Ayat
Terjemahan Per Kata
وَنُنَزِّلُ
dan Kami turunkan
مِنَ
dari
ٱلۡقُرۡءَانِ
Al-Qur'an
مَا
apa
هُوَ
dia/sesuatu
شِفَآءٞ
obat
وَرَحۡمَةٞ
dan rahmat
لِّلۡمُؤۡمِنِينَ
bagi orang-orang yang beriman
وَلَا
dan tidak
يَزِيدُ
menambah
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
إِلَّا
selain
خَسَارٗا
kerugian
وَنُنَزِّلُ
dan Kami turunkan
مِنَ
dari
ٱلۡقُرۡءَانِ
Al-Qur'an
مَا
apa
هُوَ
dia/sesuatu
شِفَآءٞ
obat
وَرَحۡمَةٞ
dan rahmat
لِّلۡمُؤۡمِنِينَ
bagi orang-orang yang beriman
وَلَا
dan tidak
يَزِيدُ
menambah
ٱلظَّـٰلِمِينَ
orang-orang yang zalim
إِلَّا
selain
خَسَارٗا
kerugian
Terjemahan
Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin, sedangkan bagi orang-orang zalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.
Tafsir
(Dan Kami turunkan dari) huruf min di sini menunjukkan makna bayan atau penjelasan (Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar) dari kesesatan (dan rahmat bagi orang-orang yang beriman) kepadanya (dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim) yakni orang-orang yang kafir (selain kerugian) dikarenakan kekafiran mereka.
Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al-Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. Allah ﷻ menyebutkan tentang kitab yang diturunkan-Nya kepada Rasul-Nya Nabi Muhammad ﷺ, yaitu Al-Qur'an yang tidak datang kepadanya kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya; yang diturunkan dari Tuhan Yang Mahabijaksana lagi Maha Terpuji. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin, yakni dapat melenyapkan berbagai penyakit hati, antara lain keraguan, kemunafikan, kemusyrikan, dan menyimpang dari perkara yang hak serta cenderung kepada hal yang batil.
Al-Qur'an pun merupakan rahmat bagi mereka, karena dengan Al-Qur'an dapat dipertebal keimanan, hikmah dapat diperoleh, dan kebaikan dapat dijumpai padanya serta akan menambah kecintaan kepadanya. Hal seperti ini tidaklah dapat diperoleh kecuali oleh orang yang beriman kepada Al-Qur'an, membenarkannya, dan mengikuti petunjuknya. Maka Al-Qur'an akan menjadi penyembuh dan rahmat baginya. Adapun orang kafir, yaitu orang yang menganiaya dirinya sendiri dengan kekafirannya, tiadalah mendengarkan Al-Qur'an menambahkan kepadanya melainkan hanya kejauhan dan kekufuran serta bencana akibat kekafirannya, bukan karena Al-Qur'annya.
Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat yang lain melalui firman-Nya: Dan apabila diturunkan suatu surat, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata, "Siapakah di antara kalian yang bertambah imannya dengan (turunnya) surat ini? Adapun orang-orang yang beriman, maka surat itu menambah imannya, sedangkan mereka merasa gembira. Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafirannya di samping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir. (At-Taubah: 124-125) Ayat-ayat yang menceritakan hal ini cukup banyak jumlahnya.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (Al-Isra: 82) Bahwa apabila seorang mukmin mendengarkan bacaan Al-Qur'an, maka ia beroleh manfaat darinya dan menghafal serta mengingat makna yang dikandungnya. tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian. (Al-Isra: 82) Yakni orang yang aniaya tidak dapat mengambil manfaat dari Al-Qur'an. Ia tidak dapat menghafal dan memahami makna yang dikandungnya, karena sesungguhnya Allah ﷻ menjadikan Al-Qur'an ini penawar dan rahmat hanya bagi orang-orang yang beriman."
