Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذَآ
dan apabila
أَنۡعَمۡنَا
Kami beri kesenangan
عَلَى
atas/kepada
ٱلۡإِنسَٰنِ
manusia
أَعۡرَضَ
dia berpaling
وَنَـَٔا
dan dia menjauhkan diri
بِجَانِبِهِۦ
disampingnya
وَإِذَا
dan apabila
مَسَّهُ
menimpanya
ٱلشَّرُّ
kejahatan/kesusahan
كَانَ
adalah dia
يَـُٔوسٗا
berputus asa
وَإِذَآ
dan apabila
أَنۡعَمۡنَا
Kami beri kesenangan
عَلَى
atas/kepada
ٱلۡإِنسَٰنِ
manusia
أَعۡرَضَ
dia berpaling
وَنَـَٔا
dan dia menjauhkan diri
بِجَانِبِهِۦ
disampingnya
وَإِذَا
dan apabila
مَسَّهُ
menimpanya
ٱلشَّرُّ
kejahatan/kesusahan
كَانَ
adalah dia
يَـُٔوسٗا
berputus asa
Terjemahan
Apabila Kami menganugerahkan kenikmatan kepada manusia, niscaya dia berpaling dan menjauhkan diri (dari Allah dengan sombong). Namun, apabila dia ditimpa kesusahan, niscaya dia berputus asa.
Tafsir
(Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia) yang kafir (niscaya berpalinglah dia) daripada bersyukur (dan membelakangkan badannya) yakni membelakangkan tubuhnya dengan sikap yang sombong (dan apabila dia ditimpa kesusahan) kemiskinan dan kesengsaraan (niscaya dia berputus asa) dari rahmat Allah.
Tafsir Surat Al-Isra: 83-84
Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia, niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa. Katakanlah, "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. Allah ﷻ menyebutkan tentang kekurangan diri manusia secara apa adanya, kecuali orang-orang yang dipelihara oleh Allah ﷻ dalam dua keadaan, yaitu keadaan senang dan sengsara. Karena sesungguhnya bila Allah memberinya nikmat berupa harta, kesehatan, kemenangan, rezeki, pertolongan, dan memperoleh apa yang diinginkannya, maka ia berpaling, tidak mau mengerjakan ketaatan kepada Allah, tidak mau menyembah-Nya, serta berpaling membalikkan tubuhnya.
Menurut Mujahid, makna membelakang dengan sikap yang sombong ialah menjauh dari Allah. Menurut kami, ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. (Yunus: 12) maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. (Al-Isra: 67) Bahwa manusia itu apabila tertimpa malapetaka dan musibah, niscaya dia berputus asa. (Al-Isra: 83) Yakni putus harapan untuk dapat kembali normal dan putus asa untuk mendapat kebaikan sesudah kesusahannya itu, sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut darinya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.
Dan jika Kami rasakan kepadanya kebahagiaan sesudah bencana yang menimpanya, niscaya dia akan berkata, "Telah hilang bencana-bencana itu dariku, sesungguhnya dia sangat gembira lagi bangga, kecuali orang-orang yang sabar (terhadap bencana), dan mengerjakan amal-amal saleh; mereka itu beroleh ampunan dan pahala yang besar. (Hud: 9-11) Adapun firman Allah ﷻ: Katakanlah, "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing." (Al-Isra: 84) Ibnu Abbas mengatakan, yang dimaksud dengan 'ala syakilatihi ialah menurut keahliannya masing-masing.
Menurut Mujahid, makna yang di maksud ialah menurut keadaannya masing-masing. Menurut Qatadah ialah menurut niatnya masing-masing. Sedangkan Ibnu Zaid mengatakan menurut keyakinannya masing-masing. Semua definisi yang disebutkan di sini berdekatan maknanya. Ayat ini mengandung makna ancaman terhadap orang-orang musyrik dan peringatan bagi mereka. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan Allah ﷻ dalam ayat lain, yaitu: Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak beriman, "Berbuatlah menurut kemampuan kalian. (Hud: 121), hingga akhir ayat. Karena itulah dalam ayat ini disebutkan oleh firman-Nya: Katakanlah, "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya masing-masing.
Maka Tuhan kalian lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalannya. (Al-Isra: 84) di antara kami dan kalian, dan kelak Dia akan membalas setiap orang yang beramal sesuai dengan amal perbuatannya. Sesungguhnya tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya."
Dan apabila Kami berikan kenikmatan kepada manusia, seperti kesehatan
atau kekayaan niscaya dia berpaling tidak bersyukur kepada Allah dan
menjauhkan diri dari mengingat Allah dengan sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan, seperti sakit atau kemiskinan niscaya dia berputus asa
kehilangan harapan dari rahmat Allah. Katakanlah wahai Nabi Muhammad, Setiap orang berbuat sesuai
dengan keadaannya masing-masing, yakni sesuai pembawaannya, caranya
dan kecenderungannya dalam mencari petunjuk dan menempuh jalan
menuju kebenaran. Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih
benar jalannya dan siapa yang lebih sesat jalannya. Kepada setiap orang
dari kedua golongan itu Tuhan memberikan balasan sesuai dengan
perbuatannya.
