alat cetak-mencetak sekarang ini. Berjuta-juta Al* Qur'an telah tersebar di mana-mana.
Tetapi tidaklah mustahil pada akal akan kejadian apa yang diisyaratkan dalam ayatyang tengah kita tafsirkan ini."Jika Kami kehendaki niscaya Kami hilangkan apa yang telah Kami wahyukan kepada engkau: Kemudian itu tidak akan engkau dapati perihal itu, terhadap Kami, seorang penolong pun."
Bisakah itu kejadian? Yaitu bahwa wahyu itu akan hilang? Sehingga orang lupa kepadanya?
Bisa! Mengapa tidak!
Al-Qur'an yang dicetak bagus itu bisa saja satu waktu hanya untuk mengisi museum barang purbakala, sedang isinya tidak dipahamkan orang lagi. Sahabat Nabi ﷺ Abdullah bin Mas'ud pernah berkata,
“Yang mula-mula akan hilang lenyap dari agamamu ini ialah amanah, dan yang akhir sekali akan habis sirna ialah shalat, dan sesungguhnya Al-Qur'an ini pun seakan-akan dicabut dari kamu sehingga pada pagi-pagi suatu hari kamu bangun, maka kamu dapati tidak ada lagi yang ada pada kamu.
Maka bertanyalah seseorang, “Bagaimana bisa kejadian begitu, hai Abu Abdurrahman1 Padahal Al-Qur'an itu telah kami tanamkan teguh dalam hati kami, dan telah kami tetapkan di dalam mushaf kami, dan kami ajarkan kepada anak-anak kami, dan anak-anak kami meng-ajarkannya pula kepada anak-anaknya, turun-turun sampai Kiamat?
Abdullah bin Mas'ud menjawab, “Dia akan hilang saja pada suatu malam; hilang yang ada di dalam mushaf itu dan hilang pula apa yang terkandung dan dihafal dalam hati, sehingga jadilah manusia seperti binatang."
Sebuah riwayat lagi daripada Abdullah bin Umar r.a„
“Tidaklah, akan berdiri kiamat sebelum kembali Al-Qur'an itu ke tempat asal turunnya semula, mengaum suaranya laksana ngaum suara lebah terbang, maka Allah pun bertanya, “Hai, ada apa engkau? Dia menjawab, “Ya Tuhan, dari Engkau kami keluar dan kepada Engkau kami sekarang kembali, Aku dibaca, tetapi aku tidak diamalkan. Aku dibaca, tetapi aku tidak di-amalkan."
Dari kedua perkataan sahabat yang utama dan alim ini kita dapat pengertian tafsir ayat yang tengah kita tafsirkan ini. Al-Qur'an bisa hilang saja dari muka bumi, meskipun dia telah ditulis, bahkan meskipun dia sekarang telah dapat dicetak berjuta-juta, dan meskipun telah banyak yang menghafalnya. Dia akan bisa hilang saja, tidak ada artinya lagi, cuma menjadi bacaan, namun dia tidak diamalkan dan tidak berjalan kuat kuasanya dalam masyarakat Islam. Dia akan terbang, mengaum suaranya, mendengung dalam mikrofon, dalam radio-radio dan televisi, tetapi isinya pulang ke langit.
Dan ini sudah mulai berlaku. Bukan sedikit anak-anak orang Islam dalam negeri Islam sendiri, yang tidak percaya lagi bahwa Al-Qur'an itu dapat mengatur hidup manusia, malahan ada yang menantangnya dan menganjurkan peraturan yang bertentangan dengan kehendak Al-Qur'an untuk orang Islam sendiri.
