Ayat

Terjemahan Per Kata
وَلَا
dan jangan
تَجۡعَلۡ
kamu jadikan
يَدَكَ
tanganmu
مَغۡلُولَةً
terbelenggu
إِلَىٰ
kepada
عُنُقِكَ
lehermu
وَلَا
dan jangan
تَبۡسُطۡهَا
kamu mengulurkannya
كُلَّ
segala/habis-habis
ٱلۡبَسۡطِ
uluran
فَتَقۡعُدَ
maka kamu akan duduk/menjadi
مَلُومٗا
tercela
مَّحۡسُورًا
penyesalan
وَلَا
dan jangan
تَجۡعَلۡ
kamu jadikan
يَدَكَ
tanganmu
مَغۡلُولَةً
terbelenggu
إِلَىٰ
kepada
عُنُقِكَ
lehermu
وَلَا
dan jangan
تَبۡسُطۡهَا
kamu mengulurkannya
كُلَّ
segala/habis-habis
ٱلۡبَسۡطِ
uluran
فَتَقۡعُدَ
maka kamu akan duduk/menjadi
مَلُومٗا
tercela
مَّحۡسُورًا
penyesalan
Terjemahan

Janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu (kikir) dan jangan (pula) engkau mengulurkannya secara berlebihan sebab nanti engkau menjadi tercela lagi menyesal.
Tafsir

(Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu) artinya janganlah kamu menahannya dari berinfak secara keras-keras; artinya pelit sekali (dan janganlah kamu mengulurkannya) dalam membelanjakan hartamu (secara keterlaluan, karena itu kamu menjadi tercela) pengertian tercela ini dialamatkan kepada orang yang pelit (dan menyesal) hartamu habis ludes dan kamu tidak memiliki apa-apa lagi karenanya; pengertian ini ditujukan kepada orang yang terlalu berlebihan di dalam membelanjakan hartanya.
Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya, sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Allah ﷻ memerintahkan (kepada hamba-hamba-Nya) agar bersikap ekonomis dalam kehidupan, dan mencela sifat kikir; serta dalam waktu yang sama melarang sifat berlebihan. Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu. (Al-Isra: 29) Dengan kata lain, janganlah kamu menjadi orang kikir dan selalu menolak orang yang meminta serta tidak pernah sekalipun memberikan sesuatu kepada seseorang.
Orang-orang Yahudi, semoga laknat Allah menimpa mereka, mengatakan bahwa tangan Allah terbelenggu. Maksud mereka ialah Allah bersifat kikir, padahal kenyataannya Allah Mahatinggi lagi Mahasuci, Mahamulia dan Maha Pemberi. Firman Allah ﷻ: dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya. (Al-Isra: 29) Artinya janganlah kamu berlebihan dalam membelanjakan hartamu dengan cara memberi di luar kemampuanmu dan mengeluarkan biaya lebih dari pemasukanmu. karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al-Isra: 29) Ungkapan ini termasuk ke dalam versi lifwan nasyr, yakni gabungan dari beberapa penjelasan.
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa jika kamu kikir, maka kamu akan menjadi orang yang tercela; orang-orang akan mencela dan mencacimu serta tidak mau bergaul denganmu. Seperti yang dikatakan oleh Zuhair ibnu Abu Sulma dalam Mu'aliaqat-nya yang terkenal itu, yaitu: ... Barang siapa yang berharta, lalu ia kikir dengan hartanya itu terhadap kaumnya, tentulah dia tidak digauli oleh mereka dan dicela.
Dan manakala kamu membuka tanganmu lebar-lebar dengan memberi di luar kemampuanmu, maka kamu akan menyesal karena tidak punya sesuatu lagi yang akan kamu belanjakan Perihalnya sama dengan hewan yang tidak kuat lagi melakukan perjalanan, maka ia berhenti karena lemah dan tidak mampu. Hewan yang berspesifikasi demikian dinamakan hasir, yakni hewan yang kelelahan. Pengertian ini sama dengan apa yang disebutkan di dalam firman-Nya: Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi, niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah. (Al-Mulk: 3-4) Yang dimaksud dengan hasir ialah lemah, tidak dapat melihat adanya cela.
