Ayat
Terjemahan Per Kata
وَمَن
dan barangsiapa
كَانَ
adalah
فِي
di
هَٰذِهِۦٓ
(dunia) ini
أَعۡمَىٰ
buta
فَهُوَ
maka dia
فِي
di
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhirat
أَعۡمَىٰ
lebih buta
وَأَضَلُّ
dan dia lebih tersesat
سَبِيلٗا
jalan
وَمَن
dan barangsiapa
كَانَ
adalah
فِي
di
هَٰذِهِۦٓ
(dunia) ini
أَعۡمَىٰ
buta
فَهُوَ
maka dia
فِي
di
ٱلۡأٓخِرَةِ
akhirat
أَعۡمَىٰ
lebih buta
وَأَضَلُّ
dan dia lebih tersesat
سَبِيلٗا
jalan
Terjemahan
Siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, di akhirat pun dia pasti buta dan lebih tersesat jalannya.
Tafsir
(Dan barang siapa yang di alam ini) di dunia ini (buta) tidak dapat melihat perkara yang hak (niscaya di akhirat nanti ia akan lebih buta lagi) lebih tidak dapat melihat jalan keselamatan dan lebih tidak dapat membaca Al-Qur'an (dan lebih tersesat jalannya) lebih jauh dari jalan yang hak. Ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Bani Tsaqif, yaitu sewaktu mereka meminta kepada Nabi ﷺ supaya ia menjadikan lembah tempat tinggal mereka sebagai tanah suci dan dengan mendesak mereka mengajukan permintaan itu kepada Nabi ﷺ
Tafsir Surat Al-Isra: 71-72
(Ingatlah) suatu hari (Yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya, maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. Dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). Allah ﷻ menceritakan tentang hari kiamat, bahwa Dia menghisab setiap umat berikut dengan pemimpin mereka masing-masing. Ulama tafsir berbeda pandapat sehubungan dengan tafsir ayat ini. Mujahid dan Qatadah mengatakan, makna yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah nabi mereka.
Berdasarkan pengertian ini, berarti ayat ini sama dengan yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Tiap-tiap umat mempunyai rasul; maka apabila telah datang rasul mereka, diberikanlah kepuiusan antara mereka dengan adil dan mereka (sedikit pun) tidak dianiaya. (Yunus: 47) Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa ayat ini merupakan kehormatan yang besar bagi para ahli hadis, sebab pemimpin mereka adalah Nabi ﷺ Ibnu Zaid mengatakan, yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah kitab mereka yang diturunkan kepada nabi mereka yang mengandung hukum-hukum syariat, dan pendapat ini dipilih oleh Ibnu Jarir. Telah diriwayatkan pula dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid bahwa ia telah mengatakan, yang dimaksud dengan pemimpin mereka ialah kitab-kitab mereka.
Dapat pula ditakwilkan dengan apa yang telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap-tiap umat dengan pemimpinnya. (Al-Isra: 71) Bahwa yang dimaksud dengan pemimpinnya ialah kitab amal perbuatan mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Al-Hasan, Ad-Dahhak; dan pendapat inilah yang paling kuat, karena dalam ayat yang lain disebutkan: Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata. (Yasin: 12) Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya. (Al-Kahfi: 49) Dapat pula diinterpretasikan bahwa makna yang dimaksud dengan imamihim ialah setiap kaum berikut orang-orang yang menjadi panutan mereka.
Maka ahli imam bermakmum kepada para nabi, dan orang-orang kafir bermakmum kepada pemimpin-pemimpin mereka. Pengertiannya sama dengan yang disebutkan firman-Nya: Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru (manusia) ke neraka. (Al-Qashash: 41) Di dalam kitab Sahihain disebutkan hadis berikut: Sungguh setiap umat akan mengikuti apa yang dahulu dis'em-bahnya, maka orang yang menyembah Tagut mengikuti Thaghut (kelak di hari kiamatnya). Adapun firman Allah ﷻ yang mengatakan: Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kalian diberi balasan terhadap apa yang telah kalian kerjakan. (Allah berfirman), "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadap kalian dengan benar.
Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kalian kerjakan." (Al-Jatsiyah: 28-29) Hal ini tidaklah bertentangan dengan peristiwa didatangkan-Nya Nabi ﷺ apabila Dia mengadakan keputusan hukum di antara umatnya. Karena sesungguhnya merupakan suatu keharusan bagi Nabi ﷺ menjadi saksi terhadap amal perbuatan utnatnya, sebagaimana yang disebutkan di dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan terang benderanglah bumi (Padang Mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya; dan diberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi. (Az-Zumar: 69) Dan firman Allah ﷻ: Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu). (An-Nisa: 41) Akan tetapi, makna yang dimaksud dengan imam dalam surat ini ialah kitab catatan amal perbuatan. Sebagai buktinya ialah dalam firman selanjutnya disebutkan: (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpin (kitab catatan amal)nya; dan barang siapa yang diberikan kitab amalnya di tangan kanannya, maka mereka ini akan membaca kitabnya itu. (Al-Isra: 71) Yakni karena senang dan bahagianya melihat catatan amal saleh yang ada di dalam kitab catatan amalnya, dia sangat suka membacanya.
Hal ini sama pengertiannya dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya dalam ayat lain, yaitu: Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata, "Ambillah, bacalah kitabku (ini). (Al-Haqqah: 19) sampai dengan firman-Nya: Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya. (Al-Haqqah: 25), hingga beberapa ayat berikutnya, Firman Allah ﷻ: mereka tidak dianiaya sedikit pun. (Al-Isra: 71) Dalam pembahasan yang jauh sebelum ini telah disebutkan bahwa al-fatil artinya serat yang memanjang pada bagian tengah biji kurma.
Sehubungan dengan hal ini Al-Hafiz Abu Bakar Al-Bazzar telah meriwayatkan sebuah hadis. Untuk itu ia mengatakan: -: ". telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ya'mur dan Muhammad ibnu Usman ibnu Karamah; keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ubaidillah ibnu Musa, dari Israil, dari As-Saddi, dari ayahnya, dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi ﷺ sehubungan dengan makna firman-Nya: (Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap-tiap umat dengan pemimpinnya. (Al-Isra: 71) Nabi ﷺ bersabda: Seseorang dari mereka dipanggil, lalu diberikan catatan amalnya, dari sebelah kanannya dan tubuhnya ditinggikan, wajahnya diputihkan (menjadi bersinar), dan dipakaikan di atas kepalanya sebuah mahkota mutiara yang berkilauan. Kemudian ia pergi menemui teman-temannya, dan teman-temannya melihatnya dari jauh; mereka berkata, "Ya Allah, datangkanlah dia kepada kami, dan berikanlah berkah kepada kami melalui orang ini." Lalu ia mendatangi mereka dan berkata kepada mereka, "Bergembiralah kalian, karena sesungguhnya masing-masing orang dari kalian akan mendapat hal yang semisal dengan ini.
Adapun orang kafir, maka wajahnya dihitamkan dan tubuhnya ditinggikan sehingga teman-temannya melihatnya. Maka mereka berkata, "Kami berlindung kepada Allah dari nasib yang dialami orang ini, atau dari keburukan yang diperoleh orang ini. Ya Allah, janganlah Engkau datangkan orang ini kepada kami." Maka ia mendatangi mereka, dan mereka berkata, "Ya Allah, hinakanlah dia. Ia menjawab, "Semoga Allah menjauhkan kalian dari rahmat-Nya, sesungguhnya masing-masing orang dari kalian akan memperoleh hal semisal ini.
