Ayat
Terjemahan Per Kata
سُبۡحَٰنَهُۥ
Maha Suci Dia
وَتَعَٰلَىٰ
dan Maha Tinggi
عَمَّا
dari apa
يَقُولُونَ
mereka katakan
عُلُوّٗا
ketinggian
كَبِيرٗا
besar
سُبۡحَٰنَهُۥ
Maha Suci Dia
وَتَعَٰلَىٰ
dan Maha Tinggi
عَمَّا
dari apa
يَقُولُونَ
mereka katakan
عُلُوّٗا
ketinggian
كَبِيرٗا
besar
Terjemahan
Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang agung.
Tafsir
(Maha Suci) ungkapan untuk memahasucikan-Nya (dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan) dari dakwaan sekutu-sekutu itu (dengan ketinggian yang sebesar-besarnya).
Tafsir Surat Al-Isra: 42-43
Katakanlah, "Jikalau ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai 'Arasy. Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. Allah ﷻ berfirman, "Hai Muhammad, katakanlah kepada orang-orang musyrik yang menduga bahwa Allah mempunyai sekutu dari kalangan makhluk-Nya (yaitu mereka yang menyembah selain Allah di samping Allah untuk mendekatkan mereka kepada Allah sebagai perantara mereka) bahwa seandainya duduk perkaranya seperti apa yang kalian dugakan itu (yakni bahwa di samping Allah ada tuhan-tuhan yang disembah untuk mendekatkan diri menyembahnya kepada Dia, dan untuk memintakan syafaat di sisi-Nya buat penyembahnya), maka tentulah sembahan-sembahan itu akan menyembah Allah pula, mendekatkan dirinya kepada Dia, serta mencari jalan untuk sampai kepada-Nya.
Oleh karena itu, sembahlah Allah semata oleh kalian, sebagaimana sembahan-sembahan kalian selain Allah menyeru-Nya. Kalian tidak memerlukan adanya sembahan yang menjadi perantara antara kalian dan Allah. Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal tersebut dan tidak rela, bahkarrmembenci dan menolaknya." Allah ﷻ telah melarang hal tersebut melalui lisan semua rasul dan nabi-Nya. Kemudian Allah menyucikan diri-Nya Yang Mahamulia dan membersihkan-Nya dari apa yang mereka dugakan itu melalui firman-Nya: Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan. (Al-Isra: 43) Yakni Mahasuci dan Mahatinggi dari apa yang dikatakan oleh orang-orang musyrik yang melampaui batas lagi zalim dalam dugaannya yang mengatakan bahwa ada tuhan-tuhan lain di samping Allah.
dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. (Al-Isra: 43) Yaitu dengan ketinggian yang tak terperikan, bahkan Dialah Allah Yang Maha Esa, bergantung kepada-Nya segala sesuatu, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tiada seorang pun yang menyamai-Nya."
Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan, bahwa ada
tuhan-tuhan selain Dia, Pemilik 'Arasy Yang Agung. Apa yang mereka
katakan adalah dusta. Sungguh, Dia Mahatinggi, dengan ketinggian yang
sebesar-besarnya, jauh sekali dari apa yang mereka katakan. Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya yakni para
malaikat, manusia, jin, dan makhluk lainnya baik yang berakal maupun
yang tidak berakal senantiasa dan terus-menerus bertasbih kepada Allah
dengan ucapan maupun keadaan yang menunjukkan kepatuhan dan
ketundukan kepada hukum Allah. Dan tidak ada sesuatu pun dari mereka yang ada di langit dan di bumi melainkan bertasbih dengan memujiNya, dengan caranya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun kepada hamba-Nya yang
berbuat dosa dan mau bertobat kepada-Nya.
Selanjutnya Allah ﷻ menyatakan kemahasucian-Nya dari sifat yang diada-adakan oleh kaum musyrikin Mekah. Allah ﷻ menegaskan bahwa Dia Mahasuci dan Mahatinggi dari semua sifat yang mereka ada-adakan itu. Apa yang mereka katakan hanyalah berdasarkan dugaan dan anggapan semata. Dia adalah Allah Yang Maha Esa yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.