Dengan lebih tegas lagi dari sebuah sabda Nabi ﷺ yang dirawikan oleh Ibnu Majah dari dua orang sahabat Rasulullah ﷺ, yaitu
Abdullah bin Amr bin Ash dan Huzaifah bin al-Yaman demikian bunyinya,
“Akan mumuk hancur Islam ini sebagai mumuk hancurnya ragi kain yang telah usang, sehingga tidak diketahui orang lagi apa itu puasa, apa shalat, apa itu ibadah haji, dan apa itu zakat. Sehingga diterbangkan Kitab Allah pada suatu malam, sehingga tidak ada yang tinggal lagi di muka bumi barang satu ayat, sehingga tinggallah segolongan manusia, yaitu orang-orang tua yang telah nyanyuk dan gaek-gaek yang telah lemah, yang berkata, “Kami dapati bapak-bapak kami dahulu mengucapkan kalimat ini “La Ilaaha lllallaah!" Dan orang-orang tua itu pun tidak pula tahu lagi apa itu shalat, apa itu puasa, apa itu haji, dan apa itu sedekah (zakat)."
Maka tersebutlah pada ujung hadits itu bahwa salah seorang pembawa sanad hadits ini bernama Shilat bin Zufar al-Abasyi, bertanya kepada Hudzaifah, “Apa gunanya Laa Ilaha HlAllah kalau mereka tak tahu lagi apa itu shalat, apa itu puasa, apa itu haji, dan apa itu zakat? Sampai tiga kali Hudzaifah mengulang-ulang hadits itu dan sampai tiga kali Shilat bin Zufar bertanya, apakah akan gunanya lagi kalau mereka tidak tahu lagi rukun atau tiang-tiang yang pokok Islam itu? Akhirnya Hudzaifah menjawab: “Selama La Ilaha HlAllah masih ada, masih juga ada harapan mereka akan masuk ke dalam surga."
Dan menurut satu riwayat pula dari Abdullah bin Umar r.a. bahwa pada suatu hari keluar Nabi Muhammad ﷺ dari rumahnya, sedang kepala beliau diikat karena beliau sakit kepala. Beliau senyum sedikit, lalu beliau naik ke mimbar, beliau berpidato, dimulainya dengan memuji Allah dan seterusnya lalu beliau berkata,
“Wahai manusiai Apakah kitab-kitab yang kalian tulis ini? Adakah lagi kitab yang lebih daripada Kitab Allah.? Sungguhnya mungkinlah terjadi Tuhan Allah murka karena kitab-Nya, sehingga tidak Dia biarkan, baik secarik kertas yang di sana dia tertulis, ataupun hati yang menghafalkan, semuanya akan ditarik Tuhan padanya."
Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana dengan orang beriman laki-laki dan beriman pe-rempuan di waktu itu? Beliau menjawab, “Barangsiapa yang masih dikehendaki baik oleh Allah, tinggallah dalam hatinya kalimah Laa llaha Wallah." (Hadits ini dirawikan oleh ats-Tsa'alabi dan al-Ghaznawi). Demikianlah kita salinkan dari kata sahabat-sahabat Rasulullah dan dari sabda Rasulullah ﷺ sendiri berkenaan dengan peringatan beliau bahwa Al-Qur'an bisa hilang mengirab dari muka bumi ini, atau tinggal tulisannya, tinggal suaranya, namun isinya telah terbang ke tempat asalnya.
Dalam hadits-hadits sabda Rasulullah itu masih dibukakan harapan. Yaitu selama ke-yakinan Laa Ilahalllallah masih tersisa,harapan akan timbul kembali masih ada. Dalam zaman modern sekarang ini, ketika tafsir ini ditulis terasa betapa besar usaha musuh-musuh Islam menghapuskan Al-Qur'an sehingga yang tinggal hanya bacaannya saja, dan isinya biarlah terbang ke langit
Dalam ancaman bahaya-bahaya yang gelap itu masih tampak titik-titik terang. Pertama ialah ayat lanjutan,
Ayat 87
“Kecuali rahmat dari Tuhan engkau"
Yang akan melepaskan kita dari bahaya terbangnya Al-Qur'an dari muka bumi itu ialah rahmat Allah saja, lain tidak. Di dalam hadits-hadits yang telah kita salinkan di atas tadi tampak tercigin salah satu dari rahmat itu, yaitu masih kekalnya kalimat Laa llaha Illallah. Tegasnya pokok kepercayaan kepada Keesaan Ilahi masih ada tersisa di hati setengah orang. Kalau itu masih ada maka jalan buat bangkit masih lebar terbuka. Tidak ada satu kekuatan yang dapat menghapuskan kepercayaan kepada keesaan Allah di permukaan bumi ini.
