Ayat
Terjemahan Per Kata
تُسَبِّحُ
bertasbih
لَهُ
kepada-Nya
ٱلسَّمَٰوَٰتُ
langit(jamak)
ٱلسَّبۡعُ
tujuh
وَٱلۡأَرۡضُ
dan bumi
وَمَن
dan apa/siapa
فِيهِنَّۚ
didalamnya
وَإِن
dan tidak
مِّن
dari
شَيۡءٍ
sesuatu
إِلَّا
melainkan
يُسَبِّحُ
bertasbih
بِحَمۡدِهِۦ
dengan memuji-Nya
وَلَٰكِن
akan tetapi
لَّا
kamu tidak
تَفۡقَهُونَ
mengerti
تَسۡبِيحَهُمۡۚ
tasbih mereka
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
كَانَ
adalah
حَلِيمًا
Maha Penyantun
غَفُورٗا
Maha Pengampun
تُسَبِّحُ
bertasbih
لَهُ
kepada-Nya
ٱلسَّمَٰوَٰتُ
langit(jamak)
ٱلسَّبۡعُ
tujuh
وَٱلۡأَرۡضُ
dan bumi
وَمَن
dan apa/siapa
فِيهِنَّۚ
didalamnya
وَإِن
dan tidak
مِّن
dari
شَيۡءٍ
sesuatu
إِلَّا
melainkan
يُسَبِّحُ
bertasbih
بِحَمۡدِهِۦ
dengan memuji-Nya
وَلَٰكِن
akan tetapi
لَّا
kamu tidak
تَفۡقَهُونَ
mengerti
تَسۡبِيحَهُمۡۚ
tasbih mereka
إِنَّهُۥ
sesungguhnya Dia
كَانَ
adalah
حَلِيمًا
Maha Penyantun
غَفُورٗا
Maha Pengampun
Terjemahan
Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya senantiasa bertasbih kepada Allah. Tidak ada sesuatu pun, kecuali senantiasa bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.
Tafsir
(Bertasbih kepada-Nya) memahasucikan-Nya (langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya. Dan tak ada) tiada (suatu pun) di antara semua makhluk (melainkan bertasbih) seraya (memuji kepada-Nya) artinya mereka selalu mengucapkan kalimat subhaanallaah wa bihamdihi (tetapi kalian tidak mengerti) tidak memahami (tasbih mereka) karena hal itu dilakukan bukan memakai bahasa kalian. (Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun) karena itu Dia tidak menyegerakan azab-Nya kepada kalian, bila kalian berbuat durhaka.
Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. Tujuh langit dan bumi bertasbih menyucikan Allah. dan semua yang ada di dalamnya. (Al-Isra: 44) Yakni semua makhluk yang ada di langit dan di bumi menyucikan Allah, mengagungkan, memuliakan, dan membesarkan-Nya dari apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik itu.
Dan semuanya mempersaksikan keesaan Allah sebagai Rabb dan Tuhan mereka..... Dalam segala sesuatu terdapat tanda kekuasaan-Nya yang menunjukkan bahwa Dia adalah Maha Esa. Makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan Allah dalam ayat lain melalui firman-Nya: hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak. (Maryam: 90-91) Abul Qasim At-Tabrani mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Maimun (Juru azan Masjid Ramlah), telah menceritakan kepada kami Urwah ibnu Ruwayyim, dari Abdur Rahman ibnu Qart, bahwa Rasulullah ﷺ ketika akan menjalani Isra-Nya ke Masjidil Aqsa sedang berada di antara Maqam Ibrahim dan sumur Zamzam.
Malaikat Jibril berada di sebelah kanan, dan Malaikat Mikail berada di sebelah kirinya. Lalu keduanya membawa Nabi ﷺ terbang sampai ke langit yang ketujuh. Ketika Nabi ﷺ kembali (ke bumi), beliau bersabda: Saya mendengar suara bacaan tasbih di langit yang tertinggi bersamaan dengan suara tasbih (para malaikat) yang sangat banyak. Semua penduduk langit tertinggi bertasbih menyucikan nama Tuhan Yang memiliki pengaruh karena takut kepada Tuhan yang memiliki kekuasaan Yang Mahatinggi, Mahasuci Tuhan Yang Mahatinggi, Mahasuci Dia dan Mahatinggi. Firman Allah ﷻ: Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memujiNya. (Al-Isra: 44) Maksudnya, tiada suatu makhluk pun melainkan bertasbih dengan memuji nama Allah.
tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka, (Al-Isra: 44) Yakni kalian, hai manusia, tidak mengerti tasbih mereka, karena mereka mempunyai bahasa yang berbeda dengan bahasa kalian. Pengertian ayat ini mencakup keseluruhan makhluk, termasuk hewan, benda-benda padat, dan tumbuh-tumbuhan. Demikianlah menurut pendapat yang terkenal di antara dua pendapat yang ada. Di dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan melalui Ibnu Mas'ud yang mengatakan, "Kami mendengar tasbih makanan ketika sedang disantap." Di dalam hadis Abu Zar r.a. disebutkan bahwa Nabi ﷺ pernah mengambil beberapa batu kerikil dan dipegangnya, maka beliau mendengar suara tasbih batu-batu kerikil itu mirip dengan suara rintihan pohon kurma.
Hal yang sama pernah terjadi di tangan Abu Bakar, Umar, dan Usman semoga Allah melimpahkan rida-Nya pada mereka seperti yang telah disebutkan di dalam hadis masyhur di dalam kitab-kitab Musnad. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hasan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah, telah menceritakan kepada kami Zaban, dari Sahl ibnu Mu'az, dari Ibnu Anas dari ayahnya r.a., dari Rasulullah ﷺ Disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ menjumpai suatu kaum, saat itu mereka sedang duduk bertengger di atas hewan-hewan kendaraan mereka (dalam keadaan berhenti sambil mengobrol dengan temannya masing-masing). Maka Rasulullah ﷺ bersabda kepada mereka: Kendarailah kendaraan kalian dengan baik-baik, dan lepaskanlah (istirahatkanlah) kendaraan kalian dengan baik-baik, dan janganlah kalian menjadikan kendaraan kalian sebagai kursi bagi obrolan kalian di jalan-jalan dan pasar-pasar, karena banyak kendaraan yang lebih baik daripada pengendaranya dan lebih banyak berzikir kepada Allah daripadanya.
Di dalam kitab Sunnah Imam Nasai disebutkan melalui Abdullah ibnu Amr yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ melarang membunuh katak, lalu beliau bersabda: Suara katak adalah tasbihnya. Qatadah telah meriwayatkan dari Abdullah ibnu Ubay, dari Abdullah ibnu Amr, bahwa apabila seseorang mengucapkan, "Tidak ada Tuhan selain Allah," maka hal ini merupakan kalimat ikhlas yang Allah tidak akan menerima amal seseorang sebelum ia mengucapkannya. Dan apabila seseorang mengucapkan, "Segala puji bagi Allah," maka hal ini merupakan kalimat syukur yang sama sekali Allah tidak membalas pahala hamba-Nya sebelum si hamba mengucapkannya.
Dan apabila seseorang mengucapkan, "Allah Maha Besar," maka kalimat ini memenuhi segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi. Dan apabila ia mengucapkan, "Mahasuci Allah," maka hal ini merupakan doa semua makhluk, yang tidak sekali-kali seseorang dari makhluk Allah mendoa dengannya melainkan Allah mengakuinya sebagai doa dan tasbih. Dan apabila seseorang mengucapkan, "Tidak ada daya dan tidak ada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah," maka Allah ﷻ berfirman, "Hamba-Ku telah Islam dan berserah diri." [] -: -: .
". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku, bahwa ia pernah mendengar Mus'ab ibnu Zuhair menceritakan hadis berikut dari Zaid ibnu Aslam, dari Ata ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr yang menceritakan bahwa seorang Badui datang kepada Nabi ﷺ dengan memakai jubah yang diberi hiasan dengan kain sutera atau pinggirannya dihiasi dengan kain sutera. Lalu lelaki Badui itu berkata, "Sesungguhnya teman kalian ini (Nabi ﷺ) bermaksud akan mengangkat martabat semua penggembala anak penggembala dan merendahkan semua pemimpin anak pemimpin." Maka Nabi ﷺ bangkit menuju ke tempat lelaki Badui itu dan memegang jubahnya, lalu menariknya seraya bersabda, "Saya melihatmu memakai pakaian orang yang tidak berakal." Kemudian Rasulullah ﷺ kembali ke tempat duduknya dan duduk lagi, lalu bersabda: Sesungguhnya Nuh a.s.
ketika menjelang ajalnya memanggil kedua putranya, lalu berwasiat, "Sesungguhnya aku akan mengutarakan kepadamu wasiat berikut: Aku perintahkan kamu berdua untuk mengerjakan dua perkara dan aku larang kamu melakukan dua perkara lainnya. Aku larang kalian mempersekutukan Allah dan takabur (sombong). Dan aku perintahkan kamu berdua membaca kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah'. Karena sesungguhnya langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya, jikalau diletakkan pada salah satu sisi timbangan, lalu di sisi lainnya diletakkan kalimah 'Tidak ada Tuhan selain Allah', tentulah kalimah itu lebih berat.