Dan Kami turunkan Al-Qur'an kepadamu wahai Nabi Muhammad,
sebagai obat penawar berbagai macam penyakit hati dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman yang mengamalkan tuntunannya, sedangkan
bagi orang-orang yang zalim, Al-Qur'an itu hanya akan menambah kerugian
disebabkan oleh kekufuran mereka. Setiap kali mendengar bacaan AlQur'an semakin bertambah kekufurannya. Dan apabila Kami berikan kenikmatan kepada manusia, seperti kesehatan
atau kekayaan niscaya dia berpaling tidak bersyukur kepada Allah dan
menjauhkan diri dari mengingat Allah dengan sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan, seperti sakit atau kemiskinan niscaya dia berputus asa
kehilangan harapan dari rahmat Allah.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah ﷻ menurunkan Al-Qur'an kepada Muhammad sebagai obat dari penyakit hati, yaitu kesyirikan, kekafiran, dan kemunafikan. Al-Qur'an juga merupakan rahmat bagi kaum Muslimin karena memberi petunjuk kepada mereka, sehingga mereka masuk surga dan terhindar dari azab Allah.
Al-Qur'an telah membebaskan kaum Muslimin dari kebodohan sehingga mereka menjadi bangsa yang menguasai dunia pada masa kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah. Kemudian mereka kembali menjadi umat yang terbelakang karena mengabaikan ajaran-ajaran Al-Qur'an. Dahulu mereka menjadi umat yang disegani, tetapi kemudian menjadi pion-pion yang dijadikan umpan oleh musuh dalam percaturan dunia. Karena mereka dulu melaksanakan ajaran Al-Qur'an, negeri mereka menjadi pusat dunia ilmu pengetahuan, perdagangan dunia, dan sebagainya, serta pernah hidup makmur dan bahagia. Ayat ini memperingatkan kaum Muslimin bahwa mereka akan dapat memegang peranan kembali di dunia, jika mau mengikuti Al-Qur'an dan berpegang teguh pada ajarannya dalam semua bidang kehidupan.
Sebaliknya jika mereka tidak mau melaksanakan ajaran Al-Qur'an dengan sungguh-sungguh, mengutamakan kepentingan pribadi di atas kepentingan agama dan masyarakat, serta hanya mementingkan kehidupan dunia, maka Allah akan menjadikan musuh-musuh mereka sebagai penguasa atas diri mereka, sehingga menjadi orang asing atau budak di negeri sendiri.
Cukup pahit pengalaman kaum Muslimin akibat mengabaikan ajaran Al-Qur'an. Al-Qur'an menyuruh mereka bersatu dan bermusyawarah, tetapi mereka berpecah belah karena masalah-masalah khilafiah yang kecil dan remeh, sedangkan masalah-masalah yang penting dan besar diabaikan.
Ayat ini juga mengingatkan kaum Muslimin bahwa bagi orang-orang yang zalim, yaitu yang ingkar, syirik, dan munafik, Al-Qur'an hanya akan menambah kerugian bagi diri mereka, karena setiap ajaran yang dibawa Al-Qur'an akan mereka tolak. Padahal, jika diterima, pasti akan menguntungkan mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 82
“Dan Kami turunkan di dalam Al-Qur'an itu sesuatu yang menjadi obat penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman."
Tegas ayatini bahwa di dalam Al-Qur'an ada obat-obat dan rahmat bagi orang yang beriman. Banyak penyakit yang bisa disembuhkan oleh Al-Qur'an. Dan memang banyak penyakit yang menyerang jiwa manusia, dapat disembuhkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Kesombongan ada-lah penyakit. Maka kalau dengan saksama dibaca ayat-ayat yang menyatakan kebesaran dan kekuasaan Ilahi, akan sembuhlah penyakit. sombong itu. Kita akan insaf bahwa kita ini hanya makhluk kecil, yang berasal dari setitik mani. Hasad atau dengki adalah penyakit. Maka kalau kita baca ayat-ayat yang menerangkan bahwa perbedaan bawaan bakat manusia tidak sama, namun sebagian tetap memerlukan yang lain, berangsurlah hilang penyakit dengki itu. Sungguh banyak penyakit jiwa dapat disembuhkan oleh ayat-ayat Al-Qur'an. Penyakit putus asa, malas, bodoh, mementingkan diri sendiri, rasa tamak, mata keranjang, dan sebagainya.
