Ayat

Terjemahan Per Kata
أَفَأَصۡفَىٰكُمۡ
apakah mensifatkan/memilihkan kamu
رَبُّكُم
Tuhan kalian
بِٱلۡبَنِينَ
dengan anak-anak laki-laki
وَٱتَّخَذَ
dan/sedang Dia mengambil
مِنَ
dari/diantara
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ
para Malaikat
إِنَٰثًاۚ
anak-anak perempuan
إِنَّكُمۡ
sesungguhnya kalian
لَتَقُولُونَ
sungguh kamu mengucapkan
قَوۡلًا
perkataan
عَظِيمٗا
besar
أَفَأَصۡفَىٰكُمۡ
apakah mensifatkan/memilihkan kamu
رَبُّكُم
Tuhan kalian
بِٱلۡبَنِينَ
dengan anak-anak laki-laki
وَٱتَّخَذَ
dan/sedang Dia mengambil
مِنَ
dari/diantara
ٱلۡمَلَٰٓئِكَةِ
para Malaikat
إِنَٰثًاۚ
anak-anak perempuan
إِنَّكُمۡ
sesungguhnya kalian
لَتَقُولُونَ
sungguh kamu mengucapkan
قَوۡلًا
perkataan
عَظِيمٗا
besar
Terjemahan

Apakah (pantas) Tuhanmu memilihkan anak laki-laki untukmu, sedangkan Dia menjadikan malaikat sebagai anak perempuan? Sesungguhnya kamu (kaum musyrik) benar-benar mengucapkan perkataan yang (dosanya) sangat besar.
Tafsir

(Maka apakah patut telah memilihkan bagi kalian) telah mengkhususkan bagi kalian, hai penduduk Mekah (Rabb kalian akan anak-anak laki-laki sedangkan Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para Malaikat) yakni sebagai anak-anak perempuan-Nya sesuai dengan dugaan kalian itu (Sesungguhnya kalian benar-benar mengucapkan) melalui perkataan kalian itu (kata-kata yang besar dosanya).
Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagi kalian anak laki-laki, sedangkan Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? Sesungguhnya kalian benar-benar mengucapkan kata-kata yang besar (dosanya). Allah ﷻ membantah orang-orang musyrik yang berbuat kedustaan terhadap Allah, semoga mereka dilaknat Allah, yaitu mereka yang menduga bahwa sesungguhnya malaikat-malaikat itu adalah anak-anak perempuan Allah. Mereka menganggap para malaikat yang merupakan hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah itu berjenis kelamin perempuan, kemudian mereka menganggap para malaikat itu anak-anak perempuan Allah, selanjutnya mereka menyembah malaikat-malaikat itu.
Mereka melakukan kekeliruan yang sangat besar dalam setiap anggapan itu. Maka Allah menyanggah mereka melalui firman-Nya: Maka apakah patut Tuhan memilihkan bagi kalian anak-anak laki-laki. (Al-Isra: 40) Yakni mengkhususkan bagi kalian anak laki-laki. sedangkan Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara para malaikat? (Al-Isra: 40) Maksudnya, memilih untuk diri-Nya sendiri anak-anak perempuan seperti yang didugakan oleh kalian itu. Dalam ayat selanjutnya Allah menyanggah mereka dengan sanggahan yang keras.
Untuk itu Allah ﷻ berfirman: Sesungguhnya kalian benar-benar mengucapkan kata-kata besar (dosanya). (Al-Isra: 40) Yakni anggapan kalian yang mengatakan bahwa Allah beranak, lalu kalian menganggap Allah mempunyai anak-anak perempuan yang kalian sendiri menolaknya dan bahkan adakalanya kalian mengubur anak-anak perempuan kalian hidup-hidup. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Dalam ayat-ayat yang lain disebutkan oleh Allah ﷻ melalui firman-Nya: Dan mereka berkata, "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kalian mendatangkan suatu perkataan yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena perkataan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak.
Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri. (Maryam: 88-95)"
Setelah mengingatkan umat Islam agar tidak mengikuti perkataan
dan perbuatan yang tidak diketahui kebenarannya, pada ayat ini Allah
menjelaskan kesalahan kaum musyrik yang menyembah patung-patung sebagai perantara mendekatkan diri mereka kepada Tuhan. Allah
menyatakan, Maka apakah pantas, apa yang engkau katakan bahwa
Tuhanmu memilihkan anak-anak laki-laki untukmu dan Dia mengambil
anak-anak perempuan di antara para malaikat, yang menurut pandanganmu lebih rendah derajatnya daripada anak laki-laki' Sungguh, kamu
benar-benar mengucapkan kata yang besar dosanya, yaitu bahwa Tuhan
mempunyai anak dan para malaikat berjenis kelamin perempuan, sungguh perkataan itu adalah kebohongan yang nyata. Dan sungguh, dalam Al-Qur'an ini telah Kami jelaskan berulang-ulang
peringatan dengan beraneka macam perupamaan, janji, dan ancaman
agar mereka selalu ingat dan mengambil pelajaran. Tetapi peringatan yang
berulang-ulang itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari semakin
jauh dari kebenaran.
Allah ﷻ membantah anggapan kaum musyrikin Mekah bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah, dengan menanyakan apakah patut Tuhanmu memilih bagimu anak laki-laki, sedang Dia sendiri mengambil anak-anak perempuan di antara malaikat. Pertanyaan ini mengandung arti penyangkalan terhadap anggapan mereka bahwa Allah ﷻ mempunyai anak-anak perempuan yang berupa malaikat. Bantahan Allah, dalam ayat ini, dengan cara menunjukkan kesalahan jalan pikiran mereka, bertujuan agar mereka dapat memahami kesalahannya. Bagaimana mungkin Allah ﷻ yang menciptakan langit dan bumi serta benda-benda yang berada di antara keduanya dikatakan mempunyai anak-anak perempuan yang berupa malaikat, sedangkan mereka sendiri lebih suka mempunyai anak-anak laki-laki dan membenci anak perempuan. Mereka bahkan menguburkan anak perempuan itu hidup-hidup. Dalam hal ini, mereka memberi suatu sifat kepada Allah yang mereka sendiri tidak menyukainya. Jalan pikiran mereka benar-benar kacau. Mereka menyifati Zat Yang Maha Esa dan Mulia dengan sifat yang rendah menurut pandangan mereka sendiri. Anggapan seperti ini mengakibatkan tiga macam kesalahan.
1. Mereka menganggap bahwa para malaikat itu anak-anak perempuan.
2. Mereka menganggap bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah.
3. Mereka menyembah malaikat-malaikat itu.
Allah ﷻ berfirman:
Maka tanyakanlah (Muhammad) kepada mereka (orang-orang kafir Mekah), "Apakah anak-anak perempuan itu untuk Tuhanmu sedangkan untuk mereka anak-anak laki-laki?" Atau apakah Kami menciptakan malaikat-malaikat berupa perempuan sedangkan mereka menyaksikan(nya)? Ingatlah, sesungguhnya di antara kebohongannya mereka benar-benar mengatakan, "Allah mempunyai anak." Dan sungguh, mereka benar-benar pendusta. (ash-shaffat/37: 149-152)
Allah ﷻ menegaskan bahwa dengan ucapan itu, kaum musyrikin telah mengatakan ucapan yang besar dosanya. Mereka telah mengada-adakan kebohongan terhadap Allah, dan karenanya diancam dengan siksaan yang pedih. Mereka juga telah menyia-nyiakan akal pikiran mereka sendiri, karena memutarbalikkan kebenaran yang semestinya mereka junjung tinggi.