Dan seandainya langit dan bumi kedua-duanya dijadikan satu, lalu diletakkan padanya kalimah "Tidak ada Tuhan selain Allah', niscaya kalimah itu akan memotongnya atau membuatnya terbelah. Dan aku perintahkan kamu berdua untuk membaca 'Mahasuci Allah dan dengan memuji kepada-Nya', karena sesungguhnya kalimah ini merupakan doa semua makhluk, dan karenanya segala sesuatu (semua makhluk) mendapat rezekinya. Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Sulaiman ibnu Harb, dari Ham-madah ibnu Zaid, dari Mus'ab ibnu Zuhair dengan sanad yang sama, tetapi lafaznya lebih panjang daripada lafaz di atas.
Imain Ahmad meriwayatkan hadis ini secara munfarid. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Nasr ibnu Abdur Rahman Al-Audi, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ya'la, dari Musa ibnu Ubaidah, dari Zaid ibnu Aslam, dari Jabir ibnu Abdullah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Maukah aku ceritakan kepada kalian sesuatu yang diperintahkan oleh Nuh kepada anaknya? Yaitu sesungguhnya Nabi Nuh a.s. mengatakan kepada anaknya, "Hai anakku, aku perintahkan kamu untuk membaca Subhanallah (Mahasuci Allah), karena sesungguhnya kalimah ini merupakan doa makhluk; juga tasbih makhluk, karena berkat kalimah ini makhluk diberi rezeki.
Allah ﷻ telah berfirman: Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memujinya. (Al-Isra: 44) Sanad hadis ini mengandung ke-daif-an, karena Al-Audi orangnya dinilai daif oleh kebanyakan ulama hadis. Ikrimah telah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memujinya. (Al-Isra: 44) bahwa tiang bertasbih dan pohon-pohonan bertasbih. Sebagian ulama Salaf mengatakan bahwa deritan pintu adalah tasbihnya, dan gemerciknya suara air adalah tasbihnya. Allah ﷻ telah berfirman: Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memujinya. (Al-Isra: 44) Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Mansur, dari Ibrahim, bahwa makanan pun bertasbih. Pendapat ini berpegang kepada sebuah ayat sajdah yang ada di dalam surat Al-Hajj.
Ulama lainnya mengatakan bahwa sesungguhnya tasbih itu hanya dilakukan oleh makhluk yang bernyawa, yakni termasuk pula hewan dan tumbuh-tumbuhan. Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memujinya. (Al-Isra: 44) Segala sesuatu yang hidup bertasbih, termasuk tumbuh-tumbuhan dan lain-lainnya yang hidup. Al-Hasan dan Ad-Dahhak mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memujiNya. (Al-Isra: 44) Keduanya mengatakan bahwa yang dimaksud ialah segala sesuatu yang bernyawa.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Wadih dan Zaid ibnu Hubab; keduanya mengatakan, telah menceritakan kepada kami Jarir Abul Khattab yang mengatakan bahwa ketika kami sedang bersama Yazid Ar-Raqqasyi yang saat itu ditemani oleh Al-Hasan dalam suatu jamuan makan lalu mereka menghidangkan piring besar (yang terbuat dari kayu). Maka Yazid Ar-Raqqasyi berkata, "Hai Abu Sa'd, apakah piring ini bertasbih?" Maka Al-Hasan menjawab, "Ia pernah bertasbih sekali." Seakan-akan Al-Hasan berpendapat bahwa ketika kayu itu masih dalam bentuk pohon dan hidup, ia bertasbih.
Tetapi setelah dipotong sehingga menjadi kayu dan mati, maka tasbihnya berhenti. Barangkali pendapat ini merujuk kepada suatu hadis yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah ﷺ melewati dua buah kuburan, lalu beliau bersabda: ". ". Sesungguhnya keduanya sedang disiksa dan bukanlah keduanya disiksa karena dosa besar. Salah seorang di antara keduanya tidak pernah membersihkan diri setelah buang air kecil, sedangkan yang lainnya gemar mengadu domba. Setelah itu Nabi ﷺ mengambil sebuah pelepah kurma, lalu membelahnya menjadi dua, kemudian menanamkannya pada masing-masing dari dua kuburan tersebut.
