Ayat
Terjemahan Per Kata
وَقُل
dan katakanlah
لِّعِبَادِي
kepada hamba-hamba-Ku
يَقُولُواْ
mereka mengucapkan
ٱلَّتِي
yang
هِيَ
ia
أَحۡسَنُۚ
lebih baik
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلشَّيۡطَٰنَ
syaitan
يَنزَغُ
mengganggu
بَيۡنَهُمۡۚ
diantara mereka
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلشَّيۡطَٰنَ
syaitan
كَانَ
adalah
لِلۡإِنسَٰنِ
bagi manusia
عَدُوّٗا
musuh
مُّبِينٗا
nyata
وَقُل
dan katakanlah
لِّعِبَادِي
kepada hamba-hamba-Ku
يَقُولُواْ
mereka mengucapkan
ٱلَّتِي
yang
هِيَ
ia
أَحۡسَنُۚ
lebih baik
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلشَّيۡطَٰنَ
syaitan
يَنزَغُ
mengganggu
بَيۡنَهُمۡۚ
diantara mereka
إِنَّ
sesungguhnya
ٱلشَّيۡطَٰنَ
syaitan
كَانَ
adalah
لِلۡإِنسَٰنِ
bagi manusia
عَدُوّٗا
musuh
مُّبِينٗا
nyata
Terjemahan
Katakan kepada hamba-hamba-Ku supaya mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (dan benar). Sesungguhnya setan itu selalu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia.
Tafsir
(Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku) yang beriman ("Hendaklah mereka mengucapkan) kepada orang-orang kafir kalimat (yang lebih baik." Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan) yakni kerusakan (di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia) jelas permusuhannya. Sedangkan yang dimaksud dengan kalimat yang lebih baik itu ialah dijelaskan oleh firman selanjutnya, yaitu:.
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. Allah ﷻ memerintahkan kepada hamba dan Rasul-Nya Nabi Muhammad ﷺ agar memerintahkan kepada hamba-hamba Allah yang beriman, hendaklah mereka dalam khotbah dan pembicaraannya mengucapkan kata-kata yang terbaik dan kalimat yang menyenangkan. Karena sesungguhnya jika mereka tidak melakukan hal mi, tentulah setan akan menimbulkan permusuhan di antara mereka dengan membakar emosi mereka, sehingga terjadilah pertengkaran dan peperangan serta keburukan. Sesungguhnya setan adalah musuh Adam dan keturunannya sejak setan menolak bersujud kepada Adam dan menampakkan permusuhannya terhadap Adam.
Karena itulah maka Nabi ﷺ melarang seseorang mengacungkan senjatanya kepada saudara semuslimnya, karena dikhawatirkan setan akan merasuki tangannya, dan adakalanya senjatanya itu ditimpakan kepada saudaranya tanpa kesengajaan darinya. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Hammam, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Jangan sekali-kali seseorang di antara kalian mengacungkan senjatanya terhadap saudaranya, karena sesungguhnya seseorang di antara kalian tidak akan mengetahui bila setan mengayunkan lengannya, sehingga terjerumuslah dia ke dalam lubang neraka. Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkannya melalui hadis Abdur Razzaq. -[ Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Zaid, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa seorang lelaki dari kalangan Bani Salit telah menceritakan kepadanya bahwa ia pernah datang kepada Nabi ﷺ yang saat itu sedang berada di tengah-tengah sejumlah sahabatnya, Ia mendengar Nabi ﷺ bersabda: Orang muslim adalah saudara orang muslim, ia tidak boleh berbuat aniaya terhadapnya dan tidak boleh menghinanya.
Takwa itu adanya di sini. Hammad mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda demikian seraya mengisyaratkan tangannya ke arah dadanya sendiri. Dan tidaklah dua orang lelaki saling menyukai karena Allah, lalu keduanya dipisahkan kecuali hanya oleh pembicaraan yang diutarakan oleh salah seorangnya, sedangkan si pembicara itu membicarakan keburukan, si pembicara membicarakan keburukan, si pembicara membicarakan keburukan."
