Ayat

Terjemahan Per Kata
وَإِذَآ
dan apabila
أَرَدۡنَآ
Kami kehendaki
أَن
bahwa
نُّهۡلِكَ
Kami membinasakan
قَرۡيَةً
suatu negeri
أَمَرۡنَا
Kami perintahkan
مُتۡرَفِيهَا
orang-orang yang hidup mewah
فَفَسَقُواْ
maka/tetapi mereka durhaka
فِيهَا
di dalamnya (negeri itu)
فَحَقَّ
maka berhak/pantas berlaku
عَلَيۡهَا
atasnya
ٱلۡقَوۡلُ
perkataan
فَدَمَّرۡنَٰهَا
maka Kami hancurkannya
تَدۡمِيرٗا
sehancur-hancurnya
وَإِذَآ
dan apabila
أَرَدۡنَآ
Kami kehendaki
أَن
bahwa
نُّهۡلِكَ
Kami membinasakan
قَرۡيَةً
suatu negeri
أَمَرۡنَا
Kami perintahkan
مُتۡرَفِيهَا
orang-orang yang hidup mewah
فَفَسَقُواْ
maka/tetapi mereka durhaka
فِيهَا
di dalamnya (negeri itu)
فَحَقَّ
maka berhak/pantas berlaku
عَلَيۡهَا
atasnya
ٱلۡقَوۡلُ
perkataan
فَدَمَّرۡنَٰهَا
maka Kami hancurkannya
تَدۡمِيرٗا
sehancur-hancurnya
Terjemahan

Jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (agar menaati Allah). Lalu, mereka melakukan kedurhakaan di negeri itu sehingga pantaslah berlaku padanya perkataan (azab Kami). Maka, Kami hancurkan (negeri itu) sehancur-hancurnya.
Tafsir

(Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu) yakni orang-orang kaya yang dimaksud para pemimpinnya, yaitu untuk taat kepada Kami melalui lisan rasul-rasul Kami (tetapi mereka melakukan kefasikan di negeri itu) maka menyimpanglah mereka dari perintah Kami (maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan Kami) azab Kami (kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya) artinya Kami binasakan negeri itu dengan membinasakan penduduknya serta menghancurkan negerinya.
Tafsir Surat Al-Isra': 16
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu. Maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan) Kami, kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
Ulama ahli qiraat berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan lafaz amarna. Menurut qiraat yang terkenal dibaca takhfif (bukan ammarna). Dan kalangan ulama tafsir berbeda pendapat mengenai maknanya. Menurut salah satu pendapat, makna yang dimaksud ialah Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu dengan perintah takdir. Seperti yang disebutkan dalam firman-Nya: “Tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang.” (Yunus: 24). Dan firman Allah ﷻ: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan keji.” (Al-A'raf: 28).
Mereka yang berpendapat demikian mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah menundukkan mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan fahisyah, karenanya mereka berhak menerima azab-Nya. Menurut pendapat lain, Kami perintahkan mereka untuk mengerjakan ketaatan, tetapi sebaliknya mereka mengerjakan perbuatan-perbuatan yang keji, karenanya mereka berhak mendapat hukuman.
Demikianlah menurut riwayat ibnu Juraij, dari Ibnu Abbas, dan pendapat yang sama dikatakan pula oleh Sa'id ibnu Jubair. Ibnu Jarir mengatakan, barangkali makna yang dimaksud ialah bahwa Allah menjadikan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu sebagai pemimpin mereka. Menurut kami, pendapat ini tiada lain berdasarkan qiraat yang membaca ayat ini dengan bacaan ammarna mittrafiha (maka Kami jadikan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu sebagai pemimpin-pemimpinnya).
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu.” (Al-Isra: 16) Bahwa Kami jadikan orang-orang jahat mereka berkuasa, lalu mereka melakukan kedurhakaan dan kerusakan di dalamnya. Bilamana mereka melakukan hal tersebut, Allah membinasakan mereka dengan azab-Nya. Tafsir ini semakna dengan firman-Nya: “Dan demikianlah Kami adakan pada tiap-tiap negeri pembesar-pembesar yang jahat.” (Al-An'am: 123), hingga akhir ayat.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Abul Aliyah, Mujahid, dan Ar-Rabi' ibnu Anas.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: “Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Allah), tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu.” (Al-Isra: 16) Yakni Kami perbanyak bilangan mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ikrimah, Al-Hasan, Ad-Dahhak, dan Qatadah.
Diriwayatkan dari Malik, dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-Nya: “Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu.” (Al-Isra: 16) Maksudnya, Kami perbanyak bilangan mereka. Sebagian dari mereka berdalilkan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad yang mengatakan: Telah menceritakan kepada kami Rauh ibnu Ubadah, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im Al-Adawi, dari Muslim ibnu Badil, dari Iyas ibnu Zuhair, dari Suwaid ibnu Hubairah, dari Nabi ﷺ yang bersabda: “Sebaik-baik harta seseorang buat dirinya sendiri ialah kuda, dan ternak yang berkembang biak atau kebun karma cangkokan.”
Imam Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam di dalam kitabnya Al-Garib mengatakan bahwa al-ma'murah artinya yang banyak anaknya, sedangkan as-sikkah artinya deretan pohon-pohon kurma yang ditanam rapi secara berbaris. Al-maburah berasal dari tabir, artinya cangkokan. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya hal ini dikemukakan secara tanasub (bersesuaian), sama seperti pengertian yang terdapat di dalam sabda Nabi ﷺ yang mengatakan, "Yang dibiarkan rimbun dan tidak dipangkas."
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, yang durhaka sesuai ketetapan kami, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang
hidup mewah di negeri itu agar menaati Allah, tetapi mereka tidak mau
menaati-Nya, bahkan mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu
dengan melakukan penganiayaan dan pengrusakan, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan, yakni ketentuan Kami, kemudian
Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya, sehingga mereka tidak dapat bangkit lagi. Dan sesuai dengan ketetapan itu dinyatakan, Berapa banyaknya kaum
setelah kebinasaan kaum Nuh, telah Kami binasakan disebabkan oleh
kedurhakaan mereka. Dan cukuplah Tuhanmu Yang Maha Mengetahui,
Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya. Tidak ada yang tersembunyi dan
terluput dari pembalasan-Nya.
Kemudian Allah ﷻ menjelaskan bahwa apabila Dia berkehendak untuk membinasakan suatu negeri, maka Allah ﷻ memerintahkan kepada orang-orang yang hidup bermewah-mewah di negeri itu supaya menaati Allah. Maksudnya apabila suatu kaum telah melakukan kemaksiatan dan kejahatan secara merata, dan pantas dijatuhi siksaan, maka Allah ﷻ karena keadilan-Nya, tidaklah segera menjatuhkan siksaan sebelum memberikan peringatan kepada para pemimpin mereka untuk menghentikan kemaksiatan dan kejahatan kaumnya dan segera kembali taat kepada ajaran Allah.
Akan tetapi, dari sejarah kita mengetahui bahwa orang-orang yang jauh dari hidayah Allah tidak mau mendengarkan peringatan itu, bahkan mereka menjadi pembangkang dan penentangnya. Allah lalu memusnahkan mereka dari muka bumi dengan berbagai azab, baik berupa bencana alam, maupun bencana-bencana lainnya. Itulah ketentuan Allah yang tak dapat dielakkan. Allah menghancurkan negeri itu sehancur-hancurnya, sehingga tidak ada sedikit pun yang tersisa, baik rumah-rumah maupun harta kekayaan mereka.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Belum tersedia. Dibutuhkan biaya untuk menambahkan tafsir ini.
Ayat 16
“Dan jika Kami hendak membinasakan sebuah negeri, Kami perintah orang-orangnya yang mewah, tetapi mereka berbuat fasik padanya."
Ayat ini menunjukkan betapa kekayaan dan kemewahan dapat meruntuhkan sebuah negeri. Orang-orang yang berkuasa di dalam satu negeri mendapat kesempatan yang amat luas dengan sebab kekuasaannya itu. Allah membuka kesempatan bagi mereka seluas-luasnya dengan kekuasaan yang ada padanya.
Tetapi, sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap orang banyak, terhadap negeri yang mereka diami, orang-orang yang terkemuka dan berkuasa itu diperintah. Artinya, kepada merekalah terlebih dahulu perintah datang supaya mereka yang menghormati undang-undang. Mereka yang memelo-pori mengerjakan yang baik dan menjauhi yang buruk. Tetapi, perintah itu kerapkali mereka abaikan. Kekuasaan itu membuat manusia jadi mabuk. Itulah yang dinamakan mabuk kekuasaan. Jiwa mereka tidak lagi terkendali oleh iman. Lalu, berbuat fasiklah mereka! Berbuat maksiat dan memelopori pendurhakaan kepada Allah. Mereka mengakui dengan mulut bahwa mereka bermaksud hendak melakukan perbaikan (ishlaah), padahal bekas dari perbuatan mereka bukanlah perbaikan melainkan perusakan. (Lihat al-Baqarah, ayat 11 dan 12).
Maka datanglah lanjutan ayat,
“Lantunan itu patutlah turun ke atas mereka adzab maka Kami hancurkan mereka sehancur-hancurnya."
Itulah suatu akibat yang wajar yang selalu bertemu dalam sejarah bangsa-bangsa dan negeri-negeri. Kekuasaan adalah suatu percobaan paling hebat dalam jiwa manusia. Kalau tidak ada kontrol jiwa dari yang diakui kekuasaannya lebih tinggi, tidaklah ada yang dapat menegur jika orang yang berkuasa berbuat semau-maunya. Dan apabila yang berkuasa telah berbuat semau-mau, lupa daratan atau gila kuasa, kehancuran akan mengancam negeri itu. Soalnya cuma masalah waktu. Sejarah bangsa-bangsa terdahulu menunjukkan yang demikian itu, dan akan demikianlah seterusnya. Kekuasaan itu akan runtuh dan bangunan yang mereka bangunkan akan hancur. Dan tidak ada satu kekuatan pun yang dapat menghalangi kehancuran itu. Selanjutnya, Allah melanjutkan ancamannya pada ayat berikutnya.
Ayat 17
“Dan betapa banyak negeri yang tetak Kami hancunkan, dari sesudah Nuh. Dan cukuplah Tuhanmu terhadap dosa hamba-hamba-Nya, Mengetahui dan Melihat."
Dengan ayat yang dua ini, Allah memperingatkan kepada penduduk negeri Mekah yang menantang Nabi, dan pemimpin-pe-mimpinnya yang berkuasa karena mereka kebanyakan kaya dan mewah, bahwa banyak negeri sesudah Nabi Nuh yang telah dihancurkan karena kefasikan penguasa-pe-nguasanya. Dan ayat ini pun menjadi peringatan kepada umat manusia selanjutnya bahwa Allah sewaktu-waktu dapat ber-buat demikian. Ancaman-ancaman seperti ini kadang-kadang ditantang oleh kafir-kafir Qu-raisy. Dan tolakan sombong orang Quraisy itu didapati juga dari orang yang tidak mau percaya (kafir) di segala zaman. Mereka meminta dicepatkan adzab yang menghancurkan itu, “kalau memang ada", kata mereka. Mereka berani berkata demikian karena memang tidak mau percaya. Maka berfirmanlah Allah.