Dalam ayat ini, Allah ﷻ menerangkan sifat umum manusia, yaitu apabila diberi kenikmatan, seperti harta, kekuasaan, kemenangan dan sebagainya, mereka tidak mau lagi tunduk dan patuh kepada-Nya, bahkan mereka menjauhkan diri. Sebaliknya, apabila ditimpa kesukaran, kesengsara-an, kemiskinan, dan kekalahan, mereka berputus asa dan merasa tidak akan memperoleh apa-apa lagi. Seharusnya mereka tidak berputus asa, melainkan tetap beramal dan berusaha untuk mendapatkan pertolongan Allah, karena menurut ajaran Al-Qur'an, orang yang berputus asa dari rahmat Allah berarti telah mengingkari rahmat-Nya.
Ayat-ayat lain yang menerangkan keadaan manusia ketika menerima rahmat Allah, ialah firman-Nya:
Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu darinya, dia kembali (ke jalan yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. (Yunus/10: 12).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 82
“Dan Kami turunkan di dalam Al-Qur'an itu sesuatu yang menjadi obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
Tegas ayatini bahwa di dalam Al-Qur'an ada obat-obat dan rahmat bagi orang yang beriman. Banyak penyakit yang bisa disembuhkan oleh Al-Qur'an. Dan memang banyak penyakit yang menyerang jiwa manusia, dapat disembuhkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Kesombongan ada-lah penyakit. Maka kalau dengan saksama dibaca ayat-ayat yang menyatakan kebesaran dan kekuasaan Ilahi, akan sembuhlah penyakit. sombong itu. Kita akan insaf bahwa kita ini hanya makhluk kecil, yang berasal dari setitik mani. Hasad atau dengki adalah penyakit. Maka kalau kita baca ayat-ayat yang menerangkan bahwa perbedaan bawaan bakat manusia tidak sama, namun sebagian tetap memerlukan yang lain, berangsurlah hilang penyakit dengki itu. Sungguh banyak penyakit jiwa dapat disembuhkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Penyakit putus asa, malas, bodoh, mementingkan diri sendiri, rasa tamak, mata keranjang, dan sebagainya.
Ulama-ulama tafsir kadang-kadang menyebut juga bahwa penyakit badan pun bisa disembuhkan dengan ayat-ayat Al-Qur'an sampai ada ditulisi ayat-ayat Al-Qur'an dan digan-tungkan di tubuh. Tetapi cara yang begini sudah jauh sekali menyimpang dari tujuan ayat ini. Sungguhpun demikian diakui juga dalam ilmu tabib modern bahwa banyak juga penyakit tubuh berasal dari sakit jiwa. Timbullah ilmu pengobatan psikosomatik menyelidiki penyakit dari si sakit misalnya kekecewaan-kekecewaan, kegagalan, dan lain-lain yang kian lama kian mempengaruhi badan kasar. Bukankah karena kesusahan hati napas jadi sesak dan segala penyakit badan pun terasa. Penyakit di badan diobat dengan obat biasa. Tetapi penyakit di jiwa dengan apa diobat kalau bukan dengan resep yang mengenai jiwa pula. Sebab itu ahli psikosomatik dapat menyelidik dan mengobati penyakit pada tubuh kasar dengan terlebih dahulu mengobati kekecewaan jiwa tadi. Ahli-ahli kejiwaan Islam, seumpama Imam Ghazali, Ibnu Hazm, Ibnu Maskawaihi, Ibnu Sina, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain banyak membicarakan ilmu thibb ar-ruhari ketabiban ruhari itu.
Ahli psikosomatik di Indonesia, yaitu Prof. Dr. Aulia, yakin bahwa apabila seorang sakit benar-benar kembali kepada ajaran agamanya, amat diharap sakitnya akan sembuh. Beliau berpendapat betapa besar pengaruh ajaran tauhid, yang mengandung ikhlas, sabar, ridha, tawakal, dan tobat, besar pengaruhnya meng-obat sakit merana jiwa seorang Muslim. Dan beliau juga amat menganjurkan berobat dengan shalat dan doa. Orang Kristen pun disuruhnya taat dalam agamanya.
Tetapi ujung ayat ini melanjutkan,
“Dan tidaklah menambah untuk orang-orang yang aniaya, selain kerugian."