Dan setelah itu beliau ﷺ bersabda: Mudah-mudahan siksaan diringankan dari keduanya selagi kedua pelepah kurma ini belum kering. Hadis ini diketengahkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim di dalam kitab sahih masing-masing. Sebagian ulama yang membahas hadis ini mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi ﷺ mengatakan, "Selagi kedua pelepah kurma ini belum kering," karena keduanya tetap bertasbih selagi masih hijau warnanya; dan apabila telah kering, maka berhentilah tasbihnya. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44) Dengan kata lain, sesungguhnya Allah tidak menyegerakan hukumanNya terhadap orang yang durhaka kepada-Nya, melainkan menangguhkannya dan memberinya kesempatan untuk bertobat.
Apabila ternyata orang yang bersangkutan masih tetap pada kekafirannya dan tetap ingkar, maka barulah Allah menghukumnya sebagai pembalasan dari Tuhan Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa. Di dalam kitab Sahihain disebutkan oleh salah satu hadisnya bahwa: ". Sesungguhnya Allah benar-benar memberikan masa tangguh kepada orang yang zalim; sehingga manakala Allah mengazab-nya, Allah tidak membiarkannya luput (dari azab-Nya). Kemudian Rasulullah ﷺ membacakan firman-Nya: Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. (Hud: 102), hingga akhir ayat. Dan berapalah banyaknya kota yang Aku tangguhkan azab-(Ku) kepadanya, yang penduduknya berbuat zalim. (Al-Hajj: 48), hingga akhir ayat.
Berapalah banyaknya kota yang Kami telah membinasakannya, yang penduduknya dalam keadaan zalim. (Al-Hajj: 45) Dan barang siapa yang menghentikan perbuatan kufur dan maksiatnya, lalu ia kembali kepada Allah dan bertobat kepada-Nya, maka Allah pun akan menerima tobatnya. Seperti yang disebutkan oleh Allah ﷻ dalam ayat lain melalui firman-Nya: Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya' dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah. (An-Nisa: 110), hingga akhir ayat. Dan dalam ayat surat ini Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Al-Isra: 44) Dalam surat Fafir disebutkan oleh firman-Nya: Sesungguhnya Allah menahan langit dan bumi supaya jangan lenyap; dan sungguh jika keduanya akan lenyap, tidak ada seorang pun yang dapat menahan keduanya selain Allah.
Sesungguhnya
Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Fathir: 41) sampai dengan firman-Nya: Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia. (Fathir: 45), hingga akhir surat."
Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya yakni para
malaikat, manusia, jin, dan makhluk lainnya baik yang berakal maupun
yang tidak berakal senantiasa dan terus-menerus bertasbih kepada Allah
dengan ucapan maupun keadaan yang menunjukkan kepatuhan dan
ketundukan kepada hukum Allah. Dan tidak ada sesuatu pun dari mereka yang ada di langit dan di bumi melainkan bertasbih dengan memujiNya, dengan caranya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang
berbuat dosa dan mau bertobat kepada-Nya. Pada ayat yang lalu Allah menyatakan bahwa kaum musyrik tidak
memperoleh manfaat dari kehadiran Al-Qur'an walaupun telah berulang
kali peringatan dijelaskan di dalamnya. Terkait dengan ini, Allah berfirman kepada Nabi, Dan apabila engkau wahai Nabi Muhammad membaca Al-Qur'an yang merupakan petunjuk bagi sekalian manusia, niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada
kehidupan akhirat suatu dinding yang tertutup, yang menjadi penghalang
bagi mereka di dalam memahami tuntunan Al-Qur'an.
Kemudian Allah ﷻ menjelaskan betapa luasnya kerajaan-Nya dan betapa tinggi kekuasaan-Nya. Langit yang tujuh, bumi, dan semua makhluk yang ada di dalamnya bertasbih dan mengagungkan asma-Nya, serta me-nyaksikan bukti-bukti keesaan-Nya. Tidak ada satu makhluk pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. Siapapun yang mau memperhatikan makhluk atau benda yang ada di sekelilingnya, tentu akan mengetahui bahwa baik makhluk hidup ataupun benda-benda mati seluruhnya tunduk dan takluk pada ketetapan atau ketentuan Allah yang tidak bisa dihindari.