"Sesungguhnya kanunia-Nya atas engkau adalah besar."
Karunia Allah kepada Nabi Muhammad ﷺ sangatl besar. Dalam hanya seperempat abad saja, seluruh Tanah Arab telah dapat dialiri oleh ajarannya dan dalam setengah abad telah meliputi timur dan barat, dan ajaran itu kian lama kian tersebar di muka bumi ini.
Berkata az-Zamakhsyari di dalam tafsi-nya, “ini adalah satu karunia dari Allah dan pengharapan bahwa Al-Qur'an akan tetap terpelihara, sesudah karunia pertama dengan turunnya dan terjaganya. Maka menjadi ke-wajibanlah atas orang-orang yang berilmu supaya jangan dia lengah dalam mengingat karunia-karunia Allah ini dan selalulah hendaknya dia mensyukuri kedua karunia itu. Yaitu karunia pertama karena Al-Qur'an dapat dipelihara terus sebagai ilmu dan mantap dalam dada, kedua dia pun tidak hilang dan terpelihara terus-menerus. Itulah sebabnya maka Allah berkata di ujung ayat bahwa karunianya kepada engkau adalah amat besar; karunia karena dia diwahyukan dan Allah langsung mengajarnya dan dia termasuk orang yang dipilih buat menerima risalah.
Setelah saya baca beberapa tafsir dalam membincangkan ayat ini, agak banyaklah al-Qurthubi menonjolkan bahwa Al-Qur'an bisa hilang atau terbang ke langit, atau tinggal orang-orang tua saja yang hanya tahu kalimat Laa llaha Mallah sedang puasa dan shalat, zakat dan haji, mereka tidak tahu lagi.
Az-Zamakhsyari ataupun Ibnu Katsir ataupun ar-Razi dan ath-Thabari tidak menafsirkan sampai demikian. Maka teringatlah saya bahwa al-Qurthubi menulis tafsirnya setelah dia mengalami pahit-getirnya terusir kaum Muslimin dan Andalusia (Spanyol). Malahan dapat kita baca keluhannya dalam tafsirnya moga-moga kembalilah tanah airnya kota Qurthuban (Cordova) ke tangan kaum Muslimin. Dengan demikian terbukti bahwa tafsir-nya dikarangnya di negeri ke-diamannya yang baru. Niscaya tidak akan bersua keterangan-keterangan sebagai yang dibawakan al-Qurthubi itu pada tafsiran az-Zamakhsyari, atau ar-Razi, atau ath-Thabari, karena mereka itu semuanya berdiam di tanah Islam sebelah timur, malahan az-Zamakhsyari mengarangnya di Mekah.
Setelah kita perbandingkan tafsiran itu semuanya dan kita perhatikan dengan tekun Tafsir ai-Qurthubi dan dipertautkan dengan kegiatan Kristen dan Yahudi (Zionis) di abad-abad terakhir ini, dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa agama Islam dapat saja hilang mengirab di satu bagian dunia ini tetapi tetap kekal di tempat yang lain. Dan Nabi pun memperingatkan pula bahwa perjuangan manusia Muslim dalam mempertahankan agamanya tetap akan ada, sampai hari Kiamat,
“Dari al-Mughirab bin Sw'bah (moga-moga Allah meridhainya), dari Nabi ﷺ bahwa Nabi bersabda, “Senantiasa akan tetap ada dari umatku, suatu umat yang tampil ke muka dengan membawa kebenaran sampai datang ketentuan
Allah, namun mereka tetap menyatakan dirinya." (HR Bukhari dan Muslim)
Dan sabda Rasulullah ﷺ lagi,
“Dari Mu'awiyah bin Abu Sufyan (moga-moga Allah meridhainya) berkata dia, “Aku pernah mendengar Nabi ﷺ bersabda, “Akan senantiasa ada dari umatku yang tegak dengan perintah Allah. Tidak akan membinasakan kepada mereka orang-orang yang merintangi mereka dan tidak pula orang-orang yang menghalangi mereka, sampai datang ketentuan Allah, namun mereka tetap demikian." (HR Bukhari Muslim)
Artinya bahwa dalam usaha musuh-musuh Islam hendak menghabiskan pengaruh Islam itu, Rasulullah ﷺ berjanji bahwa dalam kalangan umatnya sendiri pasti akan tetap timbul orang-orang yang tampil ke muka medan perjuangan mempertahankan agama Islam atau menyebarkannya dengan tidak mengenal mundur. Betapapun mereka dirintangi dan dihalangi namun mereka berjuang.
