Ayat
Terjemahan Per Kata
لَّا
janganlah
تَجۡعَلۡ
kamu menjadikan
مَعَ
bersama/di samping
ٱللَّهِ
Allah
إِلَٰهًا
tuhan
ءَاخَرَ
lain
فَتَقۡعُدَ
maka kamu duduk/menjadi
مَذۡمُومٗا
tercela
مَّخۡذُولٗا
terhina
لَّا
janganlah
تَجۡعَلۡ
kamu menjadikan
مَعَ
bersama/di samping
ٱللَّهِ
Allah
إِلَٰهًا
tuhan
ءَاخَرَ
lain
فَتَقۡعُدَ
maka kamu duduk/menjadi
مَذۡمُومٗا
tercela
مَّخۡذُولٗا
terhina
Terjemahan
Janganlah engkau menjadikan tuhan yang lain bersama Allah (sebab) nanti engkau menjadi tercela lagi terhina.
Tafsir
(Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah agar kamu tidak tercela dan terhina) artinya tidak ada yang menolongmu.
Janganlah kamu adakan tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah). Allah ﷻ berfirman kepada Nabi-Nya. tetapi makna yang dimaksud ialah orang-orang yang terkena taklif di antara umatnya, yakni: "Hai orang mukallaf, janganlah kamu adakan sekutu bagi Tuhanmu dalam penyembahanmu kepada Dia." agar kamu tidak menjadi tercela. (Al-Isra: 22) karena kamu mengadakan sekutu bagi Allah. dan tidak ditinggalkan (Allah). (Al-Isra: 22) Karena nanti Allah ﷻ tidak akan menolongmu, bahkan Dia menyerahkanmu kepada sekutu yang kamu sembah itu bersama Allah, padahal sekutu Allah itu tidak dapat menimpakan mudarat dan tidak dapat pula memberikan manfaat kepada dirimu. Karena sesungguhnya yang memiliki mudarat dan manfaat hanyalah Allah semata.
Tiada sekutu bagi-Nya. -: [] ". Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad Az-Zubairi. telah menceritakan kepada kami Basyir ibnu Sulaiman, dari Sayyar Abul Hakam, dari Tariq ibnu Syihab, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ pernah bersabda: Barang siapa yang mengalami suatu kebutuhan, lalu meminta tolong kepada manusia untuk menutupi kebutuhannya, maka kebutuhannya itu tidak akan dapat terpenuhi. Dan barangsiapa yang mengalami suatu kebutuhan, lalu ia meminta tolong kepada Allah untuk menutupinya, maka Allah mengirimkan kepadanya kecukupan, adakalanya di masa mendatang, dan adakalanya kecukupan dikirimkan dengan segera.
Imam Abu Daud dan Imam Turmuzi meriwayatkannya melalui hadis Basyir ibnu Sulaiman dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan, sahih, garib."
Oleh karena itu, janganlah engkau adakan tuhan yang lain di samping
Allah, yakni jangan mempersekutukan-Nya, nanti engkau menjadi tercela
dan terhina karena perbuatanmu itu, sehingga engkau menyesal karena
tidak ada siapa pun yang dapat menolongmu. Setelah menjelaskan penggolongan manusia menjadi dua golongan;
ada yang menghendaki kehidupan dunia saja dan ada yang menghendaki kehidupan akhirat di samping kehidupan dunia, kelompok ayat
ini selanjutnya menjelaskan tatakrama pergaulan antar manusia dalam
kehidupannya. Ayat ini menyatakan, Dan Tuhanmu telah menetapkan
dan memerintahkan agar kamu wahai sekalian manusia jangan menyembah
selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai
berusia lanjut dan mereka berada dalam pemeliharaanmu, maka sekalikali janganlah kamu menyakiti keduanya, misalnya dengan mengatakan
kepada keduanya perkataan ah, yakni perkataan yang mengandung
makna kemarahan atau kejemuan, dan janganlah engkau membentak keduanya jika mereka merepotkan kamu atau berbuat sesuatu yang kamu
tidak menyukainya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang mulia, yakni perkataan yang baik, yang mengandung penghormatan dan
kasih sayang.