Dan mereka berkata, "(Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak." Sungguh, kamu telah membawa sesuatu yang sangat mungkar, hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh, (karena ucapan itu), karena mereka menganggap (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak. Dan tidak mungkin bagi (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak. (Maryam/19: 88-92) (Lihat juga al-Baqarah/2: 116)
.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
MENGHADAPI KAUM MUSYRIKIN
Mulai dari ayat 40 adalah menghadapi kaum musyrikin. Setengah dari kepercayaan karut mereka itu ialah bahwa Allah itu beranak dan anaknya itu adalah malaikat, dan malaikat itu adalah perempuan."Anak-anak Tuhan" kata mereka itu, mereka rupakan menjadi berhala, dan berhala-berhala itu diberi nama dengan nama-nama perempuan. Jadi, berbeda cara mereka memercayai Allah beranak itu dengan kepercayaan kaum Nasrani. Di kaum Nasrani, Nabi Isa al-Masih dikatakan anak laki-laki tunggal. Dan di samping Allah ada lagi satu tuhan menurut mereka, yang sama taraf dan kedudukannya dengan Allah, yaitu Malaikat Jibril yang disebut Ruhul Qudus atau Ruh Tertinggi. Tetapi di samping kepercayaan bahwa Allah beranak perempuan, yaitu malaikat, orang Quraisy atau musyrikin amat kecewa kalau dapat anak perempuan. Mereka lebih suka anak laki-laki saja. Kepercayaan yang karut iniiah yang ditentang oleh ayat 40 ini.
Ayat 40
“Maka apakah telah memilihkan untuk kamu Tuhan kamu, dengan anak-anak laki-laki dan Dia ambit malaikat sebagai anak-anak perempuan? Sesungguhnya kamu telah mengucapkan kata-kata yang besar."
Niscaya dapatlah kita merasakan bahwa pertanyaan dalam ayat ini benar-benar satu tantangan yang tidak dapat dijawab oleh mereka kalau mereka masih mempergunakan akal. Kepercayaan-kepercayaan semacam itu hanya semacam dongeng orang tua-tua yang diterima demikian saja. Mereka tidak merasa bahwa ucapan seperti itu yang mengenai Allah adalah ucapan yang berat dan besar yang wajib dipertanggung jawabkan. Mengatakan Allah beranak adalah perkara besar. Sebab, ini adalah perkara aqidah, perkara pegangan hidup. Dan dua kali lebih besar setelah dikatakan pula bahwa anak Allah itu adalah malaikat. Dan jadi lebih berat lagi setelah dikatakan pula bahwa malaikat itu adalah perempuan belaka. Pada-hal, dalam kehidupannya, mereka membenci anak perempuan, bahkan menguburkan anak perempuan itu hidup-hidup. Jadi, sesudah mengatakan Allah beranak, ditentukan pula anak Tuhan itu jenis yang mereka benci. Dengan demikian berapa tingkat penghinaan mereka kepada Allah?
ltul sebabnya maka kepada orang yang mengaku beriman kepada Allah, di dalam ayat 36, diberi peringatan jangan menurut saja apa
yang tidak ada ilmu-ilmu padanya. Supaya jangan memegang kepercayaan-kepercayaan yang karut dan khurafat, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan akal waras dan ilmu.
Ayat 41
“Dan sesungguhnya telah Kami ulang-ulangkan dalam Al-Qur'an ini supaya mereka ingat tetapi tidaklah menambah kepada mereka melainkan berpalingan jua."
Artinya telah berulang-ulang wahyu diturunkan dan senantiasa mereka diberi peringatan atas kesalahan mereka. Pokok dan induk dari segala kesalahan ialah syirik mempersekutukan yang lain dengan Allah. Tetapi, hati mereka bertambah keras. Jadi, walaupun telah diberi peringatan berkali-kali, usahkan mereka bertambah dekat, malah bertambah jauh. Tetapi, Tuhan Yang Mahakasih dan Sayang kepada hamba-hamba-Nya tidaklah berhenti pula memberikan peringatan dengan perantaraan utusan-Nya.