Sebagai contoh adalah hukum gaya tarik (gravitasi). Hukum ini berlaku umum dan mempengaruhi semua benda yang ada, apakah benda itu gas, barang cair, benda padat, ataupun makhluk hidup. Semuanya terpengaruh hukum gaya tarik itu. Hal ini menunjukkan bahwa hukum gaya tarik yang mempunyai kekuatan yang begitu besar pengaruhnya tidak mungkin terjadi secara kebetulan saja, melainkan ada yang menciptakan dan mengontrolnya setiap saat. Penciptanya tentu Yang Mahaperkasa dan Mahakuasa, yaitu Allah ﷻ
Hukum gaya tarik ini cukup menjadi bukti bahwa semua benda dan makhluk yang ada di muka bumi ini tunduk dan takluk pada hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan Allah. Apabila seseorang ingin melepaskan diri dari pengaruh gaya tarik (gravitasi) bumi, ia harus mempergunakan ilmu pengetahuan yang dapat melepaskan dirinya dari gaya tarik itu. Untuk menguasai ilmu itu, ia harus menguasai hukum aksi dan reaksi, yaitu aksi yang dapat mengatasi gaya tarik bumi itu, sehingga ia bisa melepaskan diri dari pengaruh kekuatannya. Keberhasilan orang melepaskan diri dari gaya tarik bumi bukan berarti bahwa ia tidak tunduk pada hukum Allah, melainkan ia dapat melepaskan dirinya lantaran tunduk pada hukum alam yang lain. Hal ini menunjukkan betapa luas kekuasaan Allah yang menciptakan hukum-hukum alam. Itupun baru hukum-hukum alam yang telah diketahui manusia, belum lagi hukum-hukum alam yang lain yang masih belum diketahui manusia.
Khusus bagi manusia, makhluk yang berakal, karena terdiri dari jasmani dan rohani, maka jasmaninya tunduk kepada hukum-hukum alam tersebut, baik dikehendaki atau tidak. Sedangkan rohaninya dituntut mengikuti bimbingan Allah yang disampaikan melalui wahyu kepada rasul-Nya.
Para ulama ahli ilmu kalam mengatakan bahwa Allah, Pencipta alam, adalah wajibul wujud (wajib ada-Nya), sedang makhluk-makhluk disebut mumkinat al-wujud (yang mungkin adanya). Al-Mumkinat ini dibagi menjadi berakal dan yang tidak berakal. Makhluk yang berakal mengakui keesaan Allah karena mereka dapat memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah yang ada di langit, di bumi, dan pada semua benda-benda yang ada pada keduanya. Oleh karena itu, bibir manusia yang beriman selalu bertasbih memuji Allah. Sedang makhluk yang tidak berakal tunduk kepada a?kam kauniyyah (yaitu hukum-hukum alam yang diciptakan Allah yang berlaku terhadap benda-benda alam itu). Mereka bertasbih memuji Allah dengan berperilaku sesuai dengan keadaan yang ditakdirkan bagi mereka masing-masing.
Allah lalu menjelaskan bahwa kaum musyrikin Mekah tidak mengetahui bahwa benda-benda alam dan semua makhluk yang ada bertasbih memuji-Nya, karena mereka tidak mau mengakui keesaan Allah. Bahkan, mereka mengadakan tuhan-tuhan yang lain yang dipersekutukan dengan Allah. Kaum musyrikin tidak mau melihat dan memikirkan ketundukan alam semesta dan segala benda-benda serta makhluk di bumi kepada hukum-hukum alam itu, sebagai pencerminan bagi tasbih mereka memuji Allah ﷻ
Melihat pada beberapa Surah Al-Qur'an (al-Baqarah/2: 29; al-An'am/6: 125), maka langit terbagi dalam tujuh lapis. Apabila kita asumsikan secara ilmiah bahwa kata "langit" di sini adalah atmosfer, langit yang paling dekat dengan bumi, dan bukan langit antariksa, maka ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia saat ini mengkonfirmasikannya.
Pembagian menjadi tujuh lapis didasarkan pada perbedaan kandungan kimia dan suhu udara yang berbeda-beda di tiap lapisan. Ketujuh lapisan tersebut dinamakan Troposfer, Stratosfer, Mesosfer, Thermosfer, Exosfer, Ionosfer dan Magnetosfer. Penyebutan tujuh lapis langit ini juga diungkapkan pada Surah Nuh/71: 15 dan al- Naba'/78: 12. Selanjutnya dalam Surah Fushshilat/41: 11-12 dinyatakan bawa tiap lapis langit mempunyai urusannya sendiri-sendiri. Hal ini dikonfirmasi ilmu pengetahuan, misalnya ada lapisan yang bertugas untuk membuat hujan, mencegah kerusakan akibat radiasi, memantulkan gelombang radio, sampai kepada lapisan yang mencegah agar meteor tidak merusak bumi.