Kemudian Al-Bazzar mengatakan bahwa hadis ini tidak ada yang meriwayatkannya kecuali melalui jalur ini. Firman Allah Swt: dan barang siapa yang buta (hatinya) di dunia ini. (Al-Isra: 72) Ibnu Abbas, Mujahid, dan Qatadah serta Ibnu Zaid mengatakan bahwa yang dimaksud ialah di dalam kehidupan dunia ini. Dan yang dimaksud dengan buta ialah buta terhadap hujah Allah, tanda-tanda kebesaranNya, dan keterangan-keterangan dari-Nya. niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta. (Al-Isra: 72) maksudnya, demikian pula keadaannya, yakni buta pula.
dan lebih sesat dari jalan (yang benar). (Al-Isra: 72) Yakni jauh lebih sesat dari apa yang dialaminya di dunia. Semoga Allah melindungi kita dari hal seperti ini."
Dan barang siapa buta hatinya di dunia ini, menempuh jalan yang sesat
dan durhaka kepada Tuhan, maka di akhirat dia akan buta pula hatinya
dan tersesat jauh dari jalan yang benar. Tidak ada waktu lagi untuk bertobat dan mencari keselamatan dari azab Tuhan. Kepada mereka diberikan catatan amalnya di tangan kirinya. Mereka itulah orang-orang
yang celaka disebabkan karena kesesatan dan kedurhakaannya kepada
Tuhan. Orang-orang kafir berupaya agar Nabi Muhammad mau menuruti
keinginan mereka, menyampaikan sesuatu yang lain dari apa yang diwahyukan oleh Allah. Nabi terdorong oleh harapannya yang sangat
kuat agar mereka masuk Islam, hampir saja tergoda oleh bujuk rayu
orang-orang kafir itu, akan tetapi Allah meneguhkan hatinya sehingga
keinginan orang kafir itu tidak terlaksana. Dan mereka, orang-orang kafir, hampir memalingkan engkau wahai Nabi Muhammad dari apa yang
telah Kami wahyukan kepadamu, yaitu menyangkut perintah dan larangan, janji dan ancaman yang terkandung dalam Al-Qur'an, dan menyuruhmu agar engkau mengada-ada menyampaikan sesuatu yang lain dari
apa yang termaktub dalam Al-Qur'an itu terhadap Kami; dan jika engkau berbuat demikian tentu mereka menjadikan engkau sahabat yang setia,
sebab engkau menuruti kehendaknya dan melaksanakan perintahnya.
Kemudian dijelaskan bahwa barang siapa yang buta hatinya di dunia, yakni yang tidak mau melihat kebenaran petunjuk Allah, dan tidak mau memperhatikan tanda-tanda kekuasaan-Nya, niscaya di akhirat nanti ia lebih buta dan tidak dapat mencari jalan untuk menyelamatkan dirinya dari siksaan neraka. Bahkan, mereka lebih sesat lagi dari keadaannya di dunia, karena roh mereka pada waktu itu ialah roh pada waktu di dunia juga. Roh yang dibangkitkan Allah ﷻ di akhirat ialah roh yang keluar dari jasadnya ketika meninggal dunia seperti buah-buahan yang muncul dari batangnya. Buah dan batang mempunyai sifat yang sama. Demikian pula roh manusia pada waktu itu, dia bangkit dengan membawa seluruh sifat, akhlak, dan amalnya. Ia mengetahui keadaan dirinya. Ia merasa bahagia ataupun celaka sesuai dengan keadaan dirinya. Apabila keadaan roh manusia itu lalai di dunia, di akhirat pun akan lalai karena ia telah mengabaikan berbagai sarana dan alat untuk menguasai ilmu, dan terbiasa malas mengamalkan perintah Allah. Ia pun akan mengumpat-umpat dan mencerca dirinya sendiri.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
KEMULIAAN ANAK ADAM
Ayat 70
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam itu."