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Kuyang beriman apabila mereka
berkata kepada kaum musyrikin, Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik dan benar walaupun mereka bersikap keras dan
berkata kasar kepadamu. Sungguh, setan itu senantiasa mencari peluang
dan berusaha menimbulkan perselisihan di antara mereka, yakni orangorang yang beriman. Sungguh, setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia. Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu wahai kaum musyrik. Jika
Dia menghendaki, niscaya Dia akan memberi rahmat kepadamu, dengan
memberi petunjuk kepadamu sehingga kamu beriman, dan jika Dia
menghendaki, Dia akan mengazabmu, disebabkan karena keburukan perbuatanmu dan kekufuranmu, sehingga kamu mati dalam kekufuran.
Dan Kami tidaklah mengutusmu wahai Nabi Muhammad untuk menjadi
penjaga bagi mereka yang mencegah mereka dari kekufuran atau memaksa mereka kepada iman.
Allah memerintahkan kepada Rasulullah agar mengatakan kepada semua hamba-Nya supaya mengucapkan perkataan yang lebih baik pada saat berbicara atau berdebat dengan orang-orang musyrik ataupun yang lainnya. Agar mereka tidak menggunakan kata-kata yang kasar dan caci-maki yang akan menimbulkan kebencian, tetapi hendaklah menggunakan kata-kata yang benar dan mengandung pelajaran yang baik.
Allah ﷻ berfirman:
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik. (an-Nahl/16: 125). Perhatikan pula al-'Ankabut/29: 46.
Allah ﷻ menjelaskan alasan larangan-Nya itu, yaitu setan bisa merusak suasana dan menyebarkan bencana di antara kaum Mukminin dengan orang-orang musyrik ketika mereka berbicara kasar dan berselisih. Perselisihan di kalangan mereka bisa menimbulkan pertentangan, bahkan perkelahian. Dalam hal ini, Rasulullah ﷺ pernah melarang seorang laki-laki Muslim menudingnya dengan menggunakan sepotong besi, karena khawatir kalau-kalau setan melepaskan senjata itu dari tangannya lalu meluncur mengenai Rasul. Hal ini akan menyebabkan orang itu berdosa dan dimasukkan ke dalam neraka.
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Janganlah seorang di antara kamu mengacung- acungkan senjata kepada saudaranya, karena sesungguhnya ia tidak mengetahui, boleh jadi setan melepaskan senjata dari tangannya, sehingga dia akan masuk ke lembah neraka. (Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairah)
Kemudian Allah menegaskan bahwa setan adalah musuh yang nyata bagi manusia. Permusuhan di antara keduanya sudah berlangsung lama. Dalam ayat lain Allah ﷻ berfirman:
Kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan dan dari kiri mereka. (al-A'raf/7: 17).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MEMILIH KATA-KATA
Ayat 53
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku Itu supaya mereka mengucapkan kata-kata yang lebih baik. “
Inilah pesan Allah dengan perantaraan Rasul-Nya kepada orang-orang yang telah masuk lingkungan orang-orang yang beriman dan Allah telah berkenan memanggilkan mereka “hamba-hamba Ku" panggilan yang jadi kebanggaan Mukmin. Di dalam mengucapkan kata-kata, hendaklah hamba-hamba yang utama dan Allah memilih kata-kata yang lebih baik. Kalau ada beberapa kalimat yang serupa maksudnya, pilihlah kata-kata yang enak didengar telinga, yang menunjukkan sopan santun orang yang mengucapkannya, baik bercakap sesama sendiri atau mempercakapkan soal-soal kepercayaan dengan orang yang belum Islam.
Sesuai sekali maksud ayat ini dengan peribahasa orang Melayu yangdisebutbudi bahasa. Artinya, bahasa yang diucapkan manusia dengan lidahnya, disadari atau tidak, adalah timbul dari budinya. Budi adalah keadaan ruhari manusia atau sifat batinnya. Sifat batin itulah yang dinamai makna, dan kalimat-kalimat yang mengalir dari mulut dan lidah adalah ungkapan dari makna yang terkandung dalam batin itu. Lantaran itu, bahasa manusia dipengaruhi oleh budinya.
Orang Minangkabau menjelaskan lagi dalam kebudayaan mereka bahwa berlaku hormat kepada orang lain, menerima alat jamu atau tetamu dengan segala hormat, menghormati guru, mengasihi murid, berkata-kata dengan penuh hormat kepada yang patut dihormati, orang Minangkabau menamainya berbahasa (babaso).