Ayat ini secara simbolik menunjukkan bahwa tasbihnya benda-benda di alam secara fisik adalah kepatuhannya (secara sukarela) terhadap hukum Allah yang mengaturnya atau disebut juga dengan sunatullah. Hukum Allah itu dikenal manusia sebagai hukum alam atau kaidah ilmu pengetahuan yang diketahui manusia (para ahli) dan berlaku pada semua makhluk termasuk manusia (secara fisik).
Adapun yang dimaksud dengan "kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka" adalah sebagian besar manusia tidak mengerti sunatullah atau hukum alam yang hanya dimengerti oleh para ahlinya. Jadi hanya orang yang berakal budi dan berpengetahuanlah yang bisa mengerti hukum alam dan dengan demikian juga bisa mengerti akan tasbih dari benda-benda antara langit yang tujuh dan bumi semuanya.
Di akhir ayat, Allah ﷻ menegaskan bahwa sesungguhnya Dia Maha Penyantun. Oleh karena itu, Dia tidak segera menurunkan azab atas kemusyrikan kaum musyrikin Mekah dan atas kelalaian mereka tidak mau memperhatikan tanda-tanda kekuasaan Allah Yang Maha Pengampun. Di antara sifat-sifat kemahapengampunan Allah ialah masih membuka pintu tobat selebar-lebarnya kepada siapa saja yang meminta ampunan-Nya. Allah tidak akan menghukum mereka karena dosa-dosa yang mereka lakukan, jika bertobat dan menyesali perbuatan mereka dengan penyesalan yang sebenar-benarnya, betul-betul menghentikan kemusyrikan, kembali kepada agama tauhid, dan mengikuti bimbingan wahyu yang diturunkan kepada rasul-Nya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MENGHADAPI KAUM MUSYRIKIN
Mulai dari ayat 40 adalah menghadapi kaum musyrikin. Setengah dari kepercayaan karut mereka itu ialah bahwa Allah itu beranak dan anaknya itu adalah malaikat, dan malaikat itu adalah perempuan."Anak-anak Tuhan" kata mereka itu, mereka rupakan menjadi berhala, dan berhala-berhala itu diberi nama dengan nama-nama perempuan. Jadi, berbeda cara mereka memercayai Allah beranak itu dengan kepercayaan kaum Nasrani. Di kaum Nasrani, Nabi Isa al-Masih dikatakan anak laki-laki tunggal. Dan di samping Allah ada lagi satu tuhan menurut mereka, yang sama taraf dan kedudukannya dengan Allah, yaitu Malaikat Jibril yang disebut Ruhul Qudus atau Ruh Tertinggi. Tetapi di samping kepercayaan bahwa Allah beranak perempuan, yaitu malaikat, orang Quraisy atau musyrikin amat kecewa kalau dapat anak perempuan. Mereka lebih suka anak laki-laki saja. Kepercayaan yang karut iniiah yang ditentang oleh ayat 40 ini.
Ayat 40
“Maka apakah telah memilihkan untuk kamu Tuhan kamu, dengan anak-anak laki-laki dan Dia ambit malaikat sebagai anak-anak perempuan? Sesungguhnya kamu telah mengucapkan kata-kata yang besar."
Niscaya dapatlah kita merasakan bahwa pertanyaan dalam ayat ini benar-benar satu tantangan yang tidak dapat dijawab oleh mereka kalau mereka masih mempergunakan akal. Kepercayaan-kepercayaan semacam itu hanya semacam dongeng orang tua-tua yang diterima demikian saja. Mereka tidak merasa bahwa ucapan seperti itu yang mengenai Allah adalah ucapan yang berat dan besar yang wajib dipertanggung jawabkan. Mengatakan Allah beranak adalah perkara besar. Sebab, ini adalah perkara aqidah, perkara pegangan hidup. Dan dua kali lebih besar setelah dikatakan pula bahwa anak Allah itu adalah malaikat. Dan jadi lebih berat lagi setelah dikatakan pula bahwa malaikat itu adalah perempuan belaka. Pada-hal, dalam kehidupannya, mereka membenci anak perempuan, bahkan menguburkan anak perempuan itu hidup-hidup. Jadi, sesudah mengatakan Allah beranak, ditentukan pula anak Tuhan itu jenis yang mereka benci. Dengan demikian berapa tingkat penghinaan mereka kepada Allah?
ltul sebabnya maka kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah, di dalam ayat 36, diberi peringatan jangan menurut saja apa
yang tidak ada ilmu-ilmu padanya. Supaya jangan memegang kepercayaan-kepercayaan yang karut dan khurafat, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan akal waras dan ilmu.