Ulama-ulama tafsir kadang-kadang menyebut juga bahwa penyakit badan pun bisa disembuhkan dengan ayat-ayat Al-Qur'an sampai ada ditulisi ayat-ayat Al-Qur'an dan digan-tungkan di tubuh. Tetapi cara yang begini sudah jauh sekali menyimpang dari tujuan ayat ini. Sungguhpun demikian diakui juga dalam ilmu tabib modern bahwa banyak juga penyakit tubuh berasal dari sakit jiwa. Timbullah ilmu pengobatan psikosomatik menyelidiki penyakit dari si sakit misalnya kekecewaan-kekecewaan, kegagalan, dan lain-lain yang kian lama kian mempengaruhi badan kasar. Bukankah karena kesusahan hati napas jadi sesak dan segala penyakit badan pun terasa. Penyakit di badan diobat dengan obat biasa. Tetapi penyakit di jiwa dengan apa diobat kalau bukan dengan resep yang mengenai jiwa pula. Sebab itu ahli psikosomatik dapat menyelidik dan mengobati penyakit pada tubuh kasar dengan terlebih dahulu mengobati kekecewaan jiwa tadi. Ahli-ahli kejiwaan Islam, seumpama Imam Ghazali, Ibnu Hazm, Ibnu Maskawaihi, Ibnu Sina, Ibnu Taimiyah, dan lain-lain banyak membicarakan ilmu thibb ar-ruhari ketabiban ruhari itu.
Ahli psikosomatik di Indonesia, yaitu Prof. Dr. Aulia, yakin bahwa apabila seorang sakit benar-benar kembali kepada ajaran agamanya, amat diharap sakitnya akan sembuh. Beliau berpendapat betapa besar pengaruh ajaran tauhid, yang mengandung ikhlas, sabar, ridha, tawakal, dan tobat, besar pengaruhnya meng-obat sakit merana jiwa seorang Muslim. Dan beliau juga amat menganjurkan berobat dengan shalat dan doa. Orang Kristen pun disuruhnya taat dalam agamanya.
Tetapi ujung ayat ini melanjutkan,
“Dan tidaklah menambah untuk orang-orang yang aniaya, selain kerugian."
Orang yang aniaya ialah yang menganiaya diri sendiri sebab membiarkan jiwa terus-menerus dalam kegelapan. Penyakit jiwa mereka jadi bertambah merana, mereka tidak mau mengobat jiwa dengan Al-Qur'an, dengan si tawarsi dingin yang didatangkan dari langit. Maka pada ayat selanjutnya diterangkan gejala-gejala dari jiwa yang sakit itu, yang sangat memerlukan obat,
Ayat 83
“Dan bila Kami berikan nikmat kepada manusia, dia pun berpaling dan menjauhkan diri"
Dia berpaling dari kebenaran dan lupa kepada Yang Memberikan nikmat, bahkan sengaja dia menjauhkan diri dari jalan-jalan yang benar. Dirasanya seakan-akan agama itu akan mengikat kebebasannya. Dia hidup seperti lintah yang ke-genangan air. Dia tidak mensyukuri nikmat itu, bahkan dia bersikap seakan-akan nikmat itu adalah buah usaha dan kecerdikannya sendiri. Padahal Tuhan Allah itu mudah saja memberi dan semudah itu pula mencabut nikmatnya.
"Dan apabila menimpa akan kejahatan, dia pun sangat berputus asa."