Makna yang dimaksud oleh ayat ini ditafsirkan dengan pengertian kikir dan berlebih-lebihan, menurut ibnu Abbas, Al-Hasan, Qatadah, Ibnu Juraij, Ibnu Zaid, dan yang lainnya. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui hadis Abuz Zanad, dari Al-A'raj, dari Abu Hurairah, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah ﷺ bersabda: -: ". Perumpamaan orang yang kikir dan orang yang dermawan ialah sama dengan dua orang lelaki yang keduanya memakai jubah besi mulai dari bagian dada sampai ke b'agian bawah lehernya.
Adapun orang yang dermawan, maka tidak sekali-kali ia mengeluarkan nafkah melainkan jubah besinya itu terasa makin lebar atau longgar sehingga semua jarinya tersembunyi dan tidak kelihatan. Adapun orang yang kikir, maka tidak sekali-kali dia bermaksud hendak membelanjakan sesuatu melainkan setiap lekukan dari jubah besinya menempel pada tempatnya; sedangkan dia berupaya untuk melonggar-kannya, tetapi baju besinya tidak mau longgar.
Demikianlah menurut lafaz hadis yang diketengahkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab zakatnya. Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui Hisyam ibnu Urwah, dari istrinya (yaitu Fatimah bintil Munzir), dari neneknya (yaitu Asma binti Abu Bakar) yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Berinfaklah dengan cara anu dan anu dan anu, dan janganlah kamu mengingat-ingatnya, karena Allah akan membalasmu karena Allah akan membalas menghitung-hitungnya pula. Menurut lafaz lain disebutkan: Janganlah kamu menghitung-hitungnya, karena Allah akan membalas memperhitungkannya terhadapmu. Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui jalur Abdur Razzaq, dari Ma'mar, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Sesungguhnya Allah telah berfirman kepadaku, "Berinfaklah kamu! Maka Aku akan menggantikannya kepadamu.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui jalur Mu'awiyah ibnu Abu Mazrad, dari Sa'id ibnu Yasar, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tiada suatu hari pun yang padanya hamba-hamba Allah berpagi hari melainkan terdapat dua malaikat yang turun dari langit. Salah seorang yang mengatakan, "Ya Allah, berikanlah ganti kepada orang yang berinfak. Sedangkan malaikat yang lainnya mengatakan, "Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang kikir. Imam Muslim telah meriwayatkan hadis berikut ini dari Qutaibah, dari Ismail ibnu Ja'far, dari Al-Ala, dari ayahnya, dari Abu Hurairah secara marfu yaitu: Tiada harta benda yang berkurang karena bersedekah, dan tidak sekali-kali Allah menambahkan kepada orang yang berinfak melainkan kemuliaannya.
Dan barang siapa yang berendah diri karena Allah, Allah pasti mengangkatnya (meninggikannya). Di dalam hadis Abu Kasir disebutkan hadis berikut dari Abdullah ibnu Umar secara marfu': Waspadalah kalian terhadap sifat kikir, karena sesungguhnya telah binasalah orang-orang yang sebelum kalian karena mereka menganjurkan kepada kekikiran, lalu mereka menjadi kikir. Dan mereka menganjurkan memutuskan tali silaturahmi, lalu mereka memutuskannya. Dan mereka menganjurkan kepada perbuatan maksiat, lalu mereka bermaksiat.
Imam Baihaqi telah meriwayatkan melalui jalur Sa'dan ibnu Nasr, dari Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari ayahnya yang telah mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tidak sekali-kali seseorang mengeluarkan suatu sedekah, melainkan terlepaslah (karenanya) rahang tujuh puluh setan. Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah Al-I laddad, telah menceritakan kepada kami Sikkin ibnu Abdul Aziz, telah menceritakan kepada kami Ibrahim Al-Hijri, dari Abul Ahwas, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Tidak akan jatuh miskin orang yang berhemat. Firman Allah ﷻ: Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya. (Al-Isra: 30) Ayat ini memerintahkan bahwa Allah ﷻ adalah Tuhan Yang Memberi rezeki dan yang Menyempitkannya.