Ayat 41
“Dan sesungguhnya telah Kami ulang-ulangkan dalam Al-Qur'an ini supaya mereka ingat tetapi tidaklah menambah kepada mereka melainkan berpalingan jua."
Artinya telah berulang-ulang wahyu diturunkan dan senantiasa mereka diberi peringatan atas kesalahan mereka. Pokok dan induk dari segala kesalahan ialah syirik mempersekutukan yang lain dengan Allah. Tetapi, hati mereka bertambah keras. Jadi, walaupun telah diberi peringatan berkali-kali, usahkan mereka bertambah dekat, malah bertambah jauh. Tetapi, Tuhan Yang Mahakasih dan Sayang kepada hamba-hamba-Nya tidaklah berhenti pula memberikan peringatan dengan perantaraan utusan-Nya.
Maka berfirmanlah Allah,
Ayat 42
Katakanlah, “Jikalau ada besenta-Nya tuhan-tuhan yang lain, sebagaimana yang kamu katakan itu, niscaya maulah mereka itu."Yaitu Tuhan yang banyak itu" mencari jalan kepada yang Empunya Ansy."
Ayat ini mengajak kita berpikir yang waras dan wajar. Adalah mustahil pada akal yang sehat ada banyak tuhan. Kalau dikatakan bahwa selain Yang Empunya Arsy, Tuhan Yang Mahatinggi Sekali, yang disebut dalam agama musyrik dengan sebutan Sang Hyang Tunggal atau Sang Hyang Widi, niscaya salah satu dari dua mesti kejadian. Yang pertama ialah bahwa segala tuhan itu berkuasa pula di samping kekuasaan tertinggi tadi. Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Widi, yang orang Arab musyrikin pun menyebutnya dengan Allah. Kalau ada kekuasaan mereka semua, logika yang sehat dan pikiran yang teratur mengatakan bahwa tuhan-tuhan itu tidaklah ada yang mutlak kekuasaannya. Dan kekuasaan yang tidak mutlak itu adalah menimbulkan rasa tidak puas pada masing-masing yang berkuasa. Karena tidak terang batas kekuasaan masing-masing. Kalau dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi tetap satu, apa perlunya dinamai Tuhan lagi pada yang lain itu. Kaiau mereka berkuasa hanyalah setelah diberi kekuasaan oleh Allah Yang Mahatinggi? Kalau mereka sama sekali tidak berkuasa, apa gunanya mereka menyandang pangkat yang bernama tuhan, padahal kosong isinya?
Atau sebagaimana dibayangkan dalam ayat ini. Semua berebut hendak jadi yang lebih kuasa. Karena puncak kekuasaan ialah pada yang menguasai Arsy, niscaya sekalian yang dinamai tuhan itu tidak puas dengan ketuhanannya, karena kuasanya tidak mutlak. Mereka selalu bernafsu, berambisi hendak jadi tuhan yang paling berkuasa, sebagaimana selalu kejadian perebutan kuasa memperluas daerah dan diktator-diktator dunia ini.
Maka terjadilah perang saudara di antara tuhan sama tuhan. Cerita tuhan-tuhan berperang berebut kekasih, berebut kuasa, memang ada dalam dongeng kuno Yunani, yang dinamai mitologi. Pelopornya seorang penyair buta benama Homerus. Terkenallah dia karena dua buah karyanya, EIliad dan Odessys. Isinya macam-macam cerita tentang berbagai Tuhan. Tetapi, semua itu adalah dongeng untuk dinyanyikan, bukan kebenaran untuk dipikirkan.
Sebab itu datanglah lanjutan firman Allah,
Ayat 43
“Mahasuci Dia, dan Mahatinggi daripada apa yang mereka katakan itu."
Artinya, bahwa kesucian Ilahi, Allah Yang Maha Esa, Esa dalam zat, Esa dalam sifat, dan Esa dalam afal (perbuatan) adalah hasil dari renungan akal yang sehat dan berpikir yang teratur.
“Sangat Tinggi, lagi Mahabesai."