Banyak sekali kemuliaan yang diberikan kepada anak Adam. Yang terutama ialah dia diberi akal dan pikiran, diberi khayat untuk memikirkan zamannya yang lampau, yang sekarang dan zaman depan dan diberi dia ilham. ath-Thabari mengatakan, “Manusia makan dengan jarinya, tidak mulutnya yang langsung tercecah ke tanah." Adh-Dhahhak mengatakan, “Manusia pandai berkata-kata dan membedakan." Atha mengatakan, “Tegak manusia lurus." Yaman mengatakan, “Rupa manusia cantik!" Ath-Thabari mengatakan,
“Manusia dapat memerintah segala makhluk." “Dan Kami beri mereka kendaraan di darat dan di laut." Kendaraan di laut sejak dari biduk, sekunar, jung, perahu, bahtera sampai kapal yang semodern-modernnya, sebagai yang telah disebutkan di ayat-ayat yang lalu, alamat sayang Allah kepada manusia. Di darat ada kuda dan ada kendaraan modern, sampai kepada kendaraan di udara."Dan Kami beri mereka rezeki dengan yang baik-baik." Buah-buahan yang lezat, daging yang empuk, air susu dan makanan yang dimasak.
“Dan Kami lebihkan mereka daripada kebanyakan makhluk Kami, dengan sebenar-benar kelebihan."
Sebenar-benar kelebihan itu dapat dilihat pada kemajuan hidup manusia, bertambah lama bertambah maju, dari gua batu, sampai bertani, menangkap ikan, dan sampai berniaga dari pulau ke pulau, benua ke benua, dan sampai terbang di udara, menyelam di laut dan di zaman mutakhir ini telah mencapai bulan.
Kemudian itu diperingatkanlah bahwa hidup anak Adam yang telah diberi kemuliaan itu tidaklah terhenti hingga dunia ini saja.
Ayat 71
“Ingatlah hari itu, yang akan Kami panggil tiap-tiap manusia dengan imam mereka."
Setelah hidup dalam kemuliaan yang diberi Allah, manusia itu akan mati, kemudian itu akan dibangkitkan kembali di hari yang akhir, lalu mereka akan dipanggil, akan ditanya betapa dia melalui hidupnya dan siapa pemimpinnya (imamnya) yang diikutinya dan yang mengajarnya. Sebab telah diterangkannya bahwa di waktu hidup itu dia tidak sunyi dari intaian musuhnya, yaitu iblis. Maka kalau hasil pertanyaan itu baik, bahagialah nasibnya. Karena kemuliaan yang dianugerahkan kepadanya telah dipakainya sebaik-baiknya."Maka barangsiapa yang diberikan kitabnya di tangan kanannya, mereka itu akan membaca kitab mereka." Tentu saja dengan gembira sebab hasilnya baik.
“Dan tidak dianiaya sedikit jua pun."
Dan tentu saja akan pergilah mereka ke tempat yang ditentukan buat mereka, yaitu surga.
Ayat 72
“Dan barangsiapa yang di sini buta."
Di dunia ini buta. Buta hati dan agama sehingga tidak ada imam yang dijadikan ikutan menempuh hidup,
“Maka di akhirat pun dia akan buta, dan lebih sesatlah jalannya."
Karena dari semula tidak ada pimpinan (imam), sampai pun ke akhirat gelaplah jalan yang ditempuh, buta dan buntu, sampai ke neraka menurutkan iblis. Karena kalau tidak beriman kepada kebenaran, niscaya terpilih imam kepada kesesatan, dan sesat terus-menerus. Na'udzubillah!
Menjadi perbincangan juga di antara ahli-ahli tafsir, siapa dan apa yang dimaksud dengan imam dalam ayat 71 ini. Mujahid dan Qatadah menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan imam ialah nabi-nabi yang diutus Allah kepada tiap-tiap kaum. Sebab nabi-nabi atau rasul-rasul itu kelak akan dipanggil Allah menjadi saksi atas perbuatan umat mereka, (surah an-Nisaa' ayat 41). Malahan seketika ayat ini dibaca oleh Abdullah bin Mas'ud di hadapan Rasulullah ﷺ tidak tertahan air mata beliau. Menurut Ibnu Jarir ath-Thabari, “Imam ialah kitab yang diturunkan Allah kepada seorang rasul dan disampaikan kepada umatnya, maka kitab itu kelak akan jadi saksi atas perbuatan mereka."