Maka berfirmanlah Allah,
Ayat 42
Katakanlah, “Jikalau ada besenta-Nya tuhan-tuhan yang lain, sebagaimana yang kamu katakan itu, niscaya maulah mereka itu."Yaitu Tuhan yang banyak itu" mencari jalan kepada yang Empunya Ansy."
Ayat ini mengajak kita berpikir yang waras dan wajar. Adalah mustahil pada akal yang sehat ada banyak tuhan. Kalau dikatakan bahwa selain Yang Empunya Arsy, Tuhan Yang Mahatinggi Sekali, yang disebut dalam agama musyrik dengan sebutan Sang Hyang Tunggal atau Sang Hyang Widi, niscaya salah satu dari dua mesti kejadian. Yang pertama ialah bahwa segala tuhan itu berkuasa pula di samping kekuasaan tertinggi tadi. Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Widi, yang orang Arab musyrikin pun menyebutnya dengan Allah. Kalau ada kekuasaan mereka semua, logika yang sehat dan pikiran yang teratur mengatakan bahwa tuhan-tuhan itu tidaklah ada yang mutlak kekuasaannya. Dan kekuasaan yang tidak mutlak itu adalah menimbulkan rasa tidak puas pada masing-masing yang berkuasa. Karena tidak terang batas kekuasaan masing-masing. Kalau dikatakan bahwa kekuasaan tertinggi tetap satu, apa perlunya dinamai Tuhan lagi pada yang lain itu. Kaiau mereka berkuasa hanyalah setelah diberi kekuasaan oleh Allah Yang Mahatinggi? Kalau mereka sama sekali tidak berkuasa, apa gunanya mereka menyandang pangkat yang bernama tuhan, padahal kosong isinya?
Atau sebagaimana dibayangkan dalam ayat ini. Semua berebut hendak jadi yang lebih kuasa. Karena puncak kekuasaan ialah pada yang menguasai Arsy, niscaya sekalian yang dinamai tuhan itu tidak puas dengan ketuhanannya, karena kuasanya tidak mutlak. Mereka selalu bernafsu, berambisi hendak jadi tuhan yang paling berkuasa, sebagaimana selalu kejadian perebutan kuasa memperluas daerah dan diktator-diktator dunia ini.
Maka terjadilah perang saudara di antara tuhan sama tuhan. Cerita tuhan-tuhan berperang berebut kekasih, berebut kuasa, memang ada dalam dongeng kuno Yunani, yang dinamai mitologi. Pelopornya seorang penyair buta benama Homerus. Terkenallah dia karena dua buah karyanya, EIliad dan Odessys. Isinya macam-macam cerita tentang berbagai Tuhan. Tetapi, semua itu adalah dongeng untuk dinyanyikan, bukan kebenaran untuk dipikirkan.
Sebab itu datanglah lanjutan firman Allah,
Ayat 43
“Mahasuci Dia, dan Mahatinggi daripada apa yang mereka katakan itu."
Artinya, bahwa kesucian Ilahi, Allah Yang Maha Esa, Esa dalam zat, Esa dalam sifat, dan Esa dalam afal (perbuatan) adalah hasil dari renungan akal yang sehat dan berpikir yang teratur.
“Sangat Tinggi, lagi Mahabesai."
Ditekankan ujung perkataan guna menuntun manusia berpikir dengan saksama, dan enyahkanlah pikiran dari berbilang tuhan, berebut kuasa, tuhan berebut kebesaran. Tuhan hanya Satu.
Ayat 44
“Mengucapkan kesucian untuk-Nya langit yang tujuh dan dan siapa siapa pun yang ada pada semuanya itu."
Mengucapkan kesucian, yakni bertasbih, berarti juga tunduk akan perintah-Nya, me-laksanakan apa yang dikehendaki-Nya, baik dengan lidah atau dengan perbuatan atau dengan bukti kepatuhan. Langit tujuh petala bertasbih, bumi pun bertasbih, dan segala penduduk, siapa pun, yang berdiam di semua langit dan di bumi itu, semuanya bertasbih.