Kita lihat sendiri perjalanan sejarah. Mula-mula Al-Qur'an itu tidak terkumpul menjadi satu kitab (mushaf). Tiba-tiba timbullah prakarsa dari Sayyidina Abu Bakar, lalu terkumpul surah-surah dan ayat-ayat Al-Qur'an yang berserak. Setelah beliau wafat naskah itu tersimpan di tangan penggantinya, Sayyidina Umar. Setelah wafat Sayyidina Umar lalu disimpan oleh anak perempuan beliau dan istri pula dari Rasulullah saw, yaitu Ummil Mukminin (ibu orang yang beriman) Hafshah. Kemudian mushaf itu disalin dan diperbanyak atas perintah Sayyidina Usman. Maka dimin-talah naskah yang satu itu kepada Hafshah dan diperbanyak. Itulah yang kemudian disalin dan disalin lagi, sampai di zaman modern dicetak dan tersebar di muka bumi ini. Sampai di situ tangan manusia turut menentukan apa yang dikehendaki oleh Allah, ataupun tangan manusia diambil oleh Allah menyempurnakan kehendak-Nya memelihara Al-Qur'an.
Demikian pulalah halnya dalam memperjuangkan agama Allah yang diwahyukan kepada Nabi kita Muhammad ﷺ ini. Betapa hebat orang mencoba menghabiskannya dan menghapuskannya dari muka bumi, bahkan di dalam surah al-Baqarah ayat 120 dijelaskan bahwa orang Yahudi dan orang Nasrani selamanya tidaklah akan merasa rela sebelum Kaum Muslimin mengikut agama mereka. Dan di surah al-Baraqah ayat 105 pun diisyaratkan Allah kepada orang-orang yang beriman bahwa Ahlul Kitab itu bersarna musyrikin tidaklah akan bersenang hati kalau keadaan kaum Muslimin jadi baik. Malahan yang mereka sangat senangi, menurut ayat 109, ialah kalau Muslimin sesudah beriman kembali jadi kafir.
Maka datanglah sabda Rasulullah yang dikemukakan oleh dua orang sahabat terkemuka ini, al-Mughirah bin Syu'bah dan Mu'awiyah bin Abu Sufyan, bahwa sampai saat terakhir akan tetap ada di kalangan umat Muhammad ini suatu umat yang menampilkan diri ke muka dengan tidak menunggu-nunggu orang lain buat membela dan menegakkan Islam.
Jangan ditunggu orang lain, biarlah kita, saya dan engkau, yang menjadi umat pejuang itu. Jangan lagi menunggu-nunggu dan mengharapkan bahwa pejuang itu akan datang dari tempat lain.
TANTANGAN
Ayat 88
“Katakanlah, ‘Jika pun berkumpul manusia dan jin buat mendatangkan yang serupa dengan Al-Qur'an ini tidaklah mereka akan sanggup membuat yang sepertinya."
Ayat ini adalah satu tantangan kepada manusia dan juga jin. Al-Qur'an adalah kalam Allah. Manusia tidak akan sanggup menirunya atau membuat tandingannya.