Mengapa timbul putus asa setelah keja hatan, atau sesuatu yang tidak diingini terjadi? Seumpama angin yang telah berkisar. Atau seumpama panas yang disangka akan sampai petang, rupanya hujan pun turun tengah hari. Mengapa putus asa? Betapa tidak akan putus asa? Padahal dari semula jiwanya tidak terlatih akan berhubungan dengan Khaliqnya. Putus asa adalah gelaja dari penyakit jiwa yang salah melimpah kepada dirinya itu, jiwanya kosong dari alat buat menyambut, dan setelah nikmat itu dicabut, bertambah kosong jiwa. Sehingga tidak tahu lagi apa yang akan diperbuatnya.
Ayat 83 ini bertali dengan ayat yang sebelumnya, menjadi peringatan bagi manusia agar menjaga jiwa jangan sakit. Sakit badan masih dapat diobat, sakit jiwa siapa yang tahu! Al-Qur'an inilah obat! Dia adalah laksana resep dari kehidupan. Induk obat ialah syukur ketika nikmat datang dan sabar jika cobaan datang menimpa. Begitulah jiwa baru sehat. Selamat dunia dan akhirat. Di dunia ialah hati yang terang dan kegembiraan hidup, dan di akhirat ialah nikmat karunia Allah yang berlipat ganda.
BEKERJA MENURUT BAKAT
Kemudian datanglah ayat yang selanjutnya,
Ayat 84
“Katakanlah, “Tiap-tiap orang beramal menurut bawaannya."
Dalam ayat ini tersebut syakilatihi yang telah kita artikan bawaannya. Karena tiap-tiap manusia itu ada pembawaannya masing-masing yang telah ditentukan Allah sejak masih diguligakan dalam rahim ibunya. Pembawaan itu ada macam-macam, berbagai warna, berbagai rupa, berbagai perangai, aneka ragam, sehingga yang satu tidak serupa dengan yang lain. Iklim atau alam tempat kita dilahirkan, entah kita orang pulau entah kita orang darat. Entah orang yang hidup di pegunungan entah hidup di tepi laut. Entah di daerah khatulistiwa ataupun di negeri yang mengandung empat musim, semuanya membuat syakilah. Demikian juga lingkungan orang tua yang melahirkan, demikian juga pendidikan dan pergaulan di waktu kecil, demikian juga pengalaman dan perantauan dan perlawatan, semuanya membuat bentuk jiwa.
Dalam pada itu tidak ada manusia yang serupa, kabarnya lebih tiga ribu juta manusia dalam dunia ini di zaman sekarang, tidaklah ada yang serupa. Sampai pun bunyi suaranya tidaklah serupa. Sidik jarinya tidaklah serupa. Maka di dalam ayat ini disuruhlah manusia itu bekerja selama hidup di dunia ini menurut bawaannya masing-masing itu. Sebab itu sudah seyogianya manusia itu mengenal siapa dirinya, supaya mudah dia menempuh jalan yang mudah ditempuh oleh bawaan dirinya itu. Supaya hidupnya jangan gagal dan jiwanya jangan sakit. Dan semua amal dalam dunia ini adalah baik dan mulia, asal saja dilakukan dalam garis yang ditentukan Allah. Itu sebabnya maka lanjutan ayat berbunyi,
“Maka Tuhan kamu lebih tahu siapa dia yang telah lebih mendapat petunjuk penjalanannya."
Memang Allah-lah yang lebih mengetahui ke mana jalan yang patut ditempuh dalam kita beramal, yang sesuai dengan bawaan atau yang disebut juga bakat. Oleh sebab itu maka di dalam mencari siapa sebenarnya diri
kita itu menjadi syarat mutlak kita mendekati Allah selalu, mencari ridha-Nya, melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya dan menghentikan apa yang dilarang-Nya. Maka dengan kepatuhan kepada Allah, Dia berjanji akan menunjuki kita jalan. (Perhatikan ayat peng-habisan dan surah al-'Ankabuut, ayat 69, dalam juz kedua puluh).