Setengah orang mengambil alasan dari ayat ini bahwa dengan kata wa man fii hinna, yang berarti siapa-siapa pun yang ada padanya, dapat dijadikan bukti dari Al-Qur'an bahwa selain dari dalam bumi ini ada juga di bintang lain di langit lain makhluk bernyawa laksana di bumi ini juga.
Penyelidikan dan hasil ilmu pengetahuan sedang lagi berkembang. Maka tidaklah layak kita mencoba-coba menyesuaikan ayat-ayat Al-Qur'an dengan hasil selidik manusia, karena penafsiran adalah kemungkinan saja, bukan kepastian. Karena dengan kata-kata man yang berarti siapa-siapa, makhluk halus selain manusia, yaitu malaikat dan jin pun masuk juga. Tentang adakah manusia di bintang-bintang yang lain, ayat-ayat yang mengandung kata-kata man ini belumlah boleh dijadikan qath'i (alasan pasti) tentang adanya manusia di planet lain. Sebab, maksud Al-Qur'an bukanlah buat dibegitukan."Dan tidak ada sesuatu pun yang tidak bertasbih memuji-Nya." Lanjutan firman Allah ini adalah untuk memperjelas pangkalnya tadi bahwa semua bertasbih, langit ketujuh tingkat/petala bertasbih, bumi pun bertasbih. Niscaya timbul pertanyaan dari orang yang hanya merenung secara dangkal. Orang itu mengerti kalau manusia bertasbih, tentu mulutnya mengucapkan “Subhanailah". Tetapi bagaimana langit? Bagaimana bumi? Maka dijawablah dengan keterangan selanjutnya, ‘Akan tetapi, kamu tidak mengerti cara mereka bertasbih itu."
Beberapa filsuf mengatakan bahwa alam ini pun bernyawa seperti manusia. Ada yang mengatakan bahwa bintang-bintang itupun bernyawa. Itu pun tentu bertali dengan do-ngeng/kuno Yunani tadi, tuhan-tuhan atau dewa-dewa itu mereka bangsakan kepada bintang-bintang. Maka kita pun dapat menaksir atau mengkhayatkan bagaimana langit ketujuh petala beserta bumi bertasbih kepada Allah, namun ilmunya yang sejati tetap pada Allah jua.
Pengetahuan kita tentang ilmu tumbuh-tumbuhan misalnya, tentang terjadinya pohon yang besar berasal daripada biji yang kecil, berangsur dia hidup sejak dari dua helai daun sampai berdahan, bercabang, beranting, berdaun, dan menghasilkan buah, dapatlah kita paham bahwa itu pun adalah tasbihnya terhadap Allah.
Selanjutnya Allah berfirman, “Sesungguhnya Dia adalah. Maha Pemaaf, lagi Maha Pengampun."
Penutup ayat ini memberikan kelonggaran bagi orang yang belum menyelidiki dengan dalam, baik secara penyelidikan lahir atau perenungan batin. Karena kitab alam itu dua terkembang, pertama di luar diri, itulah Alam semesta, kedua di dalam diri itulah hati sanubari kita. Pada ayat 36 sudah dilarang kita hanya menuruti saja jejak orang yang dahulu, dengan tidak mempergunakan akal dan pikiran sendiri. Berusahalah dan berijtihad, yang berarti bersungguh-sungguh. Kalau kita salah hitung tak sengaja, Allah bersifat Haliim, yang berarti pemaaf. Dan ada pula orang yang dahulunya telanjur, sehingga langit atau
bumi, bulan atau bintang, apa lagi matahari yang dipandangnya berkuasa sebagai Tuhan juga. Kemudian mereka bertemu jalan yang benar. Maka Allah pun bersifat Ghafur, artinya Pengampun.