Allah ﷻ melarang manusia menuhankan sesuatu selain Allah, seperti menyembah patung dan arwah nenek moyang walaupun dengan maksud mendekatkan diri kepada-Nya. Termasuk yang dilarang ialah mengakui adanya kekuatan lain selain Allah yang dapat mempengaruhi dirinya, atau melakukan perbuatan nyata, seperti memuja benda-benda, ataupun kekuatan gaib lain yang dianggap sebagai tuhan. Larangan ini ditujukan kepada seluruh manusia agar tidak sesat dan menyesal karena melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan terhadap Penciptanya. Mereka seharusnya mensyukuri nikmat Allah yang telah dilimpahkan kepada mereka, bukan menyekutukan-Nya karena tidak ada penolong manusia selain Allah.
Allah ﷻ berfirman:
Jika Allah menolong kamu, maka tidak ada yang dapat mengalahkanmu, tetapi jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapa yang dapat menolongmu setelah itu? (ali 'Imran/3: 160).
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 18
“Barangsiapa yang mau cepat, akan Kami cepatkan baginya apa yang Kami kehendaki. Kemudian Kami jadikan baginya Jahannam yang dia akan masuk ke dalamnya dengan keadaan tercela dan terusir."
Ada pemuka-pemuka kafir menentang, mana dia adzab itu. Coba datangkan sekarang juga? Tantangan mereka dikabulkan secepatnya oleh Allah. Penentang-penentang itu kemudian sebagian besar mati dalam Perang Badar dan jadi alas neraka. Mereka mati dengan nama yang tercela dan seakan-akan terusir dari dunia. Pada akhirnya, Mekah itu dapat juga dikuasai Nabi ﷺ sedang kekuasaan mereka telah habis.
Orang-orang yang demikian, karena cinta kepada hidup, menjadi takut mati. Mereka ber-hadapan dengan orang-orang beriman, yang dengan jiwa penuh cinta akan Allah ingin hari akhirat. Mereka tidak takut mati.
Di sinilah kita melihat perbedaan antara kesombongan orang yang kafir, tidak mau percaya, dan orang yang beriman, yang dengan tenang meyakini apa yang dijanjikan Tuhan. Si kafir yang di sini diperlihatkan pada sikap pemuka-pemuka Quraisy, menantang Nabi, artinya menantang Allah. Mana dia adzab itu, bawa kemari sekarang? Kita mau cepat melihat bukti. Dengan tidak mereka sadari dan tidak perhitungkan terlebih dahulu, apa yang mereka kehendaki itu berlaku. Segala mereka yang besar-besar mulut dan sombong itu pergi ke Peperangan Badar. Ketika turun dari Mekah, mereka mengira bahwa mereka pasti menang sebab lebih kuat. Bahkan, umat Islam sendiri pun mulanya tidak menyangka akan menang. Kejadiannya ialah bahwa kaum kafir Quraisy kalah, pemimpin-pemimpin terkemuka yang besar-besar mulut itu tewas sampai tujuh puluh orang, dan tertawan tujuh puluh orang pula.
Orangyangtelah percaya kepada Allah dan Rasul dan membuktikan itu dengan perbuatan dan perjuangan, tidaklah bergegas-gegas minta balasan atau minta kenyataan sekarang juga. Yang mereka inginkan bukanlah yang semata-mata tampak di mata sekarang. Yang mereka harapkan ialah hari esok, atau yang disebut akhirat. Maka berfirmanlah Allah,
Ayat 19
“Dan barangsiapa yang menghendaki akhirat, dan dia berusaha untuknya dengan sungguh-sungguii usaha, dan dia pun beriman, maka usaha mereka itu mendapat ganjaran."