Tetapi, Ibnu Katsir menulis dalam tafsirnya, “Mungkin sekali yang dimaksud dengan imam mereka di sini artinya ialah tiap-tiap kaum mengikut siapa yang diimamkannya. Orang-orang yang beriman, berimamlah mereka kepada nabi-nabi mereka, dan orang-orang kafir berimam pula kepada imam kafirnya. Sebab ada juga tersebut di dalam Al-Qur'an tentang imam-imam ikutan yang membawa orang ke neraka itu. (surah al-Qashash ayat 41). Dan pada sebuah hadits yang shahih bunyinya,
“Sesungguhnya tiap-tiap umat itu akan mengikut apa yang dia sembah. Mana yang mengikut thawaghit (berhala-berhala atau manusia-manusia yang diberhalakan), maka mereka itulah yang diiringkannya." (Hadits Shahih)
Maka tersebutlah dalam sebuah hadits yang panjang, diriwayatkan oleh al-Bazzaar dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah ﷺ pernah menerangkan tentang arti “setiap manusia akan dipanggil dengan imam mereka." Berkata beliau ﷺ, “Seorang di antara mereka pun dipanggil lalu diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka bertambah tinggi semampailah tubuhnya, putih bersinar wajahnya, dan diletakkanlah ke atas kepalanya sebuah mahkota yang bertatahkan mutiara-mutiara yang berkilau-kilauan. Setelah itu kembalilah dia kepada teman-temannya. Dari jauh mereka itu telah melihat dia. Lalu mereka berkata, “Ya Allah, beri pulalah kami yang serupa itu, dan beri berkatlah kami pada yang seperti itu." Maka dia pun datang dan berkata, “Senangkanlah hati kalian karena tiap-tiap kalian akan mendapat yang seperti ini pula." Adapun orang yang kafir maka hitamlah mukanya dan tertonjollah tubuhnya, dan kelihatan pula dia oleh teman-temannya, lalu mereka pun berkata, “Kami berlindung kepada Allah dari yang semacam ini, ya Allah, janganlah kami diberi yang semacam ini. Maka kembalilah dia kepada mereka, lalu serentak berkata, “Ya Allah, celakalah dia!" Orang itu pun berkata, “Dijauhkan Allah kamu setiap kamu akan mendapat seperti aku juga."
Di sini dapatlah kita mengambil kesimpulan bahwa yang dijadikan imam itu ialah siapa yang kita pilih dari masa kita hidup ini. Kalau terpilih imam yang membawa kepada kesesatan, karena kurangnya perjalanan akal sendiri, kecelakaanlah yang akan menimpa. Apatah lagi pada ayat 61 sampai 65 di atas telah dijelaskan oleh Allah bahwa iblis telah mengatakan bahwa dia akan merayu membujuk dan menipu agar keturunan Adam dapat mengikuti perintahnya dan dapat mengangkatnya jadi imam. Dan Allah telah mengizinkan iblis berbuat begitu. Dan Allah pun menegaskan bahwa hamba-hamba-Ku (Ibadi) tidaklah dapat engkau kuasai dan engkau pengaruhi. Maka diutuslah oleh Allah imam-imam sejati yang akan diikut. Imam kita umat Muhammad ialah Muhammad ﷺ itu sendiri. Bagaimana langkah kita menuruti jejak beliau tertulislah di dalam kitab yang kelak akan kita terima pada Yaumul Hisab, hari perhitungan. Kalau benar-benar Muhammad yang kita ikut, kitab kesaksian imamah itu akan kita terima dari sebelah kanan; dan kita akan membacanya dengan gembira; sepicing kelam pun kita tidak akan teraniaya. Karena tulisan itu jelas, yang kita teladan pun jelas.
Imam selain dari Muhammad adalah imamat yang buta. Jalan tak tentu ujung, meraba-raba dalam gelap. Sampai ke ujung gelap juga.