Dia pulalah yang mengatur rezeki makhluk-Nya menurut apa yang dikehendaki-Nya. Untuk itu Dia menjadikan kaya orang yang Dia sukai, dan menjadikan miskin orang yang Dia kehendaki, karena di dalamnya terkandung hikmah yang hanya Dia sendirilah yang mengetahuinya. Karena itulah dalam ayat selanjutnya disebutkan oleh firman-Nya: sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Al-Isra: 30) Artinya Dia Maha Melihat iagi Maha Mengetahui siapa yang berhak menjadi kaya dan siapa yang berhak menjadi miskin.
Di dalam sebuah hadis disebutkan seperti berikut: ". Sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak layak baginya kecuali hanya miskin. Seandainya Aku jadikan dia kaya, niscaya kekayaannya itu akan merusak agamanya. Dan sesungguhnya di antara hamba-hamba-Ku benar-benar terdapat orang yang tidak pantas baginya kecuali hanya kaya. Seandainya Aku jadikan dia miskin, tentulah kemiskinan itu akan merusak agamanya.
Adakalanya kekayaan itu pada sebagian manusia merupakan suatu istidraj baginya (yakni pembinasaan secara berangsur-angsur), dan adakalanya kemiskinan itu merupakan suatu hukuman dari Allah. Semoga Allah melindungi kita dari kedua keadaan tersebut."
Dan janganlah engkau jadikan tanganmu terbelenngu pada lehermu,
yakni janganlah enggan mengulurkan tanganmu memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan jangan pula
engkau terlalu mengulurkannya, yakni janganlah kamu boros dalam
membelanjakan harta, karena itu kamu menjadi tercela karena kekikiranmu, dan menyesal karena keborosanmu dalam membelanjakan harta. Sebab utama sifat kikir manusia adalah karena takut terjerumus
ke dalam kemiskinan. Ayat ini mengingatkan bahwa sungguh, Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki untuk dilapangkan rezekinya dan menyempitkannya kepada siapa yang Dia kehendaki
untuk disempitkan rezekinya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui segala sesuatu, Maha melihat akan hamba-hambanya. Dia memberikan kepada hamba-Nya segala sesuatu yang menjadi kebutuhan dan kemaslahatannya apabila ia menjalani sebab-sebab untuk mendapatkannya.
Selanjutnya dalam ayat ini, Allah ﷻ menjelaskan cara-cara yang baik dalam membelanjakan harta. Allah menerangkan keadaan orang-orang yang kikir dan pemboros dengan menggunakan ungkapan jangan menjadi-kan tangan terbelenggu pada leher, tetapi juga jangan terlalu mengulurkan-nya. Kedua ungkapan ini lazim digunakan orang-orang Arab. Yang pertama berarti larangan berlaku bakhil atau kikir, sehingga enggan memberikan harta kepada orang lain, walaupun sedikit. Ungkapan kedua berarti melarang orang berlaku boros dalam membelanjakan harta, sehingga melebihi kemampuan yang dimilikinya. Kebiasaan memboroskan harta akan meng-akibatkan seseorang tidak mempunyai simpanan atau tabungan yang bisa digunakan ketika dibutuhkan.
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa cara yang baik dalam membelanja-kan harta ialah dengan cara yang hemat, layak dan wajar, tidak terlalu bakhil dan tidak terlalu boros. Terlalu bakhil akan menjadikan seseorang tercela, sedangkan terlalu boros akan mengakibatkan pelakunya pailit atau bangkrut.
Adapun keterangan-keterangan yang didapat dari hadis-hadis Nabi dapat dikemukakan sebagai berikut:
Imam Ahmad dan ahli hadis yang lain meriwayatkan dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Tidak akan menjadi miskin orang yang berhemat.
Hadis ini menjelaskan pentingnya berhemat, sehingga Nabi mengatakan bahwa orang yang selalu berhemat tidak akan menjadi beban orang lain atau menjadi miskin.
Imam al-Baihaqi meriwayatkan sebuah hadis dari Ibnu 'Abbas bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
Berlaku hemat dalam membelanjakan harta, separuh dari penghidupan.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Belum tersedia.