Dalam ayat itu terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa Allah ﷻ itu Mahasempurna, baik zat atau sifat-Nya, dan Mahasuci dari sifat kekurangan, dalam arti yang sebenar-benarnya.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MENGHADAPI KAUM MUSYRIKIN
Mulai dari ayat 40 adalah menghadapi kaum musyrikin. Setengah dari kepercayaan karut mereka itu ialah bahwa Allah itu beranak dan anaknya itu adalah malaikat, dan malaikat itu adalah perempuan."Anak-anak Tuhan" kata mereka itu, mereka rupakan menjadi berhala, dan berhala-berhala itu diberi nama dengan nama-nama perempuan. Jadi, berbeda cara mereka memercayai Allah beranak itu dengan kepercayaan kaum Nasrani. Di kaum Nasrani, Nabi Isa al-Masih dikatakan anak laki-laki tunggal. Dan di samping Allah ada lagi satu tuhan menurut mereka, yang sama taraf dan kedudukannya dengan Allah, yaitu Malaikat Jibril yang disebut Ruhul Qudus atau Ruh Tertinggi. Tetapi di samping kepercayaan bahwa Allah beranak perempuan, yaitu malaikat, orang Quraisy atau musyrikin amat kecewa kalau dapat anak perempuan. Mereka lebih suka anak laki-laki saja. Kepercayaan yang karut iniiah yang ditentang oleh ayat 40 ini.
Ayat 40
“Maka apakah telah memilihkan untuk kamu Tuhan kamu, dengan anak-anak laki-laki dan Dia ambit malaikat sebagai anak-anak perempuan? Sesungguhnya kamu telah mengucapkan kata-kata yang besar."
Niscaya dapatlah kita merasakan bahwa pertanyaan dalam ayat ini benar-benar satu tantangan yang tidak dapat dijawab oleh mereka kalau mereka masih mempergunakan akal. Kepercayaan-kepercayaan semacam itu hanya semacam dongeng orang tua-tua yang diterima demikian saja. Mereka tidak merasa bahwa ucapan seperti itu yang mengenai Allah adalah ucapan yang berat dan besar yang wajib dipertanggung jawabkan. Mengatakan Allah beranak adalah perkara besar. Sebab, ini adalah perkara aqidah, perkara pegangan hidup. Dan dua kali lebih besar setelah dikatakan pula bahwa anak Allah itu adalah malaikat. Dan jadi lebih berat lagi setelah dikatakan pula bahwa malaikat itu adalah perempuan belaka. Pada-hal, dalam kehidupannya, mereka membenci anak perempuan, bahkan menguburkan anak perempuan itu hidup-hidup. Jadi, sesudah mengatakan Allah beranak, ditentukan pula anak Tuhan itu jenis yang mereka benci. Dengan demikian berapa tingkat penghinaan mereka kepada Allah?
ltul sebabnya maka kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah, di dalam ayat 36, diberi peringatan jangan menurut saja apa
yang tidak ada ilmu-ilmu padanya. Supaya jangan memegang kepercayaan-kepercayaan yang karut dan khurafat, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan akal waras dan ilmu.
Ayat 41
“Dan sesungguhnya telah Kami ulang-ulangkan dalam Al-Qur'an ini supaya mereka ingat tetapi tidaklah menambah kepada mereka melainkan berpalingan jua."
Artinya telah berulang-ulang wahyu diturunkan dan senantiasa mereka diberi peringatan atas kesalahan mereka. Pokok dan induk dari segala kesalahan ialah syirik mempersekutukan yang lain dengan Allah. Tetapi, hati mereka bertambah keras. Jadi, walaupun telah diberi peringatan berkali-kali, usahkan mereka bertambah dekat, malah bertambah jauh. Tetapi, Tuhan Yang Mahakasih dan Sayang kepada hamba-hamba-Nya tidaklah berhenti pula memberikan peringatan dengan perantaraan utusan-Nya.
