Ayat
Terjemahan Per Kata
وَإِذَا
dan apabila
مَسَّكُمُ
menimpa kamu
ٱلضُّرُّ
bahaya
فِي
di
ٱلۡبَحۡرِ
lautan
ضَلَّ
hilanglah
مَن
siapa
تَدۡعُونَ
kamu seru
إِلَّآ
kecuali
إِيَّاهُۖ
kepada-Nya
فَلَمَّا
maka/tetapi manakala
نَجَّىٰكُمۡ
Kami menyelamatkanmu
إِلَى
ke
ٱلۡبَرِّ
daratan
أَعۡرَضۡتُمۡۚ
kamu berpaling
وَكَانَ
dan adalah
ٱلۡإِنسَٰنُ
manusia
كَفُورًا
ingkar/kufur
وَإِذَا
dan apabila
مَسَّكُمُ
menimpa kamu
ٱلضُّرُّ
bahaya
فِي
di
ٱلۡبَحۡرِ
lautan
ضَلَّ
hilanglah
مَن
siapa
تَدۡعُونَ
kamu seru
إِلَّآ
kecuali
إِيَّاهُۖ
kepada-Nya
فَلَمَّا
maka/tetapi manakala
نَجَّىٰكُمۡ
Kami menyelamatkanmu
إِلَى
ke
ٱلۡبَرِّ
daratan
أَعۡرَضۡتُمۡۚ
kamu berpaling
وَكَانَ
dan adalah
ٱلۡإِنسَٰنُ
manusia
كَفُورًا
ingkar/kufur
Terjemahan
Apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang kamu seru, kecuali Dia. Akan tetapi, ketika Dia menyelamatkan kamu ke daratan, kamu berpaling (dari-Nya). Manusia memang selalu ingkar.
Tafsir
(Dan apabila kalian ditimpa bahaya) maksudnya marabahaya (di lautan) karena takut tenggelam (niscaya hilanglah) lenyaplah dari hati kalian (siapa yang kalian seru) tuhan-tuhan yang kalian sembah itu, karena itu kalian tidak menyeru mereka (kecuali Dia) Allah ﷻ maka pada saat itu kalian hanya berseru kepada-Nya semata, karena kalian berada dalam marabahaya, sedangkan kalian mengetahui, bahwa tiada yang dapat melenyapkannya melainkan hanyalah Dia (maka tatkala Dia menyelamatkan kalian) dari tenggelam, lalu Dia menyampaikan kalian (ke daratan, kalian berpaling) dari mentauhidkan-Nya. (Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih) banyak mengingkari nikmat-nikmat Allah.
Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia; maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih. Allah ﷻ menceritakan bahwa sesungguhnya manusia itu apabila tertimpa bahaya, pastilah mereka berseru kepada-Nya seraya bertobat kepada-Nya dan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya. Disebutkan oleh firman-Nya: Dan apabila kalian ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilanglah siapa yang kalian seru, kecuali Dia. (Al-Isra: 67) Yakni lenyaplah dari hati kalian segala sesuatu yang kalian sembah selain Allah ﷻ Seperti yang terjadi pada diri Ikrimah ibnu Abu Jahal ketika ia melarikan diri dari Rasulullah ﷺ pada hari kemenangan kaum muslim atas kota Mekah.
Ikrimah melarikan diri dan menaiki perahu dengan tujuan ke negeri Habsyah. Di tengah laut tiba-tiba bertiuplah angin badai. Maka sebagian kaum yang ada dalam perahu itu berkata kepada sebagian yang lain, "Sesungguhnya tiada gunanya bagi kalian melainkan jika kalian berdoa kepada Allah semata." Maka Ikrimah berkata kepada dirinya sendiri, "Demi Allah, sesungguhnya jika tiada yang dapat memberikan manfaat (pertolongan) di lautan selain Allah, maka sesungguhnya tiada yang dapat mamberikan manfaat di daratan selain Dia juga.
Ya Allah, saya berjanji kepada Engkau, seandainya Engkau selamatkan aku dari amukan badai laut ini, aku benar-benar akan pergi menemui Muhammad dan akan meletakkan kedua tanganku pada kedua tangannya (yakni menyerahkan diri), dan aku merasa yakin akan menjumpainya seorang yang belas kasihan lagi penyayang." Akhirnya selamatlah mereka dari laut itu. Lalu mereka kembali kepada Rasulullah ﷺ, dan Ikrimah masuk Islam serta berbuat baik dalam masa Islamnya.