Pada ayat 18 dan 19 ini dijelaskan perbedaan nilai tujuan dari dua macam golongan itu. Yang pertama mati tidak ada tujuan. Mereka hilang dari dunia dalam nama yang tercela, seumpama terusir layaknya. Yang kedua bersedia menghadapi hari akhirat, berusaha dengan sungguh-sungguh yang didorong oleh rasa iman. Mereka hidup dalam kepercayaan yang teguh dan mati dalam bahagia. Ganjaran Ilahi menunggu mereka.
Ayat 20
“Masing-masing Kami tolong, mereka ini dan mereka itu, dari pemberian Tuhanmu. Dan tidaklah ada pemberian Tuhanmu yang terhambat."
Artinya, meskipun pendirian hidup berbeda-beda, ada yang gelap ada yang terang, ada yang kufur ada yang iman, ada yang mati sesat dan ada yang mati syahid, dalam dunia ini keduanya sama-sama ditolong oleh Allah untuk hidup, sama makan sama minum. Dan pemberian itu pun berbeda nilai karena berbeda tingkat usaha. Orang beriman ada yang kaya-raya dengan harta dan ada yang miskin. Orang yang kafir pun demikian. Malahan pada ayat yang selanjutnya diperjelas lagi oleh Allah,
Ayat 21
“Pandanglah, betapa Kami melebihkan sebagian mereka daripada yang sebagian."
Tidak peduli apakah yang dilebihkan dalam kehidupan dunia itu seorang Mukmin atau seorang kafir. Sudah terang bahwa sejak asal semula jadi manusia ini tidaklah terdapat hidup yang sama rata, sebab kecerdasan dan kemampuan pun tidak sama. Oleh sebab itu, kehidupan dunia tidaklah boleh dijadikan ukuran.
“Dan sesungguhnya akhirat lebih besar derajatnya dan lebih besar keutamaannya."
Dan akhirat itulah tujuan yang sebenarnya dari kehidupan ini. Oleh sebab itu, di samping mencari persiapan dan perlengkapan untuk hidup di dunia ini, untuk makan dan minum, untuk pakaian dan rumah kediaman, janganlah manusia lupa bahwa dunia itu berujungkan Akhirat. Perjalanan kita tidak habis sehingga ini saja. Kalau diberi Allah kelebihan lahiriah di dunia fana ini, kita bersyukur, lalu kita pergunakan kelebihan itu untuk mencapai akhirat. Dan kalau kurang daripada apa yang didapat oleh orang lain, isilah kekurangan itu dengan perlengkapan yang sejati, yaitu iman dan tawakal. Ayat yang selanjutnya menunjukkan dengan tegas apakah perlengkapan batin itu. Allah berfirman,
Ayat 22
“Janganlah engkau adakan Tuhan yang lain di samping Allah."
Artinya, isilah jiwamu dengan kepercayaan, dengan iman, bahwa Tuhan itu ada; dan itulah Allah! Dia tidak bersekutu, tidak berserikat dengan yang lain. Dia berdiri sendirinya; kepada-Nyalah engkau memusatkan segala ingatan dan tujuan hidupmu. Kalau pendirian ini tidak ada, kalau tidak ada kepercayaan akan adanya Allah.
“Niscaya duduklah engkau dalam tercela dan terhina."
Orang yang tidak ada kepercayaan kepada Allah, artinya ialah orang yang tidak ada pegangan hidup, tidak ada tali tempat bergantung, tidak ada tanah tempat berpijak. Langkahnya akan tercela sebab tidak ada padanya tenggang-menenggang dengan sesama manusia, dan dia akan terhina karena martabat kemanusiaannya akan dijatuhkannya sendiri ke bawah, kepada tempat makhluk yang tiada berakal. Maksud kepercayaan kepada adanya Allah ialah hendak menaikkan tingkat manusia itu kepada martabat yang tinggi, sementara kekufuran hendak membawa manusia ke tempat kebinatangan. Seumpama perbandingan yang kita lihat di antara kepercayaan ajaran agama bahwa manusia itu adalah makhluk mulia yang dikirim dari surga sedang kepercayaan materialistis mengajarkan bahwa asal usul manusia itu adalah satu dengan asal usul monyet dan kera.