Maka berfirmanlah Allah,
Ayat 42
Katakanlah, “Jikalau ada besenta-Nya tuhan-tuhan yang lain, sebagaimana yang kamu katakan itu, niscaya maulah mereka itu."Yaitu Tuhan yang banyak itu" mencari jalan kepada yang Empunya Ansy."
Ayat ini mengajak kita berpikir yang waras dan wajar. Adalah mustahil pada akal yang sehat ada banyak tuhan. Kalau dikatakan bahwa selain Yang Empunya Arsy, Tuhan Yang Mahatinggi Sekali, yang disebut dalam agama musyrik dengan sebutan Sang Hyang Tunggal atau Sang Hyang Widi, niscaya salah satu dari dua mesti kejadian. Yang pertama ialah bahwa segala tuhan itu berkuasa pula di samping kekuasaan tertinggi tadi. Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Widi, yang orang Arab musyrikin pun menyebutnya dengan Allah. Kalau ada kekuasaan mereka semua, logika yang sehat dan pikiran yang teratur mengatakan bahwa tuhan-tuhan itu tidaklah ada yang mutlak kekuasaannya. Dan kekuasaan yang tidak mutlak itu adalah menimbulkan rasa tidak puas pada masing-masing yang berkuasa. Karena tidak terang batas kekuasaan masing-masing. Kalau dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi tetap satu, apa perlunya dinamai Tuhan lagi pada yang lain itu. Kaiau mereka berkuasa hanyalah setelah diberi kekuasaan oleh Allah Yang Mahatinggi? Kalau mereka sama sekali tidak berkuasa, apa gunanya mereka menyandang pangkat yang bernama tuhan, padahal kosong isinya?
Atau sebagaimana dibayangkan dalam ayat ini. Semua berebut hendak jadi yang lebih kuasa. Karena puncak kekuasaan ialah pada yang menguasai Arsy, niscaya sekalian yang dinamai tuhan itu tidak puas dengan ketuhanannya, karena kuasanya tidak mutlak. Mereka selalu bernafsu, berambisi hendak jadi tuhan yang paling berkuasa, sebagaimana selalu kejadian perebutan kuasa memperluas daerah dan diktator-diktator dunia ini.
Maka terjadilah perang saudara di antara tuhan sama tuhan. Cerita tuhan-tuhan berperang berebut kekasih, berebut kuasa, memang ada dalam dongeng kuno Yunani, yang dinamai mitologi. Pelopornya seorang penyair buta benama Homerus. Terkenallah dia karena dua buah karyanya, EIliad dan Odessys. Isinya macam-macam cerita tentang berbagai Tuhan. Tetapi, semua itu adalah dongeng untuk dinyanyikan, bukan kebenaran untuk dipikirkan.
Sebab itu datanglah lanjutan firman Allah,
Ayat 43
“Mahasuci Dia, dan Mahatinggi daripada apa yang mereka katakan itu."
Artinya, bahwa kesucian Ilahi, Allah Yang Maha Esa, Esa dalam zat, Esa dalam sifat, dan Esa dalam afal (perbuatan) adalah hasil dari renungan akal yang sehat dan berpikir yang teratur.
“Sangat Tinggi, lagi Mahabesai."
Ditekankan ujung perkataan guna menuntun manusia berpikir dengan saksama, dan enyahkanlah pikiran dari berbilang tuhan, berebut kuasa, tuhan berebut kebesaran. Tuhan hanya Satu.
Ayat 44
“Mengucapkan kesucian untuk-Nya langit yang tujuh dan dan siapa siapa pun yang ada pada semuanya itu."