Ayat 29
“Dan jangan engkau jadikan tanganmu terbelenggu kepada kudukmu, dan jangan (pula) engkau lepaskan dia sehabis lepas."
Maksudnya ialah jangan bakhil dan jangan cabar, atau boros, atau royal atau membuang-buang harta.
Al-Qur'an dalam ayat ini membuat perumpamaan orang yang bakhil itu dengan orang yang membelenggukan tangannya keduanya ke kuduknya sehingga susah dipergunakannya untuk membuka pura uangnya. Orang yang boros tak berkunci diumpamakan orang yang tangannya lepas selepasnya saja, tidak ada perhitungan. Keduanya itu tercelalah oleh Allah, sebagaimana tersebut juga di dalam al-Furqaan ayat 67,
“Dan orang yang apabila mereka menafkahkan harta, tidaklah mereka berboros-boros dan tidak pula lokek, dan adalah dia di antara keduanya tegak di tengah." (al-Furqaan: 67)
Keduanya itu, bakhil dan boros tercela dan membawa celaka bagi diri sendiri. Bakhil menimbulkan kebencian orang dan menyakiti diri sendiri dan membawa tersisihnya dan ma-syarakat. Sedang boros adalah menjadi alamat bahwa hidup orang ini tak menentu, kekayaan yang didapat tidak ada berkat-Nya. Dan kalau ada dipuji-puji orang. Tetapi kalau sudah melarat, akan melarat sendirian. Sebab itu dikatakan pada lanjutan ayat, “Kalau engkau bakhil dan boros.
“Niscaya engkau akan duduk tercela lagi menyesal."
Selanjutnya berfirmanlah Allah,
Ayat 30
“Sesungguhnya Tuhanmu meluaskan rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan."
Artinya, ada orang yang diluaskan dilapangkan rezekinya sehingga dia disebutkan orang seorang yang kaya raya, tetapi ada pula yang disempitkan rezekinya oleh Allah, dapat sekadar akan dimakan, bahkan kadang-kadang tidak mencukupi.
“Sesungguhnya Dia, terhadap hamba-hamba-Nya adalah Maha Mengetahui, Maha Melihat."
Maka Allah-lah Tuhan yang bersifat dan bernama ar-Razzaaq, yaitu yang memberi rezeki. Dia juga yang bernama dan bersifat al-Qabidh, artinya yang menahan sesuatu dalam tangan-Nya, dan Dia juga yang bernama al-Basith, yaitu yang meluas menghamparkan, memberikan dengan tidak terbatas. Maka, menurut kudrat iradat-Nya, ada makhluk-Nya yang dianugerahi-Nya kekayaan lebih banyak dan ada pula yang hanya sekadarnya, (wa jaqdir). Begitulah takdir Allah, sehingga tidaklah sama kaya semua atau miskin semuanya. Dan pada hakikatnya, yang sejati semua makhluk adalah miskin, dan yang al-Ghariyyu, yang kaya raya hanya Dia, Allah. Semuanya itu ada hikmahnya. Dengan membuat manusia tidak sama itulah baru kita insaf benar akan kekayaan Allah. Seperti pernah dikatakan sufi besar, lbnu Arabi, “Dengan tampaknya beberapa kekurangan dalam alam barulah kita bertambah yakin bahwa yang sempurna itu adalah Allah." Maka tersebutlah ‘dalam sebuah hadits, (disalinkan dari Tafsir lbnu Katsir) demikian bunyinya,
“Setengah dan kamba-Ku. itu tak ada yang akan memperbaikinya melainkan fakir, kalau dia Aku kayakan, akan rusak agamanya. Dan setengah dari hamba-Ku itu tak ada yang akan memperbaikinya melainkan kekayaan. Kalau dia Aku fakirkan, akan rusaklah agamanya."
Lalu diulas lagi oleh lbnu Katsir, “Dan kadang-kadang bagi setengah orang kekayaan itulah yang menjadi istidraj baginya, yang membawanya dengan tidak disadarinya, keluar dari jalan yang benar. Dan bagi setengah orang pula kefakiran itu adalah sebagai hukuman untuknya. Dijauhkan Allah hendaknya dari kita yang ini dan yang itu."