Maka apabila kita renungkan maksud ayat ini dapatlah kita memahami bahwa memilih kata-kata yang baik dan yang pantas termasuk budi pekerti yang tinggi. Dan dalam ilmu kesusasteraan Arab, ilmu bahasa yang indah itu dinamai Ilmul-Adaab. Tegasnya ilmu berbahasa yang indah, kesusastraan yang bermutu, adalah sebagian dari budi pekerti yang luhur jua.
Teladanlah percakapan wahyu Allah sendiri kepada Nabi-Nya, yang selalu memakai bahasa terpilih. Sebabnya ialah, “Sesungguhnya setan akan mengacau di antara mereka." Kalau tercampur kata-kata yang tidak terpilih, kata yang hanya sembarang kata, setan bisa mengacau, menimbulkan salah terima atau salah pengertian. Bercakap sesama sendiri dapat mengganggu hubungan kasih sayang, apatah lagi kalau bercakap dengan orang yang masih menentang agama. Usahakan mereka tertarik, mungkin bertambah jauh,
“sesungguhnya setan itu bagi manusia adalah musuh yang nyata."
Maka apabila kekacauan telah timbul, yang berasal dan penyalahgunaan kata-kata, berhasillah maksud setan, menimbulkan permusuhan di kalangan manusia.
Kadang-kadang timbul kata-kata yang tidak terpilih, yang timbul karena maksud yang baik pada mulanya, yaitu hendak mengajak orang lain kepada kebenaran. Tetapi, caranya sudah salah. Kita tidak boleh memasukkan kebenaran yang kita yakini dengan paksaan. Yang akan memberi petunjuk membuka hati orang bukanlah kita, melainkan Allah. Selanjutnya Allah herfirman,
Ayat 54
Tuhan kamu lebih tahu tentang hal kamu. Jika dikehendaki-Nya niscaya akan diberi-Nya rahmat kamu. Atau, kalau dikehendaki-Nya akan diadzab-Nya kamu."
Sebab itu, di dalam segala tingkah laku dan kegiatan hidup, bahkan dalam maksud-maksud yang baik sekalipun, janganlah sampai lupa bahwa Yang Mahakuasa atas keadaan manusia adalah Allah. Mohon terus taufik dan hidayah-Nya. Kalau Allah hendak melakukan kehendak-Nya, Nabi ﷺ sendiri pun tidak dapat berbuat apa-apa,
“Dan tidaklah Kami meng-utus engkau kepada mereka jadi wakil."
Dari ayat ini dapatlah kita mengambil sari yang dalam tentang keistimewaan ajaran Islam. Orang-orang yang telah merasa dirinya tinggi dalam agama, yang telah termasuk hamba-hamba Allah yang utama di dalam menanamkan perasaan agama kepada orang lain, tidak boleh memaksa. Sebab, yang empunya agama bukan dia. Dalam Islam tidak ada kependetaan.
Ayat 55
“Dan Tuhan engkau lebih tahu apa yang di semua langit dan di bumi."
Kalau pada ayat 54 Allah telah menyatakan bahwa Dia mengetahui apa saja yang ada pada manusia sebagai hamba-Nya, Dia pun mengetahui pula segala apa yang terkandung di semua langit, yaitu langit yang tujuh tingkat itu, dan Dia yang menjadikan. Oleh karena yang demikian itu, selalu Allah menganjurkan manusia menuntut ilmu dengan segala macam cabang dan ranting ilmu itu, supaya dia mengetahui bagaimana ilmu Allah Ta'aala itu meliputi segala yang ada di permukaan bumi besar dan kecil, dan yang ada di lingkungan cakrawala langit.
Maka berusahalah manusia zaman sekarang mempelajari ruang angkasa dan banyaklah keajaiban ilmu itu diperoleh sehingga sudah sampai manusia ke bulan (sejak bulan Juli 1960) dan dimulailah menyelidiki pula keadaan bulan itu sampai dibawa pasir di bulan kembali ke bumi buat diselidiki persamaan dan perbedaannya dengan keadaan di bumi, sampai kepada telah berapa juta tahunkah usia bulan itu.
“Dan sesungguhnya telah Kami lebihkan sebagian nabi-nabi dari yang sebagian."