Orang yang aniaya ialah yang menganiaya diri sendiri sebab membiarkan jiwa terus-menerus dalam kegelapan. Penyakit jiwa mereka jadi bertambah merana, mereka tidak mau mengobat jiwa dengan Al-Qur'an, dengan si tawarsi dingin yang didatangkan dari langit. Maka pada ayat selanjutnya diterangkan gejala-gejala dari jiwa yang sakit itu, yang sangat memerlukan obat,
Ayat 83
“Dan bila Kami berikan nikmat kepada manusia, dia pun berpaling dan menjauhkan diri"
Dia berpaling dari kebenaran dan lupa kepada Yang Memberikan nikmat, bahkan sengaja dia menjauhkan diri dari jalan-jalan yang benar. Dirasanya seakan-akan agama itu akan mengikat kebebasannya. Dia hidup seperti lintah yang ke-genangan air. Dia tidak mensyukuri nikmat itu, bahkan dia bersikap seakan-akan nikmat itu adalah buah usaha dan kecerdikannya sendiri. Padahal Tuhan Allah itu mudah saja memberi dan semudah itu pula mencabut nikmatnya.
"Dan apabila menimpa akan kejahatan, dia pun sangat berputus asa."
Mengapa timbul putus asa setelah keja hatan, atau sesuatu yang tidak diingini terjadi? Seumpama angin yang telah berkisar. Atau seumpama panas yang disangka akan sampai petang, rupanya hujan pun turun tengah hari. Mengapa putus asa? Betapa tidak akan putus asa? Padahal dari semula jiwanya tidak terlatih akan berhubungan dengan Khaliqnya. Putus asa adalah gelaja dari penyakit jiwa yang salah melimpah kepada dirinya itu, jiwanya kosong dari alat buat menyambut, dan setelah nikmat itu dicabut, bertambah kosong jiwa. Sehingga tidak tahu lagi apa yang akan diperbuatnya.
Ayat 83 ini bertali dengan ayat yang sebelumnya, menjadi peringatan bagi manusia agar menjaga jiwa jangan sakit. Sakit badan masih dapat diobat, sakit jiwa siapa yang tahu! Al-Qur'an inilah obat! Dia adalah laksana resep dari kehidupan. Induk obat ialah syukur ketika nikmat datang dan sabar jika cobaan datang menimpa. Begitulah jiwa baru sehat. Selamat dunia dan akhirat. Di dunia ialah hati yang terang dan kegembiraan hidup, dan di akhirat ialah nikmat karunia Allah yang berlipat ganda.
BEKERJA MENURUT BAKAT
Kemudian datanglah ayat yang selanjutnya,
Ayat 84
“Katakanlah, “Tiap-tiap orang beramal menurut bawaannya."
Dalam ayat ini tersebut syakilatihi yang telah kita artikan bawaannya. Karena tiap-tiap manusia itu ada pembawaannya masing-masing yang telah ditentukan Allah sejak masih diguligakan dalam rahim ibunya. Pembawaan itu ada macam-macam, berbagai warna, berbagai rupa, berbagai perangai, aneka ragam, sehingga yang satu tidak serupa dengan yang lain. Iklim atau alam tempat kita dilahirkan, entah kita orang pulau entah kita orang darat. Entah orang yang hidup di pegunungan entah hidup di tepi laut. Entah di daerah khatulistiwa ataupun di negeri yang mengandung empat musim, semuanya membuat syakilah. Demikian juga lingkungan orang tua yang melahirkan, demikian juga pendidikan dan pergaulan di waktu kecil, demikian juga pengalaman dan perantauan dan perlawatan, semuanya membuat bentuk jiwa.
Dalam pada itu tidak ada manusia yang serupa, kabarnya lebih tiga ribu juta manusia dalam dunia ini di zaman sekarang, tidaklah ada yang serupa. Sampai pun bunyi suaranya tidaklah serupa. Sidik jarinya tidaklah serupa. Maka di dalam ayat ini disuruhlah manusia itu bekerja selama hidup di dunia ini menurut bawaannya masing-masing itu. Sebab itu sudah seyogianya manusia itu mengenal siapa dirinya, supaya mudah dia menempuh jalan yang mudah ditempuh oleh bawaan dirinya itu. Supaya hidupnya jangan gagal dan jiwanya jangan sakit. Dan semua amal dalam dunia ini adalah baik dan mulia, asal saja dilakukan dalam garis yang ditentukan Allah. Itu sebabnya maka lanjutan ayat berbunyi,
“Maka Tuhan kamu lebih tahu siapa dia yang telah lebih mendapat petunjuk penjalanannya."
Memang Allah-lah yang lebih mengetahui ke mana jalan yang patut ditempuh dalam kita beramal, yang sesuai dengan bawaan atau yang disebut juga bakat. Oleh sebab itu maka di dalam mencari siapa sebenarnya diri
kita itu menjadi syarat mutlak kita mendekati Allah selalu, mencari ridha-Nya, melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menghentikan apa yang dilarang-Nya. Maka dengan kepatuhan kepada Allah, Dia berjanji akan menunjuki kita jalan. (Perhatikan ayat peng-habisan dan surah al-'Ankabuut, ayat 69, dalam juz kedua puluh).