Ditekankan ujung perkataan guna menuntun manusia berpikir dengan saksama, dan enyahkanlah pikiran dari berbilang tuhan, berebut kuasa, tuhan berebut kebesaran. Tuhan hanya Satu.
Ayat 44
“Mengucapkan kesucian untuk-Nya langit yang tujuh dan dan siapa siapa pun yang ada pada semuanya itu."
Mengucapkan kesucian, yakni bertasbih, berarti juga tunduk akan perintah-Nya, me-laksanakan apa yang dikehendaki-Nya, baik dengan lidah atau dengan perbuatan atau dengan bukti kepatuhan. Langit tujuh petala bertasbih, bumi pun bertasbih, dan segala penduduk, siapa pun, yang berdiam di semua langit dan di bumi itu, semuanya bertasbih.
Setengah orang mengambil alasan dari ayat ini bahwa dengan kata wa man fii hinna, yang berarti siapa-siapa pun yang ada padanya, dapat dijadikan bukti dari Al-Qur'an bahwa selain dari dalam bumi ini ada juga di bintang lain di langit lain makhluk bernyawa laksana di bumi ini juga.
Penyelidikan dan hasil ilmu pengetahuan sedang lagi berkembang. Maka tidaklah layak kita mencoba-coba menyesuaikan ayat-ayat Al-Qur'an dengan hasil selidik manusia, karena penafsiran adalah kemungkinan saja, bukan kepastian. Karena dengan kata-kata man yang berarti siapa-siapa, makhluk halus selain manusia, yaitu malaikat dan jin pun masuk juga. Tentang adakah manusia di bintang-bintang yang lain, ayat-ayat yang mengandung kata-kata man ini belumlah boleh dijadikan qath'i (alasan pasti) tentang adanya manusia di planet lain. Sebab, maksud Al-Qur'an bukanlah buat dibegitukan."Dan tidak ada sesuatu pun yang tidak bertasbih memuji-Nya." Lanjutan firman Allah ini adalah untuk memperjelas pangkalnya tadi bahwa semua bertasbih, langit ketujuh tingkat/petala bertasbih, bumi pun bertasbih. Niscaya timbul pertanyaan dari orang yang hanya merenung secara dangkal. Orang itu mengerti kalau manusia bertasbih, tentu mulutnya mengucapkan “Subhanailah". Tetapi bagaimana langit? Bagaimana bumi? Maka dijawablah dengan keterangan selanjutnya, ‘Akan tetapi, kamu tidak mengerti cara mereka bertasbih itu."
Beberapa filsuf mengatakan bahwa alam ini pun bernyawa seperti manusia. Ada yang mengatakan bahwa bintang-bintang itupun bernyawa. Itu pun tentu bertali dengan do-ngeng/kuno Yunani tadi, tuhan-tuhan atau dewa-dewa itu mereka bangsakan kepada bintang-bintang. Maka kita pun dapat menaksir atau mengkhayatkan bagaimana langit ketujuh petala beserta bumi bertasbih kepada Allah, namun ilmunya yang sejati tetap pada Allah jua.
Pengetahuan kita tentang ilmu tumbuh-tumbuhan misalnya, tentang terjadinya pohon yang besar berasal daripada biji yang kecil, berangsur dia hidup sejak dari dua helai daun sampai berdahan, bercabang, beranting, berdaun, dan menghasilkan buah, dapatlah kita paham bahwa itu pun adalah tasbihnya terhadap Allah.
Selanjutnya Allah berfirman, “Sesungguhnya Dia adalah. Maha Pemaaf, lagi Maha Pengampun."
Penutup ayat ini memberikan kelonggaran bagi orang yang belum menyelidiki dengan dalam, baik secara penyelidikan lahir atau perenungan batin. Karena kitab alam itu dua terkembang, pertama di luar diri, itulah Alam semesta, kedua di dalam diri itulah hati sanubari kita. Pada ayat 36 sudah dilarang kita hanya menuruti saja jejak orang yang dahulu, dengan tidak mempergunakan akal dan pikiran sendiri. Berusahalah dan berijtihad, yang berarti bersungguh-sungguh. Kalau kita salah hitung tak sengaja, Allah bersifat Haliim, yang berarti pemaaf. Dan ada pula orang yang dahulunya telanjur, sehingga langit atau
bumi, bulan atau bintang, apa lagi matahari yang dipandangnya berkuasa sebagai Tuhan juga. Kemudian mereka bertemu jalan yang benar. Maka Allah pun bersifat Ghafur, artinya Pengampun.