Pada lanjutan ayat, sesudah Allah menyatakan pengetahuan-Nya yang meliputi semua langit dan bumi, Allah menjelaskan lagi bagaimana Dia memberikan tuntunan kepada makhluk-Nya yang bernama insan ini. Dia utuslah nabi-nabi buat menyampaikan wahyu. Dan keadaan nabi-nabi itu pun tidaklah sama kepribadiannya, bahkan ada berlebih berkurang di antara satu dengan yang lain dan kelebihan serta kekurangan itu Allah pula yang tahu, sebagaimana keadaan manusia sendiri-sendiri berlebih berkurang seperti disebutkan Allah dalam ayat 54.
Di dalam ayat ini, Allah menyatakan bahwa derajat nabi-nabi itu tidak sama, satu dengan yang lain berbeda kelebihannya. Berbagai ragam pula mukjizat yang ditentukan Allah buat dia. Laksana bintang di langit jua adanya, tidak sama tingginya, tidak sama tempatnya. Tetapi bagi kita manusia yang tinggal di permukaan bumi ini, bintang-bintang itu semuanya tetap tinggi, dan tidak dapat mata kita ini mengukur jarak ketinggian yang satu dari yang lain. Allah jua yang tahu.
“Dan telah Kami berikan kepada Dawud suatu Zabin."
Zabur artinya sama dengan kitab. Kata banyaknya (jamaknya) ialah zubur. Dalam hal syari'at, Nabi Dawud adalah penerus dan penegak dari syari'at yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa yang diturunkan kepadanya Kitab Taurat. Lantaran itu, Zabur ini tidaklah mengandung perintah syari'at. Isinya yang terutama ialah doa dan pujian kepada Allah, nyanyian dan munajat dan penuh berisi kata-kata hikmah yang mendalam. Tidak kurang dari 150 puji-pujian kepada Ilahi, yang turun kepada diri beliau sebagai wahyu yang lalu beliau nyanyikan dalam memuja Allah. Tercatatlah di dalam sejarah hidup Nabi yang seorang ini, selain menjadi nabi dan rasul, beliau pun adalah Raja Bani Israil. Al-Qur'an mengatakan bahwa kelebihan Nabi Dawud ialah kepandaiannya membuat baju besi untuk berperang, pandai pula membuat senjata yang lain-lain. Dan di waktu senggang, beliau petiklah kecapinya yang merdu suaranya itu dan beliau bernyanyi memuja Allah. Apabila suara yang merdu itu telah mendengung dibawa angin di udara sehingga burung-burung yang sedang terbang pun dengan sendirinya berkumpul hinggap di ranting-ranting dan dahan-dahan kayu yang ada di sekeliling Raja Nabi itu bernyanyi. Kita pun dapatlah memahami bagaimana besar pengaruh suara musik yang merdu itu kepada binatang-binatang. Unta di dalam perjalanan yang jauh tidak merasakan penat berjalan bilamana Badwi penggembala yang mengiringkannya bernyanyi. Ular kobra yang ganas berbisa itu dapat dibujuk dengan suara seruling yang merdu. Nabi kita ﷺ memuji suara Abu Musa al-Asy'ari ketika sahabatnya ini membaca Al-Qur'an bahwa kemerduan suaranya sama dengan kecapi Nabi Dawud. Sebab itu selain nabi, Dawud adalah pula negarawan dan seniman.
Kitab Zabur Nabi Dawud itu dalam rangkaian kitab-kitab Perjanjian Lama yang ada sekarang dinamai Mazmur dan jamaknya ialah Mazamir, artinya pun sama dengan buah nyanyian.
Ujung ayat ini, yang menerangkan bahwa kepada Dawud Allah mendatangkan Zabur, yang diterima oleh orang Yahudi sebagai suatu kitab yang wajib dipercaya, maka sudah seyogianya pula kalau Allah pun Mahakuasa menurunkan kitab-Nya yang bernama Al-Qur'an kepada nabi-Nya yang Penutup, Muhammad ﷺ yang apabila dibaca dengan khusyuk dapat pula menimbulkan rasa keindahan.
Selain dari Dawud, ada pula Nabi yang lain yang diberi Zabur. Seperti Nabi Ayub, Yasytiya, Hazqial, Armia, Darial, Habquq, dan lain-lain. Masing-masing menurut caranya pula. Namun, yang bersifat Mazmur buah nyanyian pujaan kepada Allah hanyalah Zabur Dawud.