Semoga Allah melimpahkan ridha-Nya kepada Ikrimah dan memuaskannya dengan pahala-Nya. Firman Allah ﷻ: maka tatkala Dia menyelamatkan kalian ke daratan, kalian berpaling. (Al-Isra: 67) Maksudnya, kalian lupa kepada pengakuan kalian yang kalian ikrarkan di laut, yaitu bahwa Allah Maha Esa; lalu kalian berpaling, tidak mau menyembah dia Yang Maha Esa lagi tiada sekutu bagi-Nya. Dan manusia itu adalah selalu tidak berterima kasih. (Al-Isra: 67) Yakni tabiat manusia itu ialah selalu lupa kepada nikmat Allah dan mengingkarinya, kecuali hanya orang-orang yang dipelihara oleh Allah dari hal tersebut."
Dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, diterpa angin kencang
atau ombak yang besar, niscaya hilang dari ingatanmu semua berhala
dan tuhan-tuhan yang biasa kamu seru, kecuali Dia, kamu hanya mengingat Dia dan bermohon kepada-Nya agar menyelamatkan kamu dari
bahaya yang menimpa. Tetapi ketika Dia, Allah, telah menyelamatkan
kamu sehingga kamu dapat kembali dengan selamat ke daratan, kamu
berpaling dari-Nya, tidak lagi mengesakan-Nya dan tidak lagi bergantung kepada-Nya, karena kamu merasa telah bebas dari bahaya. Dan
manusia memang selalu ingkar, tidak mensyukuri nikmat yang dianugerahkan Allah kepada-Nya, kecuali orang-orang yang taat dan mendapat
petunjuk-Nya. Maka apakah kamu benar-benar telah merasa aman bahwa Dia tidak
akan membenamkan sebagian daratan bersama kamu, sebelum kamu tiba
dengan selamat ke pantai, atau Dia meniupkan angin keras yang membawa batu-batu kecil' Dan kamu tidak akan mendapat seorang pelindung
pun, yang dapat melindungi kamu dari bahaya yang menimpamu.
Kemudian Allah mengungkapkan keadaan orang-orang kafir ketika ditimpa mara bahaya yang mengancam jiwanya. Mereka tidak dapat mengharapkan pertolongan kecuali dari Allah, yang berkuasa mendatangkan manfaat dan menolak bahaya. Allah ﷻ menyatakan bahwa apabila orang kafir ditimpa mara bahaya di lautan, niscaya hilang harapan mereka untuk meminta bantuan dan pertolongan kepada berhala-berhala, jin, malaikat, pohon-pohon, dan batu-batu yang mereka sembah. Pada saat yang gawat itu, yang mereka ingat hanyalah Allah Yang Maha Esa yang berkuasa dan mampu menghilangkan bahaya itu, maka mereka meminta pertolongan kepada-Nya. Namun, apabila Allah telah mengabulkan permintaan mereka, yakni mereka telah terlepas dari bencana topan dan badai yang hampir menenggelamkan mereka, dan tiba di darat dengan selamat, mereka pun kembali berpaling menjadi orang-orang yang mengingkari nikmat-nikmat Allah dan kembali menyekutukan-Nya dengan tuhan yang lain.
Allah menegaskan bahwa tabiat manusia cenderung melupakan nikmat yang mereka terima dan selalu tidak beriman atau tidak mau berterima kasih kepada Zat yang memberikan nikmat itu. Ini adalah keanehan yang terdapat pada diri manusia kecuali hamba-Nya yang selalu berada dalam bimbingan dan perlindungan-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MELAYARI LAUTAN
Setelah Allah menerangkan betapa hebatnya perjuangan anak Adam dengan musuh turunannya, yaitu iblis, maka pada ayat yang ini Allah pun menerangkan pula kehebatan perjuangan manusia menempuh ombak dan gelombang dalam lautan yang besar dalam pelayaran. Allah berfirman,
Ayat 66
“Tuhan kamu, Dialah yang meloyalkan bagi kamu kapal-kapal di laut."