Orang-orang Quraisy terkenal fasih berkata-kata, halus perucapan mereka. Tetapi mereka tidak akan sanggup menyusun kata seperti wahyu yang diturunkan Allah kepada Muhammad ﷺ ini,
“Walaupun adalah yang sebagian kepada yang sebagian datang membantu."
Orang seorang tidak akan sanggup membuat atau menyusun kata seperti wahyu Ilahi ini, baik manusia ataupun jin. Sebab Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan kalam manusia, bahkan bukan kalam Muhammad sendiri. Percakapan Muhammad sendiri yang di luar lingkungan wahyu akan kembali seperti percakapan manusia biasa pula. Dan bertambah tidak akan sanggup walaupun sebagian menolong yang lain, bantu-membantu bergotong royong, dipanggil ahli-ahli bahasa dari mana-mana. Itu pun bertambah tidak bisa. Sebab mereka akan bertengkar mengatakan bahwa kalimat yang dipilihnyalah yang lebih halus. Kesudahannya dipakailah pungutan suara, lalu dimenangkan suara yang terbanyak, atau suara yang mendapat sokongan dari belakang, dari pihak yang berkuasa, sebagaimana terjadi dengan consili-consiliyang diadakan dalam kalangan pemeluk Agama Kristen!
Ayat 89
“Dan sesungguhnya telah Kami ulang-ulangkan untuk manusia di dalam Al-Qur'an ini dari berbagai macam perumpamaan"
Artinya, berbagai macamlah Allah membuat perumpamaan dan perbandingan di dalam Al-Qur'an untuk manusia ini. Ada ayat-ayat atau tanda-tanda untuk mengisyaratkan kebesaran dan kekuasaan Allah dan bahwa Dia Mahakuasa sendiri-Nya tidak bersekutu dengan yang lain. Kadang-kadang dengan ibarat dan perumpamaan. Kadang-kadang dengan rayuan dan bujukan. Kadang-kadang dengan ancaman adzab dan siksa, Kadang-kadang dengan perintah dan larangan, kadang-kadang kisah-kisah orang yang ter-dahulu, betapa celaka orang yang menolak kebenaran, bagaimana bahagia orang yang mematuhi perintah Allah. Kadang-kadang dengan menjelaskan betapa hebat dahsyatnya hari kemudian atau hari Kiamat; yang di sana disediakan surga bagi siapa yang patuh dan neraka bagi yang tidak memedulikan,
“Tetapi engganlah kebanyakan manusia" menerima segala umpamaan dan pengafanan itu. Tidak ada yang mereka pedulikan,, “Melainkan kekafiran juga."
Tanda kasih sayang Allah maka dari segala pintu petunjuk wahyu itu dibawakan, dengan senyum dengan simpul. Dengan gertakan dan ancaman. Dengan bujukan dan rayuan. Tidak mereka acuhkan. Yang mereka perturutkan hanya kehendak hawa nafsu mereka jua. Bagaimana tidak akan celaka. Dan kalau celaka, siapa yang salah? Kalau bukan mereka?
Al-Mandawi berkata, “Sudah begitu jelas Allah mengatakan bahwa dengan segala jalan Allah telah memberikan tuntunan kepada mereka, namun mereka masih enggan juga, masih jugalah orang yang berpaham salah tentang hendak menyatakan bahwa segala nasib seseorang adalah atas kehendak Allah semata-mata? Dengan tidak ada ikhtiar pada dirinya sendiri? Kalau memang demikian halnya, guna apa Allah menyesali manusia sampai seperti tersebut di ayat ini?
Lalu sebagai lanjutan dari ayat ini di-uraikanlah beberapa tuntutan dari Kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad ﷺ yang kata mereka kalau tuntutan itu dikabulkan mereka bersedia beriman. Tuntutan-tuntutan itu hanya membayangkan kegelapan pikiran atau dendam belaka. Yang misalnya dikabulkan sebuah pun tidak juga akan mengubah keku-furan mereka.