Mengucapkan kesucian, yakni bertasbih, berarti juga tunduk akan perintah-Nya, me-laksanakan apa yang dikehendaki-Nya, baik dengan lidah atau dengan perbuatan atau dengan bukti kepatuhan. Langit tujuh petala bertasbih, bumi pun bertasbih, dan segala penduduk, siapa pun, yang berdiam di semua langit dan di bumi itu, semuanya bertasbih.
Setengah orang mengambil alasan dari ayat ini bahwa dengan kata wa man fii hinna, yang berarti siapa-siapa pun yang ada padanya, dapat dijadikan bukti dari Al-Qur'an bahwa selain dari dalam bumi ini ada juga di bintang lain di langit lain makhluk bernyawa laksana di bumi ini juga.
Penyelidikan dan hasil ilmu pengetahuan sedang lagi berkembang. Maka tidaklah layak kita mencoba-coba menyesuaikan ayat-ayat Al-Qur'an dengan hasil selidik manusia, karena penafsiran adalah kemungkinan saja, bukan kepastian. Karena dengan kata-kata man yang berarti siapa-siapa, makhluk halus selain manusia, yaitu malaikat dan jin pun masuk juga. Tentang adakah manusia di bintang-bintang yang lain, ayat-ayat yang mengandung kata-kata man ini belumlah boleh dijadikan qath'i (alasan pasti) tentang adanya manusia di planet lain. Sebab, maksud Al-Qur'an bukanlah buat dibegitukan."Dan tidak ada sesuatu pun yang tidak bertasbih memuji-Nya." Lanjutan firman Allah ini adalah untuk memperjelas pangkalnya tadi bahwa semua bertasbih, langit ketujuh tingkat/petala bertasbih, bumi pun bertasbih. Niscaya timbul pertanyaan dari orang yang hanya merenung secara dangkal. Orang itu mengerti kalau manusia bertasbih, tentu mulutnya mengucapkan “Subhanailah". Tetapi bagaimana langit? Bagaimana bumi? Maka dijawablah dengan keterangan selanjutnya, ‘Akan tetapi, kamu tidak mengerti cara mereka bertasbih itu."
Beberapa filsuf mengatakan bahwa alam ini pun bernyawa seperti manusia. Ada yang mengatakan bahwa bintang-bintang itupun bernyawa. Itu pun tentu bertali dengan do-ngeng/kuno Yunani tadi, tuhan-tuhan atau dewa-dewa itu mereka bangsakan kepada bintang-bintang. Maka kita pun dapat menaksir atau mengkhayatkan bagaimana langit ketujuh petala beserta bumi bertasbih kepada Allah, namun ilmunya yang sejati tetap pada Allah jua.
Pengetahuan kita tentang ilmu tumbuh-tumbuhan misalnya, tentang terjadinya pohon yang besar berasal daripada biji yang kecil, berangsur dia hidup sejak dari dua helai daun sampai berdahan, bercabang, beranting, berdaun, dan menghasilkan buah, dapatlah kita paham bahwa itu pun adalah tasbihnya terhadap Allah.
Selanjutnya Allah berfirman, “Sesungguhnya Dia adalah. Maha Pemaaf, lagi Maha Pengampun."
Penutup ayat ini memberikan kelonggaran bagi orang yang belum menyelidiki dengan dalam, baik secara penyelidikan lahir atau perenungan batin. Karena kitab alam itu dua terkembang, pertama di luar diri, itulah Alam semesta, kedua di dalam diri itulah hati sanubari kita. Pada ayat 36 sudah dilarang kita hanya menuruti saja jejak orang yang dahulu, dengan tidak mempergunakan akal dan pikiran sendiri. Berusahalah dan berijtihad, yang berarti bersungguh-sungguh. Kalau kita salah hitung tak sengaja, Allah bersifat Haliim, yang berarti pemaaf. Dan ada pula orang yang dahulunya telanjur, sehingga langit atau
bumi, bulan atau bintang, apa lagi matahari yang dipandangnya berkuasa sebagai Tuhan juga. Kemudian mereka bertemu jalan yang benar. Maka Allah pun bersifat Ghafur, artinya Pengampun.