Ternyatalah di sini bahwa kehidupan di laut adalah pula sebagian yang penting dalam perjuangan manusia. Allah menyediakan laut dan Allah memberi ilham bagi manusia membuat kapal untuk melayarinya, “Supaya kamu mencari karunia-Nya."
Dengan takdir Allah lebih luaslah lautan daripada daratan. Manusia hidup di darat, tetapi mesti berlayar di laut untuk mencari daratan lain yang didiami manusia. Karena dan sebab perubahan iklim dan bertinggi-rendahnya muka bumi, tidaklah ada satu bagian pun dari dunia itu yang cukup keperluannya di tempatnya sendiri. Ada hasil bumi di bagian sini berlebih tetapi ada pula yang kurang; dan yang lebih di sini itu tidak ada di bagian lain. Yang ada pada-Nya dan berlebih ialah yang di sini sangat pula diperlukan. Di sinilah asal timbulnya perniagaan karena yang satu memerlukan yang lain. Dari pelayaran kepentingan diharapkannya laba. Dan laba itu adalah karunia Allah. Manusia disuruh mencari laba karunia itu. Manusia dilarang berdiam diri saja dengan tidak berusaha. Sebab itulah maka pada ujung ayat Allah berfirman,
“Sesungguhnya Dia teihadap kepada kamu adalah amat sayang."
Dapatlah kita lihat pada peta bumi bahwa hanya seperlima tanah daratan, yang menjadi benua-benua dan pulau-pulau dan kecil. Adapun yang empat perlima lagi adalah lautan semata-mata. Kadang-kadang berhari-hari berlayar hanya gelombang dan langit saja yang kelihatan. Kadang-kadang ada agak tenang, tetapi lautan besar tidaklah bercerai dari gelombang, Kadang-kadang timbul topan halim-bubu sehingga kapal laksana jadi mainan saja, dan perasaan manusia jadi kecut.
Ayat 67
“Dan apabila mengenai atas diri kamu bahaya di taut, sia-sialah apa yang kamu ... selain Dia."
Menunjukkan pengalaman manusia dalam pelayaran jika bahaya mengancam, ombak gelombang sebesar gunung, bahtera sudah laksana permainan saja dibuatnya. Air sudah masuk tak tertahan lagi ke atas geladak kapal sehingga manusia yang menumpangnya sudah sangat cemas dan ketakutan, kalau-ka-lau di sinilah sampai ajalnya. Di waktu itu semuanya menyeru, semuanya berdoa. Di waktu itu orang tidak lagi mengingat hendak minta tolong kepada berhala atau kepada Tuan Guru yang mereka puja; semuanya sia-sia belaka. Di waktu itu orang langsung menyeru nama Allah. Allah Yang Maha Esa, Mahakuasa!
Kemudian itu datanglah sambungan ayat, “Tetapi, setelah diselamatkan-Nya kamu ke da-ratan, kamu pun berpaling."
Itulah yang banyak kejadian. Di kala hebatnya bahaya mengancam, semua mengingat Allah, semua menyeru Allah, bahkan banyak yangbernadzardanberjanjijikaselamatsampai di daratan akan berbuat kebajikan. Tetapi, tidak berapa lama kemudian langit pun cerah, hujan pun teduh, angin pun reda, ombak tidak besar lagi, dan tanah daratan yang akan dituju telah tampak. Maka kelihatan lah orang-orang yang tadinya bergelung, muntah-muntah, ber-doa-doa, pergi berdiri ke buritan melihat pantai dengan gembiranya. Seakan-akan semalam tidak terjadi apa-apa. Dan setelah kapal berlabuh, semuanya pun turun ke darat. Sampai di darat, mereka pun menuju ke tujuan masing-masing mengulangi lagi hidupnya yang biasa. Yang lalai tetap dalam kelalaiannya, yang lengah tetap lengah dan yang lupa sama sekali pun ada. Tidak mereka ingat bahwa satu-satu waktu mereka pun akan kembali ke laut Maka tepatlah firman Allah di penutup ayat,
“Dan adalah manusia pelupakan jasa."
Tetapi, apakah kamu akan di darat terus? Apakah bahaya yang lain tidak mengancammu pula? Secara khusus adalah berlayar di lautan, dan secara umum kehidupan di dunia itu sendiri pada hakikatnya adalah pelayaran jua. Pergantian di antara angin badai dan angin sepoi. Dan di mana-mana mudah saja bahaya itu datang. Firman Allah,
Ayat 68
“Apakah kamu menasa aman jika ditimpakan-Nya kepada kamu sebagian daratan itu?"
Sedang kamu senang-senang di daratan itu, sedang kamu berpaling dan melupakan jasa Allah terhadap dirimu, apakah kamu kira bahwa darat tempat kamu berpijak itu tidak dapat meletus dan menimpa dirimu? Tanah dapat longsor? Tebing dapat runtuh? Gunung pun bisa meletus? Apalah artinya dirimu yang kecil ini kalau hal itu kejadian? “Atau Dia kirim kepada kamu angin badai yang lebih besar." Sehingga runtuh dan tumbanglah pohon-pohon yang besar, atau dihancurkannya rumah-rumah tempat manusia tinggal? Atau datang banjir besar sehingga binasa segala bangunan dan sawah ladang.
“Kemudian tidak kamu dapati untuk diri kamu satu penolong pun."
Karena semua orang telah terlibat dalam bahaya itu.
Janganlah kamu berpaling dan janganlah kamu lupakan itu. Walaupun engkau telah tiba di darat, di darat pun bahaya bila-bila dapat saja datang mengancam.
Ayat 69
“Atau apakah kamu akan merasa aman jika dikembalikannya kamu kepadanya sekali lagi"
Artinya, kalau kiranya tiba-tiba kamu terpaksa pula berlayar lagi menempuh lautan lepas, apakah kamu telah merasa bahwa pelayaran yang sekarang tidak lagi akan berbahaya sebagai pelayaran yang dahulu itu? Yang nyaris menewaskan kamu? Mana jaminan, padahal laut demikian luasnya? “Lalu Dia kirim kepada kamu kebinasaan dan angin." Yang angin di laut itu kadang-kadang tiba-tiba saja. Mulanya hari bagus, langit cerah, tiba-tiba kelihatan segumpal awan kecil di sebelah barat. Tidak berapa menit kemudian dia telah menjadi awan besar, dan datanglah angin; kian lama kian keras dan ombak pun besar lagi, sekarang besarnya ombak dan hebatnya angin, layar-layar tidak dapat lagi dikembangkan, bahkan kadang-kadang pun patah! “Kemudian Dia tenggelamkan kamu karena kekufuran kamu." Karena ketika bahaya yang pertama menimpa, kamu ingat Allah dan setelah selamat sampai di daratan, kamu pun berpaling. Dan setelah naik kapal lagi kamu acuh tak acuh saja dengan Allah. Dan setelah tenggelam tidak ada sediaan buat menemui Allah di dalam jiwamu,
“Kemudian, kamu pun mendapat, buat menentang Kami, atau penangkis pun."
Dengan apa akan ditangkis, begitu besarnya Baharullah, Lautan Allah, dan begitu kecil kapal yang kamu tumpangi dan begitu kecilnya kamu di dalam kapal itu.
Oleh sebab itu patutlah seorang yang beriman ingat kembali akan pangkal dari hal pelayaran ini, sebagai yang tersebut di ayat 66 di atas tadi. Lautan yang lima kali daratan luasnya memang buat dilayari, buat mencari karunia Allah (fadhlillah), dan dapatnya manusia membuat kapal untuk melayarinya adalah alamat kasih sayang Allah. Sebab itu dimana saja kita berada, baik di daratan atau di laut, di kapal atau di kapal terbang, jangan lupa kepada Allah.
Sebab apabila kita berlayar, meskipun kapal di zaman modern ini sudah sangat jauh lebih maju daripada zaman purba, sudah dijalankan dengan motor dan sudah sebagai sebuah kota yang mengambang di air dan kapal udara pun telah melebihi kecepatan udara, namun bahaya tidak jugalah dapat dielakkan. Maka kalau hidup kita selalu mengingat dan berbakti kepada Ilahi di mana saja pun kita berada, jika datang juga bahaya itu, semoga kita tidak akan mati di dalam keadaan kufur.
Nabi ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya mati terbunuh adalah syahid juga, dan mati karena penyakit taun (kolera, sampar, dan penyakit-penyakit menular yang lain) adalah syahid juga, dan mati tenggelam di laut adalah syahid juga, dan perempuan man beranak kecil (mati anak dalam perutnya) pun syahid juga." (HR Imam Ahmad